Anda di halaman 1dari 44

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

PLASENTA PREVIA DAN ATONIA UTERI

Disusun Oleh:
Afifah Roselina Khairunnisa
1810029007

Pembimbing:
dr. Yasmin Sabina Sa’diah, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Laboratorium


Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran – Universitas Mulawarman
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus dengan judul “Plasenta Previa dan Atonia Uteri”. Dalam
kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
pelaksanaan hingga terselesaikannya laporan kasus ini, diantaranya:

1. dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas


Mulawarman.

2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

3. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG, selaku Kepala Laboratorium Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

4. dr. Yasmin Sabina Sa’diah, Sp.OG, selaku dosen pembimbing klinik yang
telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani
pendidikan doker muda di Laboratorium Obstetri dan Ginekologi.

5. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar


Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi, terima kasih atas ilmu yang telah
diajarkan kepada penulis.

6. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD


AWS/FK UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang.

Samarinda, Maret 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1


1.2 Tujuan.............................................................................................................2
2.1 Anamnesis......................................................................................................3
2.2 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................5
2.3 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................6
2.4 Diagnosis Kerja..............................................................................................7
2.5 Penatalaksanaan.............................................................................................7
2.6 Laporan Operasi.............................................................................................7
2.7 Follow Up......................................................................................................9

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................18

3.1 Definisi.........................................................................................................18
3.2 Etiologi.........................................................................................................18
3.3 Klasifikasi....................................................................................................19
3.4 Patofisiologi.................................................................................................19
3.5 Tanda dan Gejala..........................................................................................21
3.6 Penegakan Diagnosis...................................................................................22
3.7 Diagnosis Banding.......................................................................................23
3.8 Penatalaksanaan...........................................................................................23
3.9 Komplikasi...................................................................................................26
3.10 Prognosis....................................................................................................27
3.11 Perdarahan Pasca Persalinan et causa Atonia Uteri...................................27

BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................................36

4.1 Anamnesis....................................................................................................36
4.2 Pemeriksaan Fisik........................................................................................36
4.3 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................37
4.4 Penatalaksanaan...........................................................................................37

BAB 5 PENUTUP.................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................41

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan dalam obstetri dapat terjadi pada setiap usia kehamilan.


Perdarahan obstetri dapat dibagi menjadi perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang
kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta
previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas sumbernya (Chalik,
2010 ; Departemen Kementerian Kesehatan RI, 2015). Perdarahan postpartum
juga merupakan sebab penting kematian ibu terbanyak. Atonia uteri merupakan
penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%).
Plasenta previa adalah plasenta yang melekat pada bagian segmen bawah
rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai
dengan perdarahan diatas usia 28 minggu kehamilan tanpa ada nyeri. Di
Indonesia, prevalensi plasenta previa pada tahun 2009 terdapat total 4.726 kasus
plasenta previa yang didapati 40 orang ibu meninggal akibat plasenta previa. Pada
tahun 2010 dari total 4.409 kasus plasenta previa didapati 36 orang ibu meninggal
(Kimet al., 2008 ; Chalik, 2010).
Plasenta previa merupakan salah satu pencetus terjadinya atonia uteri. Atonia
uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post partum
secara fisiologis dikontrol oleh serabut-serabut myometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri
terjadi apabila serabut-serabut myometrium tersebut tidak berkontraksi
[ CITATION Cun09 \l 1057 ].
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat kasus
tentang plasenta previa dan atonia uteri yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah
Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda.
1.2 Tujuan

Mengetahui tentang kejadian perdarahan ante partum oleh plasenta previa dan
post partum terutama oleh atonia uteri, serta membandingkan antara teori dengan
kasus nyata pasien plasenta previa dan atonia uteri yang datang ke RSUD A.W.
Sjahranie.

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis
- Identitas Pasien

Nama : Ny. NH
Usia : 33tahun
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Guru honorer
Alamat : Pemuda
Masuk rumah sakit : Minggu, 17 Februari 2019 pukul 14.45

- Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir sejak 5 hari SMRS

- Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien G4P3A0, gravid 38 minggu datang ke IGD rujukan dari PKM


Lempake dengan perdarahan dari jalan lahir sejak 5 hari sebelum MRS.
Sebelumnya pasien mengaku sering keluar darah dari jalan lahir sejak 2 bulan
lalu. Dalam sehari pasien menggunakan 1-2 pembalut. Darah yang keluar
berwarna merah agak gelap dan bergumpal. Perut terasa kencang-kencang
sejak 2 minggu. Perut kencang-kencang semakin terasa dari jam 20.00
kemaren. Keluhan seperti nyeri perut, mual, muntah, gangguan BAB, BAK,
dan demam tidak dialami pasien.

- Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma.

3
Pasien pernah dirawat di RS sebelumnya karena SC 1 tahun yang lalu atas
indikasi kehamilan post mature.

- Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, DM, dan alergi.

- Riwayat Haid

Menarche pada usia 14 tahun, lama haid 7 hari, jumlah darah haid sebanyak
3-4 kali ganti pembalut per hari. Siklus haid selama 28 hari dan teratur.
Hari Pertama Haid Terakhir: 03-06-2018
Taksiran Persalinan: 10-03-2019

- Riwayat Pernikahan

Menikah dua kali sejak usia 20 tahun. Lama pernikahan dengan suami
sekarang adalah 4 tahun.

- Riwayat Obstetri

G4P3003A000

- Riwayat Antenatal Care

4
Pasien 7 kali kontrol kehamilan (2 kali di Puskesmas Remaja, 3 kali di klinik,
2 kali di dokter kandungan). Saat kontrol terakhir di praktik dokter spesialis
obstetri dan ginekologi didapatkan hasil USG janin tunggal hidup dengan
plasenta letak rendah.

- Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan selama 6 bulan.

2.2 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang
- Kesadaran : GCS E4V5M6
- Berat badan : 76 kg
- Tinggi badan : 151 cm
- Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 82 kali/menit
Frekuensi nafas : 21 kali/menit
Suhu : 35,4oC
- Status generalisata

Kepala / leher : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),


pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Thorax
- Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : Fremitus raba paru dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan ICS II parasternal line dextra
Batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Linea nigra (-), striae gravidarum (+),
linea alba (-) bekas operasi (+) bising usus (+)
+¿+ ¿
¿
Ekstremitas : Edema −¿− ¿ , akral hangat, CRT < 2detik
¿
Status Neurologi : Meningeal sign (-)

5
- Status obstetrik

TFU : 36 cm
TBJ : 3875 gram
Leopold I : Teraba bagian lunak, bokong
Leopold II : Punggung kanan
Leopold III : Kepala belum masuk PAP
Leopold IV :-
His :-
DJJ : 144x/menit
Vaginal Touche : Tidak dilakukan

2.3 Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan
Darah Lengkap Kimia Darah
Serologi

Leukosit :
GDS : 140 mg/dL HbsAg = NR
10.560/mm3

Hb : 10,4 g/dL (↓) Ur : 23,5 mg/dL AbHIV = NR

Hct : 33.1% (↓) Cr : 0,7 mg/dL

Trombosit :
168.000/mm3

CT : 10’

BT : 3’

- Pemeriksaan USG Abdomen

6
Hasil USG:
Uterus: Janin tunggal hidup, presentasi kepala. Plasenta previa letak rendah.

2.4 Diagnosis Kerja

G4P3003A000 gravid 37-38 minggu belum inpartu + hemorrhage ante partum et


causa plasenta previa letak rendah + BSC 1x

2.5 Penatalaksanaan

IVFD RL 20 tpm
Observasi KU, DJJ, TTV, perdarahan
Pronalges 2x1 supp per rectal
Pro SC

2.6 Laporan Operasi

Laporan Operasi
Tanggal 17-02-2019. Jam operasi dimulai pukul 21.30 WITA. Selesai pukul
22.30 WITA
Operator: dr. Sp.OG
Anestesi: dr. Sp.An

7
Diagnosis Pre Operatif: G4P3003A000 gravid 37-38 minggu + HAP e.c plasenta
previa
Diagnosis Post Operatif: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm + plasenta
previa totalis
Nama Tindakan: Sectio Caesarea Transperitonealis Profunda

Langkah-langkah operasi:
1. Pasien disiapkan diatas meja operasi
2. Dilakukan anestesi spinal pada pasien.
3. Pasien diposisikan berbaring.
4. Dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan
operasi dipersempit dengan duk steril.
5. Dibuat insisi vertikal sepanjang 15 cm, secara tumpul dibuka
lapis demi lapis (kulit – subkutis - lemak - fasia tranversa dibuka secara
tajam - m.oblique eksternus - m.rectus abdominis - m.piramidalis -
m.obliqus interna - m.transversus-peritoneum)
6. Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah
plika vesikouterina, dibuka perlahan-lahan (diperlebar dengan kedua jari
operator)
7. Bagian terbawah anak didorong dari arah vagina kearah
abdomen.
8. Anak dilahirkan mulai dari kepala, badan dan bokong.
Dilakukan suction kemudian dilakukan pemotongan tali pusat.
Disuntikkan oksitosin 10 IU pada uterus, lalu plasenta dikeluarkan secara
manual. Membersihkan sisa-sisa darah dan jaringan plasenta pada kavum
uteri.
9. Plasenta previa totalis menutupi ostium uteri internum
sampai pada korpus depan. Dilakukan pembersihan kavum uteri dengan
kassa betadin dan pastikan tidak ada plasenta yang tertinggal.
10. Menjahit luka irisan pada segmen bawah rahim dengan
monocryl no.1
11. Membersihkan kavum abdomen degan cairan NaCl dan
kemudian dilakukan suction.
12. Menjahit lapisan dinding abdomen lapis demi lapis:
a. Peritoneum dengan
plain catgut 2.0

8
b. Otot dengan plain
catgut 2.0
c. Fasia dengan vycril
1.0
d. Lemak dengan plain
catgut 2.0
e. Subcutan dan cutis
dengan vycril 3.0
13. Permukaan abdomen dibersihkan dengan NaCl 0.9%
14. Luka ditutup dengan sofratulle, kasa, dan plester.
15. Eksplorasi ke dalam vagina untuk mengeluarkan sisa darah

2.7 Follow Up

Tanggal Observasi

17-02-2019 S : Keluar darah dari jalan lahir sejak ±5 hari, nyeri perut bagian
14.45
bawah. Keluhan keluar darah dari jalan lahir sering dialami sejak 2
IGD
bulan lalu. Gumpalan darah (+). Pasien sedang hamil ke-4. USG di
dr.Sp.OG: plasenta menutup jalan lahir. Riwayat SC November 2017
a/i lewat bulan.
O : Keadaan umum: Sakit sedang, Kesadaran: Composmentis
Airway: Clear; Breathing: Pernapasan 20x/menit, SpO2: 98%;
Circulation: Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 89x/menit, akral
hangat, Disability: GCS E4V5M6. TFU 36 cm. Leopold: Presentasi
kepala, punggung kanan, belum masuk PAP. DJJ 144x/menit. His (-),
VT tidak dilakukan. Inspeksi: flek-flek (+)
A : G4P3003A000 gravid 37-38 minggu belum inpartu + hemorrhage ante
partum et causa suspect plasenta letak rendah
P:
Observasi TTV
O2 nasal kanul 3 lpm
IVFD RL 20 tpm
Mengambil sampel darah & urine
16.17
Pemeriksaan DJJ
Memberi pronalges 2x1 supp per rectal
Observasi di VK

