Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

P202AB1 dengan Ca Cervix, Anemia, Hipertensi Stage 2 (JNC7)

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian


SMF Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi
RSUD Mohamad Saleh Probolinggo

Disusun oleh:

I Made Kumara Danta


22710090

Pembimbing:
dr. Maria Diah Zakiyah, Sp.OG, M.H.

SMF ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD MOHAMAD SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS

P202AB1 dengan Susp. Ca Serviks, Anemia, Hipertensi Stage 2 (JNC7)

Telah dipresentasikan pada tanggal ……. 2023

Oleh :
I Made Kumara Danta
22710090

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian

Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi RSUD

Mohamad Saleh Probolinggo

dr. Maria Diah Zakiyah, Sp.OG, M.H.

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala Berkat dan Karunia-Nya, laporan kasus ginekologi yang berjudul “P202AB1
dengan Susp. Ca Serviks, Anemia, Hipertensi Stage 2 (JNC7)” ini dapat diselesaikan.
Laporan kasus ini merupakan tugas kepaniteraan klinik dari SMF Ilmu Obstetri dan
Ginekologi di RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak.

Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Maria Diah Zakiyah, Sp.OG, M.H. sebagai dokter pembimbing Laporan
Kasus kepaniteraan klinik SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSUD dr.
Moh. Saleh Probolinggo.
2. dr. Hytriawan Posma Putra Sp. OG (K), FISQua sebagai kepala SMF Ilmu
Obstetri dan Ginekologi di RSD dr. Moh. Saleh Probolinggo
3. Teman – teman sejawat dan berbagai pihak yang telah membantu
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan
kasus ini, namun penulis sadar bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran akan penulis terima demi hasil makalah yang lebih baik.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Probolinggo, 18 Mei 2023

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS..................................................ii


KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................2
2.1 Identitas Pasien..............................................................................................2
2.2 Anamnesis......................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................3
2.4. Pemeriksaan Penunjang................................................................................5
2.5 Diagnosis........................................................................................................6
2.6 Planning.........................................................................................................6
2.7 KIE.................................................................................................................6
2.8 Follow Up Pasien...........................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................8
3.1 Definisi...........................................................................................................8
3.2 Epidemiologi..................................................................................................8
3.3 Etiologi...........................................................................................................9
3.4 Faktor Resiko...............................................................................................10
3.5 Stadium-Stadium Kanker Serviks................................................................12
3.6 Patogenesis...................................................................................................13
3.7 Diagnosis......................................................................................................15
3.9 Prognosis......................................................................................................20
3.10 Komplikasi.................................................................................................21
3.11 Pencegahan................................................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................24
BAB V KESIMPULAN........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................29

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap.................………..….5

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan RFT…………….……..……………..……...........5

Tabel 3 Hasil Pemeriksaan Antigen………………….……..……..…..…..….5

Tabel 4 Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO……………………………12

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Perkembangan Kanker Serviks .............................................…...14

Gambar 2 Proses Infeksi HPV pada Kanker Serviks……………………….15

6
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker serviks adalah kanker yang paling umum terjadi di negara- negara
berkembang dan menjadi urutan ke 6 di negara maju. Kanker serviks merupakan
suatu neoplasma ganas primer pada organ serviks uteri. Serviks merupakan
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan
dengan vagina melalui ostium uteri eksternum. Kanker serviks merupakan kanker
yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker pada wanita di negara
berkembang (Legianawati et al., 2019).
Di Indonesia ditemukan 40.000 kasus baru kanker serviks setiap tahun.
Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker
serviks menjadi penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di
Indonesia yakni 36% [2]. Berdasarkan data Riskesdas 2018 prevalensi kanker di
Indonesia yaitu 1,8% meningkat dari tahun 2013 sebesar 1,4% dimana kanker
serviks sendiri merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi
yaitusebesar 0,8% [3]. Di RSUP Hasan Sadikin jumlah pasien kanker serviks pada
September – Oktober 2019 yaitu 206 pasien dan rata-rata jumlah pasien per tahun
yakni 103. Di Jawa Barat jumlah pasien baru terdiagnosa kanker serviks 904 dari
jumlah wanita di Jawa Barat (Legianawati et al., 2019).
Penyebab utama dari kanker serviks adalah infeksi HPV (Human
Pappiloma Virus) yang terdeteksi pada 99,7% kanker serviks. Proses terjadinya
karsinoma sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia pada sel-sel epitel
serviks. Sel kanker berperan dalam mengeluarkan sitokin yang dapat
menyebabkan anoreksia hingga malnutrisi. Selain sel kanker itu sendiri, terapi
kanker baik kemoterapi dan radioterapi memiliki efek samping yakni anoreksia,
nausea, muntah dan diare yang akan membuat kehilangan berat badan dimana
lama kelamaan akan mengalami malnutrisi (Legianawati et al., 2019).
Pada laporan kasus ini membahas mengenai seorang Wanita usia 58 tahun
dengan diagnosis Susp. Ca Cerviks, anemia, dan Hipertensi stage 2 (JNC7).
Kondisi pasien ini membutuhkan berbagai manajemen terapi dan kerjasama
dengan departemen lain.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Ny. RH
Usia : 58 tahun
Pekerjaan : rumah tangga
Alamat : Dsn. Parsehan RT 2/9 Tamansari Dringu
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
No. RM : 643***
Tanggal Masuk : 15 Mei 2023
Tanggal Keluar : 17 Mei 2023
DPJP : dr. Maria Diah Zakiyah, M.H., Sp.OG
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama: Keluar darah lewat jalan lahir

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Tanggal 26 April 2023

Pasien datang ke IGD Rumah sakit Dr Moh Saleh pada tanggal 15 Mei
2023 jam 13.15 WIB dengan keluhan tadi siang pasien mengeluh keluar darah
banyak dari jalan lahir ini darah keluar lumayan bayak pasien mengatakan
menggunakan softek dan biasanya pasien menggangi softek sebanyak 3 kali
dalam sehari selama jangka waktu 1,5 bulan, darah yang keluar seperti darah
segar dan terkadang keluar seperti gumpalan merah pekat, dan kadang disertai
dengan keputihan, keputihan tidak teruk menerus tapi sejak 2 minggu terakhir
keputihan hampir setiap hari, dan pasien juga mengaku mengeluh sakit perut
saat keluarnya darah dijalan lahir, nyeri perut seperti mulas dan juga mengeluh
sakit pinggang 1 bulan terakhir ini dan terasa nyeri saat berhubungan badan,
tidak mengeluh pusing mual muntah, BAB dan BAK normal nafsu makan baik.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

2
DM (-), HT (+) minum Amlodipin , Asma (-), Alergi (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
DM (-) , HT (-), Asma (-), kancer servic Ibu pasien meninggal
5. Riwayat Menstruasi:
Pasien menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 7
hari/siklus, ganti pembalut 3x/hari. Haid trakhir 1 tahun yang lalu.

6. Riwayat Menikah:
Menikah muda (usia 15 tahun) menikah 2 kali suami sekarang
7. Riwayat Obstetri:
1. L/ 33 th/ 3500/ Spontan/ suami kedua
2. Abortus
3. P/ 29 th/ 3300/ Spontan/ suami kedua
8. Riwayat ANC:
Bidan
9. Riwayat Kontrasepsi:

Belum pernah memakai KB suntik ataupun pil KB

10. Riwayat Sosial Ekonomi:


- Pasien bekerja sebagai pegawaiswasta
- Pasien sekarang tinggal dengan suami kedua
- Pasien tidak pernah merokok, minuman beralkohol ataupun
menggunakan NAPZA

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum: Cukup
Kesadaran: Composmentis
GCS: E4V5M6

Tanda vital:
Tekanan darah : 160/100 mmHg

Respiratory rate : 20x/menit

Nadi : 107x/menit

3
Suhu : 36,2 oC

SpO2 : 95%

a/i/c/d: +/-/-/-

1. Status generalis:
- Berat badan: 60 kg
- Kepala/leher:
1) Kepala : Normocephali, tumor (-)
2) Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik (-/-)
3) Telinga : Sekret (-), serumen MAE (-/-)
4) Hidung : Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-/-)
5) Leher : Kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-)
6) Mulut : Bibir sianosis (-), stomatitis (-), bibir kering (-)
- Thorax:
1) Dinding dada : Simetris bilateral, retraksi (-)
2) Jantung : Bunyi jantung S1-S2 tunggal reguler, murmur (-)
3) Paru-paru : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
4) Payudara : Colostrum (-/-), hiperpigmentasi (-/-), puting menonjol (+/+)
- Abdomen: Status Ginekologi
- Genitalia: Status Ginekologi
- Ekstremitas: Akral dingin (+/+), oedema tungkai (-/-), CRT >2 detik
(+/+)
2. Status Ginekologi
Abdomen
- Inspeksi : Perut tampak membesar
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan pada daerah suprapubic (+), tinggi, massa
(-)
- Auskultasi : Bising usus (+)

Genitalia

- VT:

4
Tanggal 16 April 2023 pada kesan vagina terasa licin dan terdapat darah, tidak
berdungkul, pada porsio teraba keras dan terdapat benjolan di arah jam 11 dan
jam 6, teraba kaku kanan dan kiri, korpus uteri tidak bisa di evaluasi karena
ibu terasa nyeri, fluxus (+), tidak berbau.

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap.
Tanggal 26 April 2023
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 8,8 g/dL 12-16 g/dL
Leukosit 14.550 /cmm 4000-11.000/cmm
Trombosit 464.000 /cmm 150.000-450.000/cmm
GDA 167 mg/dL < 200 mg/dL

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan RFT.

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Bun 19.0 mg/dl 10-20 mg/dl
Creatinin 0.8 mg/dl 0,5-1,7 mg/dl
UA 4.6

Tabel 3. Hasil Test Antigen.

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Diagnostik test Negatif Negatif
Antigen (RDT-Ag)

Foto Thorax: -

5
- Hasil USG: Massa di cervix uteri dengan retensi cairan di cavum uteri
girads 5 higly suspicious maligna

Uterus : Anteflexi, membesar dengan massa di cervix -+ 52mm x 47,5


mm dengan retensi cairan di dalam cavum uteri

2.5 Diagnosis
P202AB1 dengan susp.Ca Cervix + anemia + Hipertensi stage 2 (JNC 7)

2.6 Planning
- Perbaikan KU

- Hentikan perdarahan

- Pro Biopsi

2.7 KIE

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang keadaan pasien.


- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tindakan yang akan
dilakukan serta terapinya.

2.8 Follow Up Pasien


Tgl Keluhan Objektif Assesment Penatalaksanaan
16/04/202 Pasien KU: Cukup P202Ab1 Observasi keluhan

6
3 mengatakan Kesadaran: dengan pasien, TTV, dan
sudah tidak Compos Susp.ca cervix perdarahan
keluar mentis + anemia Tranfusi PRC 2 kolf
darah (-) TD: Inf. RL 500 cc 20 tpm
setelah 152/90mmHg inj. Ceftriaxon 2x1g
dilakukan N: 88x/menit inj. Asam traneksamat
biopsi, RR: 20x/menit 3x500mg
kadang- S: 36,0 oC inj. Kalium diklofenak
kadang SpO2: 100% 3x1 prn
pusing (+) Akral: Hangat Po. Amplodipin 1x1
mual (-), (+/+) KIE Pasien:
muntah (-), (+/+) Jelaskan ke pasien dan
BAK dan Kepala/leher: keluarga mengenai
BAB +/-/-/- keadaan pasien dan
normal, menjelaskan tindakan
nafsu yang dilakukan
makan
baik
17/04/202 Pasien tidak KU: Cukup P202Ab1 post Inf. RL 500 cc 20 tpm
3 mengeluh Kesadaran: biopsi atas inj. Ceftriaxon 2x1g
keluar Compos indikasi susp inj. Asam traneksasmat
darah dan mentis ca cervix + 3x
sudah tidak TD: anemia post inj. Kalium diklofenak
nyeri perut 125/60mmHg tranfusi 3x1 prn
lagi, hanya N: 87x/menit KIE Pasien:
mengeluh RR: 20x/menit Jelaskan ke pasien dan
sedikit S: 36,5 oC keluarga mengenai
pusing tapi SpO2: 100% keadaan pasien dan
tidak mual Akral: Hangat dianjurkan untuk menjaga
dan muntah (+/+) kebersihan diri.
(+/+)
Kepala/leher:
-/-/-/-
Lab:
Hb:12,0 g/dL
Lekosit:
14210 /cmm
Trombosit:
461000 /cmm

7
8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kanker serviks merupakan tumor ganas primer yang berasal dari kanalis
servikalis dan atau porsio. Kanker ini akan mengenai epitel serviks, dimana sel
epitel akan mengalami penggandaan dan berubah secara patologi anatomi. Sifat
sel yang ganas dapat mengalami penyebaran ke organ – organ lain melalui jalur
limfe dan vascular (Haryani et al., 2016).
Kanker Serviks merupakan suatu bentuk keganasan yang terjadi pada leher
rahim (serviks) yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang abnormal dari
jaringan epitel serviks akibat adanya infeksi yang persisten human papillomavirus
(HPV) tipe high risk (HR- HPV) onkogenik (Evriarti & Yasmon, 2019).

