Disusun oleh
030.13.101
Pembimbing
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat,
dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan laporan kasus ini ujian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi yang berjudul: G3P0A2 26 tahun Hamil 39 minggu dengan Ketuban Pecah Dini
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas dan sebagai syarat
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD
DR. Soeselo Slawi. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan penyelesaian laporan kasus ini,
terutama kepada:
1. dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG, selaku pembimbing dalam laporan kasus ini.
2. dr. Jaenudin, Sp.OG dan dr. Zufrial Arief, Sp.OG, selaku konsulen.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD DR. Soeselo
Slawi yang telah memberikan dukungan moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, pembahasan, maupun penulisan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi profesi, pendidikan, dan masyarakat. Akhir kata penulis mohon maaf atas
segala kekurangan yang ada.
030.13.101
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Presentasi Kasus
Diajukan kepada bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD DR. Soeselo Slawi
Oleh:
NIM: 030.13.101
Pembimbing
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................................................. i
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh karena masih tingginya angka kejadian ketuban pecah dini maka
pencegahan harus dilakukan dengan cara mengenali fakor risiko yang dapat
menimbulkan ketuban pecah dini. Selain pencegahan sekunder harus dilakukan
dengan cara melakukan tatalaksana yang terbaik, baik tatalaksana konservatif
ataupun aktif sehingga dapat mengurangi komplikasi bagi maternal maupun fetal
yang akan meningkatkan kesejahteraan fetal dan maternal dan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Danamarih RT 03 RW 04
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Tanggal masuk RS : 4 Desember 2017 pukul 07:20
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesia dengan pasien
dan suami pasien pada tanggal 4 Desember 2017 di Ruang PONEK RSUD
dr. Soeselo Slawi.
2
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Sedang hamil 39+2 minggu, dan perut terasa mules
3
namun terjadi abortus pada usia kehamilan 9 minggu dan 4 minggu. Saat
ini pasien tidak sedang menggunakan KB, kebiasaan merokok serta
minum alkohol disangkal.
Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 14 tahun, lama menstruasi 7 hari dan
teratur setiap bulan dengan siklus 28 hari. Jumlah darah selama menstruasi
sekitar 80cc dan pasien mengganti pembalut 3x sehari. Nyeri saat haid
disangkal oleh pasien. Hari pertama haid terakhir pasien jatuh pada
tanggal 4 Maret 2017 dan haid berlangsung selama 7 hari.
Riwayat Pernikahan
Ini adalah pernikahan pertama pasien. Pasien menikah pada usia 23
tahun dengan suami yang berusia 1 tahun lebih tua. Saat ini suami pasien
berusia 27 tahun. Pasien sudah menikah selama 3 tahun.
Riwayat Obstetri
Kehamilan pertama abortus pada tahun 2016 pada usia kehamilan
9 minggu.
Kehamilan kedua abortus pada tahun 2016 pada usia kehamilan 4
minggu.
Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga pasien.
4
Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak
10 kali di bidan dan puskesmas. Pasien mendapat vitamin dan diminum
teratur. Pasien pernah mendapatkan imunisasi TT sebanyak 1x. band
Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok namun suami pasien merokok, kebiasaan
meminum alkohol disangkal oleh pasien.
1. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Antropometri : BB: 59 kg, TB: 154 cm, IMT :24,89 cm (kesan
gizi berlebih)
Tanda vital
Tekanan darah: 110/60 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5°C
5
STATUS GENERALIS
1. Kulit: warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala: normosefali, bentuk normal, rambut hitam dengan distribusi
merata
3. Mata: konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
gerakan normal, refleks cahaya (+/+)
4. Telinga: normotia, sekret (-), darah (-), nyeri tarik helix (-), nyeri tekan
tragus (-)
5. Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-), edema mukosa (-),
napas cuping hidung (-)
6. Mulut:
a. Bibir: bentuk normal, simetris, pucat, basah
b. Mulut: oral hygiene baik
c. Lidah: bentuk normal, simetris, hiperemis (-), deviasi (-)
d. Uvula: letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
e. Faring: hiperemis (-)
f. Tonsil: T1-T1 tenang
7. Leher: pembesaran KGB (-), trakea di tengah, teraba kelenjar tiroid (-),
distensi v. jugularis dx (-), JVP 5 + 2
8. Thorax:
a. Inspeksi: bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe pernpasan
thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi: vocal fremitus dx = sin, ictus cordis di ICS 5 linea
midclavicularis sin
c. Perkusi: paru sonor (+/+), batas-batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-),
bunyi jantung 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen:
a. Inspeksi: bentuk normal, striae gravidarum (-), efloresensi (-), caput
medusa (-), ascites (-)
6
b. Auskultasi: bising usus 15x/menit, arterial bruit (-),
c. Palpasi: supel, pembesaran organ (-), nyeri tekan (-),
d. Perkusi: Timpani di seluruh lapang abdomen
10. Ekstremitas:
a. Atas: akral dingin, CRT <2”, deformitas (-), edema (-)
b. Bawah: akral dingin, CRT <2”, deformitas (-), edema (-)
PEMERIKSAAN OBSTETRI
1. Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
2. Palpasi :
Leopold I : TFU 33 cm, bagian fundus teraba bulat , dan lunak kesan
bokong
His/kontraksi : 3x10mntx25dtk
3. Auskultasi
Denyut jantung janin 133 x/mnt teratur
STATUS GYNECOLOGI
1. Genitalia
Vulva dan vagina dalam keadaan tenang, perdarahan (-), oedem labia (-),
fluor albus (-), tidak tampak air ketuban mengalir.
2. Inspekulo
Tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo
7
3. Vagina Toucher : Bagian terbawah teraba kepala, portio (lunak),
pendataran (±40%), stasion (-3), posisi (medial), pembukaan 1 cm kk (-)
Kesan: Bishop Score pasien ini adalah 5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
Protein Urine Negaif Negatif
HBaAg Non reaktif mg/dL ↑ Non reaktif
IV. RESUME
Pasien Ny. I, 26 tahun, datang ke ruang PONEK RSUD DR. Soeselo Slawi
pada hari Senin tanggal 4 Desember 2017 pukul 07:20 rujukan dari bidan dengan
keluhan rembes 01:00.
Keluhan rembes pertama kali dirasakan pada pukul 01.00.Keluhan ini pasien
secara tiba-tiba saat pasien sedang beristirahat, cairan yang keluar berwarna putih
9
jernih, berbau amis, dan tidak bercampur lendir dan darah pada pukul 06:00
pasien merasakan rembes yang kedua kali dengan jumlah cairan lebih banyak
dibandingkan dengan yang sebelumnya. Selain keluhan rembes pasien juga
mengatakan perut mulai terasa mules sejak pukul 01.00 dan mules dirasakan
jarang hanya sekali dalam 10 menit.Mules yang dirasakan oleh pasien makin lama
makin sering dimana pada saat shalat subuh pasien merasakan mules sebanyak 3
kali dalam 10 menit dimana 1 kali kontraksi berlangsung selama 20 detik. Selain
itu pada pukul 04.00 pasien juga mengaku terdapat lendir yang bercampur darah
yang keluar dari vagina. Demam, keputihan, dan riwayat terjatuh disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku 4 hari sebelum munculnya keluhan rembes pasien
melakukan hubungan seksual dengan suami pasien. Gerakan janin (+)
Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Pasien
menarche di usia 14 tahun, lama dan volume menstruasi normal, nyeri saat
menstruasi disangkal oleh pasien. HPHT pasien jatuh pada tanggal 4 Maret 2017.
Pasien menikah di usia 23 tahun dan sudah menikah selama 3 tahun. Pada tahun
2016 pasien pernah hamil sebanyak 2 kali namun terjadi abortus pada usia
kehamilan 9 minggu dan 4 minggu. Saat ini pasien tidak sedang menggunakan
KB, kebiasaan merokok serta minum alkohol disangkal.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Pada pemeriksan didapatkan tanda-tanda vital Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi
75 x/menit pernafasan 20 x/menit, suhu 36.5°C. Tinggi badan pasien 154 dan
berat badan pasien 59 kg dengan IMT 24,89 kg/ m2 (overweight). Pada
pemeriksaan status generalis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan
ginekologi didapatkan vulva dan vagina dalam batas normal, pada pemerisaan
dalam hasil bishop score 5 dan kulit ketuban negatif.