9
Konsul dr. Sp.OG
Kaltrofen 2x1 supp per rectal
IVFD RL 20 tpm
Observasi di VK

23-09-2018 S : Keluar darah dari jalan lahir sejak ±5 hari dan nyeri perut bawah
17.00 O : Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82x/menit, akral hangat, GCS
VK
E4V5M6. TFU 36 cm. Leopold: Presentasi kepala, punggung kanan,
belum masuk PAP. DJJ 144x/menit. His (-). Hasil USG: Janin tunggal
hidup, plasenta previa letak rendah. Lab Hb 10,4. VT tidak dilakukan
A : G4P3003A000 gravid 37-38 minggu belum inpartu + hemorrhage ante
partum et causa plasenta previa letak rendah + BSC 1x
P:
SC CITO di IGD jam 21.30

23-09-2018 S : Post SC baru a/i HAP mengalami perdarahan ±1 underpad, stolsel


22.30
banyak.
Ruang
O : Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan
Pre Op
OK IGD 19x/menit, suhu 36,6oC, DC 700 cc kuning jernih
A : Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 0 + plasenta
previa totalis
P: Lapor dr. Sp.OG
Gastrul 3 tab per rectal
Infus 2 line
IVFD RL+Oxytocin 2amp 20tpm
Transfusi PRC 2 kolf
23.40
Observasi TTV
TD 70/palpasi; RR 24x/menit; N sulit dilakukan
Perdarahan aktif (+) darah segar
23.45
Lapor dr. Sp.OG
Guyur PRC 1 kolf
Okstitosin stop sementara
23. 50
Observasi TTV
TD 70/40; N 76x/mnit; SpO2 98%
23.59
Observasi TTV
TD 70/40; N 82x/mnit; SpO2 98%
18/2/2019
00.01

10
Lapor dr. Sp.OG
Guyur RL 2 kolf
Methergin 1 amp IV
00.05 Masukkan darah 2 kolf

RL Kolf I habis, lanjut guyur kolf ke II


Observasi TTV
00.25 TD 70/40; N 87x/mnit; SpO2 100%; RR 23; T 35.9

RL Kolf II habis; Guyur RL Kolf III


Observasi TTV
18/2/2019 TD 80/50; N 96x/mnit; RR 25;SpO2 98%; T 36
00.50
Memasang transfusi FFP No U 282 6695 Kolf I
01.10

Kolf I FFP habis, ganti FFP kolf ke II No UI826302


01.35 Guyur RL kolf ke III habis, ganti kolf ke IV

Observasi TTV
02.45 TD 90/60; N 92x/mnit; SpO2 100%; RR 21; T 36

03.00 Memasang FFP ke III UI826313

03.06 Memasang darah kolf ke I UI827496

03.40 Memasang FFP ke III U826278

Memasang darah kolf ke II U4774435


Observasi TTV
03.45 TD 120/70; N 88x/mnit; SpO2 100%; RR 18; T 36.4

Lapor dr. Sp.OG


Pasien boleh rawat di VK
Observasi TTV
Siap darah 2 kolf
07.50 Jika perdarahan masih aktif R/Histerektomi

08.00 Transfusi PRC kolf ke-2

S: Perdarahan pervaginam aktif (+) post SC ±1 underpad


O: KU lemah; TD 90/60mmHg; RR 21x/menit; N 110x/menit; T 37◦C
DC (+) 500cc; Inf 2 line (oxy 2amp & transfusi); stolsel (+)
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 0 + plasenta
previa totalis
P: Explorasi stolsel

11
Observasi perdarahan
08.30 Gastrul 3 buah per rectral

O: Perdarahan masih aktif, stolsel (+) darah segar (+) ±500cc


10.45-11.45 P: Histerektomi total

Histerektomi di OK IGD
Laporan operasi
Operator: dr. Sp.OG
Anestesi: dr. Sp.An
1. Pasien tidur terlentang dalam anestesi umum
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik pada daerah abdomen
dan sekitarnya.
3. Daerah operasi diperkecil dengan menutupkan duk steril.
4. Dibuat insisi linea mediana ±10 cm, insisi dilanjutkan sampai
menembus peritoneum.
5. Setelah peritoneum dibuka dilakukan eksplorasi.
6. Diputuskan melakukan histerektomi subtotal.
7. Dilakukan penjepitan dan pengikatan ligamentum Rotundum kiri
dan kanan dengan benang “Side” no.1. Dilakukan pemotongan,
kemudian dilakukan penjahitan dengan “Chromic Cat gut” no.2.
8. Dilakukan penjepitan dan pengikatan pangkal tuba kiri dan kanan
dengan benang “Side” no.1. Dilakukan pemotongan pada pangkal
tuba, kemudian dilakukan penjahitan dengan “Chromic Cat gut”
no.2.
9. Plika vesikouterina dibuka secara tajam ke kiri dan ke kanan,
disisihkan ke arah bawah.
10. Dilakukan pemotongan uterus hingga 1/3 proksimal serviks.
11. Dilakukan penutupan dengan jahitan jelujur dengan benang
“Vicryl” no.1. ligamentum rotundum diikat pada 1/3 proksimal
serviks.
12. Dilakukan eksplorasi untuk meyakinkan sudah tidak ada
perdarahan
13. Memeriksa ada tidaknya perdarahan, lapisan abdomen dijahit lapis
demi lapis.
14. Operasi selesai.

