Anda di halaman 1dari 62

CASE REPORT

PERTIMBANGAN TATALAKSANA KONSERVATIF PADA


MULTIGRAVIDA DENGAN PEB DAN PPCM

Disusun oleh :
Ulfa Titiswari Sugiardi
1102014271

Pembimbing :
dr. H. Suriyaman, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 24 JUNI - 31 AGUSTUS 2019
SERANG, BANTEN
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ I


KATA PENGANTAR ............................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN KASUS .................................................................................. 4
I. Identitas Pasien ....................................................................................................... 4
II. Anamnesis .............................................................................................................. 4
III. Pemeriksaan Fisik (04/07/2019) ............................................................................. 8
IV. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 10
V. Resume ................................................................................................................. 17
VI. Diagnosis .............................................................................................................. 20
VII. Rencana Tindakan ................................................................................................ 21
VIII. Laporan Operasi (04/07/2019) ............................................................................. 23
IX. Prognosis .............................................................................................................. 25
X. Follow-Up ............................................................................................................ 25
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 26
BAB IV ANALISA KASUS................................................................................. 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 59
BAB VI DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 60
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Karena atas rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “NY. M 29 TAHUN DENGAN PEB, IMPENDING
EKLAMPSIA, DAN PPCM”. Penulisan laporan kasus ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian obstetrik dan
ginekologi di RSUD dr. Drajat Prawiranegara.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima


kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama
kepada dr. Suriyaman, Sp.OG yang telah memberikan arahan serta bimbingan
ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam


penulisan laporan kasus ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik maupun saran
yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis berharap
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Serang, Agustus 2019

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan


dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia. Tiga penyebab utama
kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan
infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih
tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia
di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah
1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun
atau sekitar 5,3%. Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini
tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia,
berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan
perkembangan temuan antibiotik.
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.
Jantung ibu membuat penyesuaian kompensasi yang besar untuk
mengakomodasi tuntutan kehamilan dan menyusui. Pada beberapa wanita (hingga
0,04% di Amerika Serikat) gagal jantung, yang ditandai dengan disfungsi
ventrikel kiri berat, terjadi antara bulan terakhir kehamilan dan masa nifas awal
dalam penyakit yang dikenal sebagai kardiomiopati postpartum (PPCM).
Kardiomiopati peripartum atau postpartum (PPCM) adalah penyakit serius dengan
etiologi yang masih kurang dipahami. Sekitar 80% dari pasien simptomatik
sembuh, meskipun kurang dari 30% mencapai pemulihan lengkap dengan
normalisasi fungsi dan ukuran ruang ventrikel kiri.
Kejadian PPCM di Indonesia juga belum diketahui. Data dari Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita (2001-2005) menemukan 32 pasien yang didiagnosis
sebagai PPCM, dengan rentang umur 21 hingga 38 tahun. (Hartoyo dkk, 2010)

2
Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2015, lima penyebab kematian ibu
terbesar yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus
lama/macet, dan abortus. Kematian ibu di Indonesia masih di dominasi oleh tiga
penyebab utama yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK), dan
infeksi. Namun proporsi sekarang sudah berubah dimana perdarahan dan infeksi
cenderung mengalami penurunan sedangkan HDK mengalami peningkatan.3

Karena hipertensi dalam kehamilan yang juga berkontribusi pada kejadian


PPCM pada ibu hamil maupun yang telah melahirkan menunjukan peningkatan
kejadian di Indonesia, maka sebagai klinisi harus mengetahui dan dapat
memberikan tatalaksana awal pada hipertensi pada kehamilan tersebut.
Diharapkan dengan diagnosis dini dan terapi yang optimal, maka potensi untuk
pemulihan fungsi ventrikel pada kejadian PPCM akan lebih baik. Pada laporan
kasus ini akan dibahas seorang ibu 29 tahun dengan komplikasi kehamilan berupa
PEB dan PPCM.

3
BAB II

TINJAUAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 15 April 1990
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lebak Gempol Penancanganan Cipocok Jaya RT 002 RW
010 Kel Panancangan Cipocok Jaya Kab/Kodya Kota
Serang Prop. Banten
Nama Suami : Tn. R
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTA
Status Perkawinan : Menikah
No. Rekam Medis : 37.10.66
Tanggal Masuk : 03 Juli 2019, pukul 21.50 WIB

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di ruangan Bersalin di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Dradjat Prawiranegara pada hari Kamis, 4 Juli 2019
pukul 00.15 WIB.

• Keluhan Utama : Hamil 35 minggu dengan keluhan tekanan darah tinggi


• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang melalui IGD Maternal RSUD dr. Dradjat Prawiranegara
diantar oleh keluarganya pada hari Senin, 3 Juli 2019 pukul 21.50 dengan keluhan
tekanan darah tinggi. Sebelumnya, pasien kontrol rutin kehamilannya ke
puskesmas pada hari Minggu, 2 Juli 2019 ditemukan pasien mengalami darah
tinggi terukur 140/90 dan pasien mengeluh merasa pusing sejak 1 hari yang lalu.
Pasien mengaku selama kehamilan saat usia kandungan 7 bulan pasien mengeluh
mudah lelah saat beraktivitas sehari-hari dan sering merasa sesak napas jika posisi

4
ibu berbaring sehingga saat tidur harus menggunakan 2 bantal. Saat usia
kandungan 8 bulan, pasien mengatakan sering batuk tidak disertai dahak yang
hilang timbul.
Pasien rutin melakukan kontrol kehamilan sebulan sekali ke posyandu
maupun ke puskesmas namun baru kali ini mendapati tensinya tinggi. Pasien
kemudian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium urin. Pada 3
Juli 2019, pasien kemudian dirujuk ke RS Budi Asih dengan keluhan darah tinggi.
Dilakukan USG pada pasien oleh dokter Sp.OG dan dinyatakan usia kandungan
35 minggu. Pasien kemudian diperiksa tensinya terukur 140/90 dan pada surat
rujukan terlampir dari puskesmas didapatkan protein urin +1. Pasien mengaku
diberikan obat anti kejang, diinfus, dan dirawat di ruang IGD RS Budi Asih.
Setelah diobservasi lebih lanjut, tekanan darah pasien tidak kunjung turun saat
dilakukan pemeriksaan ulang didapati tensinya 160/100, serta kamar perawatan di
RS tersebut tidak tersedia sehingga pasien dirujuk ke RSUD dr Drajat
Prawiranegara.
Saat tiba di IGD Maternal RSUD dr Drajat Prawiranegara, pada
pemeriksaan ditemukan tensi pasien 170/100 disertai kaki pasien terlihat bengkak.
Selain itu pasien masih mengeluh adanya pusing namun menyangkal adanya
mual, muntah, pandangan kabur, dan nyeri ulu hati. Pasien juga menyangkal
adanya mules-mules seperti ingin melahirkan, keluar air-air maupun adanya lendir
bercampur darah dari jalan lahir pasien sebagai tanda-tanda persalinan. Pasien
kemudian direkam jantung untuk dikonsultasikan ke dokter spesialis jantung lalu
dipindahkan ke kamar bersalin pada tanggal 4 Juli 2019.
• Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku tidak pernah sakit seperti ini pada kehamilan sebelumnya.
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit jantung dan hipertensi diluar
kehamilan. Pasien menyangkal adanya sakit diabetes melitus, jantung, ginjal, hati
dan alergi. Pada kehamilan saat ini, pasien mengaku lebih mudah merasa lelah
jika melakukan aktivitas sehari-hari sejak usia kandungan 7 bulan. Selain itu
pasien juga mengeluh sering sesak napas saat beraktivitas atau saat posisi
berbaring semakin usia kandungannya membesar sehingga harus menggunakan 2
bantal saat hendak tidur. Pasien juga mengaku batuk hilang timbul saat usia

5
kandungan 8 bulan, batuk tidak disertai dahak namun dirasakan mengganggu
kegiatan pasien sehari-hari.
• Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, diabetes
melitus, sakit jantung, asma, dan alergi.
• Riwayat Operasi
Pasien menyangkal adanya riwayat operasi sebelumnya.
• Riwayat Pengobatan
Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan sebelumnya.
• Riwayat Menstruasi
➢ Menarche : 12 tahun
➢ Siklus : Teratur sebulan sekali
➢ Durasi : 6 – 7 hari
➢ Banyaknya : 2x ganti pembalut/hari , gumpalan (-)
➢ Dysmenorrhea : disangkal
• Riwayat Obstetrik
➢ Skor Obstetri : G2P1A0
Anak
No Tahun Usia Jenis Penolong Tempat Kelamin BB
Penyulit Keadaan
Persalinan kehamilan persalinan persalinan Persalinan
Sekarang

G1 Spontan Laki-
2013 9 bulan Bidan Klinik - 3510 Hidup
Pervaginam laki
G2 Kehamilan saat ini

➢ Riwayat kehamilan sekarang


o Hari Pertama Haid Terakhir : Lupa
o Taksiran Persalinan : 25 Juli 2019
o Usia Kehamilan : 35 minggu (berdasarkan USG dr.
Bambang, Sp.OG)
o Gerakan Janin Pertama : Pada bulan ke-4
o Pemeriksaan Uji Kehamilan : (+) bulan Desember 2018
o Morning Sickness : 3-4 minggu pertama kehamilan
o Pemeriksaan Antenatal (ANC): rutin ± sebulan sekali
o Masalah saat ANC : (-)

6
o Imunisasi : TT sebanyak 1 kali pada bulan ke 4
o Pemeriksaan Ultrasonografi : Dilakukan di RS Budi Asih saat
usia kandungan 8 bulan
• Riwayat Ginekologis
➢ Riwayat perdarahan di luar siklus menstruasi : Disangkal
➢ Riwayat penyakit menular seksual : Disangkal
➢ Riwayat keputihan :
o Keputihan tidak berbau amis, berwarna putih atau bening, kental
menjelang menstruasi
o Keputihan berwarna kuning, kecokelatan kehijauan, dan gatal
disangkal
➢ Pemeriksaan pap-smear : Belum pernah dilakukan
• Riwayat Pernikahan dan Seksual
➢ Usia saat menikah : 21 tahun
➢ Coitarche : 21 tahun
➢ Jumlah Pernikahan : 1 kali
➢ Lama Pernikahan Terakhir : 7 tahun
➢ Dispareunia : (-)
➢ Post Coital Bleeding : (-)
• Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan Suntik KB 3 bulan sekali lamanya 5 tahun
setelah memiliki anak pertama dan berhenti karena ingin memiliki anak
kedua.
• Riwayat Sosial : Pasien menyangkal pernah mengkonsumsi rokok,
alkohol dan obatan terlarang.

