Disusun oleh:
Ahmad Syawqie Zakkiyuddin
Andi Merdy Prianda
Hj. Riska Yulianti
Metyana Cahyaningtyas
Pembimbing:
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG
Disusun oleh:
Ahmad Syawqie Zakkiyuddin
Andi Merdy Prianda
Hj. Riska Yulianti
Metyana Cahyaningtyas
Menyetujui,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran
hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini
berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari
negara berkembang.1
Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat
AKI sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000
kelahiran hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand,
380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di
Indonesia.1
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada
tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas
lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus
dengan proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang
berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.1
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan
data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik
di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan
pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan.
Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik
meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama
periode 1970-1974 sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000
kehamilan.1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di anatara senter pelayanan
kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14
pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41
kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498
kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode 1999-2006 terdapat 103 kasus
kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth Medan.1
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan. 4
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis. 4
1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kehamilan
ektopik terkait alur diagnosis hingga penatalaksanannya
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, tanggal 26
Maret 2018 pukul 09.00 WITA di ruang Mawar Nifas RSUD AW.Sjahranie
Samarinda.
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. DA
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Kebon Agung RT.04 Lempake
MRS : Sabtu, 24 Maret 2018 pkl 00.50 WITA
Identitas Suami
Nama : Tn. SM
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Kebon Agung RT.04 Lempake
Keluhan Utama:
Nyeri perut bagian bawah
Riwayat menstruasi
Menarche usia 15 tahun
Lama haid 7 hari dengan 1-2 kali/ hari ganti pembalut
HPHT : 12 – 02 - 2018
TP : 19 – 11 - 2018
Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali. Perkawinan pertama, umur pertama menikah 25 tahun,
dan lama menikah 7 tahun.
Riwayat obstetrik
Jenis Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin / Anak
Penyulit
Partus Partus Kehamilan Persalinan Persalinan BB (gram) Sekarang
Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.
Status Generalis
Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor
(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
Palpasi : Gerakan dada simetris.
Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Flat (+) sikatriks (-) Bekas trauma (-)
Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan perut bawah (+), massa (-)
Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat (+), edema (-)
Inferior : Akral hangat (+), edema (-)
Status obstetri
Inspeksi : Flat (+) Linea nigra (-) striae albicans (-)
Palpasi : TFU sulit dievaluasi
Leopold I : tidak teraba
Leopold II : tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba
DJJ : (-)
Pemeriksaan dalam vagina (VT) : Tidak dilakukan
Pemeriksaan USG
2.5 Observasi di ruangan
WAKTU OBSERVASI
24-03-2018
S: Nyeri perut bawah sejak 4 hari lalu, perdarahan
00.50 WITA
pervaginam (+) warna kecoklatan. Test kehamilan positif.
O: Ku sedang, komposmentis
TD : 100/70 mmHg, N: 84x/menit kuat angkat, RR :
20x/menit, Suhu: 36,6oC
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : Flat (+)
Palpasi : Fundus uteri & ballottement sulit dievaluasi,
nyeri tekan regio perut bawah (+)
VT : Tidak dilakuan
P:
Lapor dr. Sp. OG, advis :
Rencana Laparotomi pagi jam 09.30 WITA
Cek Hb serial (cek ulang jam 05.00 WITA)
P:
IVFD D5% : RL 2 : 2 + drip Tramadol 1 ampul 30
tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr IV
Metronidazole 2x500 mg IV
Vit. C 1x1 tab PO
Cek DL 6 jam post operasi
25-03-2018 S : Nyeri luka operasi (+) berkurang, flatus (+), BAK (+)
08.00 WITA
O : KU sedang, komposmentis
TD : 110/70 mmHg, N : 80x/menit
RR : 20x/menit, Temp : 36,8 0C
Anemis (-/-)
Luka Operasi : verban kering, rembesan (-)
Bising usus (+)
Perdarahan pervaginam (-)
P:
IVFD D5% : RL 2 : 2 + drip Tramadol 1 ampul 30
tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1gr IV
Metronidazole 2x500 mg IV
Vit. C 1x1 tab PO
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum
uterus.11,12,13,14,15 Sedangkan Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan
ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang
melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan:14
• Tuba Fallopii
• Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
• Ovarium
• Intraligamenter
• Abdominal
• Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering
terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di
isthmus, dan 17 % di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal,
dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.11,12,13,15
3.2 Epidemiologi
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara
pada beberapa literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah
jumlah konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah
kehamilan ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita
dalam usia produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per
10.000 wanita dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang
digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.
Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000 total
konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan banyak
abortus yang direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih kecil
dibandingkan dengan angka yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan ektopik
asimptomatis yang tidak diketahui sehingga tidak dilaporkan. Hal ini
mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang
sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan
di literature, bagaimanapun juga, merupakan perkiraan yang baik dan, sejak
metodologi yang digunakan sama , maka dapat dibandingkan secara tepat.7
Pada perkembangan terbaru, di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih
merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir
32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya di Inggris Raya. Di
Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada
tahun1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka
kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic
Inflammatory Disease (PID).8
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan
menderita kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan
ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.13
Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio
kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian
kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik
per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang
tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi
akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa.
Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan
tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi. 1
Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang
gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai
faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1
Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. 1
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5
3.5 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3
3.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
penunjang
Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus
dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. 1 Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8
Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut
dapat ditemukan tanda-tanda syok.1
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-tumor
adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan yang
negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari setelah
meninggalnya mudigah.5
Dilatasi dan kerokan
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.5
Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam rongga
perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya
massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5
Gambar 4. USG Kehamilan Ektopik
Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit
10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari arteri
atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3
Gambar 5 teknik Kuldosintesis
3.10 Penatalaksanaan
A. Pembedahan
B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang
diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi
usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun
tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini
akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50
mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda
ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis
sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan
risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
Hemodinamik stabil
Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan tidak
diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba kontra-
lateral)
Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat diandalkan
dan bersedia untuk kembali control
Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
+ / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Teori Kasus
-
Nyeri abdomen merupakan - Nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari
keluhan utama. Nyeri dapat - Perdarahan dari jalan lahir berupa
unilateral atau bilateral, pada flek-flek berwarna kecoklatan
abdomen bagian bawah, seluruh - Pasien juga mengeluh mual namun
abdomen, atau hanya di bagian tidak ada muntah
atas abdomen. - Amenorea
-
Bercak darah (spotting) atau - Pasien sudah melakukan test
perdarahan vaginal merupakan kehamilan dan hasilnya positif
tanda yang penting pada - Pembesaran dan rasa sakit
kehamilan ektopik terganggu. dipayudarara disangkal
Hal ini menunjukkan kematian
janin, dan berasal dari uteri
karena pelepasan desidua.
Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat
intermiten atau terus menerus.1
-
Amenorea atau gangguan haid
-
Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala
seperti pada kehamilan muda
yakni mual, pembesaran disertai
rasa agak sakit pada payudara
yang didahului keterlambatan
haid.
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan Dilakukan pembedahan yaitu
Laparotomi laparotomi dan tindakan ooforectomy
Salpingostomi linier
Salpingektomi total dekstra dengan pengeluaran massa
Reseksi linear konsepsi a/i KET
Salpingooforektomi
2) Medikamentosa
Medikamentosa tidak dilakukan,
Methotrexate kondisi pasien tidak sesuai kriteria.