Anda di halaman 1dari 24

Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Tutorial Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

EKLAMPSIA

Oleh
Gita Permatasari
1810029027

Dosen Pembimbing Klinik


dr. Muhammad Faizal Arif, Sp.OG

LAB / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Tutorial Kasus tentang “Eklampsia”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Obstetri Dan Ginekologi Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan laporan kasus ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp.OG selaku Kepala Laboratorium Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
4. dr. Muhammad Faizal Arif Sp.OG selaku dosen pembimbing tutorial kasus.
5. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK Universitas Mulawarman khususnya staf
pengajar Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi, terima kasih atas ilmu yang telah
diajarkan kepada penulis.
6. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
AWS/FK Universitas Mulawarman dan semua pihak yang telah membantu,
baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.
Samarinda, Januari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2. Tujuan ............................................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS .................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................12
3.1 Eklamsia..........................................................................................................12
3.1.1 Definisi ........................................................................................................12
3.1.2 Etiologi.........................................................................................................12
3.1.3 Faktor Risiko................................................................................................13
3.1.4 Manifestasi Klinik .......................................................................................14
3.1.5 Diagnosis .....................................................................................................15
3.1.6 Penatalaksanaan ...........................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................21
BAB V PENUTUP ...............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang
lebih berat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala
tertentu (Lestari, 2016). Eklampsia didefinisikan sebagai peristiwa terjadinya
kejang dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran bukan karena epilepsi
maupun gangguan neurologi lainnya, dengan disertai tanda preeklampsia
(Guerrier, Oluyide, Eramarou, Grais, 2013). Di Indonesia, eklampsia merupakan
penyebab kematian ibu tertinggi kedua setelah perdarahan, diikuti infeksi (11%),
komplikasi masa nifas (8%), partus macet (5%), dan abortus (5%) (Konferensi
INFID, 2014). Oleh karena itu, diagnosis dini preeklampsia, yang merupakan
tingkat pendahulu eklampsia serta penanganannya perlu segera dilaksanakan
untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa
sindroma preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema dan proteinuria sering
tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga
tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat dan
eklampsia (Lestari, 2016).
Risiko yang dapat terjadi akibat preeklampsia-eklampsia pada janin adalah
berat badan lahir rendah (BBLR) akibat spasme arteriol spinalis decidua
menurunkan aliran darah ke plasenta, yang mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Kerusakan plasenta ringan dapat menyebabkan hipoksia janin,
keterbatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR) dan IUFD atau kematian janin
dalam kandungan. Dampak preeklampsia-eklampsia pada ibu antara lain solusio
plasenta, abruption placenta, hipofibrinogemia, hemolisis, perdarahan otak,
kerusakan pembuluh kapiler mata hingga kebutaan, edema paru, nekrosis hati,
kerusakan jantung, sindroma HELLP, kelainan ginjal. Komplikasi terberat akibat
eklampsia adalah kematian ibu (Lestariningsih, 2018).

4
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang Eklampsia dengan perbandingan antara teori dengan
kasus nyata Eklampsia.
1.2.2. Tujuan Khusus
 Mengetahui teori tentang Eklampsia yang mencakup definisi, etiologi, faktor
risiko, patofsiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan
 Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus nyata Eklampsia yang
terjadi di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Mengkaji ketepatan
penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus ini.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, 27 Desember


2019 di RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.

Anamnesis:
Identitas pasien:
Nama : Ny. SIL
Umur : 26 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT)
Suku : Toraja
Alamat : Gerilya, Samarinda
Masuk RS (MRS) : Hari Jumat, 27 Desember pukul 14.30 WITA

Identitas suami:
Nama : Tn. HD
Umur : 26 tahun
Agama : Toraja
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Bangunan
Suku : Bugis
Alamat : Gerilya, Samarinda

Keluhan Utama:
Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie dibawa oleh suami
dengan keluhan kejang tiga kali sebelum masuk RS. Suami pasien mengatakan

6
pasien mengalami kejang pertama sekitar jam 10.00 dengan durasi kurang lebih
10 menit dan 30 menit kemudian kejang kedua kurang dari 10 menit dan dibawa
ke RS swasta dan kejang ketiga dengan durasi 10 menit dan tidak sadarkan diri.
Pasien tidak pernah melakukan ANC. Di luar kehamilan, suami pasien mengaku
tidak memiliki riwayat kejang dan tekanan darah tinggi.. Kejang baru pertama kali
dialami. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri ulu hati sejak pagi hari
sebelum masuk RS, nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk. Tidak adanya riwayat
trauma selama kehamilan. Gangguan BAK dan BAB, demam, mual dan muntah
tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil,
diabetes mellitus, asma, penyakit jantung dan juga alergi.