V. DIAGNOSIS
Diagnosa Masuk
G3P0A2 26 tahun Hamil 39 minggu 2 hari
Janin I hidup intrauterine
Presentasi kepala
10
Inpartu kala I fase laten
Ketuban Pecah Dini (3 jam)
Diagnosa Akhir
P1A2 postpartum Vakum Ekstraksi a/i partus kering
VI. PENATALAKSANAAN
1. Rawat VK
2. IVFD RL
4. Drip oxy 5 iu 8 tpm
5. Bed Rest
6. Monitor KU, TTV, His, DJJ, dan kemajuan persalinan
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
11
VIII. FOLLOW UP PASIEN
4 Desember 2017 (07.20), PONEK VK 2 B2 4 Desember 2017 (09.00), 4 Desember 2017 (09.30),
PONEK PONEK
S Rembes sejak pukul 01.00 Idem Idem
O Komposmentis Komposmentis Komposmentis
BP: 100/60 mmHg, HR: 75 x/m, RR: 20 x/m, T: 36.5, BP: 120/80 mmHg, HR: 85 TFU 34 cm
SpO2: 100% x/m, RR: 21 x/m, T: 36.5, DJJ 133 x/mnt
Status generalis: DBN SpO2: 100% His 3x10 x30
TFU 34 cm TFU 34 cm
DJJ 133 x/mnt DJJ 137 x/mnt
His 3x10 x25 His 3x10 x30
VT 1 cm, portio tebal lunak, presentasi kepala,
Hodge I, kk (-)
12
4 Desember 2017 (10.00), 4 Desember 2017 (10.30), 4 Desember 2017 (11.00), 4 Desember 2017 (11.30),
PONEK PONEK PONEK PONEK
S Kenceng-kenceng Idem Idem Idem
O Komposmentis Komposmentis Komposmentis Komposmentis
BP: 120/80 mmHg, HR: 70 x/m, TFU 34 cm TFU 34 cm BP: 130/80 mmHg, HR: 70 x/m,
RR: 20 x/m, T: 36.5, SpO2: 100% DJJ 150 x/mnt DJJ 137 x/mnt RR: 20 x/m,T: 36.7,SpO2: 100%
TFU 34 cm His 4x10 x40 His 4x10 x40 TFU 34 cm
DJJ 1146 x/mnt VT: 4 cm kk (-), kepL DJJ 140 x/mnt
HIS: 4 x 10 x 30 Hodge I portio tebal lunak His 4x10 x40
A G3P0A2 26 tahun Hamil 39 G3P0A2 26 tahun Hamil 39 I G3P0A2 26 tahun Hamil 39 G3P0A2 26 tahun Hamil 39
minggu 2 hari ,Janin I hidup minggu 2 hari ,Janin I hidup minggu 2 hari ,Janin I hidup minggu 2 hari ,Janin I hidup
intrauterine, Presentasi kepala, intrauterine, Presentasi kepala, intrauterine, Presentasi kepala, intrauterine, Presentasi kepala,
Inpartu kala I fase laten, Ketuban Inpartu kala I fase aktif, Ketuban Inpartu kala I fase aktif, Ketuban Inpartu kala I fase aktif, Ketuban
Pecah Dini ( 3 jam ) Pecah Dini ( 3 jam ) Pecah Dini ( 3 jam ) Pecah Dini ( 3 jam)
13
4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017
(12.00), PONEK (12.30), PONEK (13.00), PONEK (13.30), PONEK (14.00), PONEK (14.30), PONEK
14
4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017 4 Desember 2017
(15.00), PONEK (15.30), PONEK (16.00), PONEK (17.00), PONEK (17.30), PONEK (18.00), PONEK
100% TFU 34 cm His 4x10 x40 His 4x10 x40 His 4x10 x40
TFU 34 cm DJJ 148 x/mnt
DJJ 150 x/mnt His 4x10 x40
HIS: 4 x 10 x 40 VT: 6 cm kk (-) porsio
tipis kepala Hodge II
A G3P0A2 26 tahun Idem Idem Idem Idem Idem
Hamil 39 minggu 2
hari ,Janin I hidup
intrauterine, Presentasi
kepala, kala I fase aktif,
Ketuban Pecah Dini ( 3
jam )
P Idem Idem Observasi Idem Idem Idem
KU,TTV,HIS,DJJ dan
laporan ulang hasil CTG
15
4 Desember 2017 (19.00), 4 Desember 2017 (20.00), 4 Desember 2017 (20.30), 4 Desember 2017 (22.00),
PONEK PONEK PONEK PONEK
16
4 Desember 2017 (22.20), 4 Desember 2017 (22.25), 4 Desember 2017 (23.00), 5 Desember 2017 (06.30),
PONEK PONEK PONEK NUSA INDAH
O Komposmentis Komposmentis
TD: 110/70 HR: 82 x/m, RR: 20 TD: 120/80 HR: 85 x/m, RR: 20
Bayi lahir VE: Lahir bayi laki-laki Plasenta lahir spontan, lengkap
x/m, S: 36,5 x/m, S: 36,5
dengan BB 3800
