Disusun Oleh :
Ahmad Muchlisin, S.Ked.
NIM : 712021029
Pembimbing Klinik:
Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K)., MARS.
LAPORAN KASUS
HAMIL PRETERM DENGAN JANIN HIDROSEFALUS DAN KELAINAN
KONGENITAL SERTA TERDAPAT POLIHIDROMION DAN RIWAYAT
SC 1 KALI DIAKHIRI DENGAN SECTIO CAESAREA
Oleh:
Ahmad Muchlisin, S.Ked.
712021029
Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“HAMIL PRETERM DENGAN JANIN HIDROSEFALUS DAN KELAINAN
KONGENITAL SERTA TERDAPAT POLIHIDROMION DAN RIWAYAT SC
1 KALI DIAKHIRI DENGAN SECTIO CAESAREA” sebagai syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Salawat beriring salam selalu tercurah
kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat, dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K)., MARS., selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
laporan kasus ini
2. Rekan-rekan co-assistant atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Apakah Penegakan Diagnosis pada Pasien ini Sudah Benar?............... 50
4.2 Apakah Penatalaksanaan pada Pasien ini Sudah Adekuat? .................. 51
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan seksio sesarea serta penyulit yang dialami saat persalinan. Di
Inggris, frekuensi seksio sesarea ulangan pada ibu yang pernah seksio
sesarea sebelumnya sekitar 28% dari kelahiran yang ada. Selain itu, di
Australia selatan sekitar 56,6% seksio sesarea elektif dan 13,9% seksio
sesarea emergensi dialami oleh ibu yang pernah seksio sesarea sebelumnya.
Di RSUP DR.M.Djamil Padang, kasus persalinan pada ibu dengan riwayat
seksio sesarea pada persalinan sebelumnya pada tahun 2012 sekitar 8,90%.
Kehamilan dan persalinan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya akan
mendapat risiko terjadinya morbiditas dan mortalitas yang meningkat
terutama berhubungan dengan parut uterus. 4
1.1. Manfaat
1.1.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetric dan
ginekologi.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
menjadi landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
1.1.2. Manfaat Praktis
2
Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan
diagnosis yang berpedoman pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Prevalensi
Menurut data WHO, angka persalinan Sectio Caesarea di
dunia terus meningkat.dunia terus meningkat. Pada tahun 1970 an
sekitar 5-7% dari seluruh persalinan, dan kemudian pada tahun 1987
meningkat menjadi 24,4%. Lalu pada tahun 1996, dengan berbagai
upaya diusahakan agar persalinan Sectio Caesarea dapat diturunkan
sehingga menjadi 22,8% dan terus ditekan/dikendalikan hingga
stabil di kisaran 15-18%. WHO merekomendasikan angka Sectio
Caesarea di suatu negara hanya 5-15%.6 Berdasarkan hasil survei
WHO tahun 2004-2008 di tiga benua yaitu Amerika Latin, Afrika
dan Asia diketahui angka kejadian Sectio Caesarea terendah di
Angola yaitu 2,3% dan tertinggi di Cina sebesar 46,2%.6 Demikian
juga angka persalinan Sectio Caesarea di Asia meningkat tajam.
Hasil penelitian di Thailand memperlihatkan persalinan Sectio
Caesarea pada tahun 1990 sekitar 15,2% dan pada tahun 1996
4
2.1.3. Klasifikasi
1. Sectio Caesarea Elektif
Sectio Caesarea elektif didefinisikan sebagai prosedur
Sectio Caesarea yang dilakukan tanpa keadaan darurat dan
keputusan dibuat sebelum persalinan.7
2. Sectio Caesarea Darurat (Emergency)
Sectio Caesarea darurat (emergency) didefinisikan sebagai
tindakan Sectio Caesarea yang dilakukan untuk keadaan darurat
ibu atau janin seperti preeklampsia, gawat janin atau karena
penyebab lain.7
5
2.1.4. Indikasi
Berikut ini merupakan indikasi dari Sectio Caesarea.2
2.1.6. Komplikasi9
Komplikasi Sectio Caesarea antara lain:9
1) Komplikasi intraoperatif: Infeksi, Injury organ, risiko yang
berhubungan dengan anestesi, kebutuhan untuk transfusi
darah, dan histerektomi.