12.00
VK S: Perdarahan per vaginam
O: KU Lemah

12
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 0 a/i plasenta
previa totalis+Post HISTEREKTOMI SUBTOTAL hari ke 0 a/i
Hemorrhage post partum
P: IVFD RL 20tpm
Injeksi Cefotaxim 3x1 g IV
Injeksi Natrium Metamizole 3x1 g IV
Injeksi Asam Traneksamat 3x1 g IV
Injeksi Ranitidin 2x1 g IV
12.15
S: Menjemput pasien dari OK IGD
O: KU sedang; kesadaran composmentis; TD 90/60; N:106x/menit;
12.45 RR 22x/menit; T 36◦C; SpO2 99%; Infus terpasang tangan kiri RL;
tangan kanan NaCl; kaki kiri NaCl; DC ±500cc, kuning jernih,
pasang O2NRM
13.00 A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 0 a/i plasenta
previa totalis+Post histerektomi subtotal hari ke 0 a/i Hemorrhage post
13.50 partum
P: Observasi TTV, KU, perdarahan, lanjut terapi dokter.

Memasang PRC Kolf ke VI


Rencana cek DL 4 jam setelah transfusi

Observasi TTV
TD 90/70; N 118x/menit; RR 21x/menit; T 36◦C; SpO2 99%

Observasi TTV
16.00 TD 80/60; N 133x/menit; RR 21x/menit; T 36◦C; SpO2 99%

Transfusi PRC selesai, bilas NaCl


S: Nyeri area operasi
17.00 O: KU sedang; kesadaran composmentis; TD 90/70; N 131x/menit; RR
20x/menit; T 38,2◦C; SpO2 99%; DC (+) 400cc kuning jernih
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 0 a/i plasenta
previa totalis+Post histerektomi subtotal hari ke 0 a/i Hemorrhage post
partum
P: Observasi KU, TTV
Lanjutkan terapi DPJP

O: Hb 9,8; Leukosit 37.720; HT 28%; Trombosit 141.000


TD 90/60; N 120x/menit; RR 20x/menit; T 38,4◦C; SpO2 99%
P: Paracetamol 3x500mg PO

S: Nyeri luka post op berkurang

13
O: KU sedang; kesadaran composmentis; TD 110/80; N 96x/menit;
RR 20x/menit; T 37◦C; SpO2 99%; DC (+)
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 0 a/i plasenta
previa totalis+Post Histerektomi Subtotal hari ke 0 a/i Hemorrhage
post partum
P: Observasi KU, TTV, perdarahan
Lanjutkan terapi dokter

18-02-2019 S : Nyeri luka operasi


23.30 O : KU sedang; kesadaran composmentis; Infus (+); DC (+)
Mawar A : Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 0 a/i plasenta
previa totalis+Post histerektomi subtotal hari ke 0 a/i Hemorrhage post
partum
P: Observasi KU, TTV, Perdarahan
Lanjutkan terapi dokter
19-02-2019
08.00 S: Kadang-kadang pusing jika duduk atau miring
O: KU sedang; pasien tampak lemah; CRT <2detik; TD 90/70;
RR 19x/menit; T 36,5◦C; N 88x/menit
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 1 a/i plasenta
previa totalis+Post histerektomi subtotal hari ke 1 a/i Hemorrhage post
partum
P: Cek albumin
Infus RL 20tpm
Injeksi Cefotaxim 3x1 g IV
Injeksi Natrium Metamizole 3x1 g IV
Injeksi Asam Traneksamat 3x1 g IV
Injeksi Ranitidin 2x1 g IV
15.00 Membantu posisi miring dilanjutkan duduk

S: Nyeri luka op berkurang


O: KU sedang; pasien tampak lemah; CRT <2detik; TD 90/70;
RR 20x/menit; T 36,5◦C; N 90x/menit; Alb 1.9
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 1 a/i plasenta
previa totalis+Post histerektomi subtotal hari ke 1 a/i Hemorrhage post
21.30 partum +Hipoalbuminemia
P: Memasang albumin 20% 1 fls
20-02-2019
09.00 Transfusi albumin selesai

S: -

14
O: KU sedang; CRT <2detik; TD 110/70;
RR 24x/menit; T 37◦C; N 104x/menit
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 2 a/i plasenta
previa totalis+Post histerektomi subtotal hari ke 2 a/i Hemorrhage post
partum
P: Cek albumin
Infus RL 20tpm
19.15 Transfusi albumin 20% 1fls
Injeksi Cefotaxim 3x1 g IV
21.15 Injeksi Natrium Metamizole 3x1 g IV

Memasang transfusi albumin 20% 1fls


21-02-2019
08.30 Transfusi albumin selesai
R/cek albumin

S: -
O: KU sedang; CRT <2detik; TD 110/70;
RR 24x/menit; T 37◦C; N 104x/menit; Hb 5,1; Albumin 2,7;
Leukosit 10.500; HT 15%; Trombosit 218.000
A: P4004A000 + post histerektomi subtotal H1 a/i HPP +Post SC
22-02-2019 P: Transfusi PRC II Kolf
Infus RL 20tpm
Inj Cefotaxim 3x1 g IV

