Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

“Pre Eklamsia Berat”

Oleh :
dr. Rosyid Ahmad

Pembimbing
dr. Selamet Ariyanto
dr. Devi Amuwardani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT WIJAYA KUSUMA
LUMAJANG
FEBRUARI 2021-FEBRUARI 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta ma’unah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan kasus yang berjudul ”Pre Eklamsia Berat” Saya berterima kasih kepada dr.
Selamet Ariyanto dan dr. Devi Amuwardani selaku dokter pembimbing lapangan yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya membimbing saya dalam proses penyelesaian laporan kasus
ini.
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah wawasan
pembaca tentang Pre Eklamsia Berat. Kritik dan saran terhadap penyusunan laporan kasus ini
sangat penulis harapkan, sehingga nantinya dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Demikian pengantar dari saya, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Lumajang, April 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI

Judul ......................................................................................................................
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ................................................................................................. 2
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................ 3
2.1 Identitas Pasien ..................................................................................... 3
2.2 Anamnesis ............................................................................................ 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ................................................................................. 4
2.4 Differensial Diagnosa ............................................................................ 4
2.5 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 5
2.6 Tatalaksana ........................................................................................... 7
2.7 Planning monitoring .............................................................................. 7
2.8 Diagnosa ............................................................................................... 7
2.9 Prognosis .............................................................................................. 7
2.10 Follow Up ........................................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9
3.1 Definisi dan Etiologi ............................................................................. 9
3.2 Epidemiologi....................................................................................... 10
3.3 Kriteria Diagnosis ............................................................................... 13
3.4 Patogenesis ......................................................................................... 13
3.5 Penatalaksanaan .................................................................................. 15
3.7 Komplikasi.......................................................................................... 21
3.8. Prognosis ........................................................................................... 37
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................. 38
4.1 Pembahasan ........................................................................................ 38
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak ringan, maka
dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development Goals (MDGs) dengan
maksud manusia sebagai fokus utama program pembangunan. Dari semua target yang
ingin dicapai MDGs, khususnya tentang kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) secara global masih rendah, sehingga perlu
target dimasa mendatang pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Diharapkan dengan mengetahui
sedini mungkin faktor-faktor risiko untuk terjadinya komplikasi selama kehamilan dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Hal ini masih membutuhkan
komitmen dan usaha keras yang terus menerus untuk mewujudkan MDGs.1
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka kematian
ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi penyebab
kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-eklampsia, jalan lahir
sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia diperkirakan 3,2% dari di
setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total sekitar lebih dari 4 miliar kasus per
tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh WHO tahun 2011,
dengan peserta wanita yang hamil atau wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di
periode antara tahun 1997-2002, terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan
preeklampsia. Selain itu preeklampsia merupakan pembunuh nomor satu penyebab
kematian ibu di Amerika Latin sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak
9,1%. Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab
kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama negara
yang sedang berkembang.2,3,4
Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda kesehatan yang
paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan terjadi 300–400 kematian
ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia meninggal setiap jamnya karena
kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika
dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun 2015 dimana
AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih tergolong tinggi. 3,5
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara mendasar
dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh penatalaksanaan yang
dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk preeklampsia. Namun demikian,
preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak penyebab morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin di Indonesia, sehingga masih menjadi kendala dalam penanganannya. Oleh
karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia,
serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi,
edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan
antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam
usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap
faktor-faktor predisposisi yang lain.6,7
Untuk menurunkan angka kematian karena eklampsia ini, maka ketersediaan akses
untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara rutin dilakukan 4 kali selama
periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal ini dapat memberikan pengaruh
positif sikap wanita terhadap Antenatal Care secara benar. Upaya pencegahan,
pengamatan dini, dan terapi sangat penting untuk mencegah angka kematian pada
ganguan ini.8

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Pre-Eklamsia Berat?
2. Bagaimana penegakan diagnosa Pre-Eklamsia Berat mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjangnya?
3. Bagaimana penatalaksanaan pada Pre-Eklamsia Berat?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui penegakan diagnosis dan tatalaksana Pre-Eklamsia Berat

1.4 Manfaat
Tugas laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan ilmu
pengetahuan terhadap penegakan diagnosa dan kejadian dari Pre-Eklamsia Berat

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. RP
No. RM : 143035
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
TTL : 03 Agustus 1983
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Lumajang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 26 Maret 2021
2.2 Anamnesis
1. Keluhan utama : Sesak nafas.
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengatakan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, keluhan semakin memberat mulai
pagi hari ini. Dada terasa berat dan berdebar-debar. Sesak bertambah berat jika pasien
berjalan walaupun hanya beberapa langkah dan berkurang dengan istirahat. Pasien juga
sesak ketika terlentang, sehingga pasien berbaring dengan setengah duduk. Pasien tidak
merasakan mual dan muntah. Pasien tidak merasakan sakit kepala maupun pusing. Keluhan
lain seperti ada demam sebelumnya disangkal dan batuk maupun pilek juga disangkal.
Pasien baru saja melahirkan dengan operasi caecar 1 minggu yang lalu dengan indikasi bayi
kembar . Kehamilan ini adalah kehamilan ketiga dengan kelahiran pertama dan kedua
secara normal dan tanpa penyulit. Riw. Menggunakan KB suntik tiap bulan.

3. Riwayat penyakit dahulu


a. Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
b. Riwayat trauma dan operasi : disangkal
b. Riwayat Kencing Manis : disangkal
c. Riwayat Darah Tinggi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat Sakit Ginjal : disangkal
f. Riwayat Asam Urat : disangkal
g. Riwayat Kolesterol : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat Penyakit Serupa : disangkal
b. Riwayat Darah Tinggi : disangkal
c. Riwayat Kencing Manis : disangkal
d. Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
e. Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal.
5. Riwayat sosial ekonomi :
Pasien memiliki golongan ekonomi menengah kebawah
6. Riwayat gizi :
Pola makan teratur 2-3x sehari dengan gizi standar
7. Riwayat pengobatan : belum pernah diobati sebelumnya
8. Riwayat Alergi :
Tidak ada
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Generalisata
1. Keadaan Umum : Baik, independent ambulation
2. GCS : 456 (kesadaran compos mentis)
3. Tanda Vital :
a. Tensi : 206/129 mmHg
b. Nadi : 109 x/menit
c. RR : 28x/menit
d. Suhu : 37,1
e. BB : 83 Kg
f. TB : 162 cm
4. Kepala dan Leher : DBN
5. Thoraks : Cor : s1s2 reguler, gallop (+), murmur (-)
Pulmo : Rh -/-, wz -/-, vesikular +/+
6. Abdomen : Soefl (+), BU (+) normal, nyeri tekan (-)
7. Ekstrimitas atas : motoris 5555, sensoris 5555, akral hangat +/+
8. Ekstrimitas bawah : motoris 5555, sensoris 5555, akral hangat +/+
2.4 Diffential Diagnosa
 Preeklamsia Berat
 Cardiomoipaty peripartum
 HELLPS syndrome
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a) EKG

b) Foto Ro. Thorax

c) Pemeriksaan Lab
No. Pemeriksaan Hasil Rujukan Keterangan

1 Darah Lengkap

HB 10,8 P : 12-14

Leukosit 13.000 3.800-9.800

Hitung Jenis

Eos 0 0-2

Baso 0 0-1

Stab 0 3-5

Seg 79,4% 54-62

Lym 13.5% 20-48

Mono 7,1% 2-10

LED 24 mm/jam 0-20 (Perm)

Erytrosit 4.600.000 4.000.000-


5.500.000
Trombosit 328.000 150.000-
450.000
Hematokrit (PVC) 32,3% 36-48

2 Faal Hemostasis

PPT 10,3 INR 0,75 12-19

KPTT/APTT 29,6 detik 27-42

3 Urin Lengkap

Albumin Positif +++ Negatif

4 Gula Darah

Gula Darah Acak 100 mg/dL <140

2.6 Tatalaksana
- O2 Masker 6-8 Lpm
- Inf. RL 7 tpm
- Nicardipine Syring Pump 10,5 cc/jam
- Furosemide 2 amp
- Pasang DC
- Konsul dr. Anastesi dan dr. Sp. JP
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat
dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.9, 10,11
Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia,
namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, kecuali edema
anasarka yang bisa ditandai dengan kenaikan berat badan >500 gr/minggu.12
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan
tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat membantu ditegakkannya
diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak
waktu 4 jam pada keadaan istirahat.12,13
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang
kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+
atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream
yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul
lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.10,11
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia,
namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh seperti
pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan harus tetap diwaspadai. Edema
dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami
kenaikan berat badan sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama
kehamilan. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya
pre-eklampsia.10,11,13
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya
DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada
berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal. 10,13
Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah satu atau lebih
dari gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini :14
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai kenaikan
tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15 mm/Hg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau
kuantitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream.
2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai kenaikan
tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya proteiunuria 5 gr atau lebih per
liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+ atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah
urin kurang dari 500cc per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan,
rasa nyeri di epigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni,
gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin terhambat.
3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul dengan koma.

Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain : 9,12


1. Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg sebelum
hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau bila terdapat hipertensi
didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan persisten 12 minggu setelah
melahirkan.
2. Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg untuk
pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat proteinuria, dan tekanan darah
kembali normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.
3. Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg setelah
usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang
bormal dan adanya proteinuria (0,3 gr protein dalam specimen urin dalam 24 jam),
sedangkan eklampsia didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan
dengan kasus lain pada wanita dengan preeklampsia.
4. Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap hipertensi kronis)
dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah proteinuria > 300 mg/24
jam pada ibu hamil dengan hipertensi, tetapi tidak ada proteinuria sebelum usia
gestasi 20 minggu.

3.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari
kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari
kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di
negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di
negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per
10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi secara
luas. Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang
angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika
seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%.
Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai 16,7% Dan juga preeklampsia
ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih
tinggi dari pada ibu multipara .4,7,15
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan bukti
bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu
hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.5
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia
/eklampsia.9,12,13

a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia
lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
c. Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak Negara
d. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai + 25%
e. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan
janin.
f. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian
juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
g. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
h. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih
tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
i. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik.
j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan
preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat
diabetesnya.
l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan
preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia
kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan
pada pre-eklampsia.
m. Riwayat pre-eklampsia.
n. Kehamilan pertama
o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
p. Obesitas
q. Kehamilan multiple
r. Diabetes gestasional
s. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis.

3.3 Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : 6,7,9,13,16,17
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking
Antibodies” akan lebih banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis,
sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan
natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. 2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar
mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya
preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi
deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

3.4 Gejala Klinis


Gejala preeklampsia adalah :10
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.

3.5 Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan
dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar
terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasenta, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi
darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan
kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan
absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada
janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon
(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar
kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis
prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler
terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang
resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme.
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan
aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan
pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia
dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1
yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen
tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem
organ.18

Fungsi organ-organ lain :12,13,19


a. Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi
spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%.
Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan
kejang / eklampsia.
b. Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan
dengan beratnya penyakit.
c. Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus
berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut
dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga
peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).
d. Sirkulasi uterus , koriodesidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang
terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir
kehamilan.
- Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
- hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron)
sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
- karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan
nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai
hipoksia dan kematian janin.

3.6 Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut : 10,11,18
1. TD ≥ 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Gangguan visus dan cerebral
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet
Counts)

Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut : 10,11


1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif

3.7 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :16
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi
pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan berat badan
secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.

3.8 Pemeriksaan Penunjang


Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk
preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun
ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar
asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan
resiko terjadinya preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita
dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim
hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, protein total, reduksi bilirubin, sedimen
pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan
pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu dilakukan pemeriksaan USG.
Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas
penyakit.13,20

3.9 Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin, ada
tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin
dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian
bayi 42.2% -48.9%.9,13

3.10 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria
atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia.

3.11 Diagnosis Banding


Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :6,16
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Kehamilan dengan payah jantung,
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,

3.12 Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-
kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan
fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita
adalah sebagai berikut :7
1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus
dextrose/ringer laktat.
4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops. Selain
itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel.
2. Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat
selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.

1. Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16
a. Indikasi
- Keadaan Ibu:
 Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
 Adanya gejala-gejala impending eklampsia
 Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan
TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah)
 Adanya Sindrom Hellp
- Keadaan Janin
 Adanya tanda-tanda gawat janin
 Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim
b. Pengobatan Medisinal
- Segera MRS.
- Tirah baring miring ke satu sisi.
- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
- Antasida.
- Obat-obatan :
 Anti kejang:
i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam
10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak
ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 %
dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc
larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan
4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7
cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak
mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan 4
gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran
pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan
selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-
7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar
12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal 3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam
waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
ii. Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak
dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika
dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
iii. Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi ginjal. Diberikan
furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).
iv. Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg diastolik > 110
mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan
kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
- Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres (clonidine) injeksi 1
ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV
pelan  5 mnt, 5 mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml
pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD normotensif.
- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang
diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100 mmHg
v. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi
cepat dengan cedilanid.
vi. Lain-lain :
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu
dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari.
- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat
diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam
sebelum janin lahir.
- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)
c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i. Induksi persalinan :
- amniotomi
- tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart
monitoring.
ii. Seksio sesaria bila :
- Fetal assesment jelek
- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
kontraindikasi tetesan oksitosin.
- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
- Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :
Kala I
i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
ii. Fase aktif :
- Amniotomi saja
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan
seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum
ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-
kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37
minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi
paru janin dengan memberikan kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
- keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri dilanjutkan dengan 4
g IM setiap 6 jam
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan diteruskan sbb
: beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.
c. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan konservatif gagal
dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4
20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila :
- Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah
dirawat selama 3 hari.
- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan
1-2 minggu).

3. Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin tingginya
angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsia adalah menurunnya
kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi
bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalu lama, mencegah agar konvulsi berkurang,
menyelamatkan jiwa maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat. 10,11,18
a. Prinsip pengobatan :
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
i. Obat untuk anti kejang
- Mg SO4
 Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul 8 g 40%
IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.
 Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24 jam paska
persalinan atau 24 jam bebas kejang.
 Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan. Pemberian
IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul kejang lagi, berikan pentotal
5 mg/KgBB/IV pelan-pelan
 Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum Glukonas Kalsikus
10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.
- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan MgSO4
secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.
- Perawatan kalau kejang :
 Kamar isolasi yang cukup terang
 Pasang sadep lidah ke dalam mulut
 Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap
 Oksigenisasi yang cukup
 Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur
- Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan
 Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
 Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita
 Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan dalam
bentuk NGT
ii. Memperbaiki keadaan umum ibu
- Infus D5%
- Pasang CVP untuk :
 Pemantauan keseimbangan cairan
 Pemberian kalori
 Koreksi keseimbangan asam basa
 Koreksi keseimbangan elektrolit
iii. Mencegah komplikasi
- Obat-obat antihipertensi
Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih (nifedipine,catapres)
- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan fungsi ginjal
- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung, edema paru,
dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan cedilanid.
- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV
- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol
- Kortikosteroid
iv. Penanganan pada edema paru akut :
- Oksigen
- Morfin
- Furosemid
- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi
v. Terminasi kehamilan
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian anti kejang terakhir
- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar
- Untuk koma tentukan skor tanda vital
STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam  kalau ada perubahan terminasi
Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB

3.13 Pencegahan
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera
apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel yang dapat
menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada akhirnya menghasilkan
oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga untuk mencegahnya bisa diberikan
antioksidan, yang dibagi menjadi 3 golongan :
- Antioksidan primer

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru


dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang
lebih stabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzim superoksida
dimustase (SOD), katalase, dan glutation dimustase.

- Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah


terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin
E, Vitamin C, dan β-karoten.

- Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang


disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA
pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.13,21
Skrining Preeklamsi

Gambar 3. 1 Bagan Skrining Preeklamsi (Gumilar, 2016)


BAB IV
PEMBAHASAN

No KASUS TEORI
Anamnesis
Pasien mengatakan sesak nafas sejak 1 hari Pre eklamsia berat.
yang lalu, keluhan semakin memberat mulai Gejala subjektif pada peb adalah sakit
pagi hari ini. Dada terasa berat dan kepala, sesak, nyeri ulu hati, gangguan
berdebar-debar. Sesak bertambah berat jika penglihatan.
pasien berjalan walaupun hanya beberapa
langkah dan berkurang dengan istirahat.
Pasien juga sesak ketika terlentang,
sehingga pasien berbaring dengan setengah
duduk. Pasien tidak merasakan mual dan
muntah. Pasien tidak merasakan sakit
kepala maupun pusing. Keluhan lain seperti
ada demam sebelumnya disangkal dan batuk
maupun pilek juga disangkal. Pasien baru
saja melahirkan dengan operasi caecar 1
minggu yang lalu dengan indikasi bayi
kembar . Kehamilan ini adalah kehamilan
ketiga dengan kelahiran pertama dan kedua
secara normal dan tanpa penyulit. Riw.
Menggunakan KB suntik tiap bulan.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien yang Pre eklamsia berat
dilakukan di IGD didapatkan pasien Gejala preeklampsia adalah :
tampak lemah, dengan kesadaran umum 1. Hipertensi
compos mentis dengan Tensi: 206/129 2. Edema
mmHg, Nadi : 109 x/menit, RR: 28x/menit, 3. Proteinuria
Suhu : 37,1, BB: 83 Kg, TB : 162 cm
Pada pemeriksaan fisik didapatkan semua
dalam batas normal, pasien mengalami
sesak nafas cepat dan dalam,
Pemeriksaan Penunjang
Pada saat di IGD hanya dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan gula darah
acak. Pemeriksaan profil lipid, fungsi hepar,
fungsi hepar dan pemeriksaan elektrolit
darah didapatkan setelah pemeriksaan ulang
diruangan.
Pada pasien ini didapatkan peningkatan
albumin urin +++.

Penatalaksanaan
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini Pre eklamsia berat
adalah MRS, penanganan kegawatdaruratan 1. Selama perawatan konservatif :
berupa observasi dan evaluasi sama seperti
- O2 Masker 6-8 Lpm perawatan aktif hanya disini tidak
- Inf. RL 7 tpm dilakukan terminasi.
- Nicardipine Syring Pump 10,5 cc/jam 2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah
- Furosemide 2 amp mempunyai tanda-tanda pre
- Pasang DC eklampsia ringan, selambat-
- Konsul dr. Anastesi dan dr. Sp. JP lambatnya dalam 24 jam.
3. Bila setelah 24 jam tidak ada
perbaikan maka dianggap pengobatan
konservatif gagal dan harus
diterminasi.
4. Bila sebelum 24 jam hendak
dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram
intravenous.
KIE
Pada pasien pasien tenang dan di KIE Prinsip KIE.
tentang bedrest dan komplikasi terburuk 1. Edukasi
pada pasien. 2. Terapi Nutrisi Medis
3. Jasmani
4. Terapi Farmakologis

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam Pre eklamsia berat
Quo ad functionam : dubia ad bonam Penentuan prognosis ibu dan janin sangat
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam bergantung pada umur gestasi janin, ada
tidaknya perbaikan setelah perawatan,
kapan dan bagaimana proses bersalin
dilaksanakan, dan apakah terjadi
eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-
25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.9,13
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus atas nama Ny. RP usia 37 tahun didiagnosis dengan
Pre Eklamsia Berat. Diagnosis tersebut diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yaang telah dilakukan. Atas dasar diagnosis diatas, terapi yang
diberikan berupa oksigenasi, rehidrasi, actrapid, koreksi elektrolit, terapi simtomatik serta
dan suportif. Pada pasien ini dilakukan edukasi untuk menjalankan pedoman
penatalaksanaan Pre Eklamsia Berat yang meliputi edukasi tentang penyakit, terapi termasuk
kepatuhan dan efek samping obat, prognosis

5.2 Saran
 Perlunya penegakan diagnosis sedini dan penanganan adekuat sehingga dapat mencegah
komplikasi dari PEB dan tetalaksana segera pada PEB
 Pentingnya diagnosis dini pada peritonitis dan kolangitis serta menentukan apakah perlu
dilakukan tindakan segera agar mencegah perburukan pada pasien
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, Chrisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC
Adhitya, Indra. 2010. Edema Paru Sebagai Faktor Risiko Kematian Maternal pada Pre-ek
lampsia/Eklampsia. Surakarta : UNS
Alsagaff, H., Mukty, H. A. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press, pp. 323-328
Basier, D, 2010, Edema Paru dalam Respirologi Anak , Jakarta : Badan Penerbitan IDAI.
Behrman. 2002. Proteinuria Patologis dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Jakarta : EGC
Ghazali, A.V., Sastromihardjo, S. 2002. Studi Cross Sectional, dalam: Dasar- Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto, pp. 97-108
Greenberg, M. 2007. Pre-eklampsia/Eklampsia dalam Teks Kedokteran Kedaruratan Jilid 2 .
Jakarta : Penerbitan Erlangga, pp.378-79
Hakimi, M. 2003. Fisiologi dan Patologi Persalinan ( terjemahan ). Jakarta : Yayasan
Essensia Medica.
Hecker, Moore. 2001. Kelainan Kehamilan Hipertensif dalamEsensial Obstetri dan
Ginekologi Ed. 2. Jakarta : Penerbit Hipokrates
James, et al. 2010. Prevent Complications of Pregnancy-Associated Hypertension.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa0908056#t
Johnson, R. 2010. Renal Complications in Normal Pregnancy at Comprehensive Clinical
Nephrology. United States of America : Elsevier Saunders
Kartaka, M. K. 2006. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi dalam Kehamilan. Indonesian
Journal of Obstetric and Gynecology. Jakarta : EGC pp. 30 (1), 55-8
Libby, P. 2008. Pulmonary Edema. In Braunwald’s Heart Disease. 8th edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders
Lang, F. 2007. Penyakit Ginjal pada Kehamilan dalam Teks& Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: EGC, pp. 80-81
Manuaba I, B, G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC. pp. 401-31 Murti, B.
2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang
Kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press, pp. 68-69
Mose, J. 2002. Prevention of Pre-eklampsia in Proceedings of the 3rd Scientific Meeting on
Feto-Maternal Medicine. Surabaya : Airlangga press
Prawirahardjo, S. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dalam Ilmu Kebidanan
. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka.
Prawirohardjo, S. 2007. Pre-eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta :
yayasan Bina Pustaka. pp : 280 – 301.
Price, S,dkk, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jakarta, : EGC
Robert, J. M. , Hubel, C. A. 2004. Oxydative Stress in Preeclampsia. American Journal
of Obstetric & Gynecology, pp. 117-118
Roeshadi, H.R., 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesak itan dan Angka Kematian Ibu pada
Penderita Preeklampsia dan Ek lampsia.
Roman AS, Pernoll ML. 2003. Late pregnancy complications. Dalam:DeCherney AH,
Nathan L, penyunting. Curren Obstetric & Gynecologic. Edisi ke 9. New York: Mc
Graw Hill. pp: 290-5.
Rozikhan. 2007. Faktor – Faktor Risiko Terjadinya Pre-eklampsia Berat di Rumah Sakit Dr.
H. Soewondo Kendal. Semarang : UNDIP (Thesis)
Sibernagl, S, dkk. 2007. Penyak it Ginjal pada Kehamilan dalam Teks& Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta: EGC, pp. 80-81
Siswardana, S. 2011. Manajemen Hipertensi dengan penyulit Proteinuria dalam Cermin
Dunia Kedokteran Vol. 38 no.1. Jakarta : CDK, pp. 7-11
Sudoyo, A, dkk. 2006. Proteinuria dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi 5. Jakarta :
Penerbitan FKUI, pp. 519-23
Wibowo B, dkk. 2006. Preek lampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp. 281-301
World Health Organization. 2007. Maternal Mortality in 2005.

Anda mungkin juga menyukai