Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

Penyusun :

Adiya Elsa Regita Cahyani

21710142

Pembimbing :

dr. Raditya Ery Pratama, Sp.OG 

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRIK DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus dengan judul
“Preeklampsia Berat” pada Stase Obsgyn di RSUD Ibnu Sina Gresik.
Tugas laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di
Stase Obstetri dan Gynecologi sehingga dapat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Dokter
Muda di Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya. Selain itu, penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

2 Direktur RSUD Ibnu Sina Gresik, atas kesempatan yang diberikan sehingga
penulis dapat menimba ilmu di rumah sakit ini.

3 dr. Yuliana Arisanti, Sp.OG selaku Kepala Bagian Stase Obstetri dan
Gynecologi

4 dr. Raditya Ery Pratama, Sp. OG selaku dokter pembimbing stase ilmu
Obstetri dan Gynecologi di RSUD Ibnu Sina Gresik.

Penulis menyadari atas keterbatasan dalam menyusun tugas laporan kasus ini,
oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima semua kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas laporan kasus ini.

Gresik, 20 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................iv
BAB I.........................................................................................................................8
PENDAHULUAN.....................................................................................................8
BAB II......................................................................................................................10
LAPORAN KASUS................................................................................................10
2.1 Identitas.............................................................................................................10
2.2 Anamnesis.........................................................................................................10
2.3 Pemeriksaan Fisik..........................................................................................11
2.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................................13
2.5 Diagnosis.........................................................................................................14
2.6 Planning..........................................................................................................14
2.7 Komplikasi......................................................................................................14
2.8 Follow Up Pasien............................................................................................14
BAB III....................................................................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................16
3.1 Definisi Preeklampsia....................................................................................16
3.2 Etiologi............................................................................................................17
3.3 Epidemiologi...................................................................................................18
3.4 Patofisiologi.....................................................................................................18
3.5 Diagnosis.........................................................................................................21
3.6 Penatalaksanaan.............................................................................................22
3.7 Prognosis.........................................................................................................24
BAB IV....................................................................................................................25
PEMBAHASAN......................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................26

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)............................................11
Tabel 2. Followup Pasien.....................................................................................15

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan suatu peristiwa indah yang sangat dinanti oleh


hampir setiap calon ibu dan keluarga. Kondisi tersebut merupakan suatu berkah
dan menjadi bukti bahwa ibu dapat menjalankan perannya dalam meneruskan
keturunan. Meskipun demikian, di dalam masa kehamilan dapat terjadi kondisi-
kondisi patologis yang dapat membahayakan kondisi ibu maupun janin yang
dikandungnya, salah satunya adalah hipertensi dalam kehamilan. Hipertensi dalam
kehamilan (HDK) merupakan suatu kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah
pada masa kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg
dan/atau diastolik 90 mmHg. Adapun pengukuran tekanan darah dilakukan pada
dua kali pemeriksaan berjarak waktu 4-6 jam.1,2
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG),
HDK dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu preeklampsia-
eklampsia, hipertensi kronis dengan penyebab apapun, hipertensi kronis
dengan superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional. Dari klasifikasi
tersebut, diketahui bahwa sindroma preeklampsia, baik yang berdiri sendiri
maupun superimposed, merupakan kondisi yang paling berbahaya.3
Hipertensi berkontribusi sebagai komplikasi pada 5-10% kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab morbiditas dan mortalitas maternal
selain perdarahan dan infeksi. Sedangkan dari kategori HDK yang ada,
preeklampsia sendiri diketahui terjadi pada 3,9% kehamilan. 4 Berdasarkan
penelitian terakhir pada tahun 2011 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah, didapatkan prevalensi HDK keseluruhan adalah sebesar 9,32%, dengan
prevalensi preeklampsia sebesar 1,36% dan preeklampsia berat sebesar 4,7%.
Dari jumlah tersebut, ditemukan pula bahwa 20% dari kematian maternal
disebabkan oleh HDK, di mana dari keseluruhan kasus kematian maternal
disebabkan oleh preeklampsia dan komplikasinya.5
Preeklampsia merupakan suatu kondisi hipertensi pada ibu hamil
yangmuncul pada usia kehamilan di atas 20 minggu, dengan disertai atau tanpa
adanya peningkatan kadar protein dalam urine (proteinuria). Meskipun proteinuria
tidak lagi menjadi tanda wajib dalam preeklampsia, namun kondisi tersebut
8
merupakan kriteria diagnosis yang penting oleh karena merupakan bukti objektif
terjadinyakebocoran endotel sistemik dan dapat mengarah pada kegagalan fungsi
organ tubuhlainnya.3,4
Sampai saat ini, penyebab terjadinya kejadian preeklampsia masih
belumdiketahui dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa teori tentang
patogenesistelah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya gejala klinis
preeklampsiatersebut. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli
adalah teoriiskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke
dalam arterispiralis, sehingga akan menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi
terganggu.Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya akan menyebabkan
terlepasnya beberapamediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel.4
Manifestasi klinis preeklampsia yang terjadi pada wanita hamil seringkali
lambat terdeteksi sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
keadaan yang dapat membahayakan ibu dan janin. Munculnya preeklampsia pada
kehamilan dapat menyebabkan komplikasi pada ibu, seperti terjadinya eklampsia,
sindroma hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelets count (HELLP),
perdarahan intraserebral, edema pulmoner, dan gagal ginjal akut. Selain
itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan gangguan kesejahteraan terhadap
janin, seperti terjadinya kelahiran prematur, intrauterine growth restriction
(IUGR), sampai dengan intrauterine fetal death (IUFD).6