2) Komplikasi postoperatif: Thromboemboli, Adhesi dan
Nyeri yang menetap, sindroma sheehan
3) Risiko untuk kehamilan selanjutnya: Intrauterine Growth
Retardation, Abortus spontan, Kehamilan ektopik, Janin
meninggal ketika dilahirkan (Stillbirth), Ruptur uterus,
Infertilitas, Plasenta previa, Plasenta inkreta, Plasenta
akreta, dan risiko penyerta lainnya.
rendah. Satu tinjauan sistematis oleh Guise dan rekan (2010) yang
dikutip dalam Cunningham (2018), menyimpulkan bahwa risiko
ruptur uteri meningkat secara signifikan pada wanita yang menjalani
TOLAC—risiko absolut 0,47 persen dan risiko relatif 20,7—
dibandingkan dengan mereka yang memilih ERCD.1
Tabel 2.3. Komplikasi Pada Wanita Dengan Riwayat SC Sebelumnya
Tabel 2.4. Tipe Insisi Uteri Dan Estimasi Terjadinya Ruptur Uteri
ruptur uteri lebih sering terjadi pada wanita yang diinduksi dengan
oksitosin saja—1,1 persen—dibandingkan dengan mereka yang
melahirkan secara spontan—0,4 persen. Augmentasi persalinan
dikaitkan dengan ruptur uteri pada 0,9 persen. Di antara wanita
dalam percobaan ini tanpa persalinan pervaginam sebelumnya, risiko
ruptur uteri yang terkait dengan induksi oksitosin adalah 1,8 persen
—risiko empat kali lipat lebih besar dibandingkan dengan persalinan
spontan. Sebaliknya, dalam satu studi kasus-kontrol, induksi tidak
dikaitkan dengan risiko ruptur yang lebih tinggi.Cahill
(2008)danGoetzl (2001)dan rekan kerja yang dikutip dalam
Cunningham (2018), mereka melaporkan risiko terkait dosis pecah
dengan oksitosin.1
C. Prostaglandin
Berbagai preparat prostaglandin yang biasa digunakan untuk
pematangan serviks atau induksi persalinan. Sebagai sebuah
kelompok, penggunaan yang aman pada wanita dengan persalinan
sesar sebelumnya tidak jelas karena data yang bertentangan.1
Dengan misoprostol (PGE1), Wing dan rekan (1998) yang
dikutip dalam Cunningham (2018),membandingkannya dengan
oksitosin untuk induksi persalinan pada wanita dengan persalinan
sesar sebelumnya. Mereka menghentikan percobaan mereka setelah
dua dari 17 wanita pertama yang diberi misoprostol mengalami
ruptur uteri. Penelitian lain mengkonfirmasi hal ini, dan sebagian
besar menganggap misoprostol sebagai kontraindikasi.1
Prostaglandin lain, studi untuk mengevaluasi penggunaannya
untuk induksi adalah kontradiktif.Ravasia dan rekan kerja (2000)
yang dikutip dalam Cunningham (2018),membandingkan ruptur uteri
pada 172 wanita yang diberi gel PGE2 dengan 1544 wanita dalam
persalinan spontan. Tingkat ruptur secara signifikan lebih besar pada
wanita yang diobati dengan gel PGE2—2,9 persen dibandingkan
dengan 0,9 persen pada wanita dengan persalinan spontan.Lydon-
Rochelle dan rekan (2001) yang dikutip dalam Cunningham (2018),
21
- Kehamilan multipel
Kebutuhan besi pada kehamilan multipel lebih tinggi dibandingkan
dengan kehamilan tunggal. Ibu dengan kehamilan multipel cenderung
mengalami peningkatan berat badan berlebih dibandingkan kehamilan
tunggal, yang dapat meningkatkan mediator inflamasi sistemik seperti IL-6,
sehingga meningkatkan kebutuhan besi. Hal ini menyebabkan ibu dengan
kehamilan multipel memiliki risiko yang lebih besar mengalami defisiensi
besi. 15
- Kehamilan remaja
Anemia pada kehamilan remaja disebabkan oleh multifaktorial, seperti
akibat penyakit infeksi, genetik, atau belum tercukupinya status nutrisi yang
optimal. Masa remaja telah dibuktikan sebagai fase yang rentan defisiensi
nutrisi. Peningkatan risiko anemia pada remaja disebabkan masih
diperlukannya besi pada fase tumbuh kembang yang belum selesai. Sebuah
studi di Amerika menyatakan bahwa sebanyak 9–13% remaja menderita
anemia pada trimester 1, dan meningkat menjadi 57–66% pada trimester 3. 15
- Inflamasi dan infeksi dalam kehamilan
Kondisi infeksi dan inflamasi dapat memicu keadaan defisiensi besi.