PB: 50 cm LK: 34 cm LD: 33 cm,
A APGAR score 8/9/10 P1A2 umur 26 tahun post partum P1A2 umur 26 tahun post partum
VE VE
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
KPD yang disertai tanpa adanya kontraksi uterus yang spontan terjadi
pada 8% kehamilan.2 Kejadian KPD pada kehamilan aterm kurang lebih sebanyak
6,46-15,6 dari kehamilan aterm dan kejadin PPROM terjadi sekitar 2-3% dari
semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar.2 PPROM merupakan
komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran premature.7 Pasien dengan
PROM 95% akan terjadi persalinan dalam waktu 24 jam, sedangkan pasien
PPROM dengan usia kehamilan 16-26 minggu sebanyak 57% akan bersalin dalam
1 minggu dan 22% sisanya akan berada dalam periode laten selama 4 minggu.8
18
yang berperan dalam transportasi nutrien ke dalam sel amnion.9 Lapisan korion
merupakan suatu lapisan membrane opak yang melekat pada desidua. Kedua
lapisan ini dipisahkan oleh suatu rongka yang disebut cavum exocelomic dimana
pada bulan ke 3 kedua lapisan ini akan menyatu.9
Secara anatomis amnion terdiri dari 3 lapis jenis sel, lapisan paling dalam
disebut the inner compact layer, yang memiliki ketebalan yang bervariasi dan
terdiri dari sel epitel yang meleat pada membrane basalis. Lapisan kedua adalah
lapisan mesenkim, yang merupakan lapisan amnion yang paling tebal dan
dibentuk oleh fibroblast, dan lapisan terluar disebut zona spongiosa. Lapisan
korion terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan cytotrofoblas pada bagian dalam dan
lapisan reticular pada bagian lar. Lapisanretikular memiliki struktur yang mirip
dengan lapisan mesenkim amnion dan berisi fibroblast dan makrofag. Antara
lapisan reticular dan lapisan sitotrofoblas dibatasi oleh membrane
speudobasalis/lamina basalis.9,10
19
Kekuatan selaput ketuban dipengaruhi oleh beberapa protein ekstaseluler
yang mencakup kolagen,fibronektin dan laminin. Kolagen merupakan suatu
protein matriks ekstraseluler yang berinteraksi dengan komponen ekstraseluler
matriks lainnya. Kolagen interstitial (tipe I dan III) terdapat sebagian besar di
lapisan kompak amnion yang berfungsi untuk mempertahankan integritas selaput
ketuban dan merupakan regulator utama .11 Fibronektin dapat ditemukan pada
lapisan membrane basalis amnion dan korian yang merupakan oncofetal atau
fibronectin (onfFN).12 Laminin berinteraksi dengan kolagen tipe VII untuk
stabilisasi selaput ketuban, laminin berfungsi untuk melekatkan sel ke basal
membrane dan basal membrane ke lapisan di bawahnya. Matrix metalloproteinase
merupakan suatu enzim yang berperan dalam mengurangi elastisitas membrane
dan meningkatkan degradasi kolagen.13 Tissue inhibitor of MMPs (TIMPs)
berikatan pada matrix metalloproteinase dan menghentikan proses proteolysis
oleh karena itu berperan dalam mempertahankan integritas membrane.14
Penyebab utama terjadinya ketuban pecah dini hingga sekarang masih belum jelas
namun terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam terjadinya
ketuban pecah dini adalah hipertensi dan perdarahan dalam
kehamilan,inkompetensi serviks, abortus,caesarean section, operasi pada
serviks,merokok, infeksi serviko-vaginal, riwayat KPD, overdistensi dari uterus
dan riwayat trauma/hubungan seksual.