3.2 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyakit kanker nomor dua terbanyak yang
diderita wanita di dunia, yaitu sekitar 500.000 kasus baru dan kematian 250.000
setiap tahun. Di negara berkembang, kanker serviks masih menempati urutan
pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada wanita usia produktif.
Hampir 80% kasus kanker serviks berada di negara berkembang. Menurut data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setiap tahun jumlah penderita kanker di
dunia bertambah 6,25 juta orang atau setiap 11 menit ada satu penduduk
meninggal dunia karena kanker dan setiap 3 menit ada satu penderita kanker
baru.3 Kanker serviks merupakan keganasan ketiga tersering pada traktus
genitalia wanita di Amerika setelah kanker endometrium dan ovarium. Selama
tahun 1993 diperkirakan terdapat sekitar 13500 kasus baru kanker serviks invasive
(Haryani et al., 2016).
Berdasarkan data pasien rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia sejak
tahun 2004 hingga tahun 2008 posisi sepuluh besar utama tumor ganas atau
kanker tidak terlalu banyak berubah. Kanker serviks menempati urutan kedua
setelah kanker payudara kemudian disusul tumor ganas hati dan saluran empedu
intrahepatic (Haryani et al., 2016).

9
Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada tahun 2007, saat ini
penyakit kanker serviks menyebabkan korban meninggal sedikitnya 200.000
wanita per tahun atau diperkirakan setiap harinya terjadi 41 kasus baru kanker
serviks dan 20 perempuan meninggal karena penyakit tersebut. Kanker terbanyak
diderita wanita didapatkan dari 31 RS DKI Jakarta adalah kanker payudara (32%)
disusul kanker serviks (21.5%) dan kanker ovarium.6 Kejadian kanker serviks
yang terdeteksi di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas (FKUA) Padang pada tahun 2005 didapatkan adanya 188
kasus (47,48%) karsinoma serviks uteri dari 393 kasus keganasan ginekologi dan
kanker serviks menempati peringkat pertama. Data dari RSUP DR. M. Djamil
Padang penderita kanker serviks pada tahun 2009 sebanyak 37 kasus dan
mengalami peningkatan pada tahun 2010 dan 2011 sebanyak 58 kasus dan tahun
2012 sebanyak 42 kasus (Haryani et al., 2016).
3.3 Etiologi
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel pada serviks yang
mengalami mutasi sehingga terjadi perubahan prilaku yang abnormal. Keadaan sel
yang tumbuh tidak terkendali dan keadaan abnormal sel yang tidak dapat
diperbaiki inilah yang menyebabkan pertumbuhan menjadi kanker. Ada beberapa
kejadian yang erat hubungannya dengan kejadian kanker serviks yaitu insiden
kanker sering terjadi pada mereka yang sudah menikah dibanding dengan yang
belum menikah, dapat juga dialami pada wanita pada coitus pertama yang dialami
pada usia sangat muda, kejadian meningkat dengan tingginya paritas dan jarak
persalianan yang terlalu dekat, selain itu pada golongan dengan sosial ekonomi
rendah yang berhubungan dengan masalah higienis seksual yang kurang bersih,
pada mereka yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), perokok dan
pada wanita yang terinfeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 atau 18
(Trijayanti, 2017).
Penyebab utama dari kanker serviks adalah adanya inveksi virus HPV
(human papilloma virus). HPV merupakan peyebab bagi kanker serviks sel
skuamosa pada serviks yang merupakan salah satu jenis kanker serviks yang
paling sering terjadi. Pada tipe skuamosa, 99,7% DNA HPV dapat diisolasi
terutama HPV 16 dan familinya tipe 31,33,35,52 dan 58. Tipe adenosa

10
berhubungan dengan HPV 18 dan familinya tipe 39, 45, 59, 68 dan tergantung
usia. Onkoprotein E6 dan E7 pada kanker serviks merupakan penyebab terjadinya
degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat P53 yang menyebabkan
Tumor Supresor Gen (TSG) P53 akan kehilangan fungsinya dan onkoprotein E7
akan mengikat TSG Rb sehingga ikatan ini akan menyebabkan terlepasnya E2F
yang membuat siklus sel berjalan tanpa terkontrol (Trijayanti, 2017).
3.4 Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks (Trijayanti,
2017):
1. Usia
Perjalanan penyakit menunjukkan kasus dengan usia > 35 tahun
memiliki angka yang cukup tinggi yaitu 60,6%. Pada usia > 35 tahun
diketahui bahwa meningkatkan risiko kanker serviks sebesar 4,23 kali
lebih besar dari pada usia 35 tahun. Rerata umur penderita kanker leher
rahim berada di antara 30-70 tahun.
Risiko terjadinya kanker serviks meningkat hingga 2 kali lipat
setelah usia 35 hingga 60 tahun. Meningkatnya risiko kanker pada usia
lanjut dikarenakan meningkatnya waktu pemaparan terhadap karsinogen
dan melemahnya sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut. Usia dewasa
muda, yaitu usia antara 18 sampai 40 tahun sering berhubungan dengan
masa subur. Pada periode ini masalah kesehatan berganti dengan gangguan
kehamilan, kelelahan kronis akibat merawat anak, dan tuntutan karir.
Kegemukan, kanker, depresi, dan penyakit serius tertentu mulai
menggerogoti di usia ini.
2. Hubungan Seksual
Wanita yang melakukan hubungan seksual di usia muda akan
meningkatkan risiko untuk terkena kanker serviks. Karena sel kolumner
serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa, maka pada
wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan beresiko
untuk terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat
pertama berhubungan seksual maupun jumlah pasangan seksual
merupakan faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks.

11
3. Merokok
Terdapat data yang mendukung terjadinya kanker serviks salah
satunya disebabkan oleh rokok dan adanya hubungan antara merokok
dengan kanker sel skuamosa pada serviks. Mekanisme kerja bisa langsung
(aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau
melalui efek imunosupresif dari perokok. Bahan karsinogenik spesifik dari
tembakau pada rokok dapat dijumpai dalam lahir pada serviks wanita yang
merokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan
bersamaan dengan infeksi HPV dapat menjadi keganasan.
4. Kontrasepsi Oral
Risiko invasif dan non invasif kanker serviks menunjukkan
hubungan yang tidak selalu konsisten dan tidak semua studi membenarkan
hubungan perkiraan risiko dengan mengontrol kegiatan seksual.
Kontrasepsi oral yang digunakan secara luas dewasa ini umumnya
merupakan kombinasi antara estrogen dan progestin. Kurang lebih 100
juta perempuan di seluruh dunia menggunakan kontrasepsi oral kombinasi.
Kontrasepsi oral dapat berbentuk pil kombinasi, sekuensial, mini
atau pasca senggama dan bersifat reversibel. Kontrasepsi oral kombinasi
merupakan campuran estrogen sintetik seperti etinilestradiol dan satu dari
beberapa steroid C19 dengan aktivitas progesterone seperti noretindron.
Kontrasepsi ini mengandung dosis estrogen dan progesteron yang tetap.
Pemakaian kontrasepsi dengan kandungan estrogen dapat berisiko karena
merangsang penebalan dinding pada endometrium dan merangsang sel-sel
endometrium sehingga dapat merubah sifat menjadi sel kanker.
5. Paritas
Wanita yang memiliki jumlah paritas >3 lebih banyak memiliki
resiko 5,5 lebih besar untuk terjadinya kanker serviks daripada wanita
yang memiliki jumlah paritas ≤3. Perempuan dengan paritas tinggi
memiliki hubungan dengan terjadinya eversi pada epitel kolumner serviks
selama kehamilan yang dapat menyebabkan dinamika baru epitel
metaplasia imatur yang dapat meningkatkan risiko transformasi pada sel
sehingga memudahkan untuk terinfeksi HPV.

12
6. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dan dapat diturunkan melalui
kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.

3.5 Stadium-Stadium Kanker Serviks


Menurut FIGO (Federation of Obstetrics and Gynecology), stadium kanker
serviks ditentukan dengan pemeriksaan klinis, foto toraks dan sistoskop, (Novalia,
2023):

Tabel 4. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO

13
3.6 Patogenesis
Kanker Serviks merupakan suatu bentuk keganasan yang terjadi pada leher
rahim (serviks) yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang abnormal dari
jaringan epitel serviks. Epitel serviks memiliki tiga zona, zona pertama
(ektoserviks) terdiri dari sel epitel pipih berlapis, zona kedua (endoserviks) terdiri
dari sel epitel kolumnar selapis, dan zona ketiga adalah zona peralihan dari sel
epitel pipih menjadi sel epitel kolumnar (transformation zone). Jaringan epitel
serviks memiliki beberapa lapisan yakni lapisan basal (stratum basal), tengah
(stratum spinosum dan stratum granulosum), dan bagian suprabasal (stratum
korneum). Pada tahap awal kanker serviks, ditemukan lesi abnormal sel-sel epitel
serviks yang bersifat non- invasif namun dapat berkembang menjadi kanker
serviks diberi nama Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN) (Evriarti & Yasmon,
2019).
Ada beberapa stadium CIN yaitu CIN tahap 1, CIN tahap II, dan CIN
tahap III. Pada CIN tahap I, lesi abnormal terjadi pada 1/3 bagian jaringan epitel.
Tahap ini memerlukan waktu sekitar 3 tahun dari sejak infeksi pertama
terjadi.CIN tahap II lesi abnormal mencapai 2/3 jaringan epitel. CIN tahap III lesi
abnormal terjadi pada lebih dari 2/3 jaringan epitel bahkan hampir seluruh
jaringan epitel mengalami lesi abnormal (carcinoma in situ). CIN tahap III
memerlukan waktu 3-6 tahun. Apabila tidak mendapat pengobatan, infeksi HPV
dapat menjadi persisten selama 5-10 tahun dan kemudian dapat berkembang
menjadi kanker invasive (Gambar 1.) (Evriarti & Yasmon, 2019).
Sel epitel normal (warna sel biru) mengalami mikroabrasi atau luka
sehingga partikel virus masuk dan menginfeksi sel basal epitel. Infeksi HPV mulai
menyebar ke sel-sel epitel seiring diferensiasi sel epitel (sel epitel warna pink
berinti ungu). Pada tahap selanjutnya HPV mengintegrasikan genomnya ke sel
host (sel warna jingga berinti merah) sehingga terjadi delesi pada gen E2 virus.
Delesi gen E2 menyebabkan overekspresi E6 dan E7 yang berujung pada
terbentuknya kanker serviks (Evriarti & Yasmon, 2019).

14
Gambar 1. Perkembangan Kanker Serviks

Patogenesis HPV Berkaitan dengan Kanker


Kanker serviks didahului oleh lesi prekanker yang disebut neoplasia
intraepitel serviks/NIS (Cervical Intraepithelial Neoplasia/CIN) yaitu awal
perubahan menjadi karsinoma serviks invasif. Pada lesi prekanker terjadi
perubahan dari struktur sel menjadi sel yang abnormal. Sel tersebut berubah
bentuk dan ukuran nukleus membesar, dan sitoplasma sel menyusut. Peran infeksi
HPV pada kanker serviks ditunjukkan oleh ditemukannnya infeksi HPV pada CIN
(semua grade) dan adenocarcinama in situ (AIS). Infeksi high-risk HPV
merupakan faktor risiko yang besar untuk perkembangan carcinoma pada serviks
(Novalia, 2023).

15
Gambar 2. Proses Infeksi HPV pada Kanker Serviks

Proses terjadinya kanker serviks terdiri dari virus yang pertama kali
menempel pada permukaan sel, Virus kemudian penetrasi ke membran plasma sel
serta memasukkan DNA ke dalam sel dan melakukan uncoating (pelepasan
kapsid). DNA virus yang masuk ke dalam sel dan kemudian menyisipkan proto-
onkogen DNA yang telah mengalami mutasi disebut onkogen. Sel normal kode
proto-onkogen untuk produksi peptida yang merangsang pertumbuhan dan
diferensiasi sel, tetapi tidak menyebabkan kanker. Sebaliknya, proto-onkogen
lewat konversi ke onkogen yang mengkode produksi peptida penyebab kanker.
Onkogen tersebut menyebabkan mutasi pada gen penekan-tumor (tumor
suppressor gene) TP53 (mengakibatkan terjadi degradasi protein p53 dengan cara
berikatan dengan E6) dan RB (pengikatan dan penginaktivasian protein Rb oleh
E7) menyebabkan sel mengalami resistensi terhadap apoptosis, sehingga terjadi
pertumbuhan sel yang tidak terkendali sehingga terjadinya kerusakan DNA.
Akhirnya, inilah yang menyebabkan terjadinya kanker (Novalia, 2023).

3.7 Diagnosis
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila telah


menjadi kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah perdarahan

16
(contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan keputihan.
Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang atau
perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral
sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria. Gejala lanjutan
bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor ke organ yang terkena, misalnya:
fistula vesikovaginal, fistula rektovaginal, edema tungka (Novalia, 2023).
2. Pemeriksaan Penunjang
Skrining kanker serviks mencoba untuk menemukan kanker yang masih
dapat disembuhkan, yaitu kanker yang belum lama tumbuh, masih bersifat
lokal dan belum invasif seperti pada lesi prakanker dan kanker stadium
awal, ada beberapa cara deteksi dini kanker serviks, (Novalia, 2023):
 Pap smear
Dengan pap smear, sampel kecil serviks atau sel serviks diambil
dengan kuas. Sel- sel ini kemudian akan dianalisis di laboratorium
untuk mengetahui adanya infeksi, peradangan atau sel abnormal.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, melakukan tes ini secara
teratur akan mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
 IVA
Metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) sudah dikenalkan
sejak 1925 oleh Hans Hinselman dari Jerman, tetapi baru
diterapkan sekitar tahun 2005. Skrining dengan metode IVA
dilakukan dengan cara sangat sederhana, murah, nyaman, praktis,
dan mudah. Sederhana, yaitu dengan hanya mengoleskan asam
asetat (cuka) 3-5% pada leher rahim lalu mengamati perubahannya,
dimana lesi prakanker dapat terdeteksi bila terlihat bercak putih
pada leher rahim. Murah biayanya, nyaman karena prosedurnya
tidak rumit, tidak memerlukan persiapan, dan tidak menyakitkan.
Praktis, artinya dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan
sarana khusus, cukup tempat tidur sederhana yang representatif,
spekulum dan lampu. Mudah, karena dapat dilakukan oleh bidan
dan perawat yang terlatih, juga memiliki keakuratan sangat tinggi
dalam mendeteksi lesi atau luka pra kanker, yaitu mencapai 90

17
persen. Beberapa karakteristik metode ini sesuai dengan kondisi
Indonesia yang memiliki keterbatasan ekonomi dan keterbatasan
sarana serta prasarana kesehatan. Karenanya pengkajian
penggunaan metode IVA sebagai cara skrining kanker leher rahim
di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas ini dilakukan
sebagai salah satu (14). Cara pemeriksaan teknik IVA
menggunakan spekulum untuk melihat serviks yang telah dipulas
dengan asam asetat 3-5%. Hasil positif pada lesi prakanker terlihat
warna bercak putih disebut Aceto white epithelium. Tindak lanjut
IVA (+) Biopsi Kategori pemeriksaan IVA ada beberapa kategori
yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat
dipergunakan adalah IVA negatif bila serviks normal, IVA radang
yaitu serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polip serviks), IVA positif yaitu ditemukan bercak putih (aceto
white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan
skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis Serviks- prakanker (dispalsia ringan
sedang-berat atau kanker serviks in situ). Dan IVA- Kanker serviks
Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker
serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat
kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini.
 Radioterapi dengan Akselerator Linier
Radioterapi adalah pengobatan medis yang menggunakan radiasi
pengion untuk menghancurkan sel kanker dengan melakukan
terapi. Terapi radiasi sinar eksternal adalah bentuk terapi radiasi di
mana sumber radiasi berada pada jarak tertentu dari target yang
dituju atau di luar tubuh. Sumber yang digunakan adalah sinar-X
atau foton. Salah satu jenis alat terapi radiasi eksternal adalah
Accelerator Linear (Linac) (16). Akselerator linear (Linear
Accelerator, LINAC) adalah pengobatan medis yang menggunakan
radiasi untuk menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dan
membunuh sel kanker pada pasien. Linear accelerator

18
menghasilkan high-energy sinar-x pada pasien tumor Alat ini
digunakan tidak hanya dalam terapi radiasi eksternal, juga untuk
Radiosurgery Stereotactic dan Badan Stereotactic Radioterapi
menggunakan gamma. Sinar-Rontgen ini dapat menghancurkan sel
kanker yang melingkupi jaringan normal (16). Aplikasi LINAC
Akselerator linier (Linear Accelerator, LINAC) pertama kali
diperkenalkan oleh R. Wideroe di Swiss pada 1929, LINAC
mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan
akselerator magnetik. Ukuran alat serta biaya diperlukan dalam
mengoperasikan LINAC kira-kira proporsional dengan energi akhir
partikel dengan dipercepat. namun pada akselerator magnetik,
tenaga yang diperlukan akan lebih tinggi menghasilkan energi
akhir partikel yang sama besar. maka untuk menghasilkan partikel
berenergi sangat tinggi, LINAC lebih ekonomis dibandingkan
akselerator magnetik. Serta, penyuntikan partikel yang akan
dipercepat dalam akseleratormagnetit sulit dilakukan, sedang pada
LINAC partikel dalam bentuk berkas terkolimasi secara otomatis
terpencar kedalam tabung akselerator. LINAC juga dipakai dalam
mempercepat partikel hingga berenergi di atas 1 BeV. Betatron
praktis tidak mungkin mencapai energi setinggi ini karena
memerlukan magnet berukuran sangat besar.
 Biopsy
Dengan biopsy dapat menemukan atau menentukan jenis
karsinomanya
3.8 Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada kanker serviks tergantung dari stadium kanker
serviknya, ,(Prabanurwin, 2018):
a. Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk mengobati kanker pada stadium awal, dan
mencegah kanker tumbuh dan menyebar. Pembedahan dilakukan
berdasarkan sejauh mana kanker serviks menginvasi jaringan- jaringan
yang sehat.

19
 Hysterectomy sederhana, pembedahan ini dilakukan pada stadium
awal kanker serviks, dimana invasi kurang dari 3mm ke dalam
serviks. Pembedahan ini menghilangkan servik dan, uterus tetapi
tidak menghilangkan vagina dan kelenjar getah bening di area
panggul.
 Hysterectomy radikal, pembedahan ini dilakukan melalui sayatan
perut, dilakukan jika invasi lebih besar dari 3mm ke dalam serviks
dan tidak ada bukti adanya tumor pada dinding pelvis. Pembedahan
ini menghilangkan serviks, uterus, sebagian jaringan vagina, dan
nodus limfe dalam area pelvis.

Efek samping dari pembedahan ini menimbulkan komplikasi berupa


pendarahan yang berlebihan, infeksi luka, atau kerusakan sistem
saluran kemih dan pencernaan. Hysterectomy juga menyebabkan
wanita tidak bisa hamil dan mengalami disfungsi seksual berupa
kesulitan dalam orgasme.
b. Radiasi
Terapi radiasi menggunakan sinar x energy tinggi atau partikel radiaktif
untuk membunuh sel kanker. Jenis terapi radiasi yang sering digunakan
adalah radiasi eksternal dan radiasi internal (brachytherapy).
 Radiasi eksternal yaitu, pemberian sinar radiasi dari luar tubuh
dengan menggunakan mesin yang besar untuk menyinari pelvis.
Terapi radiasi ini hanya membutuhkan waktu beberapa menit tetapi
memerlukan proses yang agak lama. Terapi ini dilakukan 5 hari
dalam seminggu dengan total 6 sampai 7 minggu. Prosedur ini
tidak meninbulkan rasa sakit.
 Radiasi internal (brachytherapy) yaitu, terapi ini menggunakan
bahan kapsul yang diisi material radioaktif yang ditempatkan di
serviks. Brachytherapy bertujuan untuk memberikan radiasi yang
besar langsung pada sumber kanker serviks.

Efek samping terapi radiasi adalah kelelahan, nyeri perut, diare, anemia,
mual dan muntah. Terapi radiasi juga menyebabkan cystitis, nyeri pada

20
vagina, menopause dini, berkurangnya elastisitas vagina, kekeringan
pada vagina yang bisa menyebabkan nyeri pada saat berhubungan
seksual.
c. Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat anti kanker yang diberikan melalui
suntikan atau oral. Kemoterapi bertujuan unttuk membunuh sel-sel kanker.
Obat-obatan kemoterapi yang digunakan adalah cisplatin, carboplatin,
paclitaxel, topotecan, gemcitabine atau menggunakan kombinasi dari
beberapa obat-obatan tersebut. Efek samping kemoterapi adalah mual,
muntah, anoreksia, rambut rontok, mulut kering, kelelahan. menopause
dini, dan infertilitas.
d. Terapi kombinasi
 Radiasi dengan pembedahan, radiasi dilakukan sebelum
pembedahan yang bertujuan untuk mengecilkan kanker, batas-
batas kanker menjadi jelas dan tegas sehingga memudahkan pada
proses pembedahan.
 Radiasi dengan kemoterapi, kombinasi terapi ini biasa disebut
dengan kemoradiasi. Kemoterapi membantu radiasi bekerja lebih
efektif dibandingkan bila hanya menggunakan radiasi saja

3.9 Prognosis
Prognosis pada kanker serviks tergantung dari stadium kanker. Pada
pengobatan 5 tahun pada stadium awal memiliki prognosis yang lebih baik atau
invasif sebesar 92%, survival rate 5 tahun secara keseluruhan stadium kanker
serviks sebesar 72%. Prognosis pada kanker yang sudah bermetastasis ke organ
lain pasti memiliki prognosis yang lebih buruk dikarenakan pengobatan pada lesi
lokal lebih baik dibandingkan pengobatan sistemik seperti kemoterapi. Dengan
pengobatan 80-90% wanita dengan kanker stadium I dan 50%-65% dari mereka
dengan kanker stadium II masih hidup 5 tahun kemudian setelah terdiagnosis.
Sekitar 25%-35% pada wanita dengan kanker stadium III dan 15% atau lebih dari
kanker stadium IV yang dapat hidup setelah 5 tahun (Trijayanti, 2017).

21
22
3.10 Komplikasi
komplikasi kanker serviks bisa disebabkan oleh karena efek dari pemberian terapi
dan akibat dari stadium lanjut,(Prabanurwin, 2018):
a. Komplikasi dari efek pemberian terapi kanker
 Menopause dini
Menopause dini terjadi akibat ovarium diangkat melalui operasi
atau karena ovarium rusak akibat efek samping radioterapi. Gejala
yang timbul akibat kondisi ini adalah vagina kering, menstruasi
berhenti atau tidak keluar, menurunnya libido, sensasi rasa panas
dan berkeringat berlebihan meski di malam hari, dan osteoporosis.
 Penyempitan vagina
Pengobatan dengan radioterapi pada kanker serviks sering kali
menyebabkan penyempitan vagina.
 Limfadema atau penumpukan cairan
Limfedema adalah pembengkakan yang umumnya muncul pada
tangan atau kaki karena sistem limfatik yang terhalang. Sistem
limfatik berfungsi untuk membuang cairan berlebihan dari dalam
jaringan tubuh. Gannguan pada sistem ini menyebabkan
penimbunan cairan pada organ tubuh. Penimbunan inilah yang
menyebabkan pembengkakan.
 Dampak emosional
Didiagnosis kanker serviks dan menghadapi efek samping
pengobatan bisa memicu terjadinya depresi. Tanda-tanda depresi
adalah merasa sedih, putus harapan, dan tidak menikmati hal-hal
yang biasanya disukai.
b. Akibat dari kanker serviks stadium lanjut
 Nyeri akibat penyebaran kanker
Nyeri akan muncul ketika kanker telah menyebar ke saraf, tulang,
atau otot
 Perdarahan berlebihan

23
Perdarahan berlebihan terjadi ketika kanker sudah menyebar ke
vagina
 Penggumpalan darah setelah pengobatan
Kanker bisa membuat darah menjadi lebih kental dan cenderung
membentuk gumpalan. Risiko penggumpalan darah meningkat
setelah menjalani kemoteapi dan istirahat pasca operasi.
 Produksi cairan vagina yang tidak normal
Cairan vagina bisa berbau tidak sedap akibat kanker serviks
stadium lanjut
 Gagal ginal
Kanker serviks pada stadium lanjut akan menekan ureter,
menyebabkan terhalangnya aliran urin untuk keluar dari ginjal
sehingga urin terkumpul di ginjal (hidronefrosis). Hidronefrosis
parah bisa merusak ginjal sehingga kehilangan seluruh fungsinya.
3.11 Pencegahan
Vaksin
Vaksin kanker terapeutik adalah vaksin yang digunakan untuk
memperlambat dan menghambat pertumbuhan sel kanker. Diharapkan vaksin
tersebut dapat digunakan untuk menghilangkan sel kanker yang tidak dapat
dicegah dengan terapi konvensional. Hasil akhir yang diharapkan dari vaksinasi
adalah respon imun sel T sitotoksik terhadap sel kanker serviks dan sel kanker
menghasilkan senyawa yang dapat menghambat respon imun sel T sitotoksik.
Oleh karena itu, bahkan ketika sel kanker dapat diidentifikasi sebagai inang,
mereka sering menghindari serangan sistem kekebalan. Vaksin kanker terapeutik
juga dapat dibuat dari sel kanker yang dilemahkan atau dimatikan yang
mengandung antigen yang berasal dari sel kanker (Novalia, 2023).
Cancer-associated antigens yang digunakan antaralain berupa senyawa
karbohidrat, glikoprotein dan gangliosida. Vaksin kanker terapetik dapat juga
dibuatdari sel-sel kanker yang telah dilemahkanatau dimatikan yang mengandung
cancer-associated antigens. Sel- sel kanker telah dilemahkan atau dimatikan yang
mengandung cancer-associated antigens. Sel-sel kanker dapat berasal dari
penderita sendiri (vaksin autologus) atau berasal dari penderita kanker lain. Saat

24
ini vaksin kanker terapetik yang ditujukan untuk terapi kanker masih terus
dikembangkan. Vaksin kanker yang telah disetujui penggunanya oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat adalah vaksin untuk mencegah
timbulnya penyakit kanker serviks yang disebabkan oleh human papilloma virus
(HPV) (Novalia, 2023).
Vaksinasi HPV merupakan pilihan paling efektif untuk mencegah
terjadinya kanker serviks. Dua macam vaksin berlisensi yang ada saat ini yakni
vaksin quadrivalen (Gardasil, mengandung perlindungan tambahan terhadap tipe
6 dan 11, yang bertanggung jawab atas 90% kutil atau kondiloma anogenital
jinak) dan vaksin bivalen (Cervarix, perlindungan terhadap tipe 16 dan 18 saja).
Kedua vaksin tersebut mengandung partikel mirip virus (VLP) yang berbentuk
seperti bagian luar HPV. Vaksin ini dapat menstimulasi berkembangnya antibodi
dalam serum terhadap VLP sehingga mampu mencegah infeksi HPV jika terkena
di kemudian hari (11). Selain itu adanya korelasi yang kuat antara kadar antibodi
yang diinduksi vaksin dalam serum dan dalam cairan mukosa serviks
menunjukkan bahwa vaksin HPV juga dapat menghasilkan antibodi transudat
melalui epitel mukosa serviks (Novalia, 2023).
Vaksinasi HPV untuk anak perempuan harus dilakukan sebelum
dimulainya periode seksual aktif. WHO merekomendasikan vaksin HPV untuk
anak perempuan dalam kelompok usia 9-13 tahun. Anak perempuan yang
menerima dosis pertama vaksin HPV sebelum usia 15 tahun dapat menggunakan
jadwal dua dosis. Interval antara dua dosis harus enam bulan. Tidak ada interval
maksimum antara dua dosis; namun, interval tidak lebih dari 12-15 bulan
disarankan. Jika interval antara dosis lebih pendek dari lima bulan, maka dosis
ketiga harus diberikan setidaknya enam bulan setelah dosis pertama. Pada orang
yang imunokompromais, termasuk mereka yang hidup dengan HIV dan
perempuan berusia 15 tahun ke atas juga harus menerima vaksin sebanyak tiga
dosis (pada 0, 1-2, dan 6 bulan) agar sepenuhnya terlindungi dari infeksi HPV
(Novalia, 2023).

25
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Ny. RH berusia 58 tahun datang dengan keluhan Keluar darah


lewat vagina. Darah keluar seperti darah segar dan di sertai adanya gumpalan
merah pekat, darah terus keluar sejak 1,5 bulan, dan keputihan tidak teruk
menerus tapi sejak 2 minggu terakhir keputihan hampir setiap hari, pasien juga
mengaku mengeluh sakit perut saat keluarnya darah dijalan lahir, nyeri perut
seperti mulas dan juga mengeluh sakit pinggang 1 bulan terakhir ini dan terasa
nyeri saat berhubungan badan. Keluhan ini belum membaik. Saat datang ke IGD,
kondisi pasien cukup, dengan GCS compos mentis, tekanan darah 160/100
mmHg, nadi 107 x/menit, Spo2 95%. Pasien ibu rumah tanggadan menyangkal
riwayat konsumsi alkohol maupun rokok.
Konjungtiva pasien tampak anemis. Pada ekstremitas akral dingin dan
CRT> 2 detik. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan HB turun 8,8 g/L,
leukosit 14.550 /cm. dari hasil USG di dapatkan massa di cervix uteri dengan
retensi cairan di cavum uteri griads 5 higly suspicious maligna. Gambaran USG
uterus didapatkan membesar dengan massa di cervix -+ 52mm x 47,5 mm dengan
retensi cairan dalam cavum uteri, pasien mendapatkan tindakan biopsi histo PA,
trranfusi PRC 2 kolf.
Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis ca cervic, anemia, didiagnosis ca cervic karena pasien mengeluh
seperti keluar darah dari vagina sudah sejak 1,5 bulan, keluar darah trus menerus,
darah yang keluar seperti darah segar dan ada sedikit menggumpal dan kadang
ada sedikit keputihan, disertai nyeri perut bawah dan nyeri pinggang, dari
pemeriksaan VT didapat kesan vagina terasa licin dan terdapat darah, tidak
berdungkul, porsio terdapat benjolan di arah jam 11 dan jam 6, teraba kaku kanan
dan kiri, korpus uteri tidak bisa di evaluasi, fluxus (+), tidak berbau. Dugaan ini di
perkuat dengan adanya hasil dari USG dimana di temukan Massa di cervix uteri
dengan retensi cairan di cavum uteri.
Kanker Serviks merupakan suatu bentuk keganasan yang terjadi pada leher
rahim (serviks) yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang abnormal dari

26
jaringan epitel serviks akibat adanya infeksi yang persisten human papillomavirus
(HPV) tipe high risk (HR- HPV) onkogenik (Evriarti & Yasmon, 2019).
Pada penelitian (Novalia, 2023) disebutkan gejala paling umum cancer
cervix perdarahan (contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan
keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri pinggang
atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah pelvik ke arah lateral
sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo atau anuria.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker serviks
pada pasien ini adalah pasien berusia 58 tahun, Risiko terjadinya kanker serviks
meningkat hingga 2 kali lipat setelah usia 35 hingga 60 tahun. Meningkatnya
risiko kanker pada usia lanjut dikarenakan meningkatnya waktu pemaparan
terhadap karsinogen dan melemahnya sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut.
Pada riwayat obstetri pasien ini menngatakan menikah saat usia 15 tahun dan
riwayat menikah sudah 2 kali, bedasarkan etiologi infeksinya, Wanita dengan
pasangan seksual lebih dari satu dan Wanita yang memulai berhubungan seksual
sebelum usia 18 tahun mempunyai resiko lima kali lipat terkena kanker serviks.
Hal ini disebabkan karena sel-selnmukosa Wanita baru matang pada usia 20 tahun
ke atas. Sehingga jika wanita melakukan hubungan seksual pada usia bawah 18
tahun sel-sel serviks masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap
menerima rangsangan dari luar yang bisa menyebabkan sel-sel mukosa bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. Pasien mengatakan ibu pasien mengalami hal
yang serupa dengan keluhan pasien saat ini dan meninggal karena kanker serviks,
faktor genetic merupakan salah satu faktor resiko dalam kanker serviks yaitu
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dan dapat diturunkan melalui kombinasi
genetik dari orang tua ke anaknya. (Trijayanti, 2017). Pasien mengatakan tidak
bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga dimana disebutkan pada penelitian
Chandrawati (2016) Lebih dari 81% penderita kanker serviks pada penelitian ini
merupakan ibu rumah tangga dan tidak bekerja, sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan bahwa pekerjaan merupakan faktor risiko terjadinya kanker

serviks. Hal ini kemungkinan disebabkan wanita yang tidak bekerja kurang

27
mendapatkan akses terhadap informasi tentang kanker serviks, baik tentang
hygiene vagina, tanda/gejala awal maupun terapinya.

Diagnosis anemia pada pasien ini didapatkan melalui pemeriksaan


laboratorium saat pasien datang pertama kali ke RS dengan mengeluh badan
terasa lemas kurang lebih sudah 1 minggu ini dan dari pemeriksaan fisik
ditemukan adanya anemis pada kedua konjungtiva pasien pad pemeriksaan
penunjang darah lengkap ditemukan kadar hemoglobin 8,8 g/dL.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwendar tahun 2016 di
RSHS Bandung didapat bahwa pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi
lebih dari 50% nya mengalami komplikasi anemia ringan sebanyak 41 orang dan
anemia berat 33 orang dari total sampel penelitian sebanyak 74 orang. Sel kanker
yang tumbuh dan berkembang terus menerus jika jumlahnya berlebihan akan
bersifat toksik dan merusak sel dalam tubuh termasuk sel-sel sumsum tulang yang
mengakibatkan penekanan sistem pembentukan sel darah dimana yang berfungsi
memproduksi hemoglobin ,Kadar Hb yang rendah pada pasien kanker disebabkan
oleh inflamasi yang terjadi pada tubuh penderita. Inflamasi ditandai dengan
peningkatan kadar C-reactive protein (CRP) plasma. Kadar CRP plasma
menggambarkan kadar interleukin (IL)-6. IL-6 mempengaruhi kadar dan aktivitas
biologis dari hepsidin. Jika IL-6 meningkat maka enzim hepsidin yang dihasilkan
akan meningkat, dimana hepsidin merupakan enzim yang menghambat
penyerapan zat besi yang dihasilkan oleh hati. Hepsidin menghambat penyerapan
besi di duodenum dan menghalangi pelepasan besi dari makrofag, sehingga
kondisi inflamasi mempengaruhi kadar Hb.

Tatalaksana pada pasien ini selama di rawat pertama diberikan dierikan


terapi cairan berupa Inf. RL 500 cc 20 tpm , inj. Ceftriaxon 2x1g ceftriaxon
adalah golongan antibiotik sefalosporin generasi ke tiga obat ini bekerja
membunuh dan menghambat bateri pada pasien ini di dapatkan kadar lekositosis
yaitu kadar lekosit 14.550/cmm. inj. Asam traneksamat 3x500mg asam
traneksamat adalah golongan generik anti fibrinolitik yang digunakan untuk
menghentikan pendarahan, pada pasien ini mengeluh perdarahan pervagina , inj.
Kalium diklofenak 3x1 prn kalium diklofenak adalah obat anti nyeri golongan

28
OAINS (obat anti inflamasi non steroid) untuk mengobati nyeri ringan sampai
sedang, pada pasien ini di dapatkan keluhan nyeri perut bagian bawah,Po.
Amplodipin 1x1 amlodipin adalah obat antihipertensi calcium channel blocker
(CCB), obat ini digunakan sebagai lini pertama hipertensi dan dapat digunakan
sebagai agen tunggal untuk mengontrol tekanan darah sebagian pasien, pada
pasien ini didapatkan riwayat hipertensi dan tekanan darah tinggi saat pasien
datang ke IGD yaitu dengan tekanan darah 160/100 mmHg. Tranfusi PRC 2 kolf
untuk sebagai penambah darah pada pasien untuk menaikan kadar hemoglobin
karena pada pasien didapatkan anemia dengan kadar hemoglobin pasien 8,8 g/dL.

29
BAB V

KESIMPULAN

Bedasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan, maka dapat disimpulkan :


1. Kasus Ny. RH usia 58 tahun yang datang dengan keluhan keluarnya
darah dan keputihan pervagina, disertai nyeri pingang dan nyeri saat
berhubungan badan. Bedasarkan anamnesis, pemriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis P202AB1 dengan Susp.Ca
Cervix + anemia + Hipertensi stage 2 (JNC7)
2. Tindakan yang dilakukan kepada pasien adalah biopsi untuk
menemukan atau menentukan jenis karsinomanya.
3. Edukasi :
 Pasien diberikan edukasi terkait diagnosis penyakit, pertama
tentang kanker serviks, untuk menentukan deteksi dini
pencegahan kanker serviks dan faktor rensiko kanker serviks.
Selain itu pasien juga di edukasi mengenai diagnosis penyakit
hipertensi untuk menghindari faktor resiko yang dapat
menaikan tekanan darah.

 Pasien disarankan untuk menjaga pola hidup bersih dan


sehat, serta mengkonsumsi makanan bergizi seimbang.
 Pasien disarankan untuk memeriksakan diri apabila sewaktu-
waktu terdapat keluhan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Evriarti, P. R., & Yasmon, A. (2019). Patogenesis Human Papillomavirus (HPV)


pada Kanker Serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia, 8(1), 23–32.
https://doi.org/10.22435/jbmi.v8i1.2580
Haryani, S., Defrin, D., & Yenita, Y. (2016). Prevalensi Kanker Serviks
Berdasarkan Paritas di RSUP. Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2011-
Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3), 647–652.
https://doi.org/10.25077/jka.v5i3.592
Novalia, V. (2023). Kanker Serviks. GALENICAL : Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh, 2(1), 45.
https://doi.org/10.29103/jkkmm.v2i1.10134
Prabanurwin, E. (2018). Gambaran Karakteristik Perubahan Seksualitas Pada
Pasien Kanker Serviks Yang Telah Menjalani Terapi Kanker Di Rumah Sakit
Dr. Kariadi Semarang. Repository Universitas Muhammadiyah Semarang,
2012, 7–21.
Trijayanti, E. (2017). Hubungan Antara Asupan Makan dan Status Gizi Pada
Pasien Kanker Serviks Post Kemoterapi. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9), 1689–1699.
http://eprints.undip.ac.id/50497/3/Eryn_Trijayanti_22010112140209_Lap.K
TI_BAB_II.pdf
Legianawati, D., Puspitasari, I. M., Suwantika, A. A., & Kusumadjati, A. (2019).
Profil Penatalaksanaan Kanker Serviks Stadium IIB–IIIB dengan Terapi
Radiasi dan Kemoradiasi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin
Bandung Periode Tahun 2015–2017. Indonesian Journal of Clinical
Pharmacy, 8(3). https://doi.org/10.15416/ijcp.2019.8.3.205

31

Anda mungkin juga menyukai