S: -
O: KU sedang; CRT <2detik; TD 100/70;
RR 22x/menit; T 36,5◦C; N 88x/menit; Hb 7,3;
Leukosit 13.270; HT 22,8%; Trombosit 285.000
A: Post sectio caesarea P4004A000 partus aterm hari ke 3 a/i plasenta
previa totalis+Post histerektomi subtotal hari ke 3 a/i Hemorrhage post
partum P: Cek albumin
23-02-2019 P: Inj Cefotaxim 3x1 g IV
Asam mefenamat 500 mg/8 jam per oral
Biosanbe 1 tablet sehari per oral
Lepas DC & infus

Pasien pulang
Obat pulang:
Asam mefenamat 500 mg/8 jam per oral
Biosanbe 1 tablet sehari

15
16
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat


abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutup sebagian atau
seluruh pembukaaan jalan lahir (ostium uteri internum). Angka kejadian plasenta
previa adalah 0,4-0,6 % dari keseluruhan persalinan (Berghella V., 2017).
Pada awal kehamilan, plasenta mulai terbentuk, berbentuk bundar, berupa
organ datar yang bertanggung jawab menyediakan oksigen dan nutrisi untuk
pertumbuhan bayi dan membuang produk sampah dari darah bayi. Plasenta
melekat pada dinding uterus dan pada tali pusat bayi yang membentuk hubungan
penting antara ibu dan bayi (Berghella V., 2017).

3.2 Etiologi

Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti. Teori lain


mengatakan penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang berkurang akibat
proses radang atau atrofi. Insiden terjadinya plasenta previa banyak pada
kehamilan dengan paritas tinggi dan usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi
pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Perdarahan tanpa alasan dan
tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Pada
setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai kemudian dugaan itu salah. Beberapa faktor
predisposisi terjadinya plasenta previa adalah sebagai berikut (Tanto .C &
Kayika .I, 2014):
- Multiparitas atau paritas tinggi dan umur lanjut (> 30 tahun).

17
- Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
Kuret, Miomektomi, dll).
- Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis bisa
menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim
sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri internum.

3.3 Klasifikasi

Secara umum plasenta previa diklasifikasikan menjadi (Prawinohardjo S.,


2010):
- Plasenta previa totalis atau komplit, yaitu bila plasenta menutupi seluruh
ostium uteri internum.
- Plasenta previa parsialis, bila plasenta menutupi sebagian ostium uteri
internum.
- Plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada pinggir ostium
uteri internum.
- Plasenta letak rendah, bila tepi bawah plasenta berada pada jarak lebih
kurang 2 cm dari ostium uteri internum.

3.4 Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,

18
plasenta akan mulai mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui, plasenta
terbentuk dari jaringan maternal, yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh
menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami
laserasi akibat pelepasan pada desidua [ CITATION Cun09 \l 1057 ].
Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka (dilatasi), ada
bagian plasenta terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervilus plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu, perdarahan pada plasenta previa
berapapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding), perdarahan di tempat itu
relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks
tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibatnya pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
terttutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan,
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta, maka masa
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru
akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah terjadi perdarahan berulang
tanpa suatu sebab lainnya [ CITATION Cun09 \l 1057 ].
Darah yang keluar berwarna merah segar, tanpa rasa nyeri (painless). Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah, yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada
plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau waktu persalinan dimulai (Prawinohardjo S., 2010).
Perdarahan pertama biasanya sedikit, tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mnecegah syok, hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah
30 minggu, tetapi lebih dari separuh kejadiannya terjadi pada usia kehamilan 34
minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri
internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak
membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan yang lebih
luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan

19
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Prawinohardjo
S., 2010).
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta, bahkan perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke
buli-buli den rektum bersamaan dengan terjadinya plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah menjalani
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek dan oleh
sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana, kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan paska persalinan pada plasenta previa,
misalnya dalam kala tiga persalinan plasenta akan sukar melepas dengan
sempurna (terjadi retensi plasenta), atau setelah uri lepas, karena segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik, maka terjadi perdarahan
[ CITATION Cun09 \l 1057 ].

3.5 Tanda dan Gejala

Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa
nyeri yang biasanya baru terlihat setelah kehamilan mendekati akhir trimester
kedua atau sesudahnya. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sebab yang jelas setelah
beberapa waktu kemudian. Tidak nyeri dan perdarahan pervaginam berwarna
merah terang pada umur kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga
merupakan tanda utama plasenta previa. Ciri-ciri plasenta previa (Tanto .C &
Kayika .I, 2014; Berghella V., 2017):
- Perdarahan tanpa nyeri
- Perdarahan berulang terjadi dengan perdarahan yang lebih banyak bahkan
seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah, perdarahan terjadi waktu mulai
persalinan. Perdarahan diperberat seiring segmen bawah rahim yang tidak
mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian perdarahan
bisa berlangsung sampai pasca persalinan. Perdarahan bisa bertambah oleh

20
serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah
robek.
- Warna perdarahan merah segar
- Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
- Timbulnya perlahan-lahan
- Waktu terjadinya saat hamil
- His biasanya tidak ada
- Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
- Denyut jantung janin ada

3.6 Penegakan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa


pemeriksaan,antara lain:
- Anamnesis
Gejala pertama yang membawa pasien ke dokter atau rumah sakit
ialah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan
lanjut (trimester III), puncak insidens pada kehamilan 34 minggu. Sifat
perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan
berulang (recurrent). Perdarahan timbul tanpa sebab apapun. Kadang-
kadang perdarahan terjadi sewaktu bangun tidur ; pagi hari tanpa disadari
tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan
volume yang lebih banyak sebelumnya.
- Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau
sedikit, darah beku dan sebagainya, jika telah berdarah banyak maka ibu
akan kelihatan anemis.
Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah,
Sering dijumpai kesalahan letak janin, Bagian terbawah janin belum turun,
apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung
(floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul. Bila cukup
pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim
terutama pada ibu yang kurus. Pemeriksaan dalam sangat berbahaya

21
sehingga kontraindikasi untuk dilakukan kecuali fasilitas operasi segera
tersedia.
- Pemeriksaan dengan Alat
1) Pemeriksaan inspekulo, adanya darah dari ostium uteri eksernum.
2) Pemeriksaan USG: Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan
dapat mencapai 98% namun dapat menyebabkan perdarahan lebih
banyak dalam identifikasi plasenta previa; Transabdominal
ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 96-98 %.
3) MRI juga dapat digunakan untuk diagnosis plasenta previa, tetapi
penggunaannya tidak praktis.

3.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding plasenta previa antara lain solusio plasenta, vasa previa,
laserasi serviks atau vagina. Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat
dilihat dengan inspekulo.Vasa previa, dimana tali pusat berkembang pada tempat
abnormal selain di tengah plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus
menyilang servix. Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah
umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. Hal
ini dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah yang mengancam janin. Pada
pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban.
Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah
terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak
beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau
beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.

3.8 Penatalaksanaan

Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan


antepartum adalah mencegah keadaan syok karena pendarahan yang banyak,
untuk itu harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan
atau tranfusi darah. Selanjutnya dapat dilakukan penanganan lanjutan yang

22
disesuaikan dengan keadaan umum, usia kehamilan, jumlah perdarahan, maupun
jenis plasenta previa [ CITATION Deh07 \l 1057 ].
- Penanganan pasif/ penanganan ekspektatif
1. Tatalaksana Umum

 Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia


kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara
hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan;
 Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat); dan
 Lakukan penilaian jumlah perdarahan.

· Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa


memperhitungkan usia kehamilan.
· Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur,
pertimbangkan terapi ekspektatif.

2. Tatalaksana Khusus

- Terapi Konservatif
Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan
secara non-invasif.
 Terapi ekspektatif
Perdarahan pada plasenta previa dapat terjadi sebelum paru-paru
janin matang. Dalam kasus ini, kelangsungan hidup janin di intrauterine
dapat tetap dipertahankan dengan terapi ekspektatif. Pada awal kehamilan,
diperlukan transfusi untuk menggantikan kehilangan darah serta terapi
tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur, hingga
kehamilan mencapai usia 32-34 minggu. Setelah 34 minggu, manfaat
pematangan harus dipertimbangkan terhadap terjadinya resiko perdarahan
yang lebih besar. Selain itu penting juga untuk dipertimbangkan resiko
terjadinya perdarahan kembali yang disertai dengan retardasi pertumbuhan
janin intrauterine. Sebagian besar kasus plasenta previa sekitar 75%
dilakukan terminasi kehamilan pada usia 36-40 minggu.

23
Syarat terapi ekspektatif:

· Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti


dengan atau tanpa pengobatan tokolitik;
· Belum ada tanda inpartu; dan
· Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal).
· Janin masih hidup dan kondisi janin baik;

 Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis;


 Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta;
 Berikan tokolitik bila ada kontraksi:

MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam; atau


Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 2x12 mg IM
dalam 24 jam atau deksametason 6 mg/12 jam IV atau IM diberkan
sebanyak 4 kali dalam 48 jam untuk pematangan paru janin bila usia
kehamilan antara 24-34 minggu.
 Persiapan transfusi bila Hb ibu < 11g%
 Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung
janin.

 Pastikan tersedianya sarana transfusi; dan


 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit
jika terjadi perdarahan.

- Terapi Aktif

 Rencanakan terminasi kehamilan jika:

· Usia kehamilan cukup bulan;

24
· Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali); dan

· Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan.

- Penanganan aktif

Kriteria: umur kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram,


perdarahan banyak 500 cc atau lebih, ada tanda-tanda persalinan, keadaan
umum pasien tidak baik, ibu anemis (Hb < 8 gr%).
 Persalinan spontan pervaginam

Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada


multipara dan anak sudah meninggal atau prematur. Jika pembukaan serviks
sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika his lemah,
diberikan oksitosin drips. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan
SC. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan
perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap
plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah
mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.
 Seksio Cesaria

Prinsip utama dalam melakukan seksio cesarea adalah untuk


menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Persiapan darah pengganti
untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah
termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-
keluar.
Tujuan seksio sesarea :
1) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi
dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat

25
banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim
menjadi tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi
plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi
dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
2) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika
janin dilahirkan pervaginam.

Indikasi Seksio cesarea :


 Plasenta previa totalis.
 Plasenta previa pada primigravida.
 Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
 Anak berharga dan fetal distress
 Plasenta previa lateralis jika :
a. Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
b. Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
c. Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
d. Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan
cepat.

3.9 Komplikasi

Beberapa komplikasi dari plasenta previa adalah:


 Perdarahan pasca persalinan dan syok.
 Infeksi.
 Laserasi serviks.
 Plasenta akreta.
 Prematuritas atau lahir mati.
 Prolaps tali pusat.
 Prolaps plasenta.

3.10 Prognosis

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas


dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10 % dan mortalitas
janin 50-80 %. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal

26
menjadi 0,2-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan
trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25 %, terutama
disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan.
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta
rendah sekali atau tak ada sama sekali [ CITATION Kem13 \l 1057 ].

3.11 Perdarahan Pasca Persalinan et causa Atonia Uteri

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang masif berasal dari


tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan
merupakan salah satu penyebab kematian ibu di samping perdarahan karena hamil
ektopik dan abortus. Definisi perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang
melebihi 500ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan
memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang
lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti
kesadaran menurun, pucat, lambung, berkeringat dingin, sesak napas serta tensi <
90mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini
(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi. Atonia
uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi dan plasenta lahir. Faktor predisposisi atonia uteri adalah:
1. Regangan rahim berlebihan karena gemelli, polihidramnion, atau anak
terlalu besar (berat janin antara 4500 – 5000 gram).
2. Kelelahan karena persalinan lama
3. Kehamilan grande-multipara
4. Ibu dengan keadaan umum jelek, anemis atau menderita penyakit
menahun.
5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
6. Infeksi intrauterin.
7. Plasenta previa.
8. Solusio plasenta.
9. Ada riwayat atonia sebelumnya.

27
Diagnosis atonia uteri ditegakkan ketika terdapat perdarahan masih banyak
dan aktif, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi
pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek setelah bayi dan plasenta lahir.
Ketika terjadi atonia uteri, masih ada darah sebanyak 500-1000cc yang
terperangkap dalam uterus. Tanda dan gejala atonia uteri adalah:

1) Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan

darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai

gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi

sebagai anti pembeku darah.

2) Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang

membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

3) Fundus uteri naik

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan

menggumpal

4) Terdapat tanda-tanda syok

Hipotensi, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah,

mual dan lain-lain.

28
Penanganan perdarahan pasca persalinan oleh karena atonia uteri yaitu:

1. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan

awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,

monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring

saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu

dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

2. Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus

yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah

lahirnya plasenta (maksimal 15 detik).

3. Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus

posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya

meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya

reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan

meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif

29
diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi

kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek

samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan

vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang

dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat

diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis

maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika

diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat

menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan

nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan

hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil

prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal,

intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal.

Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15

menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat

dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).

Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat

menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,

sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot

halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-

kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang

30
disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan

saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan

kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping

serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang

sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif

untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan

angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar

disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan

uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

4. Uterine lavage dan Uterine Packing

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air

panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi

atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam

cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh

menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.

Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih

kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon

uterus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga

memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah

rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan

31
ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing

dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan

transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia

fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan

operasi

5. Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan

angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina

yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.

Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah

rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan

benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan

melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium

keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat

melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai

cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan

2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas

tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim.

Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada

vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi

ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen

bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika

32
perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau

unilateral ligasi vasa ovarian.

Ligasi arteri Iliaka Interna. Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka,

tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8

cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum

dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm

distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang

arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua

ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.

Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan

sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena

iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan

ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

Teknik B-Lynch. Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace

suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan

operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia

uteri.

Histerektomi. Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang

sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang

membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000

kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal

dibandingkan vaginal.

33
Langkah-Langkah Rinci Penatalaksanaan Atonia Uteri Pasca Persalinan

1. Lakukan massage fundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan :

massage merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan massage

sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.

2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah : selaput

ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan dapat

menghalangi kontraksi uterus secara baik.

3. Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi

keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi

teruskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit : sebagian besar

atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini. Jika kompresi bimannual

tidak berhasil setelah 5 menit, dilakukan tindakan lain

4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna : Bila

penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan proses kompresi

bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah

selanjutnya.

5. Berikan metil ergometrin 0,2 mg intra muskuler / intravena :

metilergometrin yang diberikan secara intramuskuler akan mulai bekerja

dalam 5-7 menit dan akan menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian

intravena bila sudah terpasang infuse sebelumnya.

34
6. Berikan infuse cairan larutan ringer laktat dan oksitoksin 20 IU/500 ml :

anda telah memberikan oksitoksin pada waktu penatalaksanaan aktif kala

tiga dan metil ergometrin intramuskuler. Oksitoksin intravena akan

bekerja segera untuk menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer laktat

akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni.

Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat

mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan memerlukan

penggantian darah yang hilang secara cepat.

7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina :

jika atonia uteri tidak teratasi setelah 7 langkah pertama, mungkin ibu

mengalami masalah serius lainnya. Tampon utero vagina dapat dilakukan

bila penolong telah terlatih. Segera siapkan proses pembedahan..

8. Teruskan cairan intravena hingga ruang operasi siap.

9. Lakukan laparotomi : pertimbangkan antara tindakan mempertahankan

uterus dengan ligasi arteri uterine/hipogastrika atau histerektomi. :

pertimbangan antaralain paritas, kondisi ibu, jumlah perdarahan.

35
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis

Teori Plasenta Previa Kasus Plasenta Previa

Multiparitas dan umur lanjut (>35 Pasien G4P3003A000 berusia 33 tahun


tahun)
datang dengan keluhan keluar darah
-Tidak nyeri dan perdarahan
dari jalan lahir.
pervaginam berwarna merah terang
Keluhan keluar darah dari jalan lahir
pada umur kehamilan trimester kedua
terjadi secara tiba-tiba sejak 5 hari
atau awal trimester ketiga
sebelum masuk rumah sakit sebanyak
- Perdarahan pada kehamilan setelah 28
1-2 pembalut penuh.
minggu atau pada kehamilan lanjut
Darah yang keluar berupa darah segar
(trimester III), puncak insidens pada
berwarna merah dan gumpalan darah
kehamilan 34 minggu. Sifat
berwarna merah kehitaman.
perdarahannya tanpa sebab (causeless), Keluhan keluar darah dari jalan lahir
tidak ada rasa nyeri pada perut bagian
tanpa nyeri (painless), dan berulang
bawah.
- Pasien pernah mengalami perdarahan
pada usia kehamilan 7 bulan namun
darah yang keluar hanya berupa flek.
Kemudian keluar darah dari jalan lahir
pada usia kehamilan 37-38 minggu.

36
4.2 Pemeriksaan Fisik

Teori Plasenta Previa Kasus Plasenta Previa


 Anemia.
 Tidak ada kontraksi uterus.
Status generalisata
 Bagian terendah janin tidak masuk
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik
pintu atas panggul.
(-/-), pembesaran KGB (-), pembesaran
 Kondisi janin normal atau terjadi
tiroid (-)
gawat janin.
Status obstetrik
 Tindakan periksa dalam kontra- TFU: 36 cm
indikasi dilakukan diluar persiapan TBJ: 3875 gram
Leopold I: Bokong
double set-up examination. Leopold II: Punggung kanan
 Double set-up examination sudah Leopold III: Kepala belum masuk PAP
jarang dilakukan. Leopold IV: -
His: -
DJJ: 129x/menit
Vaginal Touche: Tidak dilakukan

4.3 Pemeriksaan Penunjang

Teori Plasenta Previa Kasus Plasenta Previa

Pemeriksaan USG: Transvaginal Pemeriksaan Laboratorium


Hb : 10,4 g/dL
Ultrasonografi dengan keakuratan dapat
mencapai 100 % identifikasi plasenta Pemeriksaan USG Abdomen
Hasil USG:
previa; Transabdominal ultrasonografi
Uterus: Janin tunggal hidup, presentasi
dengan keakuratan berkisar 95 %.
kepala. Plasenta previa letak rendah.

37
4.4 Penatalaksanaan

Teori Plasenta Previa Kasus Plasenta Previa


- Infus cairan intravena (NaCl 0,9%
atau Ringer Laktat) - IVFD RL 20 tpm
- Tokolitik (bila ada kontraksi: - Observasi KU, DJJ, TTV, perdarahan
MgSO4 4 g IV dosis awal - Pro SC

dilanjutkan 4 g setiap 6 jam


- Nifedipin 3×20 mg/hari
- Betamethason 24 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru
janin
- Persiapan transfusi bila Hb ibu <
11g%
- Awasi perdarahan terus-menerus,
tekanan darah, nadi dan denyut
jantung janin.
- Bila setelah usia kehamilan di atas
34 minggu, plasenta masih berada
disekitar ostium uteri internum,
maka dugaan plasenta previa
menjadi jelas, sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling
untuk menghadapi kemungkinan
keadaan gawat darurat.

Seksio sesarea :
1.Melahirkan janin dengan segera
sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Tempat implantasi
plasenta previa terdapat banyak
vaskularisasi sehingga serviks uteri
dan segmen bawah rahim menjadi
tipis dan mudah robek. Selain itu,

38
bekas tempat implantasi plasenta
sering menjadi sumber perdarahan
karena adanya vaskularisasi dan
susunan serabut otot dengan korpus
uteri.
2.Menghindarkan kemungkinan
terjadinya robekan pada serviks
uteri, jika janin dilahirkan
pervaginam.

Teori Atonia Uteri Kasus Atonia Uteri


 Bersihkan kavum uteri dari selaput  Guyur RL 2 kolf
ketuban dan gumpalan.  Methergin 1 amp IV
 Lakukan massage fundus uteri  Masukkan darah 2 kolf
segera setelah plasenta dilahirkan  Observasi TTV
 Mulai melakukan kompresi  Siap darah 2 kolf
bimanual interna.  Jika perdarahan masih aktif
 Minta keluarga untuk melakukan R/Histerektomi
kompresi bimanual eksterna
 Berikan metil ergometrin 0,2 mg
intra muskuler / intravena
 Berikan infuse cairan larutan ringer
laktat dan oksitoksin 20 IU/500 ml
 Mulai lagi kompresi bimanual
interna atau pasang tampon
uterovagina
 Lakukan laparotomi :
pertimbangkan antara tindakan
mempertahankan uterus dengan
ligasi arteri uterine/hipogastrika
atau histerektomi.

39
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien Ny. NH, 33 tahun didiagnosis dengan G4P3003A000 gravid 37-38 minggu +
Hemorraghia antepartum ec plasenta previa. Pasien dilakukan terminasi
kehamilan secara sectio caesarea CITO. Setelah dilakukan sectio caesaria pasien
mengalami perdarahan ±1underpad stolsel banyak dan didiagnosis Hemorraghia
postpartum. Kemudian pasien dilakukan histerektomi.

40
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, G. F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong, C. Y. (2010). Williams Obstetrics (23 ed.). United States: The
McGraw-Hills Company.

Berghella, Vincenzo. 2017. Obstetric Evidence Based Guidelines, 3rd Edition.


London, New York : CRC Press
Tanto, Chris & Kayika, I Putu Gede. 2014. Kapita Selekta Kedokteran:
Perdarahan Pada Kehamilan Tua. Jakarta: Media Aesculapius
Prawinohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawinohardjo
Deherney AH, Nathan L, Goodwin TM. Current diagnosis and treatments in
obstetrics and gynecology: the course and conduct of normallabor and
delivery. 10th ed. New York: McGraw Hill; 2007
Kementrian Kasehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. 1st ed. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 2015. p. 96-8

41

Anda mungkin juga menyukai