Anda di halaman 1dari 25

Lab/SMF Bagian Obstetri dan Ginekologi Tutorial

Klinik
Program Studi Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman

Perdarahan Pascapersalinan et causa Rest Plasenta

Disusun Oleh:

Galuh Sri Kartika 1810029053

Pembimbing:
dr. Andriansyah, Sp.OG,(K)Onk

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2019

BAB 1
PENDAHULUAN

Diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam kehamilan, persalinan


dan nifas, terdapar 16-17% ibu menderita komplikasi yang mempengaruhi
kesehatan mereka, dan umumnya menetap. Penyebab utama kematian ibu
diantaranya adalah perdarahan, infeksi, hipertensi dalam kehamilan, partus macet,
dan aborsi. WHO memperkirakan terdapar sekitar 10% kelahiran hidup mengalami
komplikasi perdarahan pascapersalinan. Komplikasi tersering dari perdarahan
pascapersalinan adalah anemia dan merupakan penyebab kematian ibu melahirkan
nomor satu (40-60%) di Indonesia.1, 11
Perdarahan pascapersalinan (PPP) adalah perdarahan masif yang berasal
dari tempat implantasi plasenta, robekan jalan lahir dan jarigan sekitarnya. Apabila
penyebab PPP karena plasenta yang tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir maka disebut sebagia retensio plasenta. Perdarahan pasca persalinan dini
dapat juga disebabkan oleh retensi potongan plasenta kecil yang bisa terjadi akibat
kala uri yang tidak lancar, setelah melakukan plasenta manual atau ketika
menemukan kotiledon tidak lenkap. Plasenta yang tersisa ini sering menyebabkan
perdarahan pada akhir masa nifas. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat
retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%-17%.
Adanya sisa plasenta yang tertinggal didalam uterus akan mengganggu
kontraksi uterus, sehingga perdarahan akan terus terjadi. Pemeriksaan plasenta
setelah proses persalinan harus dilakukan secara rutin. Apabila ada bagian plasenta
yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta dikeluarkan.2 Menurunkan
kejadian perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta tidak hanya
mengurangi risiko kematian ibu, namun juga menghindarkannya dari risiko
kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan, seperti reaksi
tranfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai penelitian mendukung
penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta) dapat menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan sampai
40%.

BAB 2

2
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 27 Mei 2019
pukul 16.32 WITA di ruang VK Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.

ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. SA
Usia : 37 tahun.
Alamat : Jl. dr. Soetomo, Samarinda
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : Hari Senin, 27 Mei 2019 pukul 13.57 WITA melalui IGD

Identitas Suami
Nama : Tn. MS
Usia : 39 tahun.
Alamat : Jl. dr. Soetomo, Samarinda
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Islam

Keluhan Utama
Perdarahan pervaginam pasca persalinan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda atas
rujukan dari Bidan Praktek Swasta dengan perdarahan pervaginam pascapersalinan
sejak jam 13.00. Pasien datang dengan keadaan umum lemas dan penurunan
kesadran dengan tekanan darah: 85/50 mmHg, frekuensi nadi: 120 x/menit, Sp O2:
80%, dan pernapasan 22 x/menit, dan telah terpasang IVFD RL 500 ml. Pasien

3
melahirkan pada pukul 08.40 di bidan praktek swasta, bayi lahir spontan
pervaginam dengan berat bayi 3.600 gram disusul plasenta lahir 15 menit
kemudian, setelah dilakukan plasenta manual. Pasien mengalami perdarahan sekitar
250 cc. Pada siang hari pasien mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam
kembali saat berubah posisi menjadi duduk yang diikuti dengan penurunan keadaan
umum pasien menjadi lemas dan penurunan kesadaran. Pasien tidak pernah
mengalami hal yang sama sebelumnya saat melahirkan anak pertama tahun 2003
atau anak kedua pada 2011. Saat ini pasien mengeluhkan adanya pandangan kabur
dan lemas. Tidak ada keluhan mual muntah, gangguan BAK ataupun BAB.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki tidak riwayat perlengkatan plasenta saat melahirkan anak
sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit lain, seperti hipertensi, diabetes mellitus,
alergi, dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan yang sama
sebelumnya. Ibu kandung pasien memiliki riwayat hipertensi, sedangkan riwayat
diabetes mellitus maupun asma tidak ada dalam keluarga.

Riwayat Menstruasi
 Menarche : 14 tahun.
 Siklus haid : 28 hari /teratur
 Lama haid : 7 hari.
 Jumlah darah haid : 2 kali ganti pembalut.

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali, pada usia 20 tahun dengan lama pernikahan selama
17 tahun.

Riwayat Obstetrik
Tgl/Bln/ Tempat Partus Umur Jenis Penolong Penyulit BB Lahir Hidup/Mati
Thn Hamil Persalinan Persalinan

4
Partus
2003 Klinik Bidan Aterm Spontan Bidan - 4000 gr/ L Hidup
2011 Klinik Bidan Aterm Spontan Bidan - 3800 gr/L Hidup
2019 Klinik Bidan Aterm Spontan Bidan Rest 3400 gr/P Hidup
plasenta

Antenatal Care (ANC)


Pasien rutin melalukan Antenatal Care (ANC) sebanyak 11x. Pada trimester
ke-2 3 kali, dan pada trimester ke-3 8 kali melakukan ANC.

Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan KB Suntik selama 5 tahun

PEMERIKSAAN FISIK
Antropometri : Berat badan (BB) :59 kg, Tinggi badan (TB) : 144 cm.
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah : 100/60 mmHg
 Frekuensi nadi : 95 kali/menit
 Frekuensi nafas : 20 kali/menit
 Suhu : 37,9ºc

Status Generalisata
 Kepala : Normocephali
 Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : tidak ditemukan kelainan
 Hidung : tidak ditemukan kelainan
 Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)

 Thoraks :
 Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Paru-paru : suara napas vesikuler (+), ronki (-), wheezing (-)
 Abdomen:
 Inspeksi : flat, linea nigra (-), striae (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas:
 Superior : edema (-/-), akral hangat
 Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-), refleks

5
patelle (+/+)

Status Obstetrik
 Inspeksi : flat, striae (+), linea nigra (+), bekas operasi (-) vulva
vagina normal, vaginal discharge(-)
 Palpasi : Tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusat, kontraksi keras
bulat, kandung kemih kosong.
 Vaginal Toucher: Portio tebal lunak, arah posterior
Serviks teraba utuh
OUE Ø 1 cm, teraba adanya jaringan
Vulva tampak utuh, perineum tidak ada ruptur
Perdarahan sedikit, tidak aktif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi 27/5/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal
Leu 29.160 sel/mm3 4800-10.800 sel/mm3
Eritrosit 2,47 x 106 sel/mm3 4,20-5,40 x 106 sel/mm3
Hb 7,7 mg/dl 12,0-16,00 mg/dl
Hct 22,9 % 37-54%
PLT 224.000 sel/mm3 150.000-450.000 sel/mm3
BT 3’ 1-6’
CT 10’ 1-15’

Kimia Klinik 27/5/2019


Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal
Glukosa 141 mg/dL 70-140 mg/dL
Ureum 20 mg/dl 19,3-49,2 mg/dL
Creatinin 0,5 mg/dL 0,5-1,1 mg/dl

Imuno-Serologi 27/5/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal
AbHIV Non Reaktif Non Reaktif
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif

6
DIAGNOSIS KERJA
P3003A000 Post partum spontan dengan Perdarahan pascapersalinan ec Rest Placenta

PENATALAKSANAAN:
 Observasi TTV dan perdarahan
 IVFD RL 500 ml 2 line bolus dalam 30 menit
 IVFD RL 500 ml dengan drip oxytocin 2 ampul 20 tpm
 Pasang Kateter urin
 Pasang O2 Non-Rebreathing Mask 3 Liter/menit
 Evakuasi Stolsel dari vagina
 Gastrul 4 tab per rectal
 Injeksi Metergin 1 ampul IV
 Asam mefenamat 3 x 500 mg PO
 Paracetamol infus I
 Injeksi Ceftriakson 1 gr/12 jam IV
 Transfusi PRC I Kolf/hari

FOLLOW UP PASIEN
Tanggal/ Follow Up
Jam
Senin, S : Lemas, perdarahan pervaginam pascapersalinan.
27/5/2019 O: Tanda-tanda vital:

13.57  Keadaan Umum: Lemah

IGD  Kesadaran: Composmentis


 Tekanan Darah : 77/45 mmHg, Nadi : 120 kali/menit, Pernapasan : 24
kali/menit; Suhu : 36,7 ºC.
 Konjungtiva anemis (+/+)
 Tinggi fundus uteri : 1 jari dibawah pusat, teraba bulat keras.
 Vaginal Toucher:
o Portio tebal lunak, arah posterior
o Serviks teraba utuh
o Pembukaan Ø 1 cm, teraba adanya jaringan
o Vulva tampak utuh, perineum tidak ada ruptur
 Perdarahan pervaginam aktif ±250 cc
 Lab darah:

Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal


3
Leu 29.160 sel/mm 4800-10.800 sel/mm3
Hb 7,7 mg/dl 12,0-16,00 mg/dl
Hct 22,9 % 37-54%

7
PLT 224.000 sel/mm3 150.000-450.000 sel/mm3
A : P3A0 Post Partum Spontan hari ke-0 dengan anemia dan syok hipovolemik
P:
 Observasi TTV dan perdarahan
 IVFD RL 500 ml 2 line bolus dalam 30 menit
 IVFD RL 500 ml dengan drip oxytocin 2 ampul 20 tpm
 Pasang Kateter urin
 Pasang O2 Non-Rebreathing Mask 3 Liter/menit
 Evakuasi Stolsel dari vagina

Senin, S : Badan masih terasa lemas


27/5/2019 O : Tanda-tanda vital:
15.10  Keadaan umum: Lemah
IGD  Kesadaran: Composmentis
 Tekanan Darah : 90/60 mmHg, Nadi : 100 kali/menit,
Pernapasan : 22 kali/menit; Suhu : 36,6ºC.
 Konjungtiva anemis (+/+), CRT<2 detik, akral hangat.
 Tinggi fundus uteri : 1 jari dibawah pusat
 Vaginal Toucher:
o Portio tebal lunak, arah posterior
o Serviks teraba utuh
o Pembukaan Ø 1 cm, teraba adanya jaringan
o Vulva tampak utuh, perineum tidak ada ruptur
 Perdarahan pervaginam aktif ±100 cc
A : P3A0 Post Partum Spontan hari ke-0 dengan Perdarahan
Pascapersalinan (PPP) ec Rest Plasenta
P:
 IVFD RL 500 ml dengan drip oxytocin 2 ampul 20 tpm
 Gastrul 4 tab per rectal
 Injeksi Metergin 1 ampul IV

Senin, S : Perdarahan pervaginam pasca persalinan


27/5/2019 O:
16.00  Keadaan umum: Lemah
IGD  Kesadaran: Composmentis
 Tekanan Darah : 90/60 mmHg, Nadi : 100 kali/menit,
Pernapasan : 20 kali/menit; Suhu : 36,5ºC.

8
 Konjungtiva anemis (+/+), CRT<2 detik, akral hangat.
 Tinggi fundus uteri : 1 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik
 Vaginal Toucher:
o Portio tebal lunak, arah posterior
o Serviks teraba utuh
o Pembukaan Ø 1 cm, teraba adanya jaringan
o Vulva tampak utuh, perineum tidak ada ruptur
 Perdarahan pervaginam aktif ±100 cc
A : P3A0 Post Partum Spontan hari ke-0 dengan Perdarahan
Pascapersalinan (PPP) ec Rest Plasenta

P:
 IVFD RL 500 ml dengan drip oxytocin 2 ampul 20 tpm
 Gastrul 4 tab per rectal
 Injeksi Metergin 1 ampul IV
 Injeksi Ceftriakson 1 gr/12 jam IV
Senin, S : Masih sedikit lemas
27/5/2019 O : Tanda-tanda vital:
16.30  Keadaan umum: Sedang
VK  Kesadaran: Composmentis
 Tekanan Darah : 100/60 mmHg, Nadi : 100 kali/menit,
Pernapasan : 20 kali/menit; Suhu : 36ºC.
 Konjungtiva anemis (+/+), CRT<2 detik, akral hangat.
 Tinggi fundus uteri : 1 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik
 Perdarahan pervaginam sedikit, tidak aktif
A : P3A0 Post Partum Spontan hari ke-0 dengan Perdarahan
Pascapersalinan (PPP) ec Rest Plasenta
P:
 IVFD RL 500 ml dengan drip oxytocin 2 ampul 20 tpm
 Gastrul 4 tab per rectal
 Injeksi Metergin 1 ampul IV
 Injeksi Ceftriakson 1 gr/12 jam IV
 Asam mefenamat 3 x 500 mg PO

17.40  Paracetamol infus I

18.00  Injeksi Ceftriakson 1 gr/12 jam IV

19.20
 Transfusi PRC 1 Kolf/hari
Selasa, S : Badan lemas, keluar darah pervaginam jiak bergerak

9
28/5/2019 O : Tanda-tanda vital:
10.25  Keadaan umum: Sakit sedang, Tekanan Darah : 110/70 mmHg, Nadi : 84
VK kali/menit, Pernapasan : 20 kali/menit; Suhu : 37,5 ºC.
 Perdarahan: ±20 cc tidak aktif (sejak jam 00.00)

A : P3A0 Post Partum Spontan hari ke-1 dengan Perdarahan Pascapersalinan (PPP)
ec Rest Plasenta

P:
 IVFD RL 500 ml dengan drip oxytocin 2 ampul 20 tpm
 Kateter urin (+)
 Gastrul 4 tab per rectal
 Injeksi Metergin 1 ampul IV
 Asam mefenamat 3 x 500 mg PO
 Injeksi Ceftriakson 1 gr/12 jam IV
 Transfusi PRC 1 Kolf/hari (Kolf ke -2)

10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
3.1.1 Perdarahan Pascapersalinan
Perdarahan pascapersalinan (PPP) adalah perdarahan pervaginam yang
melebihi 500 mL dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala tiga
persalinan.6 Dalam Sarwono disebutkan perdarahan postpartum adalah perdarahn
yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir.
Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahn sebanyak itu, sebab
menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada
umumnya bila terdapat perdarhan yang lebih dari normal, apalagi telah
menyebabkan perubahan tanda vital (seperti, penurunan kesadaran, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi <90 mmHg dan nadi >100 x/menit,
maka penanganan harus segera dilakukan. PPP bukanlah suatu diagnosis,
melainkan suatu kejadian yang harus dicari kausalnya. Misalnya PPP karena atonía
uteri, PPP karena robekan jalan lahir, PPP karena sisa placenta atau oleh karena
gangguan pembekuan.11

3.1.2 Rest plasenta


Plasenta yang masih tertingal disebut rest plasenta. Gejala klinis rest
plasenta adalah terdapatnya subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang
berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti
beberapa waktu, perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah.14
Rest plasenta adalh tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam
15
kavum uteri. Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam
rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan post partum dini atau

11
perdarahan post partum lambat yang biasanya terjadi dalam 6 hari samapi 10 hari
pasca persalinan16
Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang. Sisa plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada
dinding uterus mengakitkan uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang
terbuka pada dinding uteru tidak dapat berkontraksi/terjepit dengan sempurna.17
Rest plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan
yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Jika pada
pemeriksaan plasenta ternyata tidak lengkap, maka harus dilakukan eksplorasi dari
kavum uteri. Potonga-potongan plasenta yang tertinggal tidak diketahui biasanya
menimbulkan perdarahan post partum.18

3.2 EPIDEMIOLOGI
Di Inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh
proses pasca persalinan.2 Frekuensi perdarahan pasca persalinan 4/5-15% dari
seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya, perdarahan pasca persalinan
berturut-turut dari yang paling banyak disebabkan oleh atonia uteri (50-60%), sisa
plasenta (23-24%), retensio plasenta (16-17%), laserasi jalan lahir (4-5%) dan
kelainan darah (0,3-0,8%). Di Indonesia perdarahan merupakan penyebab pertama
kematian ibu melahirkan (40-60%). Insiden perdarahan pasca persalinan akibat
retensio plasenta dilaporkan berkisar 16-17%.1

3.3 ETIOLOGI
Etiologi retensio plasenta tidak diketahui dengan pasti sebelum tindakan. 9
Beberapa penyebab retensio plasenta adalah 9,10
1. Fungsional
a. His kurang kuat (penyebab terpenting). Plasenta sudah lepas tetapi
belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan
yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim (ostium uteri) akibat kesalahan penanganan kala III, yang
akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).9

12
b. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba),
bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya
(plasenta yang sangat kecil).10 Plasenta yang sukar lepas karena
penyebab ini disebut plasenta adhesiva.10 Plasenta adhesiva ialah jika
terjadi implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme perpisahan fisiologis.
2. Patologi-anatomi
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan
tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a. Plasenta akreta: vili korialis berimplantasi menembus desidua basalis
dan Nitabuch layer. Pada jenis ini plasenta melekat langsung pada
miometrium.
b. Plasenta inkreta: vili korialis sampai menembus miometrium, tapi tidak
menembus serosa uterus.
c. Plasenta perkreta: vili korialis sampai menembus serosa atau
perimetrium.
Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya
melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang parsialis, yaitu jika
hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding
rahim. Plasenta akreta yang kompleta, inkreta, dan perkreta jarang terjadi.10

Gambar 1 Jenis-jenis perlengketan plasenta

Faktor Resiko
1. Faktor maternal

13
 Gravida berusia lanjut
 Multiparitas.
2. Faktor uterus
 Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix
uterus
 Bekas pembedahan uterus
 Anomali uterus
 Tidak efektif kontraksi uterus
 Pembentukan contraction ring
 Bekas curetage uterus yang terutama dilakukan setelah abortus
 Bekas pengeluaran plasenta secara manual
 Bekas endometritis

3. Faktor placenta
 Plasenta previa
 Implantasi cornual
 Plasenta akreta
 Kelainan bentuk plasenta

4. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan16


 Manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya
pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik
 Pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta
 Pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus

3.4 PATOGENESIS
Setelah bayi dilahirkan uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi
dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan.
Sesudah berkontraksi sel miometrium tidak relaksasi melainkan menjadi
lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu
miometrium menebal secara progresif dan kavum uteri mengecil sehingga
ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya
daerah tempat perlekatan plasenta. Ketika jaringan penyokong plasenta
berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas
dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan
desidua spongiosa yang longgar memberi jalan dan pelepasan plasenta
terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di

14
antara serat-serat miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-
serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan
pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. Pengamatan terhadap
persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara
dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga
persalinan.Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 3 fase yaitu :
a. Fase laten
Ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta
namundinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b. Fase kontraksi
Ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi>2 cm).
C. Fase pelepasan plasenta
Fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya daridinding uterus
dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan
plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta
yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta
yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek
di lapisan spongiosa.
d. Fase pengeluaran
Dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun daerah
pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di
dalamrongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan
plasenta lebih merupakan akibat bukan sebab. Lama kala tiga pada
persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan
menggunakan ultrasonografi pada kala tiga 89% plasenta lepas dalam waktu
satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah
yang mendadak uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat
uterus meninggi ke arahabdomen karena plasenta yang telah berjalan turun
masuk ke vagina serta tali pusat yangkeluar lebih panjang.Sesudah plasenta
terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan olehdinding
uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh
adanya tekanan intra abdominal. Namun wanita yang berbaring dalam

15
posisi terlentang sering tidak dapatmengeluarkan plasenta secara spontan.
Umumnya dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan
kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan
mengklovasi uterus bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat. Pada
kondisi retensio plasenta lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan
dengan janin karena melekat pada tempat implantasinya, menyebabkan
terganggunya retraksi dankontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh
darah tetap terbuka serta menimbulkan pendarahan.

3.5 DIAGNOSIS
3.5.1 Gejala Klinis
Gejala yang tampak pada sisa plasenta adalah uterus berkontaksi baik,
namun tinggi fundus uteri tidak berkurang; terdapatnya perdarahan segera; dan
ditemukannya sebagian plasenta atau selaput yang tidak lengkap

3.5.2 Anamnesis
Meliputi pertanyaan yang berhubungan dengan faktor-faktor resiko terjadinya
rest plasenta, yaitu diantaranya:
a. Umur
Usia ibuhamil terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun) mempunyai
resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi yang kurang sehat. Hal ini
dikarenakan pada usia muda dari segi biologis fungsi organ reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna. Sedangkanpada wanita pada
umur diatas 35 tahun dan sering melahirkan, fungis reproduksinya telah
mengalami kemungduran atau degenerasi dibanding fungsi normal, sehingga
kemungkinan untuk terjadinya perdarahan lebih besar.

b. Paritas
Uterus pada saat persalinan, setelah melahirkan plasenta sukar untuk
berkontraksi dan berektraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada
dinding uterus akan tetap terbuka. Jika kehamilan terlalu banyak dan terlalu
dekat juga terlalu muda atau terlalu tua (4 terlalu) dapat meningkatkan resiko
berbahaya pada proses reproduksi. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya

16
intake makanan atau gizi. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi
mengakibatkan wanita tidak punya waktu untuk meengembalikan kekuatan diri
dari tuntunan gizi, juga anak yang telah dilahirkan perlu mendapatkan
perhatian yang optimal dari kedu aorang tuanya sehingga sangat perlu
mengatur kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk hamil. 15
c. Status anemia dalam kehamilan
d. Periode prenatal meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum
sebelumnya paritas serta riwayat multipelfetus dan polihidramnion. Serta
riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau
timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

3.5.3 Pemeriksaan Fisik


a) Palpasi uterus : Menilai kontraksi uerus dan tinggi fundus uteri
b) Memeriksa kelengkapan plasenta
c) Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mecari sisa plasenta, selaput ketuban,
robekan rahim atau pun plasenta suksenturia
d) Inspekulo: Untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang
pecah

3.5.4 Pemeriksaan Penunjang


a) Hitung darah lengkap
Untuk menentukan tingkat hemoglobin (hb) danhematokrit (hct), melihat adanya
trombositopenia serta jumlah leukosit. Padakeadaan yang disertai dengan infeksi
leukosit biasanya meningkat.

b) Menentukan adanya gangguan koagulasi


Dengan hitung protrombin time (PT)dan activated Partial Tromboplastin Time
(aPTT) atau yang sederhana dengan clotting time atau bleeding time. Ini penting
untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
c) USG
Diagnosis plasenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi lebih mudah bila
implantasi plasenta berada di SBU bagian depan. Lapisan miometrium dibagian

17
basal plasenta terlihat menipis atau menghilang. Pada plasenta perkreta vena-vena
subplasenta terlihat berada di bagian dinding kandung kemih.
Cox dkk. (1988) melaporkan satu kasus plasenta previa dengan plasenta inkreta
yang diidentifikasi secara USG berdasarkan tidak adanya ruang sonolusen di
subplasenta. Mereka berhipotesis bahwa daerah sonolusen subplasenta yang
normalnya ada ini menggambarkan desidua basalis dan jaringan miometrium di
bawahnya.Diagnosis berdasarkan sonografi antenatal pada plasenta akreta juga
telah dilaporkan. Berdasarkan pada munculnya gambaran Color Doppler.

3.6 PENATALAKSANAAN
Dengan   perlingdungan   antibiotik   sisa   plasenta   dikeluarkan   secara   digital

atau dengan kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampau suhu turun dengan

pemberian   antibiotik   dan   3­4   hari   kemudian   rahim   dibersihkan,   namun   jika

perdarahan banyak, maka rahim segera dibersihkan walaupun ada demam.18

Keluarkan   sisa   plasenta   dengan   cunam   ovum   atau   kuret   besar.   Jaringan

yang   melekat   dengan   kuat   mungnkin   merupakan   plasenta   akreta.   Usaha   untuk

melepaskan   plasenta   terlalu   kuat   melekarnya   dapat   mengakibatkan   perdarahan

hebat atau perforasi uterus  yang iasnaya membuthukan tindakan histerektomi. 16
Menurut Morgan dan Hamilton 19, terapi yang biasa diguankan antara lain:
a. Pemasangan infus dan pemberian uterotonika untuk mempertahankan keadaan
umum ibu dan merangsang kontraksi uterus
b. Kosongkan kandung kemih
c. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
d. Antibiotik ampisilin dosis awal 1 gram IV dilanjutkan dengan 3 x 1 gram per
oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 gram suppositoria dilanjutkan
degan 3 x 500 mg
e. Oksitosin
1) Methergin 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan
analgesik bila kram
2) Mungkin perlu dirujuk ke rumah sakit untuk dilatasi dan kuretase bila
terdapat perdarahan
f. Observasi tanda-tanda vitla dan perdarahan

18
g. Bila kadar Hb <8 gr%, berikan transfusi darah. Bila kadar Hb >8 gr%, berikan
sulfas ferosis 600 mg/hari selama 10 hari

Sisa plasenta bisa diduga kala uri mberlangsung tidak lancar atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap
pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah
terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara

manul/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. .

Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol


Dosis dan cara IV   :   20   IU   dalam   1   L IM   atau   IV Oral   atau   rektal

pemberian larutan   garam   fisiologis (lambat) : 0,2 mg 400   μg   dapat

dengan tetesan cepat diulang   sampai

IM : 10 IU 1200 μg
Dosis lanjutan IV   :   20   IU   dalam   1   L Ulangi   0,2   mg   IM 400   μg   2­4   jam

larutan   garam   fisiologis setelah 15 menit setelah dosis awal

dengan 40 tetes/menit
Dosis Tidak   lebih   dari   3   L Total   1   mg   atau   5 Total   1200   μg

maksimal larutan dengan oksitosin dosis atau 3 dosis

perhari
kontraindikas Pemberian   IV   secara Preeklampsia, Nyeri   kontraksi,

i cepat atau bolus vitium   cordis, asma

hipertensi
Tabel 3.2 Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
3.7 KOMPLIKASI
Komplikasi sisa plasenta adalah polip plasenta, artinya plasenta masih tumbuh

dan dapat menjadi besar, perdarahan terjadi intermitten sehingga kurang mendapat

perhatian,   dan   dapat   terjadi   degenerasi   ganas   menuju   korio   karsinoma   dengan

manifestasi   klinisnya.   Menutu   Manuaba   (2008),   sisa   plasenta   memudahkan

terjadinya:

19
a. Anemia yang berkelanjutan
b. Infeksi puerperium
c. Kematian akibat perdarahan

3.8 PENCEGAHAN
Pencegahan terjadi perdarahan pascapersalinan merupakan tindakan utama,
sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi. Upaya
preventif Dapat dilakukan dengan:14
a. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam
kehamilan
b. Meningakatkan usaha penerimaan KB
c. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang
mengalami perdarahan post partum
d. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi atau kelahiran
plasenta dipercepat

BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien Ny.A, usia 37 tahun datang ke IGD RSUD AWS Samarinda dengan
perdarahan pervaginam pascapersalinan setelah dilakukan manual. Setelah
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditegakkanlah

20
diagnosis pasien ini yaitu P3003A000 Post Partum Spontandengan Perdarahan
Pascapersalinan (PPP) ec Rest Plasenta
.

Anamnesis
Teori Kasus
• Umur <20 tahun atau >35 tahun - Usia 37 tahun
• Paritas; kehamilan terlalu - P3A0
banyak - Tidak ada riwayat penyulit
• Riwayat multipel fetus dan persalinan sebelumnya
- Plasenta lahir 15 menit setelah bayi
polihidramnion
lahir
• Kala uri tidak lancar
- Dilakukan manual plasenta
• Setelah dilakukan manual
plasenta

Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
 Subinvolusi uteri • TFU 1 jari dibawah pusat
 Perdarahan pervaginam • Perdarahan pervaginam aktif
 Lakukan eksplorasi kavum uteri • VT: OUE Ø 1 cm, teraba
untuk mecari sisa plasenta, selaput jaringan, evakuasi stolsel dari
ketuban, robekan rahim atau pun vagina
plasenta suksenturia • Inspekulo tidak dilakukan
 Inspekulo: Untuk melihat robekan
pada serviks, vagina dan varises
yang pecah

Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
- Lab Darah Lengkap Lab Darah Lengkap
- USG  Leu 29.160 sel/mm3
 Hb 7,7 mg/dl
 Hct 22,9 %

21
 PLT 224.000 sel/mm3

Penatalaksanaan
Teori Kasus
- Antibiotik profilaksis - Observasi TTV dan perdarahan
- Evakuasi sisa plasenta (cunam atau - IVFD RL 500 ml 2 line bolus
kuret) dalam 30 menit
- Infus dan uterotonika (oksitosin, - IVFD RL 500 ml dengan drip
metergin oxytocin 2 ampul 20 tpm
- Kosongkan kandung kemih - Pasang Kateter urin
- Observasi tanda-tanda vital - Pasang O2 Non-Rebreathing
- Transfusi darah bila kadar Hb<8 gr% Mask 3 Liter/menit
- Evakuasi Stolsel dari vagina
- Gastrul 4 tab per rectal
- Injeksi Metergin 1 ampul IV
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
PO
- Paracetamol infus I
- Injeksi Ceftriakson 1 gr/12 jam
IV
Transfusi PRC I Kolf/hari

BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus atas Pasien Ny. SA usia 37 tahun datang ke
IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 27 Mei 2019 dengan keluhan
perdarahan pervaginam pascapersalinan dan di diagnosis P3A0 Post Partum Spontan

22
dengan Perdarahan Pascapersalinan (PPP) ec Rest Plasenta. Secara umum
penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dan
sesuai dengan teori.

DAFTAR PUSTAKA

1. Khoman, J.S. perdarahan hamil tua dan perdarahan post partum. Cermin
dunia kedokteran, (online). (www.portal
kalbefarma/files/cdk/files/19_PerdarahanHamilTuaDanPerdarahanPostPartum.
pdf/, diakses tanggal 26 Februari 2012).
2. Cunningham, F.G, et al. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 21. EGC: Jakarta.
2006.

23
3. Martohusodo,S, Abdullah, M.N. Gangguan Dalam Kala III Persalinan.
Dalam: Winkjosastro, H (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP; 2005.
p652-663
4. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. Patologi Kala III dan IV. Dalam
Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset. p234-237
5. Saifuddin, A.B. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP. 2002.
6. Taber, B. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
EGC. 1994.
7. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unmul-RSUD AW Sjahranie. Plasenta
Manual. Dalam Buku Pengantar Kepaniteraan Klinik Obstetri Ginekologi.
Samarinda: FK Unmul. 2007.
8. Manuaba, I.B.G. Penunutun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi
Edisi 2. Jakarta: EGC. 2004.
9. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta: EGC; 1998.
10. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Obstetri Patologi
Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004.
11. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo; 2010.
12. Hanifa W. (ed), 2002. Gangguan dalam Kala III Persalinan dan Penyakit
Darah dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Halaman : 653-63, 448-62
13. Cunningham F. G. dkk., 2006. Perdarahan Obstetri dalam Obstetri
Williams Edisi 21 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Halaman : 685-716
14. Manuaba I.B.G. 2007. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
15. Prawirohardjo. 20.10. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaa
16. Maritalia. 2012. Biologi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
17. Saleha, Sitti. 2009. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Yogyakarta:
Frimaya
18. Morgan, Geri; Hamilton, Carole. 2009. Obstetri &GInekologi Panduan
Praktik. Jakarta: EGC

24
25

Anda mungkin juga menyukai