Anda di halaman 1dari 40

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun oleh:
Ahmad Syawqie Zakkiyuddin
Andi Merdy Prianda
Hj. Riska Yulianti
Metyana Cahyaningtyas

Pembimbing:
Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2018
Tutorial Klinik

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di


Laboratorium Obstetri dan Ginekologi

Disusun oleh:
Ahmad Syawqie Zakkiyuddin
Andi Merdy Prianda
Hj. Riska Yulianti
Metyana Cahyaningtyas

Menyetujui,

Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi


RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya


penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “Kehamilan Ektopik
Terganggu”. Tutorial klinik ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, M. Kes., Sp. OG selaku Kepala Laboratorium
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. I. G. A. A. Sri M. Montessori, Sp. OG selaku Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
5. Dr. dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG selaku pembimbing tutorial klinik.
6. Rekan sejawat dokter muda stase Obstetri dan Ginekologi angkatan 2018 yang
telah bersedia memberikan saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Maret 2018

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran
hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini
berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari
negara berkembang.1
Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat
AKI sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000
kelahiran hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand,
380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di
Indonesia.1
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada
tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas
lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus
dengan proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang
berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.1
Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%
kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan
data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik
di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan
pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan.
Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik
meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama
periode 1970-1974 sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000
kehamilan.1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di anatara senter pelayanan
kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14
pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41
kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498
kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode 1999-2006 terdapat 103 kasus
kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth Medan.1
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan. 4
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis. 4

1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kehamilan
ektopik terkait alur diagnosis hingga penatalaksanannya

BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, tanggal 26
Maret 2018 pukul 09.00 WITA di ruang Mawar Nifas RSUD AW.Sjahranie
Samarinda.
2.1 Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Ny. DA
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Kebon Agung RT.04 Lempake
MRS : Sabtu, 24 Maret 2018 pkl 00.50 WITA

Identitas Suami
Nama : Tn. SM
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Kebon Agung RT.04 Lempake

Keluhan Utama:
Nyeri perut bagian bawah

Riwayat penyakit sekarang:


Pasien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari lalu
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut yang dirasakan seperti keram yang
awalnya hilang timbul, namun kemudian muncul terus menerus hingga 4 hari
kemudian. Pasien juga mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam berupa
flek-flek berwarna kecoklatan sejak 4 hari lalu bersamaan dengan nyeri perut
bawah. Pasien juga mengeluh mual namun tidak ada muntah. Pasien sudah
melakukan test kehamilan dan hasilnya positif.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Diabetes melitus
(-) Hipertensi (-) Penyakit jantung (-) Asma (-)

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa. Diabetes
melitus (-) Hipertensi (-) Penyakit jantung (-) Asma(-)

Riwayat menstruasi
 Menarche usia 15 tahun
 Lama haid 7 hari dengan 1-2 kali/ hari ganti pembalut
 HPHT : 12 – 02 - 2018
 TP : 19 – 11 - 2018

Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali. Perkawinan pertama, umur pertama menikah 25 tahun,
dan lama menikah 7 tahun.

Riwayat obstetrik
Jenis Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin / Anak
Penyulit
Partus Partus Kehamilan Persalinan Persalinan BB (gram) Sekarang

Gagal Perempuan Hidup


2011 RS Aterm SC Dokter
induksi 2800 gram Sehat
2016 Abortus

2018 Hamil ini

Ante Natal Care


Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan di dokter spesialis
kandungan. Pasien mengaku pernah dilakukan pemeriksaan USG.

Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.

2.2 Pemeriksaan Fisik


Berat badan : 40 kg, tinggi badan : 146 cm
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 100/60 mmHg
 Frekuensi Nadi : 84 x/menit, regular isi cukup, kuat angkat
 Frekuensi Nafas : 20 x/menit, regular
 Suhu : 36,6 oC, aksiler

Status Generalis
Kepala
Mata : Konjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil isokor
(3 mm/3mm), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), Pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Gangguan pendengaran (-)
Mulut : Sianosis (-), Pucat (-)
Leher : Deviasi trakea (-), Pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi ICS (-), Pelebaran
ICS (-)
 Palpasi : Gerakan dada simetris.
 Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapangan paru.
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : batas jantung kanan : axilaris anterior line dekstra,
batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Flat (+) sikatriks (-) Bekas trauma (-)
 Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-), nyeri tekan perut bawah (+), massa (-)
 Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen, asites (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
 Superior : Akral hangat (+), edema (-)
 Inferior : Akral hangat (+), edema (-)

Status obstetri
Inspeksi : Flat (+) Linea nigra (-) striae albicans (-)
Palpasi : TFU sulit dievaluasi
Leopold I : tidak teraba
Leopold II : tidak teraba
Leopold III : tidak teraba
Leopold IV : tidak teraba
DJJ : (-)
Pemeriksaan dalam vagina (VT) : Tidak dilakukan

2.3 Diagnosis kerja sementara di ruangan


GIIIP1001H1 gravid 5-6 minggu + Kehamilan Ektopik Terganggu + Riwayat
BSC 1x

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


DARAH LENGKAP
Tanggal 24-03-2018 24-03-2018
Jam 00.50 Jam 05.00
Hb 11,1 gr/dl 10,8 gr/dl
Hct 32,9% 31%
Leukosit 5.190/ul 4000/ul
Trombosit 204.000/ul 215/ul
BT 3’ 3’
CT 9’ 9’

KIMIA DARAH LENGKAP


Tanggal 24-03-2018
GDS 89 mg/dl
Ureum 31,3 mg/dl
Creatinin 0,7 mg/dl
Natrium 136 mmol/L
Kalium 3,4 mmol/L
Clorida 104 mmol/L
HbsAg Non Reaktif
112 Non Reaktif
URIN LENGKAP
Tanggal 24-03-2018
Berat Jenis 1,010
Hemoglobin/ darah -
Leukosit 0-1 / lpb
Eritrosit 0-1 / lpb
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Ph 7,0
Protein -
HCG kuantitatif +

Pemeriksaan USG
2.5 Observasi di ruangan

WAKTU OBSERVASI
24-03-2018
S: Nyeri perut bawah sejak 4 hari lalu, perdarahan
00.50 WITA
pervaginam (+) warna kecoklatan. Test kehamilan positif.

O: Ku sedang, komposmentis
TD : 100/70 mmHg, N: 84x/menit kuat angkat, RR :
20x/menit, Suhu: 36,6oC
Pemeriksaan fisik ;
Inspeksi : Flat (+)
Palpasi : Fundus uteri & ballottement sulit dievaluasi,
nyeri tekan regio perut bawah (+)
VT : Tidak dilakuan

A: GIIIP1001H1 gravid 5-6 minggu + Kehamilan Ektopik


Terganggu + Riwayat BSC 1x

P:
Lapor dr. Sp. OG, advis :
 Rencana Laparotomi pagi jam 09.30 WITA
 Cek Hb serial (cek ulang jam 05.00 WITA)

05.30 WITA Hasil Lab darah


Hb : 10,8 gr/dl
Ht : 31%
Leu : 4000/ul
Plt : 215.000/ul

09.30 WITA Dilakukan operasi laparotomi di OK IGD


10.45 WITA Menjemput pasien dari OK IGD
S : nyeri luka operasi (+)
O : KU sedang, komposmentis
TD : 100/60 mmHg, N : 72x/menit
RR : 20x/menit, Temp : 36,5 0C

A : P1001H1 post Laparotomy Ooforectomy Dextra a/i KET


(hari ke-0)

P:
 IVFD D5% : RL 2 : 2 + drip Tramadol 1 ampul  30
tpm
 Inj. Ceftriaxone 2x1gr IV
 Metronidazole 2x500 mg IV
 Vit. C 1x1 tab PO
 Cek DL 6 jam post operasi

Pasien dipindahkan ke Ruang Mawar Nifas


19.00 WITA Hasil Lab darah
Hb : 11,4 gr/dl
Ht : 33%
Leu : 12.000/ul
Plt : 194.000/ul

25-03-2018 S : Nyeri luka operasi (+) berkurang, flatus (+), BAK (+)
08.00 WITA
O : KU sedang, komposmentis
TD : 110/70 mmHg, N : 80x/menit
RR : 20x/menit, Temp : 36,8 0C
Anemis (-/-)
Luka Operasi : verban kering, rembesan (-)
Bising usus (+)
Perdarahan pervaginam (-)

A : P1001H1 post Laparotomy Ooforectomy Dextra a/i KET


(hari ke-1)

P:
 IVFD D5% : RL 2 : 2 + drip Tramadol 1 ampul  30
tpm
 Inj. Ceftriaxone 2x1gr IV
 Metronidazole 2x500 mg IV
 Vit. C 1x1 tab PO

26-03-2018 S : Keluhan (-), BAK (+), BAB (+)


09.00 WITA
O : KU sedang, komposmentis
TD : 110/70 mmHg, N : 80x/menit
RR : 20x/menit, Temp : 36,8 0C
Anemis (-/-)
Luka Operasi : verban kering, rembesan (-)
Bising usus (+)
Perdarahan pervaginam (-)

A : P1001H1 post Laparotomy Ooforectomy Dextra a/i KET


(hari ke-2)

P : Boleh rawat jalan


 Cefadroxyl 3x500 mg
 Asam mefenamat 3x500 mg
 Ranitidine 2x150 mg
 Biosanbe 1x1 tab
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum
uterus.11,12,13,14,15 Sedangkan Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan
ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang
melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan:14
• Tuba Fallopii
• Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
• Ovarium
• Intraligamenter
• Abdominal
• Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering
terjadi di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di
isthmus, dan 17 % di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal,
dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.11,12,13,15

3.2 Epidemiologi
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara
pada beberapa literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah
jumlah konsepsi yang dikenali, yang mana digambarkan sebagai jumlah
kehamilan ektopik per 1000 konsepsi. Denominator lainnya adalah jumlah wanita
dalam usia produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per
10.000 wanita dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang
digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.
Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000 total
konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan banyak
abortus yang direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih kecil
dibandingkan dengan angka yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan ektopik
asimptomatis yang tidak diketahui sehingga tidak dilaporkan. Hal ini
mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang
sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan
di literature, bagaimanapun juga, merupakan perkiraan yang baik dan, sejak
metodologi yang digunakan sama , maka dapat dibandingkan secara tepat.7
Pada perkembangan terbaru, di Inggris Raya, kehamilan ektopik masih
merupakan penyebab terbesar pada kematian ibu hamil trimester pertama. Hampir
32.000 kehamilan ektopik terjadi yang tercatat setiap tahunnya di Inggris Raya. Di
Amerika Serikat, jumlah kejadian setiap tahunnya menurun dari 58.178 pada
tahun1992 menjadi 35.382 pada tahun 1999. Di Norwegia, diperkirakan angka
kejadian ini menurun seiring dengan menurunnya angka kejadian Pelvic
Inflammatory Disease (PID).8
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan
menderita kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan
ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.13

3.3 Faktor resiko


Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang
kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah terhadap peningkatan risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas
kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi
oral, keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.6

Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:

 Riwayat Kehamilan Jelek

Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik


adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien
pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai
25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi
lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara
0-14.6%. Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan
ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa. 1
 Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat
penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan
ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan
gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat
fisiologis. 1

 Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio
kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar
daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian
kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik
per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang
tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi
akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa.
Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan
tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi. 1
 Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang
gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai
faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1
 Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden
kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan
afinitas reseptor andrenergik dalam tuba. 1

3.4 Klasifikasi kehamilan ektopik


Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan:
a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi.3 Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan, dan
35% kasus pada tuba uterina kiri. 7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa terjadi
kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum
5. Fimbria

b. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

3.5 Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.3

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh
villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah
dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan
ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah
dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah
ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-iruan (hematosalping) dan selanjutnya
darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba berkumpul di kavum douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina.3

Gambar 2. Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi
pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke
dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat,
ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba telah menipis oleh invasi
trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisa
ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus dapat terjadi kehamilan
intraligamenter.3
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila besar dapat
diubah menjadi litopedion. 3
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantomg
amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal
sekunder. 3
Gambar 3. Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

3.6 Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba.
Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi akhir
bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian. 3

Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi


kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada kornu uteri
dimana tuba pars interstisialis berada. 3
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined
ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.00-40.000 persalinan. Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan
ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang membesar sesuai
dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan
dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga
tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas
ovarium yang mengandung darah, villi korialis dan mungkin juga mudigah.3
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan
ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui
12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan.
Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan banyak perdarahan,
sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.3
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.3
5. Kehamilan ektopik kronik
Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin
dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari
plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila janin
cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan ini
merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas janin
yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila kita
menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan
sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah tegak
harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3
3.7 Gambaran Klinik
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.1
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.1
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin,
dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1

Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks


uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1

3.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
penunjang
 Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa
bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus
dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. 1 Kehamilan
ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan positif, nyeri
pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8
 Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut
dapat ditemukan tanda-tanda syok.1
 Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan
adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1
 Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-tumor
adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan yang
negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari setelah
meninggalnya mudigah.5
 Dilatasi dan kerokan
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan yang
cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5
 Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.5
 Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam rongga
perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya
massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5
Gambar 4. USG Kehamilan Ektopik

 Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu.
Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit
10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari arteri
atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3
Gambar 5 teknik Kuldosintesis

3.9 Diagnosis Deferensial

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah


1. Infeksi pelvik
2. Abortus
3. Tumor ovarium
4. Ruptur korpus luteum 5

3.10 Penatalaksanaan

A. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik


terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat
dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan
dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis
kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4
1. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan


pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar
melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang
meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang
berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam
lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup besar
maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk kehamilan ini
dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan sedotan atau dengan
menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai
terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan
dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat
yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan
membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot
dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan
ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit
saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan
terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi
berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa
ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 4
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang
diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin
dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri digunakan
untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan
jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang
komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum
latum. 4
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan
sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi

B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang
diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi
usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun
tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini
akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel
tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50
mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda
ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis
sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
 Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan
risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
 Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
 Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
 Hemodinamik stabil
 Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
 Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan tidak
diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba kontra-
lateral)
 Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat diandalkan
dan bersedia untuk kembali control
 Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
+ / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesa
Teori Kasus
-
Nyeri abdomen merupakan - Nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari
keluhan utama. Nyeri dapat - Perdarahan dari jalan lahir berupa
unilateral atau bilateral, pada flek-flek berwarna kecoklatan
abdomen bagian bawah, seluruh - Pasien juga mengeluh mual namun
abdomen, atau hanya di bagian tidak ada muntah
atas abdomen. - Amenorea
-
Bercak darah (spotting) atau - Pasien sudah melakukan test
perdarahan vaginal merupakan kehamilan dan hasilnya positif
tanda yang penting pada - Pembesaran dan rasa sakit
kehamilan ektopik terganggu. dipayudarara disangkal
Hal ini menunjukkan kematian
janin, dan berasal dari uteri
karena pelepasan desidua.
Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat
intermiten atau terus menerus.1
-
Amenorea atau gangguan haid
-
Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala
seperti pada kehamilan muda
yakni mual, pembesaran disertai
rasa agak sakit pada payudara
yang didahului keterlambatan
haid.

Faktor Resiko : Faktor resiko :


-
Riwayat operasi tuba -
-
Riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya
-
Riwayat infeksi pelvis
-
Riwayat kontrasepsi
-
Riwayat kehamilan buruk
-
Umur tua
-
Memiliki lebih dari satu
pasangan sebelumnya
-
Perokok

Pada anamnesis pasien ini amenorea, perdarahan pervaginam berupa flek-


flek berwarna kecoklatan, dan nyeri perut bagian bawah. Serta keluhan tanda-
tanda kehamilan muda yaitu adanya mual dan muntah. Faktor resiko pada kasus
ini kurang begitu jelas. Tidak ditemukan satupun faktor resiko dari kehamilan
ektopik terganggu yang sudah dijelaskan di tinjauan pustaka sebelumnya.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Teori Kasus
 Tanda-tanda syok  Tekanan Darah : 100/60 mmHg
 Demam  Frekuensi Nadi : 84 x/menit, regular
 Anemis  Frekuensi Nafas : 20 x/menit, regular
 Nyeri tekan abdomen  Suhu : 36,6 oC, aksiler
 Uterus membesar  Tanda-tanda syok (-)
 Teraba tumor disamping uterus  Anemis (-)
dengan batas yang tidak jelas.  Nyeri tekan perut bawah
 VT : nyeri goyang porsio (+), forniks  Tinggi fundus sulit dievaluasi
posterior menonjol dan nyeri pada  Tidak teraba tumor disamping uterus
penekanan, konsistensi lunak dan dengan batas yang tidak jelas.
elastis  VT : Tidak Dilakukan
Pada pasien ini tidak ditemukan gejala klinis yang sesuai dari pemeriksaan
fisik untuk mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Tinggi fundus
pada pasien ini tidak dapat dievaluasi untuk mengetahui pembesaran uterus. Serta
tidak ditemukan adanya tumor disamping uterus.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang :
 Darah Lengkap  Darah lengkap
 Test kehamilan Hb: 11.1  10,8
 -hCG Hct :32,9 %,

 USG Leukosit : 12.400,

 Dilatasi /kerokan Trombosit : 248.000

 Kuldosintesis  Test kehamilan : (+)

 Laparoskopi  USG (+) Kehamilan Ektopik

Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis kehamilan


ektopik pasien ini adalah tes kehamilan positif dan hasil USG yang mengesankan
Kehamilan Ektopik (+). Perubahan kadar Hb dari yang semula jam 00.30 WITA
11,1 gr/dl menjadi 10,8 gr/dL jam 05.00 mengesankan sedang terjadi perdarahan
aktif.

4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan Dilakukan pembedahan yaitu
 Laparotomi laparotomi dan tindakan ooforectomy
 Salpingostomi linier
 Salpingektomi total dekstra dengan pengeluaran massa
 Reseksi linear konsepsi a/i KET
 Salpingooforektomi
2) Medikamentosa
Medikamentosa tidak dilakukan,
 Methotrexate kondisi pasien tidak sesuai kriteria.

Berdasarkan indikasi yang diperoleh pada pasien, ditentukan terapi KET


yang sesuai yaitu pembedahan.
BAB V
KESIMPULAN

Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum


uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering
mengalami implantasi ekstrauterin adalah pada tuba Falopii (95%).
Pasien Ny. DA, 31 tahun datang dengan keluhan perdarahan pervaginam,
nyeri perut bawah sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di tegakkan diagnosis
Kehamilan Ektopik Terganggu, diputuskan untuk dilakukan Laparotomi dan
Ooforectomy. Pasien dipulangkan dengan kondisi baik dan disarankan kontrol ke
poliklinik kandungan. Secara umum, alur penegakkan diagnosis dan
penatalaksaan sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan


tahun 2003-2008. Medan : USU. 2009
2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in William’s Obstetry
23rd Edition. Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2012.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2014.
4. Universitas Sriwijaya. Kehamilan Ektopik. Diakses dari
http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 26
Maret 2018.
5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka. 2010.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American
College of Obstetricians and Gynecologist. 2016
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih
University of Ankara. 2014
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC. 2013.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005
11. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
12. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005
13. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu
Kandungan edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.2010.
14. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi
pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 2010
15. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine
Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders Company.
August 2013.
16. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Kehamilan Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta.2012.
17. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. Kehamilan ektopik
Terganggu. Jakarta. 2012

Anda mungkin juga menyukai