Infeksi seperti cacing, tuberculosis, HIV, malaria, maupun penyakit lain
seperti inflammatory bowel disease atau keganasan akan memperburuk
keadaan anemia, dan anemia pun akan memperburuk kondisi inflamasi
dan/atau infeksi tersebut. 15
peningkatan angka kelahiran preterm. Selain itu, anemia berat juga dapat
meningkatkan risiko anemia pasca salin dan kebutuhan transfusi pada
maternal saat peripartum. 15
2. Masa Nifas
Secara umum, kehilangan darah hingga 30% dari volume total darah (sekitar
15 ml/kg berat badan) dapat dikompensasi oleh tubuh. Kehilangan darah
sebanyak 1000 ml atau lebih dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
maternal. Perdarahan pasca salin adalah salah satu penyebab terbanyak
mortalitas maternal, terutama di negara berkembang. Kematian ibu akibat
perdarahan dapat dicegah dengan manajemen aktif kala 3, pemberian agen
uterotonika dan resusitasi cairan,
intervensi bedah, dan ketersediaan darah untuk transfusi.Jumlah darah
yang hilang dapat diperkirakan dengan beberapa metode termasuk
pengukuran secara langsung, dan menggunakan selisih nilai hematokrit atau
konsentrasi hemoglobin. 15
2. Anemia Hipoproliferatif
1) Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering terjadi
saat kehamilan, yang dipicu oleh perubahan fisiologis maternal. 15
2)Anemia Defisiensi Asam Folat, Vitamin B12, dan B6
a) Defisiensi Asam Folat
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi asam folat jarang terjadi di
negara industrial, namun dapat terjadi pada wanita dengan diet tidak
seimbang, malabsorpsi dan penyalahgunaan alkohol. Gejala yang muncul
diawal kehamilan (disamping gejala umum anemia) meliputi mual, muntah
serta anoreksia yang memburuk seiring terjadinya anemia. Trombositopenia
dan leukopenia dapat terjadi pada beberapa kasus. 15
b) Defisiensi Vitamin B12
Anemia pada kehamilan jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12.
Anemia ini dapat disebabkan oleh defisiensi faktor intrinsik seperti riwayat
operasi lambung, akibat sekunder dari malabsorpsi, serta inflamasi saluran
cerna kronis. Selain adanya anemia makrositik, gejala lain dari defisiensi
31
2.4.5. Diagnosis
Selain anemia defisiensi besi, peningkatan RDW juga dapat ditemukan pada
anemia megaloblastik akibat defisiensi asam folat atau vitamin B12, anemia
sideroblastik, sindrom mielodisplastik, hemoglobinopati, serta pasien anemia
yang telah mendapatkan transfusi darah. 15
6. Retikulosit
Retikulosit merupakan eritrosit imatur yang dilepaskan ke sirkulasi dan
hanya berada dalam sirkulasi selama 1–2 hari sebelum mengalami maturasi.