III. Pemeriksaan Fisik (04/07/2019)


➢ Tanda – Tanda Vital
- Keadaan Umum : Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis ( E4M6V5 )
- Tekanan Darah : 150/100 mmHg
- Nadi : 112x/menit
- Pernapasan : 20x/menit

7
- Suhu : 36,4oC
- Tinggi Badan / Berat badan : 161 cm / 91kg
91
- IMT : (161)2 = 35 (Obesitas)

➢ Pemeriksaan Generalis

Kulit Berwarna sawo matang, tidak ditemukan hiperpigmentasi, tidak sianosis, tidak
keseluruhan ikterik, tidak edema, turgor kulit dalam batas normal
Rambut tersebar merata, bentuk lurus, berwarna hitam, kuat
Rambut
Kepala dan tidak mudah dicabut
Wajah Tampak cloasma gravidarum, tidak terdapat bekas luka, tidak
Wajah
ada jerawat
Bentuk dan ukuran normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
Mata isokor (3mm/3mm), refleks pupil langsung (+/+) dan tidak langsung (+/+).
Pergerakan bola mata tidak ada hambatan.
Bentuk dan ukuran normal, septum nasal di tengah, tidak ada sekret, tidak ada
Hidung
perdarahan, mukosa tidak hiperemis

Bentuk dan ukuran normal, simetris, tidak ada deformitas, tidak ada serumen (-/-),
Telinga tidak ada sekret, tidak ada perdarahan, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening pre- dan post- aurikular, tidak ada nyeri tekan mastoid.

Trachea berada di tengah, Deformitas (-), Tidak teraba pembesaran tiroid dan
Leher
kelenjar getah bening leher, JVP tidak meningkat
Toraks
Inspeksi Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi Iktus cordis tidak teraba di ICS V linea midclavicular sinistra

Batas jantung membesar, redup pada:


Jantung - Batas atas ICS III linea parasternalis sinistra
Perkusi
- Batas kiri ICS V linea axillaris sinistra
- Batas kanan ICS IV linea sternalis dextra

Auskultasi S1 S2 iregular, terdapat murmur, tidak ada gallop


Bentuk dan ukuran normal, pengembangan dada simetris dalam
statis dan dinamis, tidak terdapat deformitas, tidak terdapat
Inspeksi
bekas luka, tidak terdapat kemerahan, tidak tampak retraksi
interkostalis dan supraklavikularis
Paru Tidak ditemukan deformitas, tidak ditemukan nyeri tekan di
Palpasi seluruh lapang dada, tactile vocal fremitus (+/+) simetris di
kedua lapangan paru
Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru

8
Suara vesikuler simetris di kedua lapangan paru, tidak
Auskultasi
ditemukan suara wheezing dan rhonki

Simetris, hiperpigmentasi di kedua areola, tidak terdapat retraksi puting susu, tidak
Mammae
terdapat nipple discharge, tidak ditemukan massa

Pemeriksaan obstetri
Tinggi fundus uteri 31 cm, teraba bulat lunak.
Leopold I
Kesan: Bokong.

Tahanan memanjang pada perut bagian kanan, bagian kecil janin pada perut bagian
Leopold II
kiri. Kesan: Punggung kanan, ekstremitas kiri

Leopold III Teraba bulat, keras, melenting. Kesan: Kepala. Taksiran Berat Janin : 2790 gram
Leopold IV Konvergen
His Frekuensi: 0 kali/10 menit
Doppler DJJ: 142 kali /menit, regular
Inspeksi Luar Bentuk dan ukuran dalam batas normal, tidak terdapat deformitas, tidak tampak
Vulva luka baru, tidak tampak laserasi.
Inspekulo Tidak dilakukan

Vulva-Vagina Tidak ada kelainan, arah portio depan

Pendataran - , pembukaan portio -

Selaput ketuban utuh , presentasi kepala

Pemeriksaan Penunjuk Belum dapat ditentukan, penurunan kepala Hodge 1


dalam
Molase 0
Bagian lain
Tidak ada
yang teraba
Promontorium tidak teraba, Linea Terminalis teraba 1/3 bagian,
Panggul conjugata vera >10,5cm, Spinaischiadika tidak menonjol, arkus
pubis >90° Kesan Panggul: Luas
Palmar pucat (-), Deformitas(-), Ikterik (-), clubbing finger (-)
Akral hangat, CRT <2 detik, pergerakan tidak ada hambatan.
Superior
Terpasang IV line pada bagian dorsum manus dextra, Pitting
Ekstremitas edema (-)
Simetris, Deformitas (-), Ikterik (-), terdapat edema di kedua
Inferior tungkai, akral hangat, CRT <2detik. Pergerakan tidak ada
hambatan.

9
IV. Pemeriksaan Penunjang
➢ Laboratorium (03/07/2019) pukul 22.18
Test Result Reference Range
Full Blood Count
Hemoglobin 12.90 g/dl 12.00 – 15.30
Hematokrit 38.30 % 35.00 – 47.00
Trombosit 304 x10^3/𝜇l 140.000 – 440.000
Leukosit 13.7 x10^3/𝜇l 4.400 – 11.300
MCV 84.00 fL 80 – 96
MCH 28.30 pg 28 – 33
MCHC 33.80 g/dL 31.00 – 36.00
Kimia Darah
Natrium 140.00 mmol/L 135.00 -148.00
Kalium 3.55 mmol/L 3.30 - 5.30
Klorida 105.90 mmol/L 96.00 - 111.00
Imunology / Serology
HbsAg kualitatif Negative Negative
Anti HIV Non Reactive Non Reactive
Urinalisis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
Berat Jenis 1,020 1,015 – 1,035
pH 6.5 4,50 – 8,00
Albumin +2 Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton +2 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Samar +2 Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Sedimen Urin
Leukosit 1-2/LPB 1-4
Eritrosit 6-8/LPB 0-1
Epitel +1 +
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif

➢ Laboratorium (04/07/2019) pukul: 00.26


Test Result Reference Range
ALKP 104 U/L 40 - 150
ALT 8 U/L 5 - 55
AST 21 U/L 5 - 34
Ureum 15 mg/dL 6 - 46

10
Creatinin 0.7 mg/dL 0.57 - 1.25
UA 6.5 mg/dL 2.6 - 7.2
GLuC 121 mg/dL Normal <100
Pre DM : 100 - 195
DM : ≥ 200
Cholesterol 228 mg/dL Yang diinginkan: <200
Sedikit tinggi :200 - 239
Tinggi: ≥ 240
Trigelyserida 232 mg/dL Optimal: < 150
Sedikit tinggi: 150 - 199
Tinggi: 200 - 499
Sangat tinggi: ≥ 500
LDL Indirect 117 mg/dL 0 - 129
UHDL 65 mg/dL Rendah: < 40
Sedang: 40 - 59
Tinggi: ≥ 60
➢ CTG (04/07/19)
Baseline : 140pm
Variabilitas : 6-15 dpm
Akselerasi :-
Deselerasi :-
Kontraksi :-

➢ Echocardiography (04/07/2019)

DIagnosa Klinis Severe Preeklampsia


Normal Chambers
LVH +
Preserved LV Siystolik Function EF: 43%
Penemuan Hipokinetik septal
Diastolik Dysfunction E/A FUSI
Normal Valves
Normal RV contractivity Tapse 2,9cm
Kesimpulan PPCM

➢ Laboratorium (04/07/2019) pukul: 19.24


Test Result Reference Range
Full Blood Count
Hemoglobin 11.50 g/dl 12.00 – 15.30
Hematokrit 33.30 % 35.00 – 47.00
Trombosit 224 x10^3/𝜇l 140.000 – 440.000
Leukosit 6.950 /𝜇l 4.400 – 11.300

11
V. Resume
Pasien Ny.M berusia 29 tahun G2P1A0 hamil 35 minggu (Berdasarkan
USG) datang dengan keluhan tekanan darah tinggi. Selama kehamilan, pasien
mengeluh kedua kakinya bengkak, mudah lelah jika melakukan aktivitas sehari-
hari disertai sesak dan batuk hilang timbul sejak memasuki usia kandungan 7
bulan. Pasien rutin melakukan ANC namun baru kali ini tensinya terukur tinggi
disertai pusing sejak satu hari sebelum melakukan ANC. Sebelumnya pasien ke
Puskesmas (3/7/19) dan terukur tensi 140/90 lalu pada pemeriksaan urin dan
ditemukan protein urin +1. Selanjutnya dirujuk ke RS Budiasih diberikan Protab
PEB lalu dilakukan pemeiksaan USG dan diobservasi. Saat diobservasi tensi
pasien tidak turun dan tidak ada ruang perawatan yang tersedia sehingga pasien
dirujuk ke RSUD dr Drajat Prawiranegara.
Di IGD maternal RSDP, tensi terukur 170/100 disertai keluhan pusing,
namun pasien menyangkal keluhan mual, muntah, pandangan kabur, maupun
nyeri ulu hati. Saat dipindahkan ke ruang VK, belum ada tanda-tanda persalinan,
dari pemeriksaan tensi pasien terukur tinggi 150/100 disertai pusing disertai mual
dan muntah sebanyak 1x. Awalnya direncanakan untuk mempertahankan
kehamilan selama 1x24 jam untuk diberikan dexamethason, namun karena
muncul tanda impending eklampsia, akhirnya diputuskan terminasi kehamilan.
HPHT pasien lupa dengan taksiran persalinan 25 Juli 2019. Pasien tidak memiliki
riwayat keguguran.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 150/100 mmHg, denyut nadi 112x/menit, laju
pernafasan 20x/menit, dengan suhu 36.4oC, JVP tidak meningkat. Inspeksi
ekstremitas ditemukan edema pada kedua akral. Pada pemeriksaan cor ditemukan
murmur dan kardiomegali. Pemeriksaan Leopold ditemukan TFU 26 cm, janin
tunggal hidup presentasi kepala, punggung kanan, belum memasuki pintu atas
panggul. Taksiran berat janin berdasarkan tinggi fundus adalah 2170 gram, DJJ
142x/menit, belum ada frekuensi HIS. Pada pemeriksaan echocardiography
didapatkan left ventricular hypertophy + dan EF >51% kesan: PPCM. Pada
pemeriksaan urin ditemukan albumin, keton, dan darah samar +2.

12
VI. Diagnosis
➢ Diagnosis Kerja: Ny. M usia 29 tahun G2P1A0 hamil 35 minggu belum
inpartu kesan panggul luas dengan PEB, Janin Tunggal Hidup Presentasi
Kepala
➢ Diagnosis Pra Bedah: Ny. M usia 29 tahun G2P1A0 hamil 35 minggu
belum inpartu kesan panggul luas dengan PEB + Impending eklampsia +
PPCM, Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

VII. Rencana Tindakan


- Tatalaksana awal IGD :
▪ Memasang IV line di dorsum manus dextra, IVFD RL 20tpm
▪ Protab PEB
▪ Adalat Oros 1 x 30mg
▪ Observasi keadaan umum, kesadaran, Tanda-tanda vital
▪ Observasi kemajuan persalinan, HIS, DJJ
− Tatalaksana Rawat Kamar bersalin :
▪ IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28tpm
▪ Inj. Dexamethason 3amp/24 jam
▪ Induksi persalinan setelah 24 jam pemberian dexamethason
▪ Konsultasi Jantung, Echocardiography
▪ Observasi keadaan umum, kesadaran, Tanda-tanda vital
▪ Observasi kemajuan persalinan, HIS, DJJ
▪ Mewaspadai adanya HELLP syndrome

VIII. Prognosis
Persalinan : dubia ad bonam
Kehamilan : ad malam
Post Partum : dubia ad bonam

13
IX. Follow-Up

1. 3 Juli 2019 pukul 21.50 (IGD RSDP)

S Pasien datang dirujuk dari RS Budiasih dengan keluhan pusing +, mual -,


Muntah -, Nyeri ulu hati - sesak -, pandangan kabur -, Belum mules-mules
seperti ingin melahirkan, belum keluar air-air, keluar lendir darah -. TD di
RS Budiasih 160/100. Kehamilan yang ke 2 usia kehamilan 35-36 minggu
(hasil USG dengan dr. Sp.OG di RS Budiasih). Riwayat keguguran
disangkal.
O KU : TSS
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 170/100 mmHg
HR : 112 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu: 36.6 C
SpO2 : 97%

- JVP tidak ditemukan meningkat


- Cor: BJ S1S2 ireguler, murmur -, gallop -
- Pulmo: Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
- Abdomen: TFU 31cm, PUKA, DJJ 134x/m
- Ekstremitas: Akral hangat, edema kedua tungkai +
- DC urin 350cc warna kuning
A G2P1A0 hamil 35 minggu belum inpartu dengan PEB, JTH Preskep
P - IVFD RL + MgSO4 40% 28 tpm
- Protab PEB
- Adalat Oros 1 x 30mg
- Melakukan EKG
- Konsultasi dengan dr. SpJP
- Observasi Keadaan umum, kesadaran, TTV
- Obsevasi kemajuan persalinan, HIS, DJJ
- Pemeriksaan Darah Lengkap

14
2. 4 Juli 2019 pukul 00.10 (VK RSDP)

S Pasien mengeluh pusing+, mual + hilang timbul, Muntah -, Nyeri ulu hati -
, sesak + saat posisi berbaring, Belum mules-mules seperti ingin
melahirkan, belum keluar air-air, keluar lendir darah -.
O KU : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 150/100 mmHg
HR : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu: 36.7C
SpO2 : 98%

- JVP tidak ditemukan meningkat


- Cor: BJ S1S2 reguler, murmur +, gallop -, kesan kardiomegali (+)
- Pulmo: Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
- Abdomen: TFU 31cm, PUKA, DJJ 132x/menit (reguler)
- Ekstremitas: Akral hangat, edema kedua tungkai +
- DC urin 600cc warna kuning
A G2P1A0 hamil 35 minggu belum inpartu dengan PEB, JTH Preskep
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28 tpm
- Pemberian dexamethason 2 x 1/2amp/IV
- Rencana induksi persalinan dalam 24 jam setelah pemberian
Dexamethason
- Observasi Keadaan umum, kesadaran, TTV
- Obsevasi kemajuan persalinan, HIS, DJJ
- Pemeriksaan Laboratorium Fungsi hati dan ginjal

15
3. 4 Juli 2019 pukul 07.30 (VK RSDP hasil Konsultasi dr. Sp.JP)

S Pasien masih mengeluh pusing+, mual -, Muntah -, Nyeri ulu hati -, sesak -
, Belum mules-mules seperti ingin melahirkan, belum keluar air-air, keluar
lendir darah -.
O KU : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 140/90 mmHg
HR : 92 x/menit
RR : 21x/menit
Suhu: 36.4C
SpO2 : 97%

- JVP tidak ditemukan meningkat


- Cor: BJ S1S2 reguler, murmur +, gallop -, kardiomegali +
- Pulmo: Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
- Abdomen: HIS -, DJJ 130x/menit (reguler)
- Ekstremitas: Akral hangat, edema kedua tungkai +
- DC urin 1000cc warna kuning
A G2P1A0 hamil 35 minggu belum inpartu dengan PEB + susp PPCM, JTH
Preskep
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28 tpm
- Rencana pemberian Adalat Oros 1x30mg jika TD
sistolik ≥160mmHg
- Echocardiogram
- Observasi Keadaan umum, kesadaran, TTV
- Obsevasi kemajuan persalinan, HIS, DJJ

16
4. 4 Juli 2019 pukul 09.30 (VK RSDP)

S Pasien masih mengeluh pusing+, mual -, Muntah -, Nyeri ulu hati -, sesak -
, keluar lendir campur darah-, keluar air-air -
O KU : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 150/100 mmHg
HR : 86 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu: 36.8C
SpO2 : 98%

- Cor: BJ S1S2 reguler, murmur +, gallop -, kardiomegali +


- Pulmo: Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
- Abdomen: HIS -, DJJ 140x/menit (reguler)
- Ekstremitas: Akral hangat, edema kedua tungkai +
- DC urin 100cc warna kuning
A G2P1A0 hamil 35 minggu belum inpartu dengan PEB + susp PPCM, JTH
Preskep
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28 tpm
- Rencana terminasi kehamilan setelah 1x24 jam pemberian
dexamethasone IV
- Observasi Keadaan umum, kesadaran, TTV
- Obsevasi kemajuan persalinan, HIS, DJJ

17
5. 4 Juli 2019 pukul 14.45 (VK RSDP)

S Pasien mengeluh pusing +, mual + , Muntah + sebanyak 1x cair bercampur


isi makanan, Nyeri ulu hati +, sesak +, tanda persalinan -
O KU : TSS
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 160/100 mmHg
HR : 92 x/menit
RR : 24x/menit
Suhu: 36.8C
SpO2 : 99% → dengan O2 4lpm

- Cor: BJ S1S2 reguler, murmur +, gallop -, kardiomegali +


- Pulmo: Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
- Abdomen: HIS -, DJJ 142x/menit (reguler)
- Ekstremitas: Akral hangat, edema kedua tungkai +
- DC urin 300cc warna kuning
A G2P1A0 hamil 35 minggu belum inpartu dengan PEB + Impending
eklampsia + PPCM, JTH Preskep
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28 tpm
- O2 4lpm menggunakan nasal canul
- Adalat Oros 1 x 30mg
- Rencana terminasi kehamilan per abdominam
- Observasi Keadaan umum, kesadaran, TTV
- Obsevasi kemajuan persalinan, HIS, DJJ
- Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap

18
6. 4 Juli 2019 pukul 19.30 - 20.30 (IBS RSDP)

Laporan ➢ Diagnosis awal : G2P1A0 hamil 35-36 minggu belum inpartu


Tindakan dengan PEB, JTH Preskep
➢ Diagnosis pra bedah : G2P1A0 hamil 35-36 minggu belum
inpartu dengan PEB + Impending Eklampsia + PPCM, JTH
Preskep
− Tindakan : Sectio Caesarea
− Tata cara : Membuka dinding perut dan rahim
− Tujuan : Melahirkan bayi
− Risiko : Perdarahan, infeksi
− Komplikasi : Angkat rahim
− Prognosis : Dubia ad bonam
Durante − Dilakukan tindakan anastesi pada daerah spinal
Operasi − Pasien berbaring terlentang di meja operasi
− Dilakukan asepsis dan antisepsis pada regio abdomen
− Melakukan incisi pffannenstiel et regio suprapubic ± 10 cm
− Memperdalam incisi lapis demi lapis sampai cavum abdomen
terlihat
− Tampak uterus gravidarum aterm, menyayat segmen bawah
rahim secara semilunar, diperdalam sampai cavum uteri dan
selaput ketuban dipecah, keluar air berwarna jernih
− Bayi perempuan dilahirkan dengan meluksir kepala. BB: 2700gr,
PB: 49cm, LK: 32cm, APGAR Score 7/8/9
− Tali pusat diklem pada kedua titik lalu dipotong
− Plasenta dilahirkan lengkap dan dilakukan pengecekan sisa
plasenta
− Kontrol perdarahan dengan mengklem daerah perdarahan
− Dilakukan penjahitan luka segmen bawah rahim, dinding
abdomen lapis demi lapis (peritoneum, otot, fascia, subkutis,
kutis)
− Luka operasi ditutup dengan kassa betadine, kassa steril, hypafix
− Operasi selesai
Jumlah 700 cc
Perdarahan

19
7. 4 Juli 2019 pukul 21.00 (VK RSDP)

S Pasien mengeluhkan lemas, mengantuk, nyeri pada luka post op


O KU : TSS
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 150/100
HR : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36.5 C
SpO2 : 98%

- Bising usus -
- TFU tepat pada umbilikus
- Perdarahan pervaginam inaktif +/- 50 cc
- Kontraksi Uterus baik
- Tidak terdapat luka rembesan post-op
- Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai +
- DC urin 200 cc
A P2A0 post partum prematurus via SC 4 jam yang lalu a.i. PEB + Impending
eklampsia + PPCM, bayi hidup
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28tpm
- Inj. Ceftriaxone 3x1 gram
- Tramadol drip 1 amp
- Observasi KU, TTV, DC Output
- Observasi balutan perban luka

20
8. 5 Juli 2019 pukul 00.30 (VK RSDP)

S Pasien mengeluhkan mual +, Muntah + sebanyak 1x isi cairan, nyeri pada


luka post op, sesak -
O KU : TSS
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 150/100
HR : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36.5 C
SpO2 : 98%

- Bising usus -
- Perdarahan pervaginam inaktif +/- 50 cc
- Kontraksi Uterus baik
- Tidak terdapat luka rembesan post-op
- Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai +
- DC urin 300 cc
A P2A0 post partum prematurus via SC 7,5 jam yang lalu a.i. PEB +
Impending eklampsia + PPCM, bayi hidup
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28tpm
- Inj. Ranitidin 1x1
- Inj. Ondansetron 1x1
- Tramadol drip 1 amp
- Metildopa 2x250mg PO (konsul dr.Sp.JP)
- Observasi KU,TTV, DC Output
- Observasi balutan perban luka

21
9. 5 Juli 2019 pukul 06.00 (VK RSDP)
S Pasien mengeluhkan nyeri pada luka post op, lemas, kembung+, sesak -,
belum mobilisasi
O KU : TSS
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 130/100
HR : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36.5 C
SpO2 : 98%

- Perdarahan pervaginam inaktif +/- 50 cc


- Kontraksi Uterus baik
- Tidak terdapat luka rembesan post-op
- Pulmo: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
- Cor: Kardiomegali +, Murmur +, gallop -
- Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai +
- DC urin 300 cc
A P2A0 post partum prematurus via SC 7,5 jam yang lalu a.i. PEB +
Impending eklampsia + PPCM, bayi hidup
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28tpm
- inj. Ketorolac 2x1amp
- inj. Ceftriaxone 2x1gr
- Adalat Oros 1x30mg PO (konsul dr.Sp.JP)
- ISDN 2x5mg (konsul dr. Sp.JP)
- Observasi KU, TTV, DC Output
- Observasi balutan perban luka

22
10. 5 Juli 2019 pukul 09.00 (VK RSDP)
S Pasien mengeluhkan nyeri pada luka post op, belum mobilisasi, kembung
+, Kentut -, Sesak -
O KU : TSS
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/80
HR : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36.5 C
SpO2 : 98%

- Perdarahan pervaginam inaktif +/- 50 cc


- Kontraksi Uterus baik
- Tidak terdapat luka rembesan post-op
- Pulmo: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
- Cor: Kardiomegali +, Murmur +, gallop -
- Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai +
- DC urin 600 cc
A P2A0 post partum prematurus via SC 9,5 jam yang lalu a.i. PEB +
Impending eklampsia + PPCM, bayi hidup
P - IVFD RL + MgSO4 40% 6gr 28tpm
- Inj. Furosemid 3x1
- KSR 3x1 PO
- Observasi KU, TTV, DC Output
- Observasi balutan perban luka

23
11. 5 Juli 2019 pukul 18.00 (VK RSDP)
S Pasien mengeluhkan nyeri pada luka post op, kembung +, mual -, sesak -,
belum mobilisasi.
O KU : TSS
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 140/100
HR : 89 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36.5 C
SpO2 : 98%

- Perdarahan pervaginam inaktif +/- 50 cc


- Kontraksi Uterus baik
- Tidak terdapat luka rembesan post-op
- Pulmo: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
- Cor: Kardiomegali +, Murmur +, gallop -
- Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai +
- DC urin 1200 cc
A P2A0 post partum prematurus via SC 18,5 jam yang lalu a.i. PEB +
Impending eklampsia + PPCM, bayi hidup
P - IVFD RL 20tpm
- inj. Ceftriaxone 2x1
- inj. Ketorolac 2x1
- Inj. Furosemid 3x1
- KSR 3x1 PO
- Rencana Pindah Ruang Perawatan
- Observasi KU, TTV
- Observasi balutan perban luka

24
12. 6 Juli 2019 pukul 08.00 (WIJAYA KUSUMA)

S Nyeri pada luka bekas operasi +, sudah mobilisasi, kentut +, Asi belum
keluar. Sesak -
O KU : TSR
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 150/100
HR : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 98%

- Cor: BJ S1S2 reguler, murmur +, gallop -, kardiomegali +


- Pulmo: Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
- Bising Usus +
- TFU 2 jari dibawah umbilikus
- Perdarahan pervaginam inaktif +/- 30 cc
- Kontraksi Uterus baik
- Tidak terdapat luka rembesan post-op
- Ekstremitas: akral hangat, edema tungkai -
A P2A0 post partum prematurus via SC hari ke-1 a.i. PEB + Impending
eklampsia + PPCM, bayi hidup
P - IVFD RL 20tpm → Rencana up
- Rencana BLPL
- Amoxicilin Tab 3x500mg
- As. Mefenamat 3x500mg
- Fe Tab 1x1
- Adalat Oros 1x30mg
- ISDN 3x5mg
- Edukasi KB

25
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. PREEKLAMPSIA
1.1. DEFINISI

Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat


terjadi ante, intra, dan postpartum. Preeklampsia merupakan hipertensi
yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria dan
dibagi menjadi ringan dan berat3. Dari gejala klinik preeklampsia dibagi
menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat

1.2. EPIDEMIOLOGI

PPCM lebih sering terjadi pada wanita yang lebih tua dari 30 tahun,
wanita kulit hitam, wanita multipara, wanita dengan preeklampsia atau
hipertensi, dan mereka yang merokok atau kurang gizi. Tumpang tindih
antara PPCM dan preeklampsia adalah penting secara klinis, karena pasien
dengan preeklamsia dapat mengalami edema nonkardiogenik dan
koeksistensi dari kedua kondisi ini menyoroti potensi mekanisme
patogenik yang dimiliki bersama.

1.3. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko dari preeklampsia antara lain adalah3:

a Primigravida, primipaternitas
b Faktor Kehamilan: Hiperplasentosis seperti mola hidatidosa,
kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan
kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.
Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih sering terjadi
pada kehamilan ganda.
c Umur yang ekstrim, usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah usia 20-30 tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan

26
melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi
dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun
d Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eklampsia
e Penyakit ginjal dan hipertensi yang ada sebelum hamil, penyakit
ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut
berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang menimbulkan
gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
f Obesitas, tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi
karena kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa
menjadi faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit
degeneratif,

1.3. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah3:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah
dari cabang–cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus
miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis memberi cabang arteri spiralis lalu terjadi invasi trofoblas
kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri
spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodelling
menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah
utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

27
Gambar 2. Invasi Trofoblas pada A. Spiralis Normal dan Preeklampsia
2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat
plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan
radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang sangat toksis.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan
ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator
kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar
prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada
preklampsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada
prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi

28
3. Teori Intoleransi Imunologik Ibu Dan Janin
Pada perempuna hamil normal terdapat HLA-G yang berfungsi
untuk modulasi respon imun sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi.
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan HLA-G sehingga
menghambat terjadinya invasi trofoblas kedalam desidua

4. Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada kehamilan normal, terdapat pembuluh darah yang tidak peka


terhadap rangsangan bahan vasopressor. Pada hipertensi, pembuluh
darah kehilangan daya refrakter atau menjadi peka terhadap bahan
vasopressor

5. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen


tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin.

4. Teori Defisiensi Gizi


Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi
gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Minyak
ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,
dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

5. Teori Stimulasi Inflamasi


Pada kehamilan normal, plasenta akan menlepaskan debris trofoblas
sehingga akan merangsang timbulnya reaksi inflamasi namun dalam
batas normal. Pada preeklampsi, terjadi peningkatan stress oksidatif
sehingga sisa debris dari trofoblas akan menigkat. Hal ini akan
menimbulkan reaksi inflamasi akan menjadi jauh lebih besar

1.4. MANIFESTASI KLINIS


Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia:
1. Volume Plasma

29
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna
(hipervolemia), untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin.
Peningkatan tertinggi volume plasma terjadi pada usia kehamilan 32-34
minggu. Namun pada hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan
volume plasma antara 30-40% dibanding hamil normal, disebut
hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting dalam penegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan
resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik menggambarkan besaran
curah jantung. Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung,
volume plasma, resistensi perifer, dan viskositas darah. Hipertensi
dapat terjadi akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan
darah ≥140/90 mmHg selang 6 jam.
3. Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal terjadi akibat menurunnya aliran darah ke
ginjal akibat hipovolemia, sehingga terjadi oliguria, bahkan anuria;
kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria; terjadi pembengkakan disertai deposit fibril sehingga
menyebabkan adanya endoteliosis kapiler glomerulus; gagal ginjal akut
akibat nekrosis tubulus ginjal; serta adanya kerusakan intrinsik jaringan
ginjal akibat vasospasme pembuluh darah.

Gambar 3.2 Endoteliosis Kapiler pada Preeklampsia


4. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada
hipertensi dalam kehamilan, elektrolit total sama seperti hamil normal,

30
kecuali bila diberi diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam, atau
pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik. Preeklampsia
berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Kejang pada eklampsia menyebabkan kadar
bikarbonat menurun akibat adanya asidosis laktat dan kompensasi
hilangnya karbon dioksida.
5. Tekanan Osmotik Koloid Plasma/Tekanan Onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada usia kehamilan 8
minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena
kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.
6. Viskositas Darah
Komponen yang menentukan viskositas darah adalah volume plasma,
molekul makro: fibrinogen dan hematokrit. Pada hipertensi dalam
kehamilan, terjadi peningkatan viskositas darah yang meningkatkan
resistensi perifer serta menurunkan aliran darah ke organ.
7. Edema
Edema seringkali dijumpai pada kehamilan, 40% edema terjadi pada
hamil normal, 60% pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80% pada
kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema terjadi akibat
hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang
bersifat patologik adalah edema yang nonedependen pada muka dan
tangan, atau edema generalisata, dan disertai dengan kenaikan berat
badan yang cepat.
8. Hepar
Hepar mengalami perubahan akibat adanya vasospasme, iskemia, dan
perdarahan. Perdarahan pada periportal lobus perifer akan
menyebabkan nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar.
Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar
(subkapsular hematoma) yang menimbulkan rasa nyeri di daerah
epigastrium dan dapat menyebabkan ruptur hepar, sehingga perlu
dilakukan pembedahan.

31
9. Neurologik
Perubahan neurologik yang terjadi pada hipertensi dalam kehamilan
yaitu nyeri kepala akibat edema vasogenik oleh karena hiperperfusi
otak; gangguan visus karena spasme arteri retina dan edema retina;
hiperrefleksia; kejang eklamptik; dan perdarahan intrakranial yang
dapat terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.
10. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan afterload akibat
hipertensi dan penurunan preload akibat hipovolemia.
11. Paru
Penderita preeklampsia berat berisiko mengalami edema paru akibat
payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler paru,
dan menurunnya diuresis.
12. Janin
Preeklampsia dan eklampsia umumnya menyebabkan penurunan
perfusi utero-plasenta, hipovolemia, vasospasme dan kerusakan sel
endotel pembuluh darah plasenta. Oleh sebab itu seringkali dijumpai
janin mengalami intrauterine growth restriction (IUGR) dan
oligohidramnion, kelahiran prematur, yang berarti meningkatkan
morbiditas dan mortalitas janin.

1.3. DIAGNOSIS
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan
menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia
berat. Diagnosis preeklampsi ditegakan berdasarkan timbulnya hipertensi
disertai dengan proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu:
• Hipertensi: sistolik/diastolic > dari 140/90 mmHg.
• Proteinuria: >300 mg/24 jam atau > 1+dipstick
• Edema: edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata
• Nyeri kepala, nyeri epigastrium dan gangguan penglihatan
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan
preeklampsia atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini 6,7:

32
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein
urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan
preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan
lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi
yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
secara signifikan dalam waktu singkat.

1.4. TATALAKSANA
Pengobatan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supotif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persaliinan2

1.4.1 Tujuan penatalaksanaan preeklampsia berat adalah2 :


1. Mencegah terjadinya eklampsia.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.

33
Pengobatan preeklampsia yang tepat adalah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia
dengan bayi yang masih premature. 2

1.4.2 Penanganan umum2 :


1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai
tekanan diastolik 90 mmHg
2. Pasang infus Ringer Laktat
3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
4. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
5. Infus cairan dipertahankan 1,5 – 2 L/jam
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7. Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi
merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian
cairan dan berikan diuretik
9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak
terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.

1.4.3 Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa2,4,8

1. Rawat inap dan dianjurkan tirah baring. Penderita preeklampsia dan


eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligoria.
2. Pemasangan foley catheter untuk mengukur pengeluaran urine. Oligouria
terjadi bila produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam
3. Pemberian antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak terjadi kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam. Deit yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan
garam.
4. Pemberian obat anti kejang
MgSO4 atau obat anti kejang yang lain (diazepam, fenition). Pemberian
magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan dengan fenitoin. Guideline

34
RCOG merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5 –
10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam
post partum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu
untuk melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemberian ulang 2 g
bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang berulang.9
Syarat syarat pemberian MgSO4 antara lain :
a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan i.v.
selama 3 menit
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernapasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda tanda distress
nafas
d. Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi dan setelah 24 jam
pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian MgSO4
dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan efek flushes (panas)
pada 50% penderita. Bila terjadi refrakter terhadap MgSO4, maka
diberikan salah satu obat berikut: sodium tipoental, sodium amobarbital,
diazepam atau fenitoin.
5. Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, diuretik yang dipakai adalah
furosemide. Pemberian diuretik dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan
berat janin.
6. Pemberian obat antihipertensi.8
Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan -
sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih
kontroversial. European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi
gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik

35
superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala atau
kerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa pun. Pada keadaan
lain, pemberian antihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah ≥
150/95 mmHg.
• Calcium Channel Blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Pemberian calcium channel blocker dapat memberikan efek
samping maternal, diantaranya takikardia, palpitasi, sakit kepala,
flushing, dan edema tungkai akibat efek lokal mikrovaskular serta
retensi cairan. Nifedipin untuk mencegah persalinan preterm
(tokolisis) dan sebagai antihipertensi. Regimen yang
direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30
menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan
calcium channel blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia
janin dan asidosis.
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral, yang
mulai bekerja setelah 10 menit pemberian dan menurunkan tekanan
darah dengan efektif dalam 20 menit (lama kerja 4 -6 jam). Efek
samping pemberian nikardipin yang dilaporkan adalah sakit kepala.
Dibandingkan nifedipin, nikardipin bekerja lebih selektif pada
pembuluh darah di miokardium, dengan efek samping takikardia yang
lebih rendah. Dosis awal nikardipin yang dianjurkan melalui infus
yaitu 5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga
maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan arterial rata –
rata sebesar 25% tercapai. Kemudian dosis dapat dikurangi dan
disesuaikan sesuai dengan respon.
• Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada
reseptor P1 dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, terutama pada digunakan untuk jangka
waktu yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester

36
pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian
anti hipertensi lainnya tidak efektif.
• Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensi yang mempunyai safety margin yang luas
(paling aman). Bekerja terutama pada sistem saraf pusat, namun juga
memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus simpatis
dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran
darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu antara
lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural,
anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis.
Metildopa dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan
dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam
setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum
diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa
adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6
jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada
jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.

7. Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan


ibu, diberikan pada kehamilan 32 - 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP. Pemberian kortikosteroid mengurangi
kejadian sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular, infeksi
neonatal serta kematian neonatal.
1.4.4 Sikap terhadap kehamilannya2,8

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia


berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi dua,
yaitu:
- Aktif (aggressive management), kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan aktif ialah
bila ditemukan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
• Umur kehamilan mencapai > 37 minggu

37
• Adanya tanda - tanda impending eklampsia
• Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
• Diduga terjadi solusio plasenta
• Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
• Adanya tanda - tanda fetal distress
• Adanya tanda - tanda Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)
• Terjadinya oligohodramnion
• Adanya tanda - tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
Tabel 3.1. Kriteria teriminasi kehamilan pada preeklampsia berat8

- Konservatif (ekspektatif), kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan


pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah :
• Kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
• Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya hanya
observasi dan evaluasi saja sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak
diakhiri.
• Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda tanda
preeklampsia ringan, selambat lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi.
• Penderita boleh dipulangkan bila kembali ke gejala gejala preeklampsia
ringan.
Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal
seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar, atau solusio

38
plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta
mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin,
necrotizing enterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta
lama perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada manajemen
ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih
banyak. 8

Gambar 3.3 Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat8

Gambar 3.4 Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat 8

1.5. PENCEGAHAN
Pencegahan preeklampsi ini dilakukan dalam upaya untuk mencegah
terjadinya preeklampsi pada wanita hamil yang memiliki resiko terjadinya
preeklampsi. pencegahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu2:
1. Pencegahan non medikal

Cara yang paling sederhana yaitu dengan tirah baring. Kemudian diet,
ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan, antioksidan, zinc,
magnesium, dan kalium. 

2. Pencegahan dengan medikal 


39
Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah terjadinya hipertensi bahkan
memperberat terjadinya hipovolemia. Sehingga dapat diberikan kalsium
1.500-2.000 mg/hari, selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/hari, atau
magnesium 365 mg/hari. Obat trombolitik yang dianggap dapat mencegah
preeklampsi adalah aspirin dosis rendah rata-rata <100 mg/hari atau
dipiridamole, dan dapat juga diberikan obat anti oksidan misalnya vitamin
C, atau Vitamin E. 


1.6. KOMPLIKASI
Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit
kardiovaskular, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit
jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang. Risiko
kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi, termasuk
yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. 8

2. PERIPARTUM CARDIOMYOPATHY (PPCM)


2.1. DEFINISI

Menurut European Society of Cardiology on the classification of


cardiomyopathies PPCM adalah suatu bentuk non-familial, non-genetik dari
dilated cardiomyopathy yang berhubungan dengan kehamilan. American
Heart Association mendefinisikan PPCM sebagai penyakit langka dan
adanya DCM primer yang didapat berhubungan dengan disfungsi ventrikel
kiri dan gagal jantung. National Heart Lung and Blood Institute and the
Office of Rare Diseases menyatakan PPCM jika (1) gagal jantung timbul
pada bulan terakhir kehamilan atau pada 5 bulan post-partum, (2) tidak ada
penyebab pasti timbulnya gagal jantung (3) tidak ada penyakit jantung yang
ditemukan sebelum kehamilan (4) disfungsi sistolik yang dapat dipastikan
oleh echocardiography dengan kriteria fraksi ejeksi ventrikel kiri <45%,
pemendekan fractional <30% atau keduanya, dengan atau tanpa dimensi end
diastolic ventrikel kiri >2.7cm/m2 body surface area.
Definisi terkini dibuat oleh Heart Failure Association of the European
Society of Cardiology Working Group on PPCM pada tahun 2010 yang
menyatakan bahwa PPCM adalah suatu keadaan kardiomiopati idiopatik,

40
berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung
karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan
terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum; adalah diagnosis
eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus
disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu
<45%.

2.2. EPIDEMIOLOGI
Tidak banyak yang diketahui tentang PPCM; dari berbagai literatur,
kejadian PPCM sekitar 1:2200-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan), dan
1:300 (Haiti). Di Asia didapati 1:1374 (Rumah Sakit Tersier di India),
1:1000 (Jepang), 1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia). Analisis
retrospektif di pusat kesehatan tersier di Singapura mendapatkan insiden
0.89:1000 kelahiran hidup. Kasus tertinggi dilaporkan di Nigeria, sebesar
1% dari semua kelahiran hidup.
Karena diagnosis pasti dari PPCM membutuhkan berbagai pemeriksaan
penunjang, maka insiden yang sesungguhnya dari penyakit ini belum
diketahui. Penelitian di berbagai negara memperlihatkan hasil yang berbeda-
beda. Data dari National Hospital Discharge Survey di Amerika Serikat
(AS) memperkirakan kejadian PPCM sebesar 1 per 3189 kelahiran
hidup.(Moldi,2009,Twomley,2010) Insidennya lebih besar di Haiti,
mencapai 1 per 350 kelahiran hidup.(Fett,2005) Bahkan pada daerah sub-
Sahara Afrika jumlahnya berkisar 1 per 100 kelahiran hidup.(Cruz M,2010)
Kasus ini dilaporkan sangat jarang di Eropa. Di Indonesia berdasarkan data
dari rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) dari tahun
2001-2005 didapatkan 32 kasus PPCM, 25 diantaranya muncul setelah
persalinan.(Hartoyo dkk,2010)
2.3. FAKTOR RESIKO
Berbagai faktor resiko dihubungkan dengan timbulnya kelainan ini.
Umur ibu yang lebih tua, gestasi multipel, preeklampsia dan hipertensi
gestasional merupakan beberapa faktor resiko yang diajukan.(Sliwa, 2008)
Beberapa karakteristik lain juga dihubungkan dengan PPCM, seperti kurang
gizi, pemberian ASI, kurangnya perawatan selama hamil, konsumsi garam

41
tinggi, area tropis, dan penggunaan tokolisis dengan agonis
beta.(Ntusi,2009)

2.4. ETIOPATOGENESIS
Etiologi pasti dari PPCM sampai saat ini masih belum diketahui.
Mekanisme kemungkinan penyebab PPCM yang diajukan yaitu miokarditis,
abnormalitas respon imun terhadap kehamilan, apoptosis miosit, gangguan
adaptasi terhadap perubahan hemodinamik akibat kehamilan, sitokin yang
diaktifkan stress, produksi prolaktin berlebihan, malnutrisi, kelainan fungsi
hormon, peningkatan tonus adrenergik, iskemia miokard, penggunaan
tokolisis, dan familial. Semua etiologi tersebut masih berupa hipotesis,
karena tidak satupun dari faktor etiologi tersebut ditemukan pada seluruh
kasus, sehingga muncul dugaan patogenesis PPCM bersifat
multifaktorial.(Ntusi,2009, Sliwa,2010)

Gambar 3.5 Patogenesis yang diusulkan dari kardiomiopati peripartum: 1)


kecenderungan genetik yang disebabkan oleh mutasi berbagai gen (STAT3,
TTN, TTNC1) yang mengatur fungsi kardiomiosit menyebabkan sekresi
cathepsin D (CathD), yang memotong prolaktin pituitary (PRL) untuk
membentuk fragmen 16-kDa untuk membentuk fragmen 16-kDa ,
vasoinhibin; 2) vasoinhibin bekerja pada pembuluh darah untuk memicu
apoptosis dan juga microRNA-146a yang mengakibatkan iskemia
kardiomiosit, kekurangan metabolisme, dan apoptosis. Secara bersamaan,
plasenta, terutama dengan sindrom preeklampsia, mengeluarkan tyrosine
kinase 1 yang dapat larut seperti fms (sFlt-1), yang menetralkan masing-

42
masing faktor pertumbuhan endotel vaskular A dan B (VEGFA dan
VEGFB, masing-masing) yang sangat penting untuk kesehatan vaskular.
MnSOD, mitokondria antioksidan superoksida dismutase mangan; ROS,
spesies oksigen reaktif. Data dari Arany Z, Elkayam U. Peripartum
cardiomyopathy. Sirkulasi 2016; 133: 1397–409; dan Arany Z. Memahami
kardiomiopati peripartum. Annu Rev Med 2018; 69: 165–6. Ilustrasi yang
dibuat oleh Ceara Byrne, MS. Digunakan dengan izin.

a. Hipotesis Vasculo-Hormonal
Prolaktin
Artikel tengara 2007 pertama kali memperkenalkan gagasan bahwa
PPCM adalah penyakit pembuluh darah yang dipicu oleh perubahan hormon
pada akhir kehamilan. Meskipun ide itu diusulkan di masa lalu, 103
dukungan eksperimental untuk itu masih kurang. Para penulis
mengembangkan model tikus PPCM di mana faktor transkripsi STAT3
secara genetik dihapus khusus dalam kardiomiosit. Untuk mendukung
pembuatan model ini, ekspresi STAT3 berkurang pada LVs dari pasien
dengan gagal jantung stadium akhir yang disebabkan oleh PPCM
dibandingkan dengan subyek kontrol yang tidak gagal. Hilangnya STAT3 di
hati murine menyebabkan berkurangnya ekspresi gen yang melindungi
jantung terhadap spesies oksigen reaktif, terutama mangan superoksida
dismutase (MnSOD), yang menetralkan superoksida yang dihasilkan oleh
aktivitas mekanik yang kuat dalam mengalahkan kardiomiosit. Konsekuensi
peningkatan spesies oksigen reaktif mengarah ke sekresi, melalui
mekanisme yang masih belum jelas, dari cathepsin D. Peptidase
ekstraseluler ini kemudian memotong prolaktin, hormon khusus untuk akhir
kehamilan, menjadi fragmen 16-kDa yang mempromosikan apoptosis dalam
sel endotel. Sebagai hasilnya, tikus knockout jantung STAT3
mengungkapkan dropout vaskular yang signifikan selama akhir kehamilan
dan akibat DCM yang diinduksi kehamilan, yaitu, PPCM (Gambar 4).
Aspek yang paling menarik dari penelitian ini, yang merupakan bukti peran
kunci yang dimainkan oleh prolaktin, berasal dari memblokir sekresi
prolaktin dari hipofisis dengan bromokriptin. Pengobatan tikus knockout

43
jantung STAT3 dengan bromokriptin sepenuhnya membalikkan PPCM
yang diamati.
Kelompok yang sama baru-baru ini menyelidiki lebih dalam tentang
bagaimana fragmen prolaktin 16-kDa memicu kerusakan endotel dan
kardiomiosit. Mereka menunjukkan bahwa 16-kDa prolaktin menginduksi
sel endotel untuk mengemas miR-146a ke dalam eksosom, partikel kecil
yang dienkapsulasi lipid, yang kemudian disekresikan dan diambil oleh
kardiomiosit. MiR-146a diinternalisasi ke dalam kardiomiosit kemudian
menekan jalur neuregulin / ErbB, sehingga meningkatkan apoptosis
kardiomiosit. Secara mengejutkan, tingkat sirkulasi miR-146a secara
dramatis meningkat pada wanita dengan PPCM. Selain itu, kadar turun
secara signifikan dengan pengobatan bromocriptine, menunjukkan bahwa
prolaktin mendorong sekresi miR-146a.

Gambar 3.6. Hipotesa vasculo-hormonal dari patofisiologi


kardiomiopati peripartum
Seperti yang diuraikan di atas, miR-146a dengan demikian dapat
bermanfaat sebagai biomarker PPCM. Selain itu, miR-146a dapat menjadi
target terapi yang layak karena microRNAs dapat secara efisien dan spesifik
dihambat secara klinis. Memang, pengobatan model STAT3 PPCM dengan
asam nukleat terkunci (LNA) - dimodifikasi oligonukleotida antisense untuk
membungkam miR-146a sebagian diselamatkan kepadatan kapiler jantung
dan fungsi kontraktil. Selain itu, LNA-miR-146a tidak menghambat laktasi
karena asam linolenat bekerja di bagian hilir dari aksi prolaktin 16-kDa.
Dengan demikian, tidak seperti dengan bromokriptin, terapi dengan LNA-
miR-146a akan memungkinkan perawatan lanjutan pada bayi baru lahir.

44
Data ini dengan meyakinkan menunjukkan bahwa, setidaknya dalam
model murine ini, hormon peripartum (prolaktin) ditambah kecenderungan
jantung (dalam hal ini, tidak adanya STAT3 di jantung) berkonspirasi untuk
memicu vasculopathy dan akibatnya PPCM.

b. Miokarditis dan infeksi virus


Miokarditis ditemukan pada 78% kasus PPCM, walaupun angka
tersebut bervariasi di setiap penelitian, hal ini dihubungkan dengan prosedur
biopsi yang berbeda-beda dan variasi populasi penelitian. Kehamilan
dihubungkan dengan peningkatan kadar kortikosteroid adrenal dan aktivitas
sel supresor yang dihubungkan dengan imunosupresif relatif. Keadaan ini
meningkatkan resiko infeksi virus yang bermultiplikasi terutama pada
miokardium (terutama golongan coxsackie B dan echovirus yang bersifat
kardiotropik), menimbulkan miokarditis viral. Reaksi autoimun pasca
infeksi virus juga menimbulkan inflamasi kerusakan lebih lanjut terhadap
otot jantung. Pada pemeriksaan biopsi endomiokardial ditemukan infiltrasi
makrofag dan limfosit, nekrosis, dan fibrosis intersisial yang menurunkan
kontraktilitas jantung. Gambaran akhir miokarditis adalah fibrosis, dilatasi
ruang jantung, dan gejala gagal jantung.(Midei,1990,Fett,2005)Mekanisme
infeksi virus hingga menjadi disfungsi otot jantung diperlihatkan pada
gambar 1.(Mancini,2008)

Gambar 3.7. Patogenesis Miokarditis Viral


(Sumber: Mancini, 2008)
b. Reaksi autoimun dan inflamasi dimediasi sitokin
Pada kehamilan, ditemukan peningkatan titer auto-antibodi (terutama
immunoglobulin G) terhadap protein jantung spesifik, khususnya miosin
dan aktin. Diduga kondisi ini akibat degenerasi tropokolagen uterus oleh

45
enzim colagenolitik setelah persalinan menghasilkan aktin, miosin dan
metabolit lain. Tubuh kemudian mengembangkan antibodi terhadap aktin
yang mengalami reaksi silang dengan aktin pada miokardium, menginduksi
terjadinya kardiomiopati.Keadaan ini ditemukan pada 50% kasus
PPCM.Masuknya sel hematopoetik janin ke sirkulasi ibu dan kemudan
menempel pada jaringan jantung juga dianggap menimbulkan reaksi
autoimun patologis, yang mencetuskan PPCM.
Peningkatan jumlah mediator inflamasi selama kehamilan menunjukkan
peran reaksi sitokin pada kejadian PPCM. Reaksi inflamasi terhadap
jaringan jantung yang ditengarai oleh sitokin dan berbagai agen
proinflamasi lainnya seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, tumor necroting
factor-α (TNF-α) dianggap berkorelasi dengan penurunan fungsi pompa
ventrikel kiri, remodeling ventrikel, edema paru, dan kardiomiopati.Sitokin
proinflamasi tersebut ditemukan dalam jumlah tinggi di serum pasien
PPCM, dan penanda inflamasi seperti C-Reactive Protein (CRP).
Diasumsikan bahwa setelah terjadinya peningkatan beban dinding ventrikel
akibat infeksi atau pembebanan volume sirkulasi, otot jantung
mengekspresikan sitokin proinflamasi yang mempengaruhi kontraktilitas
dan memicu remodeling ventrikel, pada akhirnya menimbulkan gagal
jantung.(Ntusi,2009)
c. Apoptosis miosit
Reaksi apoptosis pada sel otot jantung merupakan suatu teori yang
diduga berperan dalam menyebabkan terjadinya kardiomiopati.Hipotesis ini
dibuktikan dengan penelitian aktivasi caspase (suatu protease sistein
spesifik aspartat) pada reseptor Gq di permukaan sel dan di mitokondria
yang mencetuskan kematian sel. Inhibisi caspase terbukti mengurangi
apoptosis miosit jantung hingga 89%. Selain itu pada pasien PPCM juga
ditemukan Fas/APO-1, suatu mediator pemicu apoptosis pada permukaan
sel, dalam jumlah tinggi, disertai dengan peningkatan kadar TNF-α, yang
mendukung peran apoptosis sel miosit jantung sebagai patogenesis
PPCM.(Hayakawa, 2003)

46
d. Stres oksidatif dan prolactin
Teori yang mendukung reaksi berantai stress oksidatif melalui hormon
prolaktin dan cathepsin D (protease pemecah prolaktin) ditunjukkan dari
peningkatan kadar LDL (low-density lipoprotein) teroksidasi, cathepsin,
prolaktin dan fragmennya pada serum penderita PPCM. Stres oksidatif
memicu aktivasi cathepsin, memecah prolaktin menjadi fragmen prolaktin
16 kDa.Fragmen ini bersifat angiostatik, menghambat proliferasi dan
migrasi sel endotel, memicu apoptosis endotel, menimbulkan
vasokonstriksi, serta mengganggu kerjakardiomiosit. Lebih lanjut lagi,
dengan menghambat produksi prolaktin melalui reseptor agonis dopamin
D2,bromokriptin,onset PPCM bisa dihambat pada tikus percobaan.(Forster,
2008,Habedank,2008)
e. Etiologi lain
Tradisi asupan garam tinggi pada masa nifas, ditambah suhu yang
panas, meningkatkan beban kardiovasular melalui peningkatan volume
sirkulasi dan cardiac output. Efek peningkatan beban hemodinamik selama
kehamilan merupakan teori lama yang dianut, namun tidak bisa menjelaskan
kejadian PPCM yang lebih tinggi pada akhir kehamilan dan setelah
persalinan. Kondisi hipertensi pada kehamilan juga dianggap berperan
terhadap kejadian PPCM, walaupun pada kebanyakan kasus tidak
ditemukan hipertensi sama sekali.

2.5. MANIFESTASI KLINIK


Kehamilan normal dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistem
kardiovaskuler seperti peningkatan volume darah, peningkatan kebutuhan
metabolik, anemia ringan, perubahan resistensi vaskuler dengan adanya
dilatasi ringan ventrikel dan peningkatan curah jantung. Karenanya, awal
manifestasi klinis PPCM mudah terselubung. Presentasi klinis PPCM
kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik sekunder terhadap
kardiomiopati.
PPCM ditandai dengan gagal jantung onset cepat selama minggu
terakhir kehamilan atau sampai dengan 5 bulan setelah melahirkan. 75%
dari pasien didiagnosis pada bulan pertama postpartum dan 40% didiagnosis

47
dalam minggu pertama. Gambaran klinis PPCM memiliki tampilan
kardiomiopati dilatasi (DCM), tetapi berbeda dari bentuk DCM lain dalam
perkembangannya yang cepat.
Tanda dan gejala awal PPCM biasanya menyerupai temuan normal
fisiologis kehamilan, termasuk oedem pedis, dyspneu d’effort, ortopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten.
Tanda dan gejala tambahan pasien PPCM adalah: abdominal discomfort
sekunder terhadap kongesti hepar, pusing, nyeri sekitar jantung dan
epigastrium, palpitasi, pada stadium lanjut didapat hipotensi postural,
peningkatan tekanan vena jugularis, murmur regurgitasi yang tidak
ditemukan sebelumnya, serta gallop S3 dan S4. Pada mayoritas pasien, 78%
gejala didapati pada 4 bulan setelah melahirkan, hanya 9% pasien
menunjukkan gejala pada bulan terakhir kehamilan. Tanda dan gejala paling
sering dijumpai pada saat pasien datang adalah dengan NYHA functional
class III atau IV. Kadang pasien datang dengan aritmi ventrikel atau cardiac
arrest.
Gejala PPCM diklasifikasikan menggunakan sistem New York Heart
Association sebagai berikut:
• Class I – Keadaan tanpa gejala
• Class II – Gejala ringan hanya pada aktivitas berat
• Class III – Gejala dengan aktivitas ringan
• Class IV – Gejala pada saat istirahat
Trombosis ventrikel kiri tidak jarang ditemui pada pasien PPCM
dengan LVEF <35%. Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah
embolisme perifer, termasuk emboli serebral dengan konsekuensi
neurologis serius dan embolisme koroner mesenterium.

2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis PPCM ditegakkan berdasarkan 4 kriteria pada tabel 1,
yang ini pertama kali disusun oleh Demakis, kemudian direkomendasikan
oleh NHLBI dan NIH dengan tambahan kriteria
ekokardiografi.(Demakis,1971, Pearson,2000) Ekokardiografi merupakan
standar baku emas pada PPCM, ditambah dengan onset waktu yang khas

48
dan gejala klasik gagal jantung, serta menyingkirkan penyebab lain
kardiomiopati.(Pearson,2000; Cruz M,2010)
Tabel 1. Kriteria Diagnostik PPCM

1. Tampilan Klinis
Sekitar Gejala klasik gagal jantung bendungan dapat ditemukan pada pasien
PPCM, seperti lemah, sesak nafas pada waktu aktivitas dan berbaring, dan
edema tungkai, namun gejala ini serupa dengan keluhan kehamilan trimester
ketiga yang normal. Adanya tanda-tanda seperti paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND) disertai nyeri dada dan batuk malam hari, Pemeriksaan fisik
dapat ditemukan bunyi S3 dan S4 (gallop), serta bising regurgitasi pada
katup atrioventrikular.Distensi vena leher dan hepatomegali menunjukkan
tanda-tanda bendungan, dan pada paru dapat ditemukan ronki basah dan
bahkan edema paru.

Tabel 2. Gambaran klinis PPCM.(Nabhan,2005)

PPCM kadang muncul dengan gambaran gagal jantung akut, berupa


penurunan cardiac output, penurunan perfusi jaringan, peningkatan tekanan
kapiler paru ditandai dengan sesak nafas berat, edema paru, dan syok
Keadaan ini dapat mengancam jiwa ibu dan membutuhkan penanganan
yang agresif dan cepat.(Sliwa,2008)

49
Penyakit kardiovaskular sebelumnya perlu disingkirkan, seperti
preeklampsia dan hipertensi gestasional, kelainan katup jantung, infark
miokard, infeksi sistemik, dan emboli paru Faktor resiko seperti multiparitas
dan multifetal, umur kehamilan yang lebih tua (>30 tahun), hipertensi, ras,
riwayat keluarga, status nutrisi, penggunaan tokolitik, dan infeksi virus
sebelumnya perlu ditelusuri untuk mencari kemungkinan penyebab
PPCM.(Pearson,2000)

Gambar 3.8. Diagnosis PPCM (Pearson, 2000)


Ekokardiografi
Evaluasi kardiologi harus dibuat dalam rangka untuk membuat
diagnosis. Diagnosis dibuat berdasarkan pada ekokardiografi. Diagnosis
dapat dibuat dengan menunjukkan bahwa fraksi ejeksi di bawah 45%,
disfungsi sistolik dan / atau pemendekan fraksi di bawah 30%, dan / atau
diameter diastolik di atas 2,7 cm / m2.6
Diagnosis PPCM perlu untuk menyingkirkan penyebab lain dari
kardiomiopati dan dikonfirmasi oleh ekokardiografi standar dari disfungsi
sistolik ventrikel kiri, termasuk penurunan pemendekan fraksi dan ejeksi
fraksi.
Ekokardiografi sangat penting untuk menyingkirkan penyebab lain dari
gagal jantung seperti penyakit katup mitral, miksoma atrium kiri dan
penyakit perikard. Ekokardiogram biasanya menunjukkan pembesaran
ventrikel kiri yang ditandai dengan penurunan kinerja sistolik keseluruhan.
Elektrokardiogram
Elektrokardiogram (EKG), foto dada, pemeriksaan ekokardiografi
Doppler mode dan dua dimensi harus dilakukan secara rutin.7EKG dapat

50
normal, tetapi biasanya menunjukkan sinus takikardia atau fibrilasi atrium.
Juga memungkinkan untuk menemukan tegangan normal atau tegangan dan
beberapa kriteria hipertrofi ventrikel kiri. Perubahan segmen ST non-
spesifik dan gelombang T dapat dijumpai, gelombang Q dapat dilihat pada
prekordium anteroseptal, interval PR dan QRS dapat memanjang yang
menunjukkan gangguan konduksi intraventrikular; bundle branch block
kadang-kadang dijumpai.
Foto Thoraks
Foto dada harus dilakukan dengan abdominal shielding untuk
mengevaluasi etiologi hipoksia dan menyingkirkan pneumonia. Foto dada
tidak spesifik: ia menunjukkan kardiomegali dengan efusi pleura minimal
bilateral; kongesti vena pulmonal dan infiltrat bibasilar sering dijumpai.
Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan sebagai alat
pelengkap untuk mendiagnosis PPCM, dan dapat terbukti menjadi penting
dalam mengidentifikasi mekanisme yang terlibat. Pemeriksaan ini dapat
mengukur kontraksi miokard global dan segmental, dan dapat menandai
miokardium.
Pemeriksaan hemodinamik
Pemeriksaan hemodinamik biasanya tidak dilakukan tetapi dapat
menunjukkan peningkatan tekanan pengisian jantung kanan dan jantung
kiri, dengan berkurangnya curah jantung, dimana ventrikulografi kiri
biasanya menunjukkan penurunan global dalam kinerja sistolik ventrikel
kiri; arteriogram koroner umumnya normal.

2.7. TATALAKSANA
1. Gagal jantung akut pada PPCM
Penanganan gagal jantung akut membutuhkan terapi yang cepat dan
agresif, terutama jika terdapat edema paru dan hipoksemia. Oksigenasi
yang adekuat menggunakan ventilasi non-invasif (jika memungkinkan)
hingga target saturasi oksigen arteri ≥ 95%. Diuretik intravena (iv)
dengan bolus inisial furosemid 20-40 mg untuk mengurangi volume
vaskular. Nitrat iv (nitrogliserin 10-20 μg hingga 200 μg/menit)

51
digunakan pada pasien dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg.
Penggunaan inotropik dicadangkan pada pasien dengan gejala
hipoperfusi jaringan (akral dingin, hipotensi, oliguria, penurunan
kesadaran) dan pasien yang tidak berespon dengan diuretik dan nitrat.
Agen inotropik seperti dobutamin (5-15 μg/kgBB/menit) digunakan
hingga perfusi jaringan tercapai.(Sliwa,2010)
2. PPCM dengan gagal jantung yang stabil
Permasalahan pada PPCM adalah sebagian pengobatan gagal
jantung dikontraindikasikan pada wanita yang sedang hamil atau
menyusui. Kondisi ini berbeda jika bayi telah dilahirkan, pasien bisa
mendapatkan terapi gagal jantung yang optimal. Obat yang umum
digunakan pada gagal jantung mencakup angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACE-I), angiotensin-II receptor blocker (ARB), hidralazine,
nitrat, penyekat beta, diuretik, antagonis aldosteron, dan terapi
antitrombotik.(Pearson,2000) Terapi non farmakologis mencakup
restriksi cairan dan diet rendah sodium.Pilihan terapi gagal jantung
beserta efek terhadap ibu dan janin diperlihatkan pada tabel 3.(Cruz
M,2010)
Tabel 3. Pilihan Terapi PPCM

Aritmia merupakan masalah pelik pada kardiomiopati, menimbulkan


penurunan hemodinamik atau kematian mendadak. Penggunaan ICD dan
CRT (Cardiac Resynchronizing Therapy) diindikasikan pada pasien
dengan disfungsi ventrikel yang persisten dan kelas fungsional III-IV dan
durasi QRS >120 ms.(Sliwa,2010)

52
Beberapa terapi yang lebih baru telah diajukan dan memperlihatkan
hasil yang menjanjikan.Bromokriptin merupakan agonis dopamin D2,
menghambat sekresi prolaktin, menekan pembentukan fragmen prolaktin,
dan memperbaiki tampilan klinis PPCM.(Forster
O,2008;Habedank,2008;Jahns,2008;Sliwa,2010)
Penggunaan imunosupresif mungkin bermanfaat pada miokarditis,
walaupun belum diuji secara luas dan kemungkinan tidak berguna pada
pasien PPCM tanpa gambaran miokarditis.(Abboud,2007) Imunoglobulin
iv dilaporkan memperbaiki fungsi sistolik ventrikel kiri pada PPCM akut
dan miokarditis.
3. Manajemen kegawatan obstetri antepartum
Waktu dan pilihan persalinan pada PPCM didasarkan kondisi klinis
ibu dan janin yang diawasi dengan ketat oleh dokter kandungan dan
kardiolog. Pengawasan ketat hemodinamik secara invasif dan kateter urin
untuk mengawasi cairan, termasuk monitoring terhadap janin dengan
kardiotokografi. Gagal jantung akut ditangani dengan agresif untuk
memperbaiki hemodinamik ibu. Oksigenasi yang adekuat, ditambah
dengan nitrat dan diuretik untuk mengurangi volume sirkulasi. Bila
perfusi jaringan menurun, maka inotropik seperti dobutamin dapat
digunakan, didukung dengan monitoring invasif.(Twomley,2010)
Bila tidak memungkinkan untuk mempertahankan persalinan (fetal
distress atau hemodinamik ibu menurun) maka persalinan dapat
diterminasi. Pilihan pertama pada pasien yang masih terkompensasi
adalah persalinan pervaginam spontan atau dibantu dengan vakum dan
forceps untuk mengurangi beban kerja ibu. Sebelumnya dilakukan
pematangan serviks atau induksi. Sementara jika hemodinamik sangat
tidak stabil persalinan perabdominam elektif dapat dilakukan dengan
pilihan anastesi epidural atau spinal.(Cruz M,2010)
4. Pilihan persalinan
Dengan kondisi ibu dan janin yang stabil, persalinan tidak perlu
dipercepat, karena proses persalinan sendiri dapat meningkatkan beban
sirkulasi. Beban sirkulasi setelah melahirkan terjadi 48 jam setelah

53
melahirkan. Proses persalinan dapat dipercepat melalui pematangan
serviks menggunakan prostaglandin atau induksi oksitosin. Jika
memungkinkan, persalinan vagina (spontan atau dibantu) menjadi pilihan
utama. Sectio Caesaria elektif dilakukan pada pasien yang tidak stabil
atau membutuhkan dukungan inotropik dan mekanis. Penggunaan
anastesi epidural atau spinal menjadi pilihan utama anastesi.(Cruz
M,2010)
Penanganan nyeri selama persalinan dan pasca persalinan sangat
diperlukan untuk menekan stress simpatis yang dapat mengurangi beban
preload pasca salin.
Pasca persalinan dapat diberikan oksitosin dosis tunggal
intramuskular (ergometrin dikontraindikasikan), dan furosemid 20 mg iv
diberikan untuk mengurangi volume sirkulasi. Evaluasi status
kardiovaskular dapat dimulai 1 minggu setelah persalinan dan
penyesuaian obat dapat dilakukan.(Sliwa,2010)
5. Konseling untuk kehamilan selanjutnya
Angka rekuren dari PPCM untuk kehamilan berikutnya sekitar 30 –
50 %. (Elkayam, et al, 2001) Berulangnya kejadian PPCM akan
meningkatkan kejadian disfungsi ventrikel kiri.(Silwa, 2010) Disfungsi
ventrikel kiri akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. (Elkayam, et
al, 2001) Oleh karena itu pada wanita dengan riwayat PPCM harus
dijelaskan akan risiko terjadinya PPCM lagi pada kehamilan berikutnya
yang dapat berakibat pada kematian. Dari beberapa konsensus
menyatakan bahwa wanita dengan PPCM disarankan untuk tidak hamil
lagi, terutama wanita dengan riwayat PPCM yang fungsi ventrikel
kirinya tidak pulih sempurna.

2.8. PROGNOSIS
Prognosa dari PPCM tergantung dari pemulihan fungsi dari ventrikel
kiri. 30% penderita PPCM fungsi ventrikel kirinya kembali keadaan
semula pada 6 bulan pasca melahirkan, 50% penderita mengalami
peningkatan fungsi ventrikel kiri.

54
Penyebab kematian dari penderita PPCM ialah gagal jantung
progresif, aritmia, tromboemboli. Penyebab kematian oleh karena emboli
dilaporkan sebanyak 30%. Kematian pada penderita PPCM 7 – 50%
terjadi pada 3 bulan pasca melahirkan.
Penyebab kematian PPCM disebabkan oleh fungsi ventrikel kiri
yang tidak dikontrol setelah melahirkan, pasien yang kembali hamil
dengan fungsi vetrikel kiri yang tidak pulih kembali keadaan semula
akan memiliki risiko kematian yang tinggi.

55
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah di laporkan seorang pasien usia 29 tahun dengan diagnosaG2P1A0 hamil


preterm 35 minggu belum inpartu + PEB + Impending Eklampsia +PPCM, yang
dirawat bersama dengan bagian jantung RSID dr. Drajat Prawiraegara Serang.
Pada kasus ini dibahas mengenai:
1. Diagnosis
2. Rencana Tatalaksana terminasi cito
4.1. Diagnosis
Hamil preterm 35 minggu ditegakkan berdasarkan USG didapatkan hasil
biometri janin sesuai dengan usia kehamilan 35 minggu. Pasien tidak dapat
mengingat haripertama haid terakhir (HPHT) pada kehamilan ini, sehingga
rumus Naegle tidak dapat diterapkan.
Diagnosis PEB ditegakkan dari pemeriksaan ANC terakhir didapatkan
tensi pasien tinggi disertai protein urin +1 serta tidak adanya riwayat darah
tinggi diluar kehamilan. pasien dikonsultasikan ke bagian jantung karen adari
anamnesis juga diketahui pasien sering merasa mudah lelah saat beraktivitas
disertai sesak dan batuk terutama pada malam hari mulai memasuki usia
kehamilan 8 bulan.
Setelah dilakukan pemeriksaan Echocardiography, ditemukan gambaran
left ventrikel hypertrophy + disertai ejection fraction 43% memenuhi trias
PPCM disertai 1 gejala tambahan. Pasien aalnya memiliki rencana terapi
ekspektatif namun dalam perkembangannya, timbul tanda-tanda impending
eklampsia berupa pusing mual dan muntah-muntah sebanyak +/- 2 kali
sehingga tatalaksana yang diharapkan adalah sectio caesaria.
Berdasarkan seluruh hasil pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa
diagnosis utama dari pasien ini adalah Peripartum Cardiomyopathy. Selain itu,
diagnosis sekunder pada pasien ini adalah PEB dengan Impending eklampsia.
4.2. Tatalaksana
4.2.1 Terminasi Cito

56
Pada pasien ini didapatkan usia kehamilan 35 minggu menurut Hasil
pemeriksaan USG. Didapatkan tafsiran berat janin 2710 gr. Dari data tersebut
janin memungkinkan untuk dilahirkan. Kondisi ibu saat ini dari bagian jantung
tidak ditemukan tanda – tanda gagal jantung akut.
Menurut Cruz, 2010 pilihan persalinan yang terbaik jika kondisi ibu stabil
ialah melalui persalinan pervaginam dengan batuan vacum ekstraksi atau
forcep ekstraksi yang didahului oleh induksi persalinan dengan misoprostol
sebagai pematangan serviks, namun pada pasien ini persalinan terdahulu
dilakukan secara sectio sesaria dimana risiko untuk dilakkukan trial of labor
after cesarean sangat berisiko, maka persalinan yang tepat untuk saat ini adalah
dengan sectio sesaria. Penanganan nyeri selama persalinan dan pasca
persalinan sangat diperlukan untuk menekan stress simpatis yang dapat
mengurangi beban preload pasca salin. (Cruz M,2010) Anestesi regional
terbukti tidak mempengaruhi depresi dari miokard. Untuk persalinan
pervaginam bantuan anestesi epidural dapat sangat membantu mengurangi
beban preload jantung.
Pada pasien ini sebaiknya di edukasi untuk dilakukan kontrasepsi mantap
karena apabila terjadi kehamilan lagi akan meningkatkan kemungkinan
kardiomiopati pada kehamilan tersebut.
4.2.2 Medikamentosa
A. Inf. RL 500 cc
Nacl adalah normal salin atau larutan garam fisiologis. Osmolaritas
cairannya mendekati serum, sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemik. Memiliki
risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Sehingga pada pasien ini perlu
dibatasi dan diawasi pemberiannya.
Efek Samping: Penggunaan yang bersa dapat mengakibatkan edema
jaringan (biasanya paru-paru) dan juga akumulasi natrium
B. Inj. Farsix 2x2 amp
Farsix adalah furosemide yang termasuk kedalam obat golongan
diuretik yang digunakan untuk membuang cairan atau garam berlebih di

57
dalam tubuh melalui urine dan meredakan pembengkakan yang
disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, penyakit ginjal atau kondisi
terkait. Obat diberikan dengan harapan terjadi pengurangan
pembengkakan pada ekstremitas pasien.
Efek Samping: Diare, kram perut, merasa lelah, mudah mengantuk,
mulut terasa kering, aritmia, telinga berdenging, mual dan muntah,
penglihatan buram, konstipasi
C. inj. Ceftriaxone 2x1
Antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai
khasiat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida
pada dinding sel bakteri
Efek Samping: Diare berair atau berdarah, ruam, memar, kesemutan,
mati rasa, nyeri, otot lemah, detak jantung tidak teratur, demam,
menggigil, sakit pada tubuh, gejala flu, mudah memar atau berdarah,
lemah lesu tidak biasa demam, sakit tenggorokan, dan sakit kepala dengan
kulit melepuh, mengelupas, dan ruam
D. Kalium Klorida (KSR) 1x1 PO
Mengobati atau mencegah jumlah kalium yang rendah dalam darah
dan dapat membantu sel, ginjal, jantung, otot, dan saraf berfungsi dengan
baik.
I. Metildopa 2x250mg
J. Dopamet 1x30mg
K. Inj. Ketorolac 3x1
Efek Samping: Sakit perut atau pembengkakan, mual, BAB hitam,
mati rasa atau kesemutan di kulit, muntah, kaki lemah atau berat, detak
jantung tak teratur
J. Isosorbid Dinitrate (ISDN) 3x5 mg PO
Obat golongan nitrat yang bekerja dengan melebarkan pembuluh
darah agar aliran darah ke otot jantung lancar. Efek Samping: Pusing dan
sakit kepala, mual, kulit memerah atau muncul ruam

58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan
1. Kondisi pasien mengalami perburukan saat dilakukan tatalaksana
konservatif terhadap PEB
2. Janin viabel untuk dilahirkan walaupun tertundanya pemberian
dexamethason
3. Rencana Terminasi Cito pada pasien ini perdasarkan perburukan kondisi
pasien

5.2 Saran
1. Edukasi KB pada pasien untuk menghindari kehamilan dengan faktor
resiko yang ada.

59
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2015). Peripartum Cardiomyopathy. Retrieved


from:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/Cardiomyopathy/Peripa
rtum-Cardiomyopathy-PPCM_UCM_476261_Article.jsp#.Wv-wZkiFO00
Arany, Z. & Ulkayam, U. (2016). Contemporary Reviews in Cardiovascular
Medicine: Peripartum Cardiomyopathy. Circulation AHA 2016;133:1397-
1409.
Damanik, A. (2016). Hubungan Kejadian Efusi Pleura pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif Berdasarkan Foto Thoraks di RSUP Dr Kariadi Tahun 2015. Jurnal
Kedokteran Diponegoro, Volume 5, Nomor 4, Oktober 2016.
Hilfiker-Kleiner, D. (2008). Peripartum Cardiomyopathy: An Article Review.
Dtsch Arztebl Int 2008; 105(44): 751–6
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta: PERKI
Rodiani. (2016). Multigravida Hamil 36 Minggu dengan Gemeli dan Peripartum
Kardiomiopati. J AgromedUnila, Volume 4, Nomor 1, Juni 2017, 120-125.
Setiantiningrum, M. & Rehatta, V. (2014). Definisi, Etiopatogenesis, dan
Diagnosis Kardiomiopati Peripartum. CDK-218/vol. 41 no. 7, th. 2014.
Setiantiningrum, M. & Rehatta, V. (2015). Penatalaksanaan Kardiomiopati
Peripartum. CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015.
Sullivan, D. (2017). Peripartum Cardiomyapathy. Retrieved from:
https://www.healthline.com/health/peripartum-cardiomyopathy
Yancy, C.W., Jessup, M., et al. (2013). ACCF/AHA Guideline for the
Management of Heart Failure: executive summary: a report of the American
College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines. AHA Circulation 2013;128:1810–1852.

60

Anda mungkin juga menyukai