20
Abortus, merupakan salah satu faktor risiko KPD dimana pasien yang
memiliki riwayata abortus baik abrotus yang spontan maupun yang
direncanakan15.
Overdistensi pada uterus terjadi pada pasien dengan kehamilan gandan dan
pada polihidramnion. Distensi pada selaput ketuuban akan menyebabkan proses
intraseluler dimana peregangan pada selaput ketuban akan mengaktivasi MMP-1
dan MMP-3 yang akan menginduksi ekspresi IL-8 pada sel amnion dan korion18
21
3.1.5 Patofisiologi ketuban pecah dini
Secara umum selput ketuban tidak akan mengalami masalah sampai pada
akhir masa kehamilan dimana terjadi ketidak seimbangan antara peningkatan
MMP dan penurunan TIMPs. Pada manusia kadar MMP dan kolagenase
(meningkatkan aktivitas kolagenase faktor alfa, interleukin-1, PG E2 dan F2 alfa)
meningkat pada akhir kehamilan sedangkan kadar TIMP-1 menurun pada saat
mendekati kelahiran. Peningkatana aktivitas MP-9 akan mennyebabkan terjadinya
ruptur selaput ketuban dimana peningkatan aktifitas ini ditandai dengan edema
seluler dan degradasi kolagen padalapisan kompak,fibroblast dan lapisann
spongiosa.20
22
melibatkan sel dalam suatu region tertentu dan tidak disertai adanya aktivasi
sistem imun dan proses inflamasi, aktivitas apoptosis yang tinggi ditemukan pada
daerah selaput ketuban yang berda di dekat serviiks, selain itu penurunaan adhesi
seluler akan merangsang terjadinya apoptosis.21
1. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan utam pasien adalah pasien merasakan cairan yang
keluar secara tiba-tiba melalui vagina atau pasien dapat mengeluh celana
dalamnya terasa basah lebih dari biasanya. Namun hal ini harus dapat
dibedakan dengan kejadian inkontinensia urin atau infeksi traktus genitalia.
2. Pemeriksaan fisik
Jika pada anamnesis pasien mengarah pada pecahnya ketuban maka
pemeriksaan fisik harus dilakukan. Pemeriksaan secara manual harus dihindari
untuk mencegah terjadinya infeksi asending dari bakteri serviko vagina.
Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi dengan cara melihat apakah terdapat
cairan ketuban yang tampak mengalir melalui vagina.
Pemeriksaan inspekulo steril dimana pada ketuban pecah dini akan
ditemukan terdapat “pooling” pada pemeriksaan speculum dan jika terlihat
cairan amnion mengalir melalui ostium uteri eksternum makan diagnosis
ketuban pecah dini dapat langsung ditegakkan. Selain melihat apakah terdapat
23
cairan yang mengalir apa tidak pemeriksa juga perlu menetukan apakah
terdapat dilatasi serviks maupun prolapsus tali pusat.
3. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina selain air ketuban mungkin juga
urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas
nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan
infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
ferning memandakan cairan amnion.
24
4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi bertujuan untuk mengkonfirmasi diagnosis dengan
cara memastikan volume cairan amnion, biasanya pada ketuban pecah dini
volume cairan amnion sedikit atau disebut juga dengan oligohidramnion.
Selain pemeriksaan volume cairan amnion pemeriksaan tafsