Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS UJIAN

G3P0A2, 26 TAHUN, HAMIL 39 MINGGU DENGAN


KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh

Ivana Kartika Pakolo

030.13.101

Pembimbing

dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI

RSUD DR. SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL

PERIODE 5 OKTOBER - 9 DESEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat,
dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan laporan kasus ini ujian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi yang berjudul: G3P0A2 26 tahun Hamil 39 minggu dengan Ketuban Pecah Dini

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas dan sebagai syarat
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD
DR. Soeselo Slawi. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian laporan kasus ini,
terutama kepada:

1. dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG, selaku pembimbing dalam laporan kasus ini.
2. dr. Jaenudin, Sp.OG dan dr. Zufrial Arief, Sp.OG, selaku konsulen.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD DR. Soeselo
Slawi yang telah memberikan dukungan moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, pembahasan, maupun penulisan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi profesi, pendidikan, dan masyarakat. Akhir kata penulis mohon maaf atas
segala kekurangan yang ada.

Slawi, 5 Desember 2017

Ivana Kartika Pakolo

030.13.101

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

G3P0A2, 26 Tahun, Hamil 39 Minggu Dengan


Ketuban Pecah Dini

Presentasi Kasus

Diajukan kepada bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD DR. Soeselo Slawi

untuk memenuhi Persyaratan Ujian Kepaniteraan Klinik

Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Periode 5 Oktober - 9 Desember 2017

Oleh:

Ivana Kartika Pakolo

NIM: 030.13.101

Pembimbing

dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI & GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RSUD DR. SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL ................................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

BAB II. LAPORAN KASUS ........................................................................................... 2

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 18

BAB IV. ANALISIS KASUS ........................................................................................... 32

BAB V. KESIMPULAN ................................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini merupakan suatu masalah obstetric yang didefinisikan


sebagai suatu keadaan dimana pecahnya ketuban sebelum pasien memasuki masa
persalinan atau sebelum adanya kontraksi spontan dari uterus.1 Angka insidensi
pecahnya ketuban di masyarakat yaitu sebanyk 8% dimana kejadian KPD pada
kehamilan aterm kurang lebih sebanyak 6,46-15,6 dari kehamilan cukup bulan
dan 2-3% pada kehamilan aterm.2 Ketuban pecah dini merupakan suatu masalah
obstetric yang harus diperhatikan karena kejadian ini akan meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas baik maternal maupun fetal.

Tingginya angka morbiditas maternal dan fetal dikarenakan komplikasi


yang ditimbulkan oleh KPD yang dapat berupa infeksi baik ringan sampai berat
seperti sepsis yang dapat berujung pada meningkatnya angka kematian maternal
dan fetal. Komplikasi yang sering muncul pada kejadian ketuban pecah dini
adalah persalinan premature, dan pasien dengan ketuban pecah dini pretem akan
mengalami persalinan dalam 1 minggu sebanyak 50-70% dimana masalah lain
yang sering timbul akibat kejadian ketuban pecah dini adalah respiratory distress
syndrome 35%, kompresi tali pusat 32-76%, chorioamnionitis 13-60%, solusio
plasenta 4-12% dan kematian antepartum 1-2%. 3,4

Oleh karena masih tingginya angka kejadian ketuban pecah dini maka
pencegahan harus dilakukan dengan cara mengenali fakor risiko yang dapat
menimbulkan ketuban pecah dini. Selain pencegahan sekunder harus dilakukan
dengan cara melakukan tatalaksana yang terbaik, baik tatalaksana konservatif
ataupun aktif sehingga dapat mengurangi komplikasi bagi maternal maupun fetal
yang akan meningkatkan kesejahteraan fetal dan maternal dan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS UJIAN ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SOESELO SLAWI

Nama Mahasiswa : Ivana Kartika Pakolo


NIM : 030.13.101
Dokter Pembimbing : dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Danamarih RT 03 RW 04
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal masuk RS : 4 Desember 2017 pukul 07:20

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesia dengan pasien
dan suami pasien pada tanggal 4 Desember 2017 di Ruang PONEK RSUD
dr. Soeselo Slawi.

2
Keluhan Utama

Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi rujukan dari


bidan dengan keluhan rembes sejak tanggal 4/12/17 jam 01.00

Keluhan Tambahan
Sedang hamil 39+2 minggu, dan perut terasa mules

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)


Pasien Ny. I, 26 tahun, datang ke ruang PONEK RSUD DR. Soeselo
Slawi pada hari Senin tanggal 4 Desember 2017 pukul 07:20 rujukan dari
bidan dengan keluhan rembes 01:00.
Keluhan rembes pertama kali dirasakan pada pukul 01.00.Keluhan ini
pasien secara tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat, cairan yang keluar
berwarna putih jernih, berbau amis, dan tidak bercampur lendir dan darah
pada pukul 06:00 pasien merasakan rembes yang kedua kali dengan
jumlah cairan lebih banyak dibandingkan dengan yang sebelumnya. Selain
keluhan rembes pasien juga mengatakan perut mulai terasa mules sejak
pukul 01.00 dan mules dirasakan jarang hanya sekali dalam 10
menit.Mules yang dirasakan oleh pasien makin lama makin sering dimana
pada saat shalat subuh pasien merasakan mules sebanyak 3 kali dalam 10
menit dimana 1 kali kontraksi berlangsung selama 20 detik. Selain itu
pada pukul 04.00 pasien juga mengaku terdapat lendir yang bercampur
darah yang keluar dari vagina. Demam, keputihan, dan riwayat terjatuh
disangkal oleh pasien. Pasien mengaku 4 hari sebelum munculnya keluhan
rembes pasien melakukan hubungan seksual dengan suami pasien.
Gerakan janin (+)
Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
Pasien menarche di usia 14 tahun, lama dan volume menstruasi normal,
nyeri saat menstruasi disangkal oleh pasien. HPHT pasien jatuh pada
tanggal 4 Maret 2017. Pasien menikah di usia 23 tahun dan sudah menikah
selama 3 tahun. Pada tahun 2016 pasien pernah hamil sebanyak 2 kali

3
namun terjadi abortus pada usia kehamilan 9 minggu dan 4 minggu. Saat
ini pasien tidak sedang menggunakan KB, kebiasaan merokok serta
minum alkohol disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit liver, dan penyakit ginjal disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi, diabetes mellitus,alergi, penyakit paru,
penyakit jantung, penyakit liver, dan penyakit ginjal disangkal oleh pasien.

Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 14 tahun, lama menstruasi 7 hari dan
teratur setiap bulan dengan siklus 28 hari. Jumlah darah selama menstruasi
sekitar 80cc dan pasien mengganti pembalut 3x sehari. Nyeri saat haid
disangkal oleh pasien. Hari pertama haid terakhir pasien jatuh pada
tanggal 4 Maret 2017 dan haid berlangsung selama 7 hari.

Riwayat Pernikahan
Ini adalah pernikahan pertama pasien. Pasien menikah pada usia 23
tahun dengan suami yang berusia 1 tahun lebih tua. Saat ini suami pasien
berusia 27 tahun. Pasien sudah menikah selama 3 tahun.

Riwayat Obstetri
Kehamilan pertama abortus pada tahun 2016 pada usia kehamilan
9 minggu.
Kehamilan kedua abortus pada tahun 2016 pada usia kehamilan 4
minggu.
Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga pasien.

4
Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak
10 kali di bidan dan puskesmas. Pasien mendapat vitamin dan diminum
teratur. Pasien pernah mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1x. band

Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi

Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok namun suami pasien merokok, kebiasaan
meminum alkohol disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal serumah dengan suami, sedangkan orangtua serta
mertua tinggal tidak jauh dari rumah. Pasien sehari-hari melakukan tugas-
tugas rumah tangga sedangkan suami pasien bekerja sebagai pedagang

Riwayat Operasi dan Dirawat


Pasien tidak pernah dirawat maupun di operasi selama hamil ini

1. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Antropometri : BB: 59 kg, TB: 154 cm, IMT :24,89 cm (kesan
gizi berlebih)
Tanda vital
 Tekanan darah: 110/60 mmHg
 Nadi : 75 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36.5°C

5
STATUS GENERALIS
1. Kulit: warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala: normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi
merata
3. Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, refleks cahaya (+/+)
4. Telinga: normotia, sekret (-), darah (-), nyeri tarik helix (-), nyeri tekan
tragus (-)
5. Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-), edema mukosa (-),
napas cuping hidung (-)
6. Mulut:
a. Bibir: bentuk normal, simetris, pucat, basah
b. Mulut: oral hygiene baik
c. Lidah: bentuk normal, simetris, hiperemis (-), deviasi (-)
d. Uvula: letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
e. Faring: hiperemis (-)
f. Tonsil: T1-T1 tenang
7. Leher: pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-),
distensi v. jugularis dx (-), JVP 5 + 2
8. Thorax:
a. Inspeksi: bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe pernpasan
thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi: vocal fremitus dx = sin, ictus cordis di ICS 5 linea
midclavicularis sin
c. Perkusi: paru sonor (+/+), batas-batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-),
bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen:
a. Inspeksi: bentuk normal, striae gravidarum (-), efloresensi (-), caput
medusa (-), ascites (-)

6
b. Auskultasi: bising usus 15x/menit, arterial bruit (-),
c. Palpasi: supel, pembesaran organ (-), nyeri tekan (-),
d. Perkusi: Timpani di seluruh lapang abdomen
10. Ekstremitas:
a. Atas: akral dingin, CRT <2”, deformitas (-), edema (-)
b. Bawah: akral dingin, CRT <2”, deformitas (-), edema (-)

PEMERIKSAAN OBSTETRI
1. Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
2. Palpasi :
Leopold I : TFU 33 cm, bagian fundus teraba bulat , dan lunak kesan
bokong

Leopold II : Teraba bagian agak rata dan memanjang dibagian kanan


(kesan punggung), teraba bagian-bagian kecil di sebelah kiri (kesan
punggung)

Leopold III : Teraba bagian bulat, keras, melenting, kesan kepala

Leopold IV : Penurunan kepala 1/5

His/kontraksi : 3x10mntx25dtk

3. Auskultasi
Denyut jantung janin 133 x/mnt teratur

STATUS GYNECOLOGI

1. Genitalia
Vulva dan vagina dalam keadaan tenang, perdarahan (-), oedem labia (-),
fluor albus (-), tidak tampak air ketuban mengalir.
2. Inspekulo
Tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo

7
3. Vagina Toucher : Bagian terbawah teraba kepala, portio (lunak),
pendataran (±40%), stasion (-3), posisi (medial), pembukaan 1 cm kk (-)
Kesan: Bishop Score pasien ini adalah 5

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil lab tanggal 04/12/2017, pukul 12:39 WIB


Nama test Hasil Unit Flag Nilai rujukan
Leukosit 12.2 ribu/uL ↑ 3.8 – 10.6
Eritrosit 4.2 juta/uL 4.4 – 5.9
Hemoglobin 9.6 g/dL ↓ 13.2 – 17.3
Hematokrit 30 % ↓ 40 – 52
MCV 72 fL ↓ 80 – 100
MCH 23 Pg ↓ 26 – 34
MCHC 32 g/dL 32 – 36
Trombosit 211 ribu/uL 150 – 400
Diff count:
Eosinofil 0.00 % ↓ 2–4
Basofil 0.10 % 0–1
Netrofil 85.20 % ↑ 50 – 70
Limfosit 10.70 % ↓ 26 – 40
Monosit 4.0 % 2–8

MFV 4.00 fL 7.2 – 1.1


RDW-SD 11.1 fL 35.1 – 43.9
RDW-CV 17.2 % ↑ 11.5 – 14.3
Golongan darah A
Rhesus Positif

8
Protein Urine Negaif Negatif
HBaAg Non reaktif mg/dL ↑ Non reaktif

1. CTG (04 Desember 2017 pk. 08.00)

Non stress test reaktif

IV. RESUME
Pasien Ny. I, 26 tahun, datang ke ruang PONEK RSUD DR. Soeselo Slawi
pada hari Senin tanggal 4 Desember 2017 pukul 07:20 rujukan dari bidan dengan
keluhan rembes 01:00.
Keluhan rembes pertama kali dirasakan pada pukul 01.00.Keluhan ini pasien
secara tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat, cairan yang keluar berwarna putih

9
jernih, berbau amis, dan tidak bercampur lendir dan darah pada pukul 06:00
pasien merasakan rembes yang kedua kali dengan jumlah cairan lebih banyak
dibandingkan dengan yang sebelumnya. Selain keluhan rembes pasien juga
mengatakan perut mulai terasa mules sejak pukul 01.00 dan mules dirasakan
jarang hanya sekali dalam 10 menit.Mules yang dirasakan oleh pasien makin lama
makin sering dimana pada saat shalat subuh pasien merasakan mules sebanyak 3
kali dalam 10 menit dimana 1 kali kontraksi berlangsung selama 20 detik. Selain
itu pada pukul 04.00 pasien juga mengaku terdapat lendir yang bercampur darah
yang keluar dari vagina. Demam, keputihan, dan riwayat terjatuh disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku 4 hari sebelum munculnya keluhan rembes pasien
melakukan hubungan seksual dengan suami pasien. Gerakan janin (+)
Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien
menarche di usia 14 tahun, lama dan volume menstruasi normal, nyeri saat
menstruasi disangkal oleh pasien. HPHT pasien jatuh pada tanggal 4 Maret 2017.
Pasien menikah di usia 23 tahun dan sudah menikah selama 3 tahun. Pada tahun
2016 pasien pernah hamil sebanyak 2 kali namun terjadi abortus pada usia
kehamilan 9 minggu dan 4 minggu. Saat ini pasien tidak sedang menggunakan
KB, kebiasaan merokok serta minum alkohol disangkal.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Pada pemeriksan didapatkan tanda-tanda vital Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi
75 x/menit pernafasan 20 x/menit, suhu 36.5°C. Tinggi badan pasien 154 dan
berat badan pasien 59 kg dengan IMT 24,89 kg/ m2 (overweight). Pada
pemeriksaan status generalis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan
ginekologi didapatkan vulva dan vagina dalam batas normal, pada pemerisaan
dalam hasil bishop score 5 dan kulit ketuban negatif.

V. DIAGNOSIS
Diagnosa Masuk
G3P0A2 26 tahun Hamil 39 minggu 2 hari
Janin I hidup intrauterine
Presentasi kepala

10
Inpartu kala I fase laten
Ketuban Pecah Dini (3 jam)

Diagnosa Akhir
P1A2 postpartum Vakum Ekstraksi a/i partus kering

VI. PENATALAKSANAAN
1. Rawat VK
2. IVFD RL
4. Drip oxy 5 iu 8 tpm
5. Bed Rest
6. Monitor KU, TTV, His, DJJ, dan kemajuan persalinan

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

11
VIII. FOLLOW UP PASIEN

4 Desember 2017 (07.20), PONEK VK 2 B2 4 Desember 2017 (09.00), 4 Desember 2017 (09.30),
PONEK PONEK
S Rembes sejak pukul 01.00 Idem Idem
O Komposmentis Komposmentis Komposmentis
BP: 100/60 mmHg, HR: 75 x/m, RR: 20 x/m, T: 36.5, BP: 120/80 mmHg, HR: 85 TFU 34 cm
SpO2: 100% x/m, RR: 21 x/m, T: 36.5, DJJ 133 x/mnt
Status generalis: DBN SpO2: 100% His 3x10 x30
TFU 34 cm TFU 34 cm
DJJ 133 x/mnt DJJ 137 x/mnt
His 3x10 x25 His 3x10 x30
VT 1 cm, portio tebal lunak, presentasi kepala,
Hodge I, kk (-)

A G3P0A2 26 tahun Hamil 39 minggu 2 hari ,Janin I hidup Idem Idem


intrauterine, Presentasi kepala, Inpartu kala I fase latern,
Ketuban Pecah Dini ( 3 jam)

P - Observasi KU,TTV, HIS, DJJ tiap 30 menit, motivasi Idem Idem


baring miring
- Inj Ceftriaxone 2 gr/jam

12
4 Desember 2017 (10.00), 4 Desember 2017 (10.30), 4 Desember 2017 (11.00), 4 Desember 2017 (11.30),
PONEK PONEK PONEK PONEK
S Kenceng-kenceng Idem Idem Idem
O Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis
BP: 120/80 mmHg, HR: 70 x/m, TFU 34 cm TFU 34 cm BP: 130/80 mmHg, HR: 70 x/m,
RR: 20 x/m, T: 36.5, SpO2: 100% DJJ 150 x/mnt DJJ 137 x/mnt RR: 20 x/m,T: 36.7,SpO2: 100%
TFU 34 cm His 4x10 x40 His 4x10 x40 TFU 34 cm
DJJ 1146 x/mnt VT: 4 cm kk (-), kepL DJJ 140 x/mnt
HIS: 4 x 10 x 30 Hodge I portio tebal lunak His 4x10 x40

A G3P0A2 26 tahun Hamil 39 G3P0A2 26 tahun Hamil 39 I G3P0A2 26 tahun Hamil 39 G3P0A2 26 tahun Hamil 39
minggu 2 hari ,Janin I hidup minggu 2 hari ,Janin I hidup minggu 2 hari ,Janin I hidup minggu 2 hari ,Janin I hidup
intrauterine, Presentasi kepala, intrauterine, Presentasi kepala, intrauterine, Presentasi kepala, intrauterine, Presentasi kepala,
Inpartu kala I fase laten, Ketuban Inpartu kala I fase aktif, Ketuban Inpartu kala I fase aktif, Ketuban Inpartu kala I fase aktif, Ketuban
Pecah Dini ( 3 jam ) Pecah Dini ( 3 jam ) Pecah Dini ( 3 jam ) Pecah Dini ( 3 jam)

P Idem Idem Idem Idem

13
4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017
(12.00), PONEK (12.30), PONEK (13.00), PONEK (13.30), PONEK (14.00), PONEK (14.30), PONEK

S Kenceng-kenceng Idem Idem Idem Idem Idem


O Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis
BP: 120/80 mmHg, TFU 34 cm TFU 34 cm BP: 130/80 mmHg, TFU 34 cm TFU 34 cm
HR: 80 x/m, RR: 20 DJJ 145 x/mnt DJJ 144 x/mnt HR: 80 x/m, RR: 20 DJJ 140 DJJ 140
x/m, T: 36.5, SpO2: His 4x10 x40 x/m,T:36.7,SpO2: x/mnt x/mnt
His 4x10 x40
100% 100% His 4x10 x40 His 4x10 x40
VT: 5 cm kk (-),
TFU 34 cm TFU 34 cm VT: 5 cm kk (-),
kepL Hodge I
DJJ 142 x/mnt DJJ 142 kep. Hodge I portio
portio tipis
x/mnt tipis
HIS: 4 x 10 x 40
His 4x10 x40
A G3P0A2 26 tahun Idem Idem Idem Idem Idem
Hamil 39 minggu 2
hari ,Janin I hidup
intrauterine, Presentasi
kepala, Inpartu kala I
fase aktif, Ketuban
Pecah Dini ( 3 jam )

P Idem Kateterisasi: Urin keluar Idem Idem Idem Idem


300 cc

14
4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017
(15.00), PONEK (15.30), PONEK (16.00), PONEK (17.00), PONEK (17.30), PONEK (18.00), PONEK

S Kenceng-kenceng Idem Idem Idem Idem Idem


O Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis
BP: 120/80 mmHg, TFU 34 cm BP: 120/80 mmHg, HR: TFU 34 cm TFU 34 cm TFU 34 cm
HR: 80 x/m, RR: 20 DJJ 148 x/mnt 88 x/m, RR: 20 x/m, T: DJJ 152 DJJ 148 DJJ 145
x/m, T: 36.5, SpO2: His 4x10 x40 36.5, x/mnt x/mnt x/mnt

100% TFU 34 cm His 4x10 x40 His 4x10 x40 His 4x10 x40
TFU 34 cm DJJ 148 x/mnt
DJJ 150 x/mnt His 4x10 x40
HIS: 4 x 10 x 40 VT: 6 cm kk (-) porsio
tipis kepala Hodge II
A G3P0A2 26 tahun Idem Idem Idem Idem Idem
Hamil 39 minggu 2
hari ,Janin I hidup
intrauterine, Presentasi
kepala, kala I fase aktif,
Ketuban Pecah Dini ( 3
jam )
P Idem Idem Observasi Idem Idem Idem
KU,TTV,HIS,DJJ dan
laporan ulang hasil CTG

15
4 Desember 2017 (19.00), 4 Desember 2017 (20.00), 4 Desember 2017 (20.30), 4 Desember 2017 (22.00),
PONEK PONEK PONEK PONEK

S Kenceng-kenceng Idem Idem Ibu ingin meneran


O Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis
BP: 120/80 mmHg, HR: 85 x/m, TFU 34 cm BP: 130/80 mmHg, HR: 80 x/m, TFU 34 cm
RR: 20 x/m, T: 36.5, DJJ 150 x/mnt RR: 20 x/m, T: 36.5, DJJ 150 x/mnt
TFU 34 cm His 4x10 x40 TFU 34 cm His 4x10 x40
DJJ 156 x/mnt DJJ 136 x/mnt VT: 10 cm kk (-) kepala Hodge III
HIS: 4 x 10 x 40 His 4x10 x40
VT: 8 cm kk (-) porsio tipis kepala
Hodge III
A G3P0A2 26 tahun Hamil 39 Idem Idem I G3P0A2 26 tahun Hamil 39
minggu 2 hari ,Janin I hidup minggu 2 hari ,Janin I hidup
intrauterine, Presentasi kepala, intrauterine, Presentasi kepala, Kala
Inpartu kala I fase aktif, Ketuban II, Ketuban Pecah Dini ( 3 jam )
Pecah Dini ( 3 jam ) dengan
partus tak maju

P Oxi 5 ui 8 tpm Idem Idem Vakum Ekstraksi a/i partus kering


Observasi s/d jam 21.00 (+)

16
4 Desember 2017 (22.20), 4 Desember 2017 (22.25), 4 Desember 2017 (23.00), 5 Desember 2017 (06.30),
PONEK PONEK PONEK NUSA INDAH

S Nyeri pasca melahirkan Belum BAK

O Komposmentis Komposmentis
TD: 110/70 HR: 82 x/m, RR: 20 TD: 120/80 HR: 85 x/m, RR: 20
Bayi lahir VE: Lahir bayi laki-laki Plasenta lahir spontan, lengkap
x/m, S: 36,5 x/m, S: 36,5
dengan BB 3800
PB: 50 cm LK: 34 cm LD: 33 cm,
A APGAR score 8/9/10 P1A2 umur 26 tahun post partum P1A2 umur 26 tahun post partum
VE VE

P Obs, KU, TTV,PPV Amoxicilin 3 x 500 mg


Motivasi makan dan minum Asam mefenamat 3 x 500 mg
Motivasi menyusui SF 2 x 1 tab

17
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ketuban Pecah Dini


3.1.1 Definisi
Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan dimana selaput korioamniotik
kehilangan integritasinya sebelum adanya tanda-tanda persalinan yang
menyebabkan keluarnya cairan amnion dan menyebabkan adanya hubungan
antara cavum amnion dengan kanalis endoservikalis dan vagina.1 Hubungan ini
akan menyebabkan meningkatnya risiko untuk terjadinya ascending infection.5
Kejadian ketuban pecah dini pada usia kehamilan aterm (> 37 minggu) dikenal
dengan premature rupture of the membrane (PROM) sedangkan kejadian ketuban
pecah dini yang terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu dikenal dengan Preterm
Premature Rupture of the membrane (PPROM).6

3.1.2 Epidemiologi

KPD yang disertai tanpa adanya kontraksi uterus yang spontan terjadi
pada 8% kehamilan.2 Kejadian KPD pada kehamilan aterm kurang lebih sebanyak
6,46-15,6 dari kehamilan aterm dan kejadin PPROM terjadi sekitar 2-3% dari
semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar.2 PPROM merupakan
komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran premature.7 Pasien dengan
PROM 95% akan terjadi persalinan dalam waktu 24 jam, sedangkan pasien
PPROM dengan usia kehamilan 16-26 minggu sebanyak 57% akan bersalin dalam
1 minggu dan 22% sisanya akan berada dalam periode laten selama 4 minggu.8

3.1.3 Anatomi,Fisiologi, dan biokimia amnion

Suatu strukrtur membrane yang melingkupi fetus dan membentuk kavum


anion dibentuk oleh jaringan fetus dan dibentuk oleh 2 lapisan, yaitu lapisan
amnion (lapisan dalam) dan lapisan korion (lapisan luar).9 Lapisan amnion
merupakan suatu lapisan translusen yang berhubungan dengan cairan amnion

18
yang berperan dalam transportasi nutrien ke dalam sel amnion.9 Lapisan korion
merupakan suatu lapisan membrane opak yang melekat pada desidua. Kedua
lapisan ini dipisahkan oleh suatu rongka yang disebut cavum exocelomic dimana
pada bulan ke 3 kedua lapisan ini akan menyatu.9

Secara anatomis amnion terdiri dari 3 lapis jenis sel, lapisan paling dalam
disebut the inner compact layer, yang memiliki ketebalan yang bervariasi dan
terdiri dari sel epitel yang meleat pada membrane basalis. Lapisan kedua adalah
lapisan mesenkim, yang merupakan lapisan amnion yang paling tebal dan
dibentuk oleh fibroblast, dan lapisan terluar disebut zona spongiosa. Lapisan
korion terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan cytotrofoblas pada bagian dalam dan
lapisan reticular pada bagian lar. Lapisanretikular memiliki struktur yang mirip
dengan lapisan mesenkim amnion dan berisi fibroblast dan makrofag. Antara
lapisan reticular dan lapisan sitotrofoblas dibatasi oleh membrane
speudobasalis/lamina basalis.9,10

Gambar 1. Lapisan selaput ketuban

19
Kekuatan selaput ketuban dipengaruhi oleh beberapa protein ekstaseluler
yang mencakup kolagen,fibronektin dan laminin. Kolagen merupakan suatu
protein matriks ekstraseluler yang berinteraksi dengan komponen ekstraseluler
matriks lainnya. Kolagen interstitial (tipe I dan III) terdapat sebagian besar di
lapisan kompak amnion yang berfungsi untuk mempertahankan integritas selaput
ketuban dan merupakan regulator utama .11 Fibronektin dapat ditemukan pada
lapisan membrane basalis amnion dan korian yang merupakan oncofetal atau
fibronectin (onfFN).12 Laminin berinteraksi dengan kolagen tipe VII untuk
stabilisasi selaput ketuban, laminin berfungsi untuk melekatkan sel ke basal
membrane dan basal membrane ke lapisan di bawahnya. Matrix metalloproteinase
merupakan suatu enzim yang berperan dalam mengurangi elastisitas membrane
dan meningkatkan degradasi kolagen.13 Tissue inhibitor of MMPs (TIMPs)
berikatan pada matrix metalloproteinase dan menghentikan proses proteolysis
oleh karena itu berperan dalam mempertahankan integritas membrane.14

3.1.4 Etiologi dan faktor risiko ketuban pecah dini

Penyebab utama terjadinya ketuban pecah dini hingga sekarang masih belum jelas
namun terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam terjadinya
ketuban pecah dini adalah hipertensi dan perdarahan dalam
kehamilan,inkompetensi serviks, abortus,caesarean section, operasi pada
serviks,merokok, infeksi serviko-vaginal, riwayat KPD, overdistensi dari uterus
dan riwayat trauma/hubungan seksual.

Hipertensi dan anemia yang disebabkan oleh perdarahan dalam kehamilan


berperan sebaigai faktor yang mempengaruhi kejadian KPD. Perdarahan pada
trimester pertama akan menyebabkan kerusakan iskemik pada desidua, pada
kehamilan trimester kedua perdarahan akan menyebabkan nekrosis pada desidua
yang akan menyebabkan lemahnya pertahanan membrane dan meningkatkan
risiko infeksi yang akan menyebabkan terjadinya ruptur selaput ketuban.15

Inkompetensi serviks, keadaan ini dianggap akan memudahkan terjadinya


trauma pada selaput ketuban melalui penipisan dan dilatasi serviks.16

20
Abortus, merupakan salah satu faktor risiko KPD dimana pasien yang
memiliki riwayata abortus baik abrotus yang spontan maupun yang
direncanakan15.

Seksio cesarean lebih berpengaruh terhadap preterem rupture of the


membrane (PPROM).15

Merokok merupakan faktor risiko karena merokok dapat menyebabkan


perubahan komposisis mikronutrien seperti asam askorbat, vitamin B12, dan zinc
yang akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang memperdarahi
desidua yang keumudian akan menyebabkan iskemia yang akan mempengaruhi
integritas membrane.15

Infeksi serviko-vaginal merupakan penyebab penting yang berperan dalam


pecahnya ketuban, dimana infeksi intraamniotik akan menyebabkan tingginya
tekanan intrauterine yang akan meningkatkan stress pada membrane yang akan
menyebabkan pecahnya ketuban. Selain itu ensim proteolitik bakteri
(protease,kolagenase) yang dihasilkan oleh flora serviks dan vagina dapat
menyebabkan terjadinya ruptur/pecahnya selaut ketuban. Beberapa bakteri yang
sering ditemukan dalam pemeriksaan adalah Chlamydia trachomatis, bacteriodes,
Candida sp,Mycoplasma sp, dan E. Coli. Hampir seluruh bakteri di atas ditandai
dengan adanya vaginal discharge (keputihan). Mekanisme yang berperan dalam
kejadian ini adalah dilepasakannya fosfolipase A yang akan menyebabkan sintesis
prostaglandin yang berlanjut dengan penipisan pada serviks dan meningkatkan
paparan terhadap selaput ketuban, peningkatan pH vagina yang diakibatkan oleh
kolonnisasi bakteri, infeksi selaputt melalui infeksi ascending sel yang terinfeksi
akan mengaktivasi mediator-mediator inflamasi yang mengeluarkan elastase dan
zat sitotoksi yang akan menyebabkan ketuban lebih lemah dan mudah pecah.1,17

Overdistensi pada uterus terjadi pada pasien dengan kehamilan gandan dan
pada polihidramnion. Distensi pada selaput ketuuban akan menyebabkan proses
intraseluler dimana peregangan pada selaput ketuban akan mengaktivasi MMP-1
dan MMP-3 yang akan menginduksi ekspresi IL-8 pada sel amnion dan korion18

21
3.1.5 Patofisiologi ketuban pecah dini

Gambar 2. Patofisiologi ketuban pecah dini

Secara umum selput ketuban tidak akan mengalami masalah sampai pada
akhir masa kehamilan dimana terjadi ketidak seimbangan antara peningkatan
MMP dan penurunan TIMPs. Pada manusia kadar MMP dan kolagenase
(meningkatkan aktivitas kolagenase faktor alfa, interleukin-1, PG E2 dan F2 alfa)
meningkat pada akhir kehamilan sedangkan kadar TIMP-1 menurun pada saat
mendekati kelahiran. Peningkatana aktivitas MP-9 akan mennyebabkan terjadinya
ruptur selaput ketuban dimana peningkatan aktifitas ini ditandai dengan edema
seluler dan degradasi kolagen padalapisan kompak,fibroblast dan lapisann
spongiosa.20

Apoptosis terjadi pada lapisan epithelial amnion dan lapisan


trofoblas korion pada ahir kehamilan setelah terjadinya aktivasi MMP dan
kolagenolisis. Apoptosis merupakan suatu program kematian sel yang hanya

22
melibatkan sel dalam suatu region tertentu dan tidak disertai adanya aktivasi
sistem imun dan proses inflamasi, aktivitas apoptosis yang tinggi ditemukan pada
daerah selaput ketuban yang berda di dekat serviiks, selain itu penurunaan adhesi
seluler akan merangsang terjadinya apoptosis.21

Selain itu diproduksinya relaksin yang merupakan antagonis aktivitas


pregesteron dan estrogen akan menginduksi produksi MMP-9. Distensi pada
selaput ketuuban akan menyebabkan proses intraseluler dimana peregangan pada
selaput ketuban akan mengaktivasi MMP-1 dan MMP-3 yang akan menginduksi
ekspresi IL-8 pada sel amnion dan korion. Corticotropin releasing hormone
(CRH) dan urocortin akan menginduksi produksi MMP-9 pada selaput
ketuban.22,23

3.1.5 Penegakan diagnosis

Penegakan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan melalui


anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utam pasien adalah pasien merasakan cairan yang
keluar secara tiba-tiba melalui vagina atau pasien dapat mengeluh celana
dalamnya terasa basah lebih dari biasanya. Namun hal ini harus dapat
dibedakan dengan kejadian inkontinensia urin atau infeksi traktus genitalia.
2. Pemeriksaan fisik
Jika pada anamnesis pasien mengarah pada pecahnya ketuban maka
pemeriksaan fisik harus dilakukan. Pemeriksaan secara manual harus dihindari
untuk mencegah terjadinya infeksi asending dari bakteri serviko vagina.
Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi dengan cara melihat apakah terdapat
cairan ketuban yang tampak mengalir melalui vagina.
Pemeriksaan inspekulo steril dimana pada ketuban pecah dini akan
ditemukan terdapat “pooling” pada pemeriksaan speculum dan jika terlihat
cairan amnion mengalir melalui ostium uteri eksternum makan diagnosis
ketuban pecah dini dapat langsung ditegakkan. Selain melihat apakah terdapat

23
cairan yang mengalir apa tidak pemeriksa juga perlu menetukan apakah
terdapat dilatasi serviks maupun prolapsus tali pusat.
3. Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina selain air ketuban mungkin juga
urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas
nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan
infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.

Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
ferning memandakan cairan amnion.

Gambar 3. Gambaran ferning pada pemeriksaan tes pakis

Selain pemeriksaan untuk menentukan apakah cairan yang keluar dari


vagina adalah cairan ketuban pemeriksaan darah rutin untuk menentukan adanya
tanda-tanda infeksi harus dilakukan. Adanya infeksi maternal ditandai dengan
leukositosis > 16.000/uL. Selain itu dapat dilakukan kultur kuman maupun
pewarnaan gram untuk ementukan kolonisasi bakteri pada cairan amnion.

24
4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi bertujuan untuk mengkonfirmasi diagnosis dengan
cara memastikan volume cairan amnion, biasanya pada ketuban pecah dini
volume cairan amnion sedikit atau disebut juga dengan oligohidramnion.
Selain pemeriksaan volume cairan amnion pemeriksaan tafsiran berat janin,
usia kehamilan, dan presentasi kehmamilan dapat dilakukan saat pemeriksaan
ultrasonografi

3.1.6 Tatalaksana ketuban pecah dini


3.1.6.1 Medikamentosan
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan suatu medikasi yang berdasarkan penelitian
dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas perinatal dimana pemberian
kortikosteroid dapat mengurangi angka kejadian acute respiratory distress
syndrome, perdarahan intraventrikular, dan necrotizing enterocolitis.
Kortikosteroid yang disarankan adalah pemberian betamethasone 12 mg tiap 24
jam dan dexamethasone 6 mg tiap 12 jam, obat ini diberikan secara intramuskuler
selama 2 hari. Pemberian kortikosteroid pada usia kehamilan > 34 minggu tidak
direkomendasikan kecuali ada bukti jika terdapat imaturitas paru melalui
amniosintesis.24

2. Antibiotik

Pemberian antibiotic pada pasien dengan ketuban pecah dini dapat


mengurngi risiko infeksi dan dapat memperpanjang fase laten. Pemberian
antibiotic dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas akibat endometritis,
sepsis, chorioamnionitis, maupun pneumonia neonates. Regimen obat yang
disarankan oleh National Institute of Child Health and Human Development trial
merekomendasikan pemberian ampisilin 2 gram secara intravena yang
dikombinasikan dengan250 mg eritromisin setiap 6 jam/48 jam yang dilanjutkan
dengan pemberian amoxicillin 250 mg dan 333 mg eritromisin 8 jam/ 5 hari.

25
Pemberian kombinasi antibiotic ini dapat memperpanjang masa laten selama 3
minggu pada wanita hamil.8,25

3. Terapi tokolitik

Pemberian tokolitik pada kejadian ketuban pecah dini masih berupa


kontroversi. Dalam beberapa penelitian pemberian tokolitik hanyak akan
memperpanjang fase laten dalam waktu singkat namun tidak memberikan efek
yang maksimal untuk mengurangi angka morbiditas maupun mortalitas.
Pemberian tokolitik jangka panjang tidak diasarankan dalam kasusu ketuban
pecah dini.26

4. Terapi Magnesium

Pemberian MgSO4 pada kejadian ketuban pecah dini berfungsi sebagai


neuroprotektif. Pemebrian MgSO4 direkomendasikan pada kehamilan <31
minggu dimana persalinan akan terjadi dalam 24 jam. Dosis pemberiannya adalah
bolus 6 gram selama 40 menit dan kemudian dilanjutkan dengan dosis
maintenance 2 gram hingga persalinan atau sampai 12 jam.

3.1.6.2 Terapi berdasarkan usia gestasi

1. Manajemen pada usia kehamilan < 24 minggu

Pecahnya ketuban pada usia kehamilan < 24 minggu sebagian besar akan
masuk ke dalam proses persalinan dalam 1 minggu, dimana rata-rata fase laten
pasien dengan usia kehamilanini adalah 6 hari. Persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan < 24 minggu akan meningkatkan kejadian hidrosefalus, abnormalistas
neurologis, penyakit paru kronis dan dapat menyebabkan Potter’s syndrome.
Manajemen espektatif pada pasien dengan usia kehamilan ini akan berisiko tinggi
meningkatkan morbiditas dan dan mortalitas neonatus.27

2. Manajemen pada usia kehamilan 24 - 31 minggu

Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-31 minggu yang tidak disertai
dengan adanya tanda-tanda infeksi (koriamnionitis) sebaiknya dipertahankan hingga usia
kehamilan mencapai 32 minggu karena pada usia kehamilan < 32 minggu persalinan akan

26
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas nonatal. Pasien dengan terapi ekspektatif
sebaiknya diberikan terapi kortikosteroid selama 2 hari menggunakan dexametason atau
menggunakan betametason. Pemberian antibiotic disarankan untuk mengurangi risiko
terjadinya infeksi dan memperpanjang masa laten. Pasien dengan KPD harus di diperiksa
denyut nadi, denyut jantung janin, suhu serta pemeriksaan leukosit secara rutin untuk
menyingkirkan adanya infeksi. Pada pasien yang terbukti mengalami amnionitis akan
dilakukan induksi persalinan untuk mengakhiri kehamilan.28

3. Manajemen pada usia kehamilan 32 - 33 minggu

Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 32 – 33 minggu jika didapatkan bukti
sudah terjadi pematangan paru maka induksi persalinan disarankan untuk menurunkan
risiko terjadinya chorioamnionitis, kompresi tali usat dan infeksi neonatus. Jika belum
terjadi pematangan paru maka pemberian kortikosteroid wajib diberikan selama 2 hari
dan persalinan dilakukan setelah pematangan paru selesai dilakukan.29

4. Manajemen pada usia kehamilan 34 - 36 minggu

Pecahnya ketuban pada usia kehamilan >= 34 minggu maka tindakanyang


sebaiknya dilakukan adalah mengakhiri kehamilan dengan persalinan. Penelitian
mengungkapan bahwa menajemen konservatif pada pasien dengan usia kehamilan >= 40
minggu akan meningkatkan risiko terjadinya amnionits. Manajemen konservatif tidak
memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan dengan manajemen aktif. Pemberian
kortikosteroid pada usia kehamilan >= 34 minggu tidak dianjurkan namun pemberian
antibiotika profilaksis untuk bakteri grup B streptococcus.30

5. Manajemen pada usia kehamilan aterm

Manajemen harus dilakukan dengan cara induksi persalinan untuk mengurangi


risiko
infeksi.

27
Gambar 4. Algoritma tatalaksana ketuban pecah dini30

3.1.6 Komplikasi ketuban pecah dini8


1) Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode


laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan
dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1
minggu.7

2) Infeksi

Korioamnionitis

28
Merupakan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada janin
dan amnion chorion membran. Tanda-tanda klinis yang khas dan gejala
korioamnionitis meliputi:

1. Ibu demam (suhu intrapartum> 100.4 ° F atau> 37,8 ° C): Paling sering

2. Takikardia ibu yang signifikan (> 120 denyut / menit)

3. Takikardia janin (> 160-180 denyut / menit)

4. Purulen atau berbau cairan ketuban atau cairan vagina

5. Nyeri tekan pada uterus

6. Leukositosis ibu (jumlah leukosit darah hitung> 15,000-18,000 sel / uL)

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.7

 Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
 Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
-
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya

29
gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.7

Sindrom Deformitas Janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan


janin terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan
janin serta hipoplasi pulmonal.7

3.2 Vakum ekstraksi

3.2.1. Definisi

Vakum ekstraksi adalah suatu tindakan obsterik yang bertujuan untuk


mempercepat persalinan menggunakan ekstraktor vakum yang ditempatkan pada
kepala bayi dengan dibantu tenaga ibu.31

3.2.2. Indikasi

Indikasi dilakukannya vakum ekstraksi dibagi menjadi dua berdasarkan


indikasi fetal, maternal dan, waktu. Indikasi fetal meliputi gawat janin yang
memerlukan persalinan segera. Indikasi maternal membutuhkan kondisi yang
membutuhkan peringan kala II atau mengedan menjadi kontra indikasii, yaitu
penyakit jantung kelas III dan IV, krisisi hipertensi, miastenia gravis, trauma
medulla spinalis dan retinopati proliperatif. Indikasi waktu adalah pada nulipara
yang tidak ada kemajuan setelah dipimpin persalinan selama 2 jam atau multipara
yang tidak ada kemajuan persalinan setelah dipimpin selama 1 jam, dan kelelahan
pada ibu.32

3.2.3. Kontraindikasi33

Kontraindikasi dilakukannya vakum ekstraksi dibagi menjadi 2 yaitu


kontraindikasi absolut dan relatif. Dimana kontra indikasi absolut mencakup;

 Presentasi muka atau dahi


 Verteks yang tidak terdapat molase
 Dilatasi serviks inkomplit

30
 Disproporsi kepala-panggul

Kontraindikasi relatif persalinan menggunakan vakum ekstraksi adalah sebagai


berikut;
 Preterm dengan usia gestasi <35 minggu atau taksiran berat janin < 2500
gram.

3.2.4. Komplikasi34
Komplikasi penggunaan vakum ekstraksi dibagi menjadi 2, yauitu komplikasi
maternal dan neonatal. Untuk komplikasi maternal dapat berupa:

 Robekan jalan lahir


 Perdarahan
 Inkontinensia urine

Komplikasi neonatal dapat berupa:


 Chignon atau kaput succedaneum merupakan suatu keadaan dimana
terjadi penumpukan cairan interstitial dan perdarahan mikro pada daerah
tempat menempelnya cup vakum.
 Laserasi kulit kepala
 Perdarahan retina, perdarahan terjadi secara transien dan tanpa efek jangka
panjang pada fungsi penglihatan
 Sefalo hematoma merupakan suatu kondisi dimana terkumpulnya cairan
serosa pada lapisan di bawa os cranium akibat kompresi kepala bayi
 Subgaleal hematoma merupakan suatu komplikasi membahayakan jiwa
akibat vakum yang dikarenakan pecahnya pembuluh darah vena yang
terletak di antara aponeurosis kulit kepala dan os cranium. Perdarahan ini
dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik oleh karena itu harus
dapat dibedakan dengan sefalohematoma.

31
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kasus Teori
Pasien Ny. I G2P0A2 26 tahun, hamil 39 Diagnosis ketuban pecah dini dapat
minggu 2 hari, janin I hidup intrauterin,
ditegakkan melalui anamnesis,
preskep, belum inpartu dengan Ketuban
Pecah Dini. Cairan keluar sejak pukul pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
01.00, yang keluar banyak, jernih, berbau penunjang.
amis.
1) Pada anamnesis didapatkan
Komposmentis
keluhan adanya keluarnya cairan
Tanda – tanda vital:
yang dirasakan tiba-tiba melalui
 BP: 100/60 mmHg, vagina, berbau amis dan tidak
 HR: 75 x/m, disertai dengan darah

 RR: 20 x/m,
2) Pada inspeksi didapatkan cairan
 T: 36.5, ketuban yang mengalir keluar dari
 SpO2: 100% ostium uteri eksternum
TB : 154 cm BB : 69 kg 3) Pada pemeriksaan His dan vaginal
IMT 24,89 kg/m2 (overweight)
toucher belum terdapat adanya
Pemeriksaan Status generalis dbn,
oedem (-) tanda-tanda inpartu.
4) Pada pemeriksaan dalam selaput
TFU 34 cm, DJJ 133x/m, His 3x10’x25”
ketuban (-)
Pemeriksaan Ginekologi
VT 1 cm, KK (-), porsio tebal lunak, hodge
I Faktor risiko ketuban pecah dini:

Lab 4 Desember 2017 1) Nulipara


- Leukosit 12.2 (↑) 2) Riwayat abortus
- Hemoglobin 9.6 (↓)
- Hematocrit 30 (↓) 3) Inkompetensi uterus
- Pasien tidak pernah mengalami 4) Overdistensi ketuban
gejala serupa sebelumnya
- Pasien memiliki riwayat abortus (polihidramnion dan gemeli
sebanyak 2 kali 5) Hipertensi dan riwayat perdarahan

32
- Pasien Nulipara 6) Riwayat section caesarea
- 4 Hari sebelum keluhan rembes 7) Merokok
pasien melakukan hubungan seksual
8) Infeksi serviko vaginal
dengan suami
9) Trauma

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan


dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah Ketuban Pecah Dini.

 Tatalaksana medikamentosa  Pemberian antibiotic golongan


 RL ampisilin 2 gram secara
 Inj. Ceftriaxone 2 gr intravena yang dikombinasikan
 Drip oxy 5 iu 8 tpm dengan 250 mg eritromisin
 Tatalaksana setiap 6 jam/48 jam yang
nonmedikamentosa dilanjutkan dengan pemberian
- Bed Rest amoxicillin 250 mg dan 333 mg
- Kataterisasi eritromisin 8 jam/ 5 hari.
- Vakum ekstraksi a/i ibu Pemberian Eritromicin pada
kelelahan pasien ini ditujukan untuk
- CTG mencegah terjadinya infeksi
intrauterine.
.
 Induksi persalinan
menggunakan misoprostol 1/8
tab jika bishop score < 5 dan
menggunakan oksitosin 5 iu jika
bishop score ≥5

 Indikasi VE dilakukan jika terjadi


gawat janin, untuk peringan kala II,
kala II lama,kelelahan pada ibu

33
BAB IV
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan dimana selaput korioamniotik


kehilangan integritasinya sebelum adanya tanda-tanda persalinan yang
menyebabkan keluarnya cairan amnion dan menyebabkan adanya hubungan
antara cavum amnion dengan kanalis endoservikalis dan vagina. Dimana
penyebab utama ketuban pecah dini hingga sekarang masih belum terpecahkan
namun faktor risiko yang dianggap paling berperan dalam kejadian ketuban pecah
dini adalah infeksi serviko vaginal
Penegakan diagnosis ketuban pecah dini dapat diperoleh melalu
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang dilakukan dengan teliti dan
seksama, dengan penegakan diagnosis yang tepat maka penatalaksanaan yang
adekuat dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi baik maternal
maupun fetal yang dapat meningkatakan angka mmortalitas dan morbiditas
maternal dan fetal. Tatalaksana umum pada ketuban pecah dini adalah dengan
pemberian antibiotic dimana hal ini wajib diberikan pada kejadian KPD preterm
maupun pada kejadian KPD aterm.
Selain penatalaksanaan yang baik, yang utama dalam menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas adalah dengan pencegahan terjadinya ketuban pecah
dini. Hal ini dapat dilakukan jika petugas kesehatan melakukan screening atau
pemeriksaan yang lebih cermat pada pasien hamil untuk mendeteksi secara dini
faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Larranaga-Azcarate C, Campo-Molina G, Perez-Rodrı´guez AF et al.


Dinoprostone vaginal slow release system compared to expectant
management in the active treatment of premature rupture of the
membranes at term: impact on maternal and fetal outcome. Acta
obstetrica. 2008;87:195–200.
2. American College of Obstetrics and Gynecology Practice Bulletin No. 80.
Premature rupture of membranes. April 2007.
3. Mercer BM, Arheart KL. Antimicrobial therapy in expectant management
of preterm premature rupture of the membranes. Lancet 1995;346:1271-9.
4. American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature rupture
of membranes. Clinical management guidelines for obstetrician-
gynecologists. ACOG practice bulletin no. 1. Int J Gynaecol Obstet
1998;63:75-84.
5. Kenyon S, Boulvain M, Neilson J. Antibiotics for Preterm Rupture of the
Membranes: A Systematic Review. Obstet Gynecol 2004;104(5 Pt
1):1051–1057.
6. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Ketuban Pecah dini.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Feto Maternal. 2016
7. American College of Obstetrics and Gynecology. ACOG Practice Bulletin
No. 80: Premature rupture of membranes. Clinical management guidelines
for obstetrician- gynecologists. Obstet Gynecol. 2007 Apr;109(4):1007-19.
8. Medina TM, Hill DA. Preterm Premature Rupture of Membranes:
Diagnosis and Management. American Family Pyshician. 2006;73(4)
9. Benirschke, K, Kaufmann, P. Pathology of the Human Placenta. Springer-
Verlag, New York 1995. p. 268.
10. Parry S, Strauss JF 3rd. Premature rupture of the fetal membranes. N Engl
J Med 1998; 338:663.
11. Rousselle P, Keene DR, Ruggiero F, et al. Laminin 5 binds the NC-1
domain of type VII collagen. J Cell Biol 1997; 138:719.
12. Lockwood CJ, Senyei AE, Dische MR, et al. Fetal fibronectin in cervical
and vaginal secretions as a predictor of preterm delivery. N Engl J Med
1991; 325:669.
13. Vadillo-Ortega F, González-Avila G, Furth EE, et al. 92-kd type IV
collagenase (matrix metalloproteinase-9) activity in human amniochorion
increases with labor. Am J Pathol 1995; 146:148.
14. Fortunato SJ, Menon R, Lombardi SJ. Amniochorion gelatinase-gelatinase
inhibitor imbalance in vitro: a possible infectious pathway to rupture.
Obstet Gynecol 2000; 95:240.
15. Kaye D. Risk Facotrs for Preterm Premature Rupture of Membranes at
Mulago Hospital, Kampala. East African Medial Journal. 2001: 78(2)

35
16. Ayaz A, Saeed S, Farooq MU et al. Pre-labor rupture of membranes at
term in patients with an unfavorable cervix: active versus conservative
management. Taiwan J obstet gynecol. 2008;47: 192–6.
17. Bendon RW, Faye-Petersen O, Pavlova Z, Qureshi F, Mercer B,
Miodovnik M, et al. Fetal membrane histology in preterm premature
rupture of membranes: comparison to controls, and between antibiotic and
placebo treatment. Pediatr Dev Pathol 1999;2:552-8.
18. American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature rupture
of membranes. Clinical management guidelines for obstetrician-
gynecologists. ACOG practice bulletin no. 1. Int J Gynaecol Obstet
1998;63:75-84.
19. Kaye D. Risk Facotrs for Preterm Premature Rupture of Membranes at
Mulago Hospital, Kampala. East African Medial Journal. 2001: 78(2)
20. Kim YM, Romero R, Chaiworapongsa T, et al. Toll-like receptor-2 and -4
in the chorioamniotic membranes in spontaneous labor at term and in
preterm parturition that are associated with chorioamnionitis. Am J Obstet
Gynecol 2004; 191:1346.
21. McLaren J, Taylor DJ, Bell SC. Increased concentration of pro-matrix
metalloproteinase 9 in term fetal membranes overlying the cervix before
labor: implications for membrane remodeling and rupture. Am J Obstet
Gynecol 2000; 182:409.
22. Oyen ML, Calvin SE, Landers DV. Premature rupture of the fetal
membranes: is the amnion the major determinant? Am J Obstet Gynecol
2006; 195:510.
23. Menon R, Thorsen P, Vogel I, et al. Increased bioavailability of TNF-
alpha in African Americans during in vitro infection: predisposing
evidence for immune imbalance. Placenta 2007; 28:946.
24. Harding JE, Pang J, Knight DB, Liggins GC. Do antenatal corticosteroids
help in the setting of preterm rupture of membranes? Am J Obstet Gynecol
2001;184:131-9.
25. Mercer BM, Miodovnik M, Thurnau GR, Goldenburg RL, Das AF,
Ramsey RD, et al. Antibiotic therapy for reduction of infant morbidity
after preterm premature rupture of the membranes. A randomized
controlled trial. JAMA 1997;278:989-95.
26. Fontenot T, Lewis DF. Tocolytic therapy with preterm premature rupture
of membranes. Clin Perinatol 2001;28:787-96,vi.
27. Alexander JM, Mercer BM, Miodovnik M, Thurnau GR, Goldenburg RL,
Das AF, et al. The impact of digital cervical examination on expectantly
managed preterm rupture of membranes. Am J Obstet Gynecol
2000;183:1003-7.
28. Gopalani S, Krohn M, Meyn L, Hitti J, Crombleholma WR. Contemporary
management of preterm premature rupture of membranes: determinants of
latency and neonatal outcome. Obstet Gynecol 2005;60:16-7
29. Ehernberg HM, Mercer BM. Antibiotics and the management of preterm
premature rupture of the fetal membranes. Clin Perinatol 2001; 28:807-18.

36
30. Intermountain Health care. Management of Premature Rupture of
Membranes (PROM). Intermountain Healthcare. 2012
31. Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka,
Sarwono Prawirohardjo.
32. British Columbia Reproductive Care Program. Obstetric Guideline 14:
Assisted vaginal birth: the use of forceps or vacuum extractor. Vancouver,
Canada: BCRCP; 2001
[http://www.csh.org.tw/Dr.TCJ/Educartion/Guideline/OB%20g
uideline/Assist.Delivery%20Guideline.pdf]
33. ALARM. Chapter 18 Operative Vaginal Delivery 4th edition. Chapter 18
McQuivey RW. Vacuum0assisted delivery: A review. The journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine. 2004;16:171-179

37

Anda mungkin juga menyukai