Riwayat Haid:
- Menarche usia 13 tahun
- Siklus 28 hari teratur
- Lama haid 4-5 hari
- Hari Pertama Haid Terakhir : April 2019
- Taksiran Persalinan : Januari 2020

Riwayat Perkawinan:
Menikah 1 kali, menikah pertama kali usia 20 tahun, lama menikah 6 tahun

Riwayat Obstetrik:
G2P1001A000

Tahun Tempat Umur Jenis Penolong BB Keadaan


Penyulit
Partus Partus Kehamilan Persalinan Persalinan (gr) Anak
Klinik
2004 Aterm Spontan Bidan - 3.000 Hidup
Bidan
2019 Hamil ini

7
Kontrasepsi:
Tidak ada

Pemeriksaan fisik:
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : GCS : E4V5M6
3. Tanda vital :
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Heart Rate : 102x/menit
Frekuensi napas : 26 x/menit (SpO2 99% dengan O2 NK 3 lpm)
Suhu : 37,4°C
4. Status generalis:
Kepala : normochepalic
Mata : konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-),
pandangan kabur (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax:
 Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)
6. Ekstremitas : Atas: akral hangat
Bawah: edema tungkai (+/+), varises (-/-), refleks patella
(+/+)
7. Status Obstetri:
1. Inspeksi : Perut membesar, bekas operasi (-)
2. Palpasi :
TFU : 31 cm
Leopold 1 : Teraba bulat lunak, kesan bokong
Leopold 2 : Teraba punggung janin pada kiri ibu, memanjang
Leopold 3 : masuk PAP
Leopold 4 : stage 4/5

8
3. Auskultasi : 142 x /menit
Pemeriksaan Dalam : Vulvovagina : tidak ada kelainan
Portio : kuncup
Pembukaan : tidak ada
Ketuban : tidak teraba
Penurunan : tidak teraba
Perdarahan : (-)

4. Pemeriksaan Tambahan:
Laboratorium Darah Lengkap (27/12/2019)
a. Leukosit : 17.050/mm3
b. Hb : 9.5 gr/dl
c. HCT : 30.6 %
d. Trombosit : 350.000 / mm3
e. BT : 3 menit
f. CT : 9 menit
g. Gula darah sewaktu (GDS) : 62 mg/dL
h. Ureum : 16.3 gr/dl
i. Creatinin : 0,5 gr/dl
j. SGOT : 24
k. SGPT : 18
l. HbsAG : Non Reaktif
m. 112: Non Reaktif
Pemeriksaan Urin Lengkap
n. Berat Jenis : 1.020
o. Keton : +1
p. Nitrit :-
q. Leukosit :-
r. Hemoglobin: +3
s. Warna : Kuning
t. Kejernihan: keruh
u. pH: 5,0
v. Protein: +3
J. Eritrosit:2-3

9
l. Bakteri: -

Diagnosis kerja:
G2P1001A000 gravid 39-40 minggu janin tunggal hidup intra uteri dengan Eklampsia

Penatalaksanaan IGD :
protap MgSO4
memasang kateter
Nicardipine 2x10mg
Konsul Sp.OG
Co dr Sp OG :
protap MgSO4
Nicardipin 2x10mg
Paracetamol tab 500mg
Rencana SC cito pukul 20.00
Follow up:
No Tanggal Follow up P
1 27 Menerima pasien baru di IGD, dilakukan P : observasi KU, TTV,
Desember anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan djj
2019 S : Riwayat kejang 3x sebelum MRS Rencana SC pukul 20.00
Jam 18.00 O : KU sedang, GCS 15, TD. 160/100 Injeksi cefazoline 1gr IV
WITA mmHg, N. 96x/menit, RR. 24x/menit SpO2
97%, T.37 C.
DJJ : 143 kali per menit
TFU : 31 cm
VT : portio kuncup, blood slyme
A : G2P1001A000 gravid 39-40 minggu dengan
Eklampsia
2 27 KU sedang, GCS 15, TD. 150/100 mmHg, N. SC Cito
Desember 100x/menit, RR. 24x/menit SpO2 97%, T.37
C.
2019
DJJ : 139 kali per menit
21.00
WITA
3 28 S : Pasien kejang <5menit P:

10
Desember O Keadaan umum tampak lemah, GCS IVFD RL + MgSO4 15
2019 E2V2M2 TD: 160/90 mm/Hg HR: 100x RR: cc 28 tpm (protap
20x/menit T:37 C MgSO4 hingga 24 jam
23.30
Leukosit : 22.610/mm3 post partum)
WITA IVFD RL+oxytocin 10
Hb : 8.5 gr/dl
ICU IU+tramadol
HCT : 27.1 %
Inj sedacum 2mg IV (saat
Trombosit : 435.000 / mm3 kejang)
Inj recofol 50mg IV (saat
A : P2002A000 Post SC atas indikasi Eklampsia kejang)
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Kaltrofen 3x1supp
Nicardipine 3mg/jam
4 29 S : kejang (-) P:
Desember O : T KU sedang, GCS 15, D 150/80 mmHg, MgSO4 stop
Drip oksitosin 2 ampul
2019 HR 81x/menit, RR 19x/menit T: 36.5°C,
dalam RL 500 cc 20tpm
16.00 perdarahan 500cc Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
WITA A : P2002A000 Post SC atas indikasi Eklampsia Inj. Santagesic
(metamizole) 2x1 amp
Nifas
Tranfusi PRC 1 kolf
Inj Lasix (furosemide) 1
ampul
Sp. Lasix 10mg/jam
Nicardipine 3mg/jam
5 30 S : Nyeri bekas operasi P:
Desember O : KU baik, GCS 15, TD: 140/100 mm/Hg, Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
HR: 82x, RR: 21x/menit, T:36 C Inj.Santagesic
2019
A : P2002A000 Post SC atas indikasi Eklampsia (metamizole) 2x1 amp
10.00 Tranfusi PRC 1 kolf
WITA Nipedipine 3x10mg

Nifas
6 31 S : Nyeri bekas operasi P:
Desember O : E4V5M6, TD: 140/90 mm/Hg, HR: 98x Aff DC & IV
RR: 16x/menit, T:36,6 C Cefadroxil 2x500 mg
2019
A : P1001A000 Post SC dengan Eklampsia Asam mefenamat 3x500
10.00 mg
WITA Nifedipin 3x10 mg
Metildopa 3x250 mg
Nifas
Mobilisasi bertahap

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Eklampsia
3.1.1 Definisi
Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan,
didefinisikan sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema.
Dapat terjadi lebih awal misalnya pada mola hidatidosa. Eklampsia pada
umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre
eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang
dapat diikuti oleh koma (Lestari, 2016). Sedangkan definisi lain mengatakan
eklampsia didefinisikan sebagai peristiwa terjadinya kejang dengan atau tanpa
penurunan tingkat kesadaran bukan karena epilepsi maupun gangguan neurologi
lainnya, dengan disertai tanda preeklampsia (Guerrier, Oluyide, Eramarou, Grais,
2013).

3.1.2 Etiologi
Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan
komplikasi dari pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang
dan koma diduga berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik
akibat iskemia kortikal, edema serebri dan perdarahan.
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik,
immunologik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang
rumit. Beberapa penelitian memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan
pelepasan zat tertentu menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Penyebab langsung
akti'itas kejang pada penderita eklampsia masih tidak diketahui. Iskemia serebri,
infark, perdarahan edema diketahui terjadi pada penderita dengan eklampsia
(Lestari, 2016).

3.1.3 Faktor Resiko


Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya eklampsia,
memiliki salah satu kriteria dibawah ini (National Institute for Health and

12
Clinical Excellence, 2011).
1) Primigravida
2) Umur ≥ 40 tahun
3) Interval kehamilan ≥ 10 tahun
4) BMI saat kunjungan pertama ≥35 kg/m2
5) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia
6) Kehamilan ganda
Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya eklampsia adalah yang
memiliki salah satu dari kriteria dibawah ini:
1) Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya
2) Penyakit ginjal kronik
3) Penyakit autoimun seperti SLE atau sindrom antifosfolipid
4) Diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2
5) Hipertensi kronik

3.1.4 Manifestasi Klinis


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia
dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Kriteria gejala dan kondisi yang
menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah
salah satu dibawah ini (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia [POGI],
2016):
1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3) Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4) Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5) Edema Paru
6) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7) Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

13
Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul
kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan. Konvulsi/kejang
eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1) Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2) Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30
detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku,
tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Perna!asan berhenti,
muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3) Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung
antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan
lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang
berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak
sadar. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita menarik nafass secara
mendengkur.
4) Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu
sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat
terjadi pula timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam
keadaan koma (Prawirohardjo, 2013).

3.1.5 Diagnosis
Eklampsia dapat ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda yang sering ditemui seperti kejang,
tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu, proteinuria ≥ ++,
koma dan gejala yang sama seperti peeklamsia berat (Saifuddin, Wiknjosastro,
Affandi, Waspodo, 2010). Dengan adanya tanda dan gejala pre eklampsia yang
disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia
sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari
epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yag lain, atau koma akibat sebab

14
lain seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-lain (Lestari,
2016).

3.1.6 Penatalaksanaan
Penanganan preeklamsia berat dan eklamsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada
eklamsia. Penanganan konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan tanda
eklamsia seperti hiperrefleksia dan gangguan penglihatan sering tidak sahih
(Saifuddin, Wiknjosastro, Affandi, Waspodo, 2010).
Penanganan umum pada pasien eklamsia adalah sebagai berikut :
a. Jika tekanan diastolik tetap lebih dari 110mmHg, berikan obat antihipertensi,
sampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.
b. Pasang infus dengan jarum besar (16 gauge atau lebih besar).
c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
d. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria
e. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml perjam :
 Hentikan MgSO4 dan berikan cairan IV (NaCl 0,9% tau Ringer Laktat) pada
kecepatan 1 liter per 8 jam
 Pantau kemungkinan edema paru
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
g. Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
i. Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretik misalnya furosemid 40
mg IV sekali saja jika ada edema paru.
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan sederhana (bedside clotting
test). Jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulopati (Saifuddin, Wiknjosastro, Affandi, Waspodo, 2010).
Penanganan kejang pada pasien eklamsia adalah sebagai berikut :
a. Beri obat antikonvulsan
b. Persiapan perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan napas, masker dan
balon, oksigen).

15
c. Beri oksigen 4-6 liter per menit
d. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
e. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko inspirasi
f. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu (Saifuddin,
Wiknjosastro, Affandi, Waspodo, 2010).

Pemberian Anti Konvulsan


Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklamsia berat dan eklamsia.
Cara pemberian MgSO4 :
Dosis Awal
 MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
 Segera lanjutkan dengan pemberian 10 g larutan MgSO4 50%, masing-
masing 5 g di bokong kanan dan bokong kiri secara IM, ditmbah 1 ml
lignokin 2% pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu
pemberian MgSO4.
 Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2 g (larutan 40%) IV
selama 5 menit
Dosis Pemeliharaan
 MgSO4 1-2 g per jam per infus, 15 tetes/menit atau 5 g MgSO4 IM tiap 4 jam
 Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang
berakhir.
Sebelum pemberian MgSO4 ada beberapa hal yang harus diperiksa seperti :
 Frekuensi pernapasan minimal 16 kali / menit
 Refleks patella (+)
 Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Pemberian MgSO4 harus dihentikan ketika ditemukan keadaan berikut ini :
 Frekuensi pernapasan <16 kali /menit
 Refleks patella (-)
 Urin < 30ml/jam dalam 4 jam terakhir
Pada pemberian MgSO4 antidotum harus disiapkan. Apabila terjadi henti
napas tenaga kesehatan harus melakukan ventilasi dan beri kalsium glukonat 1 g

16
(20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi. Jika
MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan resiko terjadinya depresi
pernapasan neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi
pernapasan neonatal. Pemberian terus-menerus secara intravena meningkatkan
risiko depresi pernapasan pada bayi yang sudah mengalami iskemia uteroplasental
dan persalinan prematur. Pengaruh diazepam dapat berlangsung beberapa hari.
Berikut adalah dosis pemberian Diazepam pada pasien Eklampsia :
Dosis awal
 Diazepam 10mg IV pelan-pelan selama 2 menit
 Jika kejang berulang ulangi dosis awal
Dosis pemeliharaan
 Diazepam 40mg dalam 500 ml larutan Ringer Laktat per infus
 Depresi pernapasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30mg/jam
 Jangan berikan >100mg/24jam
 Pemberian melalui rektum
 Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rektal
dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum.
 Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg/jam atau
lebih, bergantung pada bera badan pasien dan respon klinik (Saifuddin,
Wiknjosastro, Affandi, Waspodo, 2010).

Pemberian Antihipertensi
Jika tekanan diastolik 110 atau lebih, berikan obat hipertensi. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan tekanan diastolik di anara 90-100mmHg dan
mencegah perdarahan serebral.
 Berikan hidralazin 5 mg IV pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah
turun. Ulangi setiap jam jika perlu atau berikan hidralazin 12,5 mg IM setiap
2 jam.
 Jika hidralazin tidak tersedia, berikan Labetolol 10 mg
 Jika respons tidak baik (tekanan diastolik tetap > 110mmHg), berikan
labetolol 20 mg IV,
 Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respons tidak baik sesudah 10

17
menit.
 Atau berikan nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik setelah 10 menit, beri
tambahan 5 mg sublingual.
 Metildopa 3 x 250-500 mg/hari (Saifuddin, Wiknjosastro, Affandi, Waspodo,
2010).

Sikap terhadap kehamilannya


Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai
stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu (Prawirohardjo,
2013).

3.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat
dan eklampsia.
1) Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
2) Hipofibrinogenemia.
3) Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan
sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. 8ekrosis periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan terjadinya
ikterus.
4) Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5) Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6) Edema paru-paru.
7) Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia
merupakan akibat vasospasme arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat

18
diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-
enzimnya.
8) Sindroma HELLP yaitu hemolisis, elevated liver enzyme dan low platelet.
9) Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10) DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.
(Prawirohardjo, 2013)

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. SIL, 26 tahun, datang ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie


dengan keluhan kejang tiga kali sebelum masuk rumah sakit. Didiagnosis dengan
G2P1001A000 gravid 39-40 minggu janin tunggal hidup intra uteri dengan Eklampsia.
4.1 Anamnesis

Kasus Teori
 Pasien kejang 3 kali SMRS  Gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
 Sempat mengeluh nyeri pada gangguan visus, nyeri epigastrium, mual, dan
lambung hiperrefleksia
 Mengeluh nyeri kepala  Kejang
 Kejang 1x di OK IBS post SC  Koma
RS AWS  Faktor Risiko : primigravida, umur ≥ 40 tahun,
Interval kehamilan ≥ 10 tahun, BMI saat
kunjungan pertama ≥35 kg/m2, riwayat
keluarga yang pernah mengalami
preeklampsia, kehamilan ganda, riwayat
hipertensi pada kehamilan sebelumnya ,
penyakit ginjal kronik, penyakit autoimun
seperti SLE atau sindrom antifosfolipid,
diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2, hipertensi
kronik

4.2 Pemeriksaan Fisik

Kasus Teori
 Tekanan Darah 180/100  Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada
mmHg kehamilan > 20 minggu,
 Koma

20
 Nyeri tekan epigastrium  Gejala yang sama seperti pre eklampsia
 konjungtiva anemis (-/-), berat.
 Gangguan penglihatan
pandangan kabur (-/-)
 Nyeri tekan epigastrium
 edema tungkai (+/+)  Hiperrefleksia
 Kejang

4.3 Pemeriksaan penunjang

Kasus Teori

Pemeriksaan laboratorium: Gejala preeklamsia yang memberat :
a. Proteinuria ≥ ++

Leukosit : 17.050/mm3
b. Trombositopenia berat : < 100.000 sel /

Hb : 9.5 gr/dl
mm3 atau penurunan trombosit dengan

HCT : 30.6 %
cepat

Trombosit : 350.000 / mm3 c. Kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan

Gula darah sewaktu (GDS) : peningkatan kadar kreatinin serum pada

62 mg/dL kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal



Ureum : 16.3 gr/dl lainnya
d. Peningkatan kadar alanin dan aspartate

Creatinin : 0,5 gr/dl
aminotransferase

Protein: +3

4.4 Diagnosis
Kasus Teori
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan  Gejala dan tanda yang sering ditemui seperti
anamnesis, pemeriksaan fisik dan kejang, tekanan diastolik ≥ 90 mmHg pada
penunjang yang mengarah ke kehamilan > 20 minggu, proteinuria ≥ ++,
eklampsia yaitu: koma dan gejala yang sama seperti pre
 Kejang 3x eklampsia berat
 TD: 180/100 mmHg

21
 Nyeri tekan epigastrium
 Proteinuria +3

4.5 Penatalaksanaan

Kasus Teori
Pada pasien diberikan terapi medika  Dosis Awal
mentosa :  MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% (dalam 10
 MgSO4 sesuai protap.
cc) selama 5 menit. Segera lanjutkan dengan
- MgSO4 40% 10 cc/ 4 gr
pemberian 10 g larutan MgSO4 50%, masing-
(diencerkan dengan 10 cc) IV
masing 5 g di bokong kanan dan bokong kiri
- 15cc drip dalam 500 cc RL
secara IM, ditmbah 1 ml lignokin 2% pada
 Nicardipine 2x10mg
semprit yang sama.
Non medika mentosa :  Dosis Pemeliharaan:
 Dilakukan SC Cito
 MgSO4 1-2 g per jam per infus, 15
tetes/menit atau 5 g MgSO4 IM tiap 4 jam.
Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam
pascapersalinan atau kejang berakhir.
 Jika tekanan diastolik 110 atau lebih, berikan
obat hipertensi.
 Berikan nifedipin 5 mg sublingual.
 Metildopa 3 x 250-500 mg/hari

22
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pasien Ny. SIL, 296tahun datang dengan keluhan kejang tiga kali disertai
nyeri kepala dan nyeri pada lambung. Setelah dilakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosa G2P1001A000 gravid 39-40
minggu janin tunggal hidup intra uteri dengan Eklampsia.
Pasien mendapat terapi protap MgSO4 dan nicardipine injeksi, dan
dilakukan persalinan per abdominal. Perawatan postpartum dilakukan di ruang
ICU hingga kondisi pasien stabil.

5.2 Saran
Diagnosis dan rencana penatalaksanaan dalam penanganan kasus
hipertensi pada kehamilan sangat menentukan dalam keberhasilan persalinan dan
dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia. Semakin cepat tertangani
maka perburukan akan dapat dihindari. Pembelajaran mengenai hipertensi dalam
kehamilan sangat penting untuk menunjang kemampuan penulis bekerja sebagai
dokter nantinya.
Sebagai masukan pada ibu hamil agar dapat meningkatkan kesadaran
untuk pemeriksaan kehamilan dan meningkatkan pengetahuan tentang kematian
janin dalam rahim .

23
DAFTAR PUSTAKA

Guerrier G, Oluyide B, Keramarou M, Grais RF. Factors associated with severe


preeclampsiaand eclampsia in Jahun, Nigeria. International Journal of
Women’s Health. 2013; 5; 509-51
Kemenkes. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan . Jakarta: KEMENKES.
Saifuddin A. B., Wiknjosastro G.H., Affandi B., Waspodo D. (2010). Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Lestari N.P.S (2016). Laporan Kasus : Eklamsia. Program Internship Dokter
Indonesia Rumah Sakit Daerah Mataran Nusa Tenggara Barat,17-23.
Lestariningsing. (2018). Pengaruh Usia Kehamilan Terhadap Risiko Pre
Eklampsia dan Eklampsia pada Kehamilan. Jurnal Medika Respati (13)
Membedah angka kematian ibu : penyebab dan akar masalah tingginya angka
kematian ibu. Konferensi INFID; 2013 November 26-27. Jakarta; 2014.
National Institute for Health and Clinical Excellence. (2011). Hypertension in
pregnancy : The management of hypertensive disorders during pregnancy.
Available at http://www.nice.org.uk/guidance/cg107/resources/guidance-
hypertension-in-pregnancy-pdf.
Prawirohardjo, S. (2013). Ilmu Kebidanan chapter 40 : hipertensi dalam
kehamilan, p 530-554. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana
Preeklamsia. Jakarta : POGI

24

Anda mungkin juga menyukai