Retikulosit dapat digunakan untuk menilai respons sumsum tulang terhadap
anemia. Jumlah retikulosit normal adalah sekitar 50.000–100.000/μl untuk
hitung absolut dan 0,6–2% untuk persentasi absolut, namun nilai ini memiliki
standard error yang cukup tinggi. Untuk penilaian efektivitas produksi
eritrosit yang lebih baik, nilai retikulosit absolut perlu dikoreksi dengan kadar
hematokrit dan waktu maturasi retikulosit di sirkulasi, yang dinamakan
reticulocyte production index (RPI). Nilai RPI <2% berhubungan dengan
kondisi anemia hipoproliferatif dan kelainan maturasi eritrosit, seperti pada
anemia defisiensi besi. Kadar retikulosit ini juga dapat digunakan untuk
penilaian awal respon terapi anemia (besi, asam folat, atau transplantasi
sumsum tulang). 15
7. Reticulocyte Hemoglobin Content (Ret-He/CHr)
Ret-He menggambarkan ketersediaan zat besi untuk eritropoiesis,
sehingga penurunan Ret-He dapat digunakan untuk deteksi awal defisiensi
besi. Ret-He merupakan indikator paling awal untuk mengetahui penurunan
ataupun peningkatan availabilitas besi di sumsum tulang. Ret-He merupakan
petanda muatan dari hemoglobin selular, yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi defisiensi besi. Keuntungan utama pemeriksaan Ret-He adalah
menunjukkan hasil pemeriksaan real time dan termasuk ke dalam
pemeriksaan DPL yang rutin dilakukan, sehingga tidak dibutuhkan teknik
pemeriksaan tambahan. Ret-He juga lebih akurat dibandingkan dengan feritin
dan saturasi transferin dalam mendeteksi defisiensi besi pada pasien dengan
inflamasi atau penyakit kronis. 15
8. Feritin
36
2.4.6. Tatalaksana
1. Pencegahan Anemia
Kebutuhan mikronutrien meningkat pesat pada masa kehamilan, di
antaranya besi, folat, iodium, kalsium, dan vitamin D. WHO
merekomendasikan suplementasi beberapa jenis mikronutrien terutama pada
ibu hamil di negara-negara yang memiliki angka prevalensi defisiensi nutrisi
yang tinggi untuk mengurangi risiko berat lahir bayi rendah dan bayi kecil
masa kehamilan.34 Studi menunjukan bahwa suplementasi besi oral
menurunkan risiko anemia maternal pada kehamilan aterm,, berat bayi lahir
rendah, dan kelahiran preterm.15
Suplementasi besi dan asam folat direkomendasikan untuk semua wanita
hamil di seluruh dunia.36 Dosis suplementasi yang direkomendasikan WHO
pada ibu hamil adalah 60 mg besi elemental dan dilanjutkan hingga 3 bulan
pasca salin, karena prevalensi anemia dalam kehamilan di Indonesia >40%,
yaitu 48,9%. Penilaian kadar feritin di awal kehamilan dapat memberikan
gambaran dosis suplementasi yang diperlukan. Berikut rekomendasi
suplementasi besi berdasarkan kadar feritin: 15
• Feritin 70–80 μg/L: Diperkirakan cadangan besi dalam tubuh lebih dari 500
mg,
sehingga tidak diperlukan suplementasi.
38
• Feritin 30–70 μg/L: Diperkirakan cadangan besi dalam tubuh 250–500 mg,
sehingga direkomendasikan suplementasi 30–40 mg besi elemental.
• Feritin <30 μg/L: Diperkirakan cadangan besi dalam tubuh cukup rendah
sehingga diperlukan suplementasi 60–80 mg besi elemental.
2. Dosis Terapi
Pemberian besi merupakan terapi utama defisiensi besi dan anemia
defisiensi besi. Dosis terapi defisiensi besi disesuaikan dengan derajat
defisiensi dan usia kehamilan saat diagnosis ditegakkan. Pada anemia
defisiensi besi ringan dengan kadar Hb 10–10,4 g/dL dapat diberikan terapi
besi oral 80–100 mg/hari. Jika ibu hamil terdiagnosis anemia defisiensi besi
pada trimester pertama dan kedua, maka tablet besi oral dapat diberikan
sebagai terapi lini pertama. Pada keadaan defisiensi besi, penghitungan
kebutuhan besi dilakukan sebagai perkiraan pemberian terapi menggunakan
Ganzoni Formula.
Kebutuhan besi = BB[kg] x (Target Hb - Hb saat ini)[g/L] x 2,4 + 500 mg
3. Tranfusi darah
Transfusi PRC (packed red cell) diberikan pada Hb <7 g/dL, atau Hb
≥7 g/dL pada pasien dengan gejala, seperti dekompensasi jantung, serta tidak
respon terhadap terapi pemberian besi intravena. Tranfusi darah jarang sekali
diberikan kecuali terdapat tanda-tanda hipovolemia, contohnya akibat
perdarahan pasca salin. Kondisi anemia berat akan menyebabkan oksigenisasi
janin yang abnormal sehingga menyebabkan denyut jantung janin abnormal,
berkurangnya cairan amion, hipoperfusi janin, hingga kematian janin. 15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identifikasi
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Simpang Rambutan, Kec. Rambutan, Kab. Banyuasin,
Sumatera Selatan.
MRS : 08 Juni 2022, Pukul 17.30 WIB
No. RM : 66-95-73
B. Identitas Suami
Nama : Tn. S
Umur : 39 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Jl. Simpang Rambutan, Kec. Rambutan, Kab. Banyuasin,
Sumatera Selatan.
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 08 Juni 2022.
A. Keluhan Utama
Perut terasa kencang.
E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 13 tahun
Siklus haid : 90 hari, tidak teratur
Lama haid : 5 hari, 2-3x ganti pembalut/ hari
Keluhan saat haid : Nyeri haid (-)
HPHT : 10 - 11 - 2021
TP : 17 - 08 – 2022
F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali, tahun 1997
Lama pernikahan : 15 tahun
Usia menikah : 24 tahun
G. Riwayat Kontrasepsi
- KB suntik terakhir di bulan Juni tahun 2019.
H. Riwayat ANC
- 5 kali, ke bidan
- 2 kali, ke posyandu
- 1 kali, ke dokter spesialis
42
B. Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Telinga : Nyeri tekan (-/-), Massa (-/-), Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (+), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi: simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus (+/+) normal kanan dan kiri
Perkusi: Sonor (+/+) di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi: Ictus kordis tidak tampak
43
C. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
- Leopold I : Teraba bagian janin lunak, tidak mudah digerakkan dan ti
dak melenting (kesan bokong), TFU 2 jari di bawah proc
essus xhypoideus, 29 cm dari symphisis pubis.
- Leopold II : Teraba bagian keras, memanjang dan datar seperti papan
di kiri perut ibu (punggung janin) dan teraba bagian luna
k yang kecil-kecil dibagian kanan (ekstremitas).
- Leopold III : Teraba bagian janin bulat, keras, dan melenting (kesan k
epala).
- Leopold IV : Konvergen (Belum masuk PAP)
- TBJ : (TFU-13) x 155 = 3.255 gram
- DJJ : 124 x/menit
- His : 2x selama 10 menit durasi 30 detik
Pemeriksaan Dalam :
- Posisi portio : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Konsistensi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Pembukaan : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Ketuban : Tidak dilakukan pemeriksaan
44
3.6 Penatalaksanaan
46
3.8. Follow-up
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
09/06/2022 S/ Perut terasa kencang Observasi keadaan umum, ta
07.00 WIB nda vital ibu, DJJ.
O/ KU : Tampak sakit ringan Cek laboratorium darah rutin,
Kesadaran: Compsmentis urin rutin, dan SWAB antige
47
A/
G4P3A0 Hamil 31-32 minggu
belum inpartu janin tunggal hidup
dengan hidrosefalus + kelainan
kongenital presentasi kepala dengan
polihidromion + riwayat SC 1x
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
10/06/2022 S/ Nyeri luka post SC - Cek Hb post op
07.00 WIB - Kateter menetap 24 jam
O/ KU : Tampak sakit sedang - Diet TKTP
Kesadaran: Compsmentis - Mobilisasi bertahap
TD : 160/100 mmHg
HR : 90 x/menit Th:
RR : 22 x/menit - IVFD RL drip Tramadol drip
Suhu : 36,3oC gtt 20x/menit
- Inj. Ceftriaxone 3 x 1 amp
A/ (Skin test)
P4A0 Post SC a/i hidrosefalus + - Inj. Metronidazole 3 x 500
polihidramnion + kelainan kongenital + mg/i.v
riwayat SC 1x - Pronalges suppositoria 4 x
100 mg
- Nifedipine 4 x 10 mg
- Dopamet 3 x 250 mg
- Inbion 1 x 1 tablet/Oral
48
A/ Th/
P4A0 Post SC a/i hidrosefalus + - Cefadroxil 2 x 500 mg/Oral
polihidramnion + kelainan kongenital + - As. Mefenamat 3 x 500
riwayat SC 1x mg/Oral
- Inbion 1 x 1 tablet
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
51
Pemilihan jenis persalinan pada pasien dengan riwayat SC sebelumnya
terdapat 2 pilihan dasar. Pertama, TOLAC/ A Trial of Labor After Caesarean
menawarkan tujuan untuk mencapai Vaginal Birth After Caesarean (VBAC).
Jika persalinan sesar menjadi perlu selama percobaan, maka itu disebut
"percobaan persalinan yang gagal." Pilihan kedua adalah persalinan sesar
elektif berulang / Elective Repeat Caesarean Delivery (ERCD).1
Selanjutnya diberikan transfusi PRC 600 cc. PRC adalah sel darah
merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. PRC
didapatkan dengan memisahkan sel darah merah dari plasma, sehingga
didapatkan sel darah merah dengan nilai hematokrit tinggi (69-70%).
Pada hari pertama post SC, tatalaksana yang diberikan berupa IVFD
Ringer Lactat 500 cc gtt 20x/menit+Pitogin 20 IU, inj. Ceftriaxone 2x1
gram / iv (skin test), Inj. Asam traneksamat 3x500mg/ iv, inj, Tramadol 3x50
mg/iv drip, Inj. Metronidazole 3x500 mg/iv infus kocor dan inbion 1x1
cap/oral.
Tujuan pemberian oxytocin sebagai uterotonika yang mempertahankan
kontraksi uterus adekuat, sehingga diharapkan ketika miometrium
berkontraksi akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang berjalan di
dalam miometrium juga yang menuju ke perlekatan plasenta sehingga
perdarahan akan berhenti.
Pemberian antibiotik Ceftriaxone 2x1 gram (iv) dan Metronidazole 3x
500 mg (iv). Ceftriaxone merupakan antibiotik yang berguna untuk
pengobatan sejumlah infeksi bakteri. Antibiotik ini termasuk golongan
sefalosporin generasi tiga. Pemberian antibiotik pada kasus ini bertujuan
untuk profilaksis terjadinya infeksi pada bekas operasi.1 Indikasi
digunakannya kombinasi antibiotika ini untuk pengobatan terhadap infeksi
yang disebabkan oleh lebih dari satu jenis mikroba. Metronidazole dapat
digunakan karena kemampuannya melawan bakteri anaerob yang ditemui
pada dan beberapa bakteri lain.
Pemberian analgesia pascaoperasi merupakan salah satu tatalaksana
pada pasien dengan post SC.1 Tramadol 3x50 mg/ drip. Penggunaan tramadol
pada ibu pasca melahirkan masih tergolong aman meskipun tramadol
52
merupakan golongan opioid. Efek opioid yang dimiliki tramadol termasuk
opioid lemah sehingga tidak terlalu menimbulkan sifat aditif.
Diberikan injeksi asam traneksamat 3x500 mgl/iv. Asam trankesamat
merupakan agen antifibrinolitik analog lisin yang bekerja. Asam traneksamat
menghambat aktivasi molekul plasminogen yang mencegah plasmin berikatan
dengan fibrinogen dan struktur fibrin. Asam traneksamat dapat memberikan
efek menurunkan perdaharan. Pada kasus untuk mengurangi pendarahan post
operatif.
Inbion merupakan suplemen yang mengandung Fe glukonat,
magnesium sulfat, copper sulfat, vitamin C, asam folat, Vitamin B12, dan
sorbitol . Fungsi dari obat ini adalah untuk pasien-pasien dengan kekurangan
zat besi selama masa kehamilan, menyusui, dan ibu hamil, karena selama
masa kehamilan dan pasca-persalinan ibu hamil banyak kehilangan darah
terutama pada proses persalinan. Pada kasus juga diberikan karena adanya
anemia pada pasien.
Tatalaksana aktif pada kasus yaitu tindakan persalinan SC elektif dan
tatalaksana konservatif yaitu dengan pemberian terapi obat-obatan suportif
sebelum dan sesudah tindakan SC berupa pemberian transfusi PRC,
uterotonika, antibiotika, analsetik, anti fibrinolitik, serta suplemen. Secara
keseluruhan penatalaksanaan pada kasus sudah adekuat.
53
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan
terapi yang diberikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosis pada kasus ini belum tepat.
2. Penatalaksanaan kasus ini sudah adekuat.
5.2 Saran
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam mendiagnosis haruslah tepat agar penatalaksanaan yang diberikan
susuai dengan penyakit yang diderita dan agar kondisi pasien tidak lebih
memburuk hingga dapat menimbulkan komplikasi.
2. Lakukan edukasi kepada pasien apabila terdapat risiko untuk melakukan
persalinan pervaginam untuk melakukan penjadwalan operasi sectio
caesarea sebelum inpartu.
3. Lakukan edukasi kepada ibu hamil mengenai risiko anemia dalam
kehamilan, cara pencegahannya dan komplikasi yang dapat terjadi
akibatnya.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom
KD. Williams Obstetrics Edisi ke 25. New York : McGraw-Hill. 2018
2. Ayuningtyas, D., Oktarina, R., Misnaniarti, dan Sutrisnawati, N.Y.D. Etika
Kesehatan Pada Persalinan Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis.
Jurnal MKMI, 14(1): 9-16. 2018
3. Kementerian Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018.
Jakarta: Badan Litbang Kesehatan. 2018
4. Afriani A., Desmiwarti, Kadri H. Kasus Persalinan Dengan Bekas Seksio
Saesarea Menurut Keadaan Waktu Masuk di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RUP Dr. M. Djamil Padang, Jurnal Kesehatan Andalas Vol/2 No. 3. 2018
5. Prawiroharjo, S. IlmuBedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2016
6. Committee on Practice Bulletins-Obstetrics. Practice Bulletin No. 183:
Postpartum Hemorrhage. Obstet Gynecol ;130(4):e168-e186. 2019
7. Pratiwi, R.A.B., Gunanegara, R.F., & Ivone, J. Factors Affecting Caesarean
Labor in RSUD Lembang 2017-2018. Journal of Medicine and Health, 2(3):
838-846. 2019
8. Sung S, Mahdy H. Cesarean Section. In: StatPearls. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. 2021
9. Mylonas, I., and Friese, K. Indication For And Risk Of Elective Caesarean
Section. Deutsches Ärzteblatt International, 112: 489–495.
DOI:10.3238/arztebl.2015.0489. 2020.
10. Society of Obstetricians and Gynaecologist (SOGC). Alarm International: A
Program to Reduce Maternal and Neonatal Mortality and Morbidity Fourth
Edition. Canada: The Global Library of Women’s Medicine. 2019
11. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Green-top Guideline No.
45: Birth After Previous Caesarean Birth. 2018
12. The American College of Obstetricians and Gynecologists. 2017. Vaginal
Birth After Previous Cesarean Delivery. Practice Bulletin Clinical
Management Guidelines For Obstetrician-Gynecologists 116(2).
54
13. Obstetric & Gynaecology Department. Vaginal Birth following Caesarean
Section (VBAC) Patient Information. Wrightington, Wigan and Leigh NHS
Foundation Trust. 2018
14. Uno, K. Et al. Reasons For Previous Caesarean deliveries Impact a Woman’s
Independent Decision of Delivery Mode and The Success of Trial of Labor
After Caesarean. BMC Pregnancy And Childbirth (2020) 20:170
https://doi.org/10.1186/s12884-020-2833-2
15. Wibowo, N., dkk. Anemia Defisiensi Besi Pada Kehamilan. Departemen
Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2021
55
LAMPIRAN
56