9
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas

No RM 754873
Nama : Ny. A
Tanggal lahir : 25 Mei 1995 (28 tahun)
Alamat : Morowali RT 6 / RW 4 Cerme Gresik
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Tanggal periksa : 31 Januari 2023

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Perut kencang kencang

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengatakan bahwa perut kencang kencang tersebut muncul sejak
kurang lebih pukul 14.00 WIB pada tanggal 31 Januari 2023.. Belum ada nyeri
perut hilang-timbul, belum ada keluar air dari vagina.

Pasien kontrol kehamilan ke RS Ibnu Sina Gresik. Selama kontrol kehamilan


tekanan darah pasien selalu stabil. Tekanan darah pasien mulai meningkat saat
kehamilan memasuki minggu ke 32. Pasien menyangkal adanya darah tinggi sejak
awal kehanilan dan riwayat darah tinggi di keluarga. Riwayat kejang, sakit kepala,
pandangan mata kabur, nyeri di ulu hati, mual muntah seluruhnya disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah memiliki penyakit hipertensi.
Riwayat penyakit sistemik lain seperti asma, jantung dan diabetes melitus
disangkal. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-
obatan maupun

10
makanan

Riwayat Penggunaan KB :
Pasien menggunakan KB IUD anak ke 2.

Riwayat Perkawinan Kehamilan dan Persalinan :

Anak Jenis kelamin Suami Persalinan Berat Lahir KB Tempat Usia


1 - 1 Kuretase keguguran - RS Denisa -
2 Laki laki 1 SC ec PEB 2700gr IUD RS Ibnu Sina 2 Tahun

Riwayat Penyakit Keluarga :


Diabetes mellitus (-), Hipertensi (-), Riwayat Sakit ginjal (-), Riwayat Sakit
jantung (-), Alergi Obat (-), Alergi Makanan (-).

Riwayat Sosial :
Pasien seorang Ibu Rumah Tangga

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6
Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 153/103 mmHg
b. Nadi : 124 x/menit
c. RR : 20 x/ menit
d. Suhu : 36,9 oC
Kepala Leher:
a. Rambut : Normal
b. Mata : Anemis (-/-), Ikterus (-/-)
c. Telinga : Sekret (-)
d. Hidung : Sekret (-) Pernafasan cuping hidung (-)
e. Mulut : Cyanosis (-) Stomatitis (-)

11
f. Tenggorokan : Hiperemi (-)
g. Leher : Pembesaran KGB (-) Deviasi trakea (-)
Dinding dada : Simetris, Retraksi (-)
Jantung : S1/S2 TR, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), Rhonci (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Skar (-), dilatasi vena (-), striae (-), distensi (-).
Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal
Palpasi : Gravida (+)
Ektremitas Atas : Akral kering hangat merah (+/+), Oedema (-/-), CRT < 2 detik
Ektremitas Bawah : Akral kering hangat merah (+/+), Oedema (-/-), CRT < 2 detik
Neurologis : GCS 456

Pemeriksaan Obstetri :

Leopold I : Teraba bagian lunak, TFU 34cm


Leopold II : Teraba punggung kanan, sebelah kiri teraba
bagian kecil Janin
Leopold III : Teraba kepala
Leopold IV : Kepala masuk panggul Auskultasi
DJJ : Positif, Teratur, 150 x/menit
HPHT : 10 Mei 2022
VT/RT : VT Ø 3cm, EFF 25%, KET (+)/ SS Melintang / Kepala
Letak Kepala H1

Pemeriksaan Inspekulo : Tidak dievaluasi

12
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Tabel 1. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)
Laboratorium 31 Januari 2023 HASIL NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN DL
Hemoglobin 11,6 11,0-16,5 g/dl
Leukosit 7,10 4-10 / mm3
Hematokrit 35 35-45%
Trombosit 175 150-450/mm3
Eritrosit 3,91 4-5 /uL
MCV 91 79-99 fl
MCH 30 27-31 fl
MCHC 33 33-37 d/dl
Eosinofil 0 1-2 %
Basofil 0 0-1 %
Neutrofil 0 54-62 %
Limfosit 22 25-33 %
Monosit 9 3-7 %
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
URINALISA
Urin Lengkap
pH 6,5 4,8-7,4
BJ Urin 1.105 1000-1015
Leukosit neg negatif
Nitrit neg negatif
Protein 150/+2 negatif
Glukosa neg negatif
Urobilin neg negatif
Bilirubin neg negatif
Eritrosit 50er/ul negatif
Sedimen
Limfosit 1-3 0-1 plp
Monosit 25-30 0-1 plp
Kimia Klinik
13
SGOT / AST 11.2 0-50 U/L
SGPT / ALT 9.0 0-50 U/L
Albumin 3.53 3.4 – 4.8
Glukosa Darah Sewaktu 90 < 200
BUN 9.2 8-18 mg/dL
Kreatinin 0,61 0.45-0.75 mg/dL
Natrium 137 135-155 mmol/L
Kalium 4.0 3.5-5.0 mmol/L
Clorida 110 95-108 mmol/L

14
2.1 Diagnosis
Diagnosis utama : G3PI0II 36/37Minggu T+H + PEB + Inpartu Kala I Fase Laten
+ BSC 1x
2.2 Planning

P.Tindakan : - MRS

Injeksi SM 20%/ 4gr IV Blous Pelan ± 10-15 menit

Lanjut SM 40 % 1gr/jam Syringe Pump s/d 24 Jam


- SC
- Consul Sp. Cardio
- Obs chpb – Pro Ekspektatif Pervaginam
- Inj. Dexametason 1x12mg (2hari) IV

2.3 Komplikasi
- Eklampsia
- Ruptur Uteri

2.4 Follow Up Pasien

Tabel 2. Follow Up Pasien

Hari dan Tanggal SOAP


S:
Selasa Pasien mengatakan perut kenceng-kenceng
31/01/2023
Pukul 18.00 WIB O:
KU : Baik
Tensi : 142/92mmHg
Suhu : 36,5
N : 89 x/menit
RR : 20 x/menit

Kepala Leher :
Anemi - , Ikterus - , Sianosis - , Dispnue - ,

Thorax :
Simetris, S1,S2 TR
VES +/+, Rh -/-, Wh -/-

Ekstremitas : Dalam Batas Normal

TFU : 34cm
DJJ : 144 x/menit
His + Jarang ( 2x 10’(10”)
VT Ø 3cm, Kepala H1, EFF 25 %

15
A:
G3PI0II 36/37Minggu T+H + PEB + Inpartu Kala I Fase Laten + BSC 1x

P:
Terapi :
- Injeksi SM 40 % 1gr/jam Syringe Pump s/d 24 Jam
- Injeksi Dexametason 1x12mg

Hasil Konsul Sp. Cardio


- Tab. Dopamet 3x250mg

Monitoring :
- Observasi Keadaan Umum dan CHPB
- Observasi TTV

Selasa S:
31/01/2023 Pasien mengatakan perut kenceng-kenceng
Pukul 19.00 WIB
O:
KU : Baik
Tensi : 138/90mmHg
Suhu : 36,5
N : 93 x/menit
RR : 20 x/menit

Kepala Leher :
Anemi - , Ikterus - , Sianosis - , Dispnue - ,

Thorax :
Simetris, S1,S2 TR
VES +/+, Rh -/-, Wh -/-

Ekstremitas : Dalam Batas Normal

TFU : 34cm
DJJ : 142 x/menit
His + 3-4 x25” 10”
VT Ø10cm, eff 100%

A:
G3PI0II 36/37Minggu T+H + PEB + Inpartu Kala II + BSC 1x

P:
Terapi :
- Injeksi SM 40 % 1gr/jam Syringe Pump s/d 24 Jam
- Injeksi Dexametason 1x12mg
- Tab. Dopamet 3x250mg
- Pro Ekspektatif Pervaginam
Monitoring :
- Observasi Keadaan Umum dan CHPB
- Observasi TTV

Selasa S:
31/01/2023 Pasien mengatakan perut kenceng-kenceng
16
Pukul 20.00 WIB
O:
KU : Baik
Tensi : 145/84mmHg
Suhu : 36,5
N : 90 x/menit
RR : 20 x/menit

Kepala Leher :
Anemi - , Ikterus - , Sianosis - , Dispnue - ,

Thorax :
Simetris, S1,S2 TR
VES +/+, Rh -/-, Wh -/-

Ekstremitas : Dalam Batas Normal

TFU : 34cm
DJJ : 124 x/menit
His + 4x10’ (25”)
VT Pembukaan lengkap, H II Caput (+)

A:
G3PI0II 36/37Minggu T+H + PEB + BSC 1x + Inpartu Kala II Lama + Arrest
Of Descent ec Power

P:
Terapi :
- KIE Pro Cito SC
- Konsul Sp. Anastesi

Monitoring :
- Observasi Keadaan Umum dan CHPB
- Observasi TTV

Rabu S:
1/02/2023 Pasien mengatakan Nyeri luka bekas oprasi
Pukul 06.30 WIB
O:
KU : Baik
Tensi : 141/79mmHg
Suhu : 36,5
N : 97 x/menit
RR : 20 x/menit

Kepala Leher :
Anemi - , Ikterus - , Sianosis - , Dispnue - ,

Thorax :
Simetris, S1,S2 TR
VES +/+, Rh -/-, Wh -/-

Ekstremitas : Dalam Batas Normal


17
TFU : 2 jari Dibawah Pusar, UC + Keras, Lochea (+) Rubra

A:
Post SC Hari ke I + IUD + PEB + BSC + Inpartu Kala II Lama + Arrest Of
Descent ec Power

P:
Terapi :
1. Injeksi SM 40 % 1gr/jam Syringe Pump s/d 24 Jam
2. Infus RD5 500cc/24jam
3. Injeksi Ketorolac 3x1
4. Injeksi Transamin 3x1
5. Dopamet 3x250mg
6. Minum Max 1000cc/24 Jam

Monitoring :
7. Observasi Keadaan Umum
8. Observasi TTV

S:
Kamis Pasien mengatakan Nyeri luka bekas oprasi berkurang
2/02/2023
Pukul 11.00 WIB O:
KU : Baik
Tensi : 120/80mmHg
Suhu : 36,5
N : 97 x/menit
RR : 20 x/menit

Kepala Leher :
Anemi - , Ikterus - , Sianosis - , Dispnue - ,

Thorax :
Simetris, S1,S2 TR
VES +/+, Rh -/-, Wh -/-

Ekstremitas : Dalam Batas Normal

TFU : 2 jari Dibawah Pusar, UC + Keras, Lochea (+) Rubra

A:
Post SC Hari ke II + IUD + PEB + BSC + Inpartu Kala II Lama + Letak
Puncak + Arrest Of Descent ec Power

P:
Terapi :
1. Paracetamol 4x1
2. Ibuprofen 4 x1
3. Dopamet 3x 250mg

Edukasi Pulang

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Preeklampsia

Secara klasik, preeklampsia dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi


terjadinya hipertensi dan adanya proteinuria pada usia kehamilan > 20 minggu.
Hipertensi merupakan tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan/atau diastolik > 90
mmHg. Sedangkan proteinuria merupakan ekskresi protein abnormal pada urine
>300 mg/24 jam, atau perbandingan protein : kreatinin > 0,3, atau hasil uji dipstick
protein 30 mg/dL atau +4.4 Meskipun demikian, seringkali wanita hamil dengan
hipertensi dapat menunjukkan gejala gangguan organ multisistemik tanpa adanya
proteinuria. Sehingga pada tahun 2013, ACOG mendeklarasikan definisi baru
mengenai preeklampsia, yaitu dengan tidak terdapatnya proteinuria, diagnosis
preklampsia pada wanita hamil ditegakkan apabila terdapat kondisi
trombositopenia (platelet < 100.000/mikroliter), gangguan fungsi hati (peningkatan
kadar enzim liver transminase di dalam darah sebesar dua kali dari konsentrasi
normal), insufisiensi ginjal (peningkatan serum kreatinin > 1,1 mg/dL
atau peningkatan ganda peningkatan ganda serum kreatinin tanpa serum
kreatinin tanpa adanya pen adanya penyakit ginjal lain), edema yakit ginjal lain),
edema pulmoner, dan gangguan pada serebral dan fungs pulmoner, dan gangguan
pada serebral dan fungsi penglihatan..3
Sedangkan berdasarkan tingkat severitasnya, preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:2
1. Preeklampsia, yaitu tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia kehamilan
> 20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria +1 atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam.2 2.
2. Preeklampsia berat, yaitu tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria > +2 atau
pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam.

19
3.2 Etiologi
Preeklampsia merupakan kondisi patologis pada kehamilan yang sangat
sering ditemui. Namun sampai saat ini, tidak diketahui secara pasti penyebab
terjadinya kejadian preeklampsia pada wanita hamil.7 Namun beberapa kondisi
baik pada ibu dan janin diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia. Secara umum, faktor risiko tersebut dapat dibagi menjadi:

1. Faktor risiko maternal, seperti kehamilan primigravida, usia ibu < 18 tahun atau
>
35 tahun, memiliki riwayat pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya, riwayat hipertensi dalam keluarga, obesitas (BMI > 30 kg/m2 ), dan
jarak antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun. Selain itu, adanya riwayat
penyakit medis penyerta pada ibu, seperti hipertensi kronis, diabetes mellit
hipertensi kronis, diabetes mellitus, penyakit ginj us, penyakit ginjal, trombofilia,
migrain, al, trombofilia, migrain, systemic systemic lupus erythematosus
erythematosus, serta penggunaan obat serotonin-uptake inhibitor antidepressant
(SSRI) juga diketahui dapat meningkatkan risiko kejadian preeklampsia.3,6

2. Faktor risiko fetal, seperti kehamilan ganda, hydrops fetalis, penyakit


trofoblastik gestasional, dan kromosom triploid.6

Skrining Preeklampsi
Skrining Biofisik
1. Doppler Velocymetry arteri uterine
Metode ini merupakan salah satu metode non invasif untuk menilai sirkulasi
uteroplasenter. Adanya gangguan perfusi plasenta direfleksikan dengan
adanya peningkatan Indeks Pulsasi (IP) dari arteri uterine yang berkaitan dengan
perkembangan pre eklampsia. IP arteri uterine pada trimester pertama
dipengaruhi oleh usia kehamilan saat dilakukan skrining, berat badan ibu,
ras, riwayat diabetes. IP arteri uterine secara signifikan meningkat pada usia
kehamilan 11-13 minggu pada kelompok ibu yang mengalami PE dan adanya
korelasi linear negative yang signifikan antara IP arteri uterine dengan usia

20
kehamilan saat melahirkan. 6

2. Pemeriksaan Tekanan Darah


Pada pre eklampsia, hipertensi terjadi sebagai akibat dari terjadinya
vasokonstriksi dan penurunan tekanan vaskuler perifer. Meskipun hipertensi
sebagai tanda kedua dari PE, ini juga penting sebagai indikasi dini terjadinya
PE. Pemeriksaan tekanan darah yang akurat diperlukan, selain itu perlu juga
diperhatikan hal –hal sebagai berikut:
a) pemeriksaan tekanan darah yang pertama biasanya yang paling tinggi,
biasanya akan menurun setelah pasien beradaptasi dengan prosedur dan
lingkungan
b) penggunaan spigmomanometer raksa merupakan gold standar
c) penggunaan ukuran cuff yang tepat
d) posisi lengan dan postur tubuh saat diperiksa. Penggunaan
spigmomanometer otomatis dapat digunakan karena simple, terstandarisasi dan
dapat digunakan untuk pemeriksaan berulangkali. Posisi pasien yang tepat saat
pengukuran adalah: posisi duduk dengan punggung bersandar, kaki tidak
menyilang, lengan ditopang setinggi jantung. Dua kali pemeriksaan harus
dilakukan pada masing – masing lengan. Mean Arterial Pressure (MAP)
didapatkan dari rata-rata 4 (empat) pengukuran yang telah dilakukan. Penelitian
menunjukkan hasil yang serupa dengan IP arteri uterine bahwa terjadi
peningkatan MAP secara signifikan pada usia kehamilan 11-13 minggu pada
wanita yang mengalami PE demikian juga terdapat korelasi linear negatif yang
signifikan antara MAP dengan usia kehamilan saat melahirkan. 6

3. Skrining biokimia/Maternal Biochemical Marker


Begitu banyak biochemical marker yang telah ditemukan dapat digunakan
untuk memprediksi PE. Terdapat banyak marker yang dapat mengukur
manifestasi dari kerusakan plasentasi yang disebabkan karena invasi trofoblas
yang tidak adekuat dari arteri spiral maternal dan penurunan perfusi plasenta
yang menyebabkan iskemia plasenta yang menandakan terjadinya kerusakan.
Hal ini memicu keluarnya faktor inflamasi, aktivasi platelet, disfungsi
endothelial, disfungsi renal maternal atau adanya oksidatif stress yang
21
abnormal. Marker yang paling banyak diteliti sebagai penanda kerusakan
plasenta adalah maternal serum PAPP-A (pregnancy associated plasma protein-
A) dan PlGF (placental growth Factor). PAPP-A berkaitan dengan the insulin-
like growth factor yang diyakini memiliki peranan yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan plasenta. Rendahnya kadar serum PAPP-A
berhubungan dengan meningkatnya insiden PE. PlGF merupakan anggota dari
vascular endothelial growth factor. Berikatan dengan vascular endothelial
growth factor receptor-1 dimana telah diketahui kadarnya akan meningkat saat
kehamilan. PE dikaitkan dengan penurunan produksi PlGF oleh plasenta.
Penurunan produksi dari PlGF ini berhubungan dengan terjadinya PE.
Kebalikan dari skrining biofisik, konsentrasi PAPP-A dan PlGF ini menurun
pada usia kehamilan 11-13 minggu pada wanita yang mengalami PE. Terdapat
pula korelasi linear yang positif antara kadar dari kedua marker ini dengan umur
kehamilan saat melahirkan. 6

3.3 Epidemiologi
Preeklampsia diperkirakan telah menyebabkan kematian bagi hampir 50.000
wanita hamil di dunia. Kondisi tersebut merupakan penyumbang mortalitas dan
morbiditas maternal dan perinatal terbesar. Adapun insiden terjadinya preeklampsia
berkisar antara 2-10% dari kehamilan di berbagai negara, dengan presentase yang
lebih tinggi seringkali ditemukan pada negara berkembang.7
Preeklampsia diketahui menyumbang lima kali lipat jumlah kematian
perinatal pada negara berkembang.5 Tidak hanya itu, di negara maju seperti
Amerika Serikat, preeklampsia juga merupakan salah satu dari komplikasi yang
paling sering terjadi, dengan prevalensi mencapai 5-7% kehamilan.3
Di Indonesia sendiri, insiden terjadinya HDK, termasuk preeklampsia di
dalamnya, mencapai angka 3,4-8,5%. Selain itu, HDK juga menjadi penyebab
kematian ibu terbesar setelah komplikasi puerperium dan perdarahan
pascapersalinan, dengan presentase sebesar 32%. Sedangkan di RSUP Sanglah,
PEB memiliki prevalensi terbesar dari seluruh spektrum HDK, yaitu sebesar
4,7%.5

3.4 Patofisiologi
Di Indonesia Sampai saat ini, penelitian mengenai mekanisme
22
terjadinya preeklampsia telah dilakukan sejak tahun 2200 SM.4 Banyak teori
yang menjelaskan patofisiologi terjadinya preeklampsia pada ibu hamil. Namun,
teori yang berkembang saat ini adalah mengenai preeklampsia sebagai 2- stages
disease, yang berarti bahwa mekanisme patofisiologi terjadinya preeklampsia
dapat dibagi menjadi dua tahapan. Pertama disebabkan oleh terjadinya proses
abnormalitas pada implantasi plasenta yang terjadi < 20 minggu usia kehamilan,
kemudian diikuti dengan tahapan kedua, yaitu dampak implantasi yang buruk
tersebut sehingga terjadi aktivasi sel endotel dan inflamasi.3,4 Akibat
abnormalitas implantasi plasenta, dapat terjadi hipoksia plasenta dan reperfusi
hipoksia yang menghasilkan kerusakan pada sinsitium dan gangguan
pertumbuhan pada janin.
1. Teori Kelainan Invasi Trofoblas pada Implantasi Plasenta
Arteri spiralis merupakan percabangan sistem vaskularisasi yang berfungsi
memberikan aliran darah bagi rahim dan plasenta pada masa kehamilan. Pada
implantasi yang normal, terjadi proses remodeling arteri spiralis yang
berperan untuk memberikan vaskularisasi dari ibu kepada janin.1
Pada trimester pertama, cytotropoblast stem cells akan membentuk lapisan
sinsitiotropoblas dan beragregasi membentuk sederetan trofoblas yang invasif,
yang menyusun vili koriales yang disebut “anchoring villous tropoblast”.
Cytotropoblast di dalam vili tersebut akan menembus sinsitium pada beberapa
tempat sehingga membentuk suatu kelompok sel berlapis yang disebut
“extravillous tropoblast cells”. Kelompok sel inilah yang secara fisik
menghubungkan plasenta dengan dinding uterus ibu. Perkembangan
selanjutnya dari sel trofoblas ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur pert
ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur pertama yaitu sel-sel tersebut
menginvasi dinding uterus (interstitial invasion) dan jalur kedua adalah sel sel
itu menembus pembuluh darah (endovascular invasion). Invasi endovaskuler
ke arteri spiralis ini merupakan bagian yang sangat penting pada proses ini, di
mana peristiwa peristiwa ini terjadi terjadi paling awal pada umur kehamilan
4- 6 minggu. Proses tersebut terjadi dalam dua gelombang, gelombang
pertama menembus pembuluh darah di desidua dan yang kedua menembus
pembuluh darah pada tingkat miometrium. Setelah mengalami invasi,
trofoblas nantinya akan menggantikan posisi endotel dan lapisan muskularis
pembuluh darah. Perubahan fisik arteria spirales seperti itu menyebabkan
23
suatu kondisi sirkulasi darah yang “high flow” dan “low resistance” sehingga
aliran darah ke plasenta menjadi sangat besar.4
2. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu, Plasenta, dan Janin
Faktor imunologik dianggap merupakan salah satu penyebab terjadinya
preeklampsia. Adanya teori ini didukung dengan adanya fakta bahwa
primigravida mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan
multigravida. Begitu pula apabila seorang ibu multipara menikah lagi, maka ia
akan mempunyai risiko menderita preeklampsia yang lebih besar
dibandingkan
apabila pasangan/suaminya tetap. Hal tersebut dikarenakan oleh pada ibu
yang sudah pernah hamil dari suami pertamanya, maka ibu tersebut telah
memiliki toleransi terhadap materi genetik yang dibawa oleh suami
pertamanya.
Sementara, apabila ibu kembali hamil dengan suami kedua, maka akan
terdapat materi genetik baru sehingga menyebabkan reaksi imunologis
terhadap plasenta. Hasil konsepsi merupakan hasil penggabungan materi
genetik dari ibu dan suami. Oleh karena hasil konsepsi tersebut tidak
seutuhnya merupakan bagian dari ibu, maka hasil konsepsi dapat dianggap
sebagai benda asing yang berada pada tubuh ibu. Namun, pada wanita dengan
kehamilan normal, terdapat human leukocyte antigen protein G (HLA- G)
yang berperan penting untuk memodulasi respons imunitas ibu, sehingga ibu
tidak memberikan reaksi penolakan imunitas terhadap hasil konsepsi yang
dikandungnya. Selain itu, adanya HLA-G juga berperan untuk membantu
proses terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.1
Pada HDK, terdapat penurunan ekspresi HLA-G oleh trofoblas
ekstravillus pada ibu. Adapun mekanisme terjadinya peningkatan pembuluh
darah adalah akibat terganggunya proses invasi trofoblas ke dalam lapisan
desidua ibu. Hal tersebutlah yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan
terjadinya dilatasi pada arteri spiralis dan menyebabkan tekanan darah
meningkat.1,4
3. Teori Genetik
Adanya faktor genetik atau keturunan pada preeklampsia dikaitkan oleh
karena terdapatnya interaksi yang berasal dari berbagai gen paternal maupun
maternal. Adapun di antaranya adalah methylene tetrahydrofolate reductase
24
(MTHFR), F5 (Leiden), AGT ( (MTHFR), F5 (Leiden), AGT (M235T), HLA
M235T), HLA (Various), NOS3 (Glu 298 Asp), F2 (G20210A), ACE
(I/DatIntron 16), CTLA4, LPL, dan SERPINE1. Gen tersebut memiliki
kontrol di dalam mengatur sistem regulasi enzimatik dan metabolisme setiap
organ di tubuh. Adanya paparan faktor risiko dari ibu maupun lingkungan,
dapat memicu reaksi genetik sehingga menyebabkan preeklampsia.
Ditemukan bahwa insiden preeklampsia terjadi pada 20-40% pada wanita
dengan riwayat
ibu mengalami preeklampsia, serta 11-37% pada wanita dengan saudara
kandung perempuan juga mengalami preeklampsia. preeklampsia. Meskipun
Meskipun demikian, demikian, wanita yang memiliki memiliki genotif
genotif preeklampsia belum tentu memiliki ekspresi fenotip yang serupa yang
serupa dengan wanita lain dengan genotif yang sama.4

3.5 Diagnosis
Diagnosis preeklampsia berat apabila didapatkan satu atau lebih gejala di
bawah ini pada usia kehamilan > 20 minggu:3,8,9,10
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat dan menjalani
tirah baring
2. Proteinuria lebih dari 5 g/L dalam 24 jam atau pada pemeriksaan kualitatif
+1
3. Oligouria. Jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Adanya keluhan subjektif:
a. Gangguan visus: mata berkunang-kunang
b. Gangguan serebral: kepala pusing
c. Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen
d. Hiperefleks
5. Adanya sindroma HELLP ( Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelets Count)
6. Edema paru atau sianosis
7. Pertumbuhan janin terhambat (PJT).

25
3.6 Penatalaksanaan

Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan


dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan;
maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Aktif: berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan
dengan pemberian pengobatan medikamentosa.5
Perawatan Konservatif
Bila umur kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa adanya keluhan
subjektif dengan keadaan janin baik Pengobatan dilakukan di kamar
bersalin (selama 24 jam)
a. Tirah baring miring ke sisi kiri secara intermiten
b. Infus Ringer Laktat yang mengandung 5% Dekstrose
c. Diberikan MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
 Loading dose (initial dose): 4g MgSO4 40% dilarutkan dalam
normal Saline I.V/ 10-15 menit
 Maintenance dose: MgSO4 1g/jam/IV dalam 24 jam
 Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40%(10 cc) dilarutkan dalam Normal Saline 10
cc I.V. /10-15menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15 cc) dimasukkan
ke dalam satu botol (500 cc) larutan Ringer Dektrose 5% diberikan
perinfus dengan tetesan 28 tetes per menit atau habis dalam 6 jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4 lanjutan:
- Refleks patella normal
- Respirasi > 16 kali/menit
- Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5
cc/kgBB/jam
- Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc.
 Antidotum: bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4, maka
diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3
menit.
d. Pemberian antihipertensi jika tekanan darah ! 180/110 atau MAP >
26
125 mmHg. Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip. Jika
tidak tersedia nifedipin, maka dapat diberikan methyldopa 500-3000
mg per oral dibagi 2-4 dosis.
e. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal)
dan jumlah produksi urine 24 jam Konsultasi dengan bagian penyakit
dalam, bagian mata, bagian jantung, dan yang lain sesuai dengan
indikasi
3. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama
24 jam di ruang bersalin)
a. Tirah baring
b. Medikamentosa
c. Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi,
homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine
24 jam, penimbangan berat badan setiap hari, dan indeks gestosis
d. Diet biasa
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
4. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
b. Kenaikan progresif dari tekanan darah
c. Adanya sindroma HELLP
d. Adanya kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
5. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan dengan
tanda-tanda preeklampsia, perawatan dilanjutkan sekurang- kurangnya
selama 3 hari lagi
6. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan
dengan terminasi.

27
Perawatan Aktif
1. Bila umur kehamilan > 35 minggu
2. Kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu
3. Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan
bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal akut, stroke, edema paru,
solutio plasenta dan fetal distress.
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop >5. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai
kala II dalam waktu 24 jam
Indikasi seksio sesarea adalah :
a. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
b. Induksi persalinan gagal,
c. Terjadi gawat janin.

3.7 Prognosis
Prognosis preeklampsia dapat dibedakan menjadi prognosis pada ibu dan
bayi. Prognosis pada ibu sangat tergantung pada waktu ditemukannya kondisi
preeklampsia pada ibu hamil, kondisi klinis ibu, hasil laboratorium, komplikasi
yang terjadi dan ketepatan pelaksanaan yang diberikan. Apabila preeklampsia
ditemukan lebih dini dan mendapatkan penatalaksanaan yang optimal, maka
prognosis cenderung baik. Bila ditemukan lebih lambat dengan kondisi ibu yang
buruk, hasil laboratorium buruk, dan terdapat komplikasi, maka prognosisnya
cenderung buruk. Prognosis preeklampsia pada bayi cenderung buruk. Adapun
risiko komplikasi pada bayi, yaitu pertumbuhan janin terhambat, kelahiran
prematur, sampai kematian janin dalam rahim.

Bekas Sectio Caesarea

Bekas sectio caesarea adalah tanda yang tertinggal yang diakibatkan oleh
luka operasi yang dibuat oleh ahli bedah yang bertujuan untuk melahirkan janin
dengan cara membuka dinding perut dan dinding uterus. Bekas sectio caesarea
juga dapat didefinisikan sebagai ibu yang sudah pernah mengalami pembedahan
untuk mengeluarkan janin di kehamilan sebelumnya, yang irisannya menembus
28
hingga mencapai cavumuteri. Bekas luka caesarea terdiri dari dua komponen yaitu
bagian hypoechoic pada bekas luka dan jaringan parut pada miometrium yang
dinilai sebagai ketebalan miometrium residual (KMR). Ketebalan seluruh segmen
bawah rahim (SBR) diukur dengan menggunakan transabdominal sonografi,
sementara lapisan otot diukur dengan menggunakan transvaginal sonografi (TVS).
Ketebalan SBR harus dievaluasi karena berperan sebagai predikator terjadinya
rupture uteri (Suryawinata et al., 2019). Bekas luka operatif sectio caesarea pada
uterus akan mengalami perubahan selama proses kehamilan selanjutnya.
Peningkatan lebar rata-rata 1,8 mm dan 1,9 mm per trimester. Ketebalan
myometrium residual menurun rata-rata 1,1 mm per trimester.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasca sectio caesarea adalah infeksi
jahitan. Akibat dari infeksi tersebut maka luka bekas sectio caesarea akan terbuka
dalam minggu pertama pasca operasi. Luka yang terbuka di kulit atau 23 subkulit
atau sampai fascia atau disebut dengan bust abdomen. Selain itu juga bisa
mengakibatkan ruptur uteri

29
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dari anamnesis didapatkan Pasien mengatakan bahwa


perut kencang kencang tersebut muncul sejak kurang lebih pukul 14.00 WIB pada
tanggal 31 Januari 2023.. Belum ada nyeri perut hilang-timbul, belum ada keluar
air dari vagina. Pasien kontrol kehamilan ke RS Ibnu Sina Gresik. Selama kontrol
kehamilan tekanan darah pasien selalu stabil. Tekanan darah pasien mulai
meningkat saat kehamilan memasuki minggu ke 32. Pasien menyangkal adanya
darah tinggi sejak awal kehanilan dan riwayat darah tinggi di keluarga. Riwayat
kejang, sakit kepala, pandangan mata kabur, nyeri di ulu hati, mual muntah
seluruhnya disangkal.

Dari hasil pemeriksaan fisik “Head to Toe”, dilakukan pemeriksaan


inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Saat dilakukan pemeriksaan Obstetri:
Leopold I Teraba bagian lunak dan TFU 34cm, Leopold II Teraba punggung
kanan, sebelah kiri teraba bagian bagian kecil,Leopold III Teraba kepala Leopold
IV kepala janin masuk panggul. Pada auskultasi janin, DJJ Positif, Teratur, 150
x/menit dan dilakukan, sehingga pasien di diagnosa Diagnosis utama : G3PI0II
36/37Minggu T+H + PEB + Inpartu Kala I Fase Laten + BSC 1x dan
direncanakan untuk MRS dan disarankan untuk SC.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo Ed. 3 Cet. 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010;
hal. 530-560.

2. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan


Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013;
hal. 109-117.

3. Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension in Pregnancy.

Washington: American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013.


4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno, KJ, et al. William’s Obstetric 24th Edition.
New York: McGraw Hill Education. 2014; hal. 728-770.

5. Sutopo H dan Surya IGP. Characteristics of patients with hypertension in

pregnancy at Sanglah Hospital. Indones J Obstet Gynecol. July 2011; 35(3):


6. Carson MP. Hypertension and Pregnancy. Medscape. Diakses melalui:
http://emedicine.medscape.com/article/261435. Diakses pada: 15 November
2018.
7. Shamsi U, Saleem S, Nishter N. Epidemiology and risk factors of preeclampsia;
an overview of observational studies. Al Ameen J Med Sci. 2013; 6(4):292-300.
8. Anonim. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF Obsterti
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. 2015.
9. Duhig KE dan Shennan AH. Recent advances in the diagnosis and management
of pre-eclampsia. F1000 Prime Reports. 2015;7:24.
10. SMFM. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks’
gestation. Am J Obstet Gynecol. 2011.
11. WHO. WHO Recommendations for Prevention and Treatment of Pre- eclampsia
and Eclampsia. Geneva: WHO Library and Cataloguing in Publication Data.
2011.

31
32
33
34
36

Anda mungkin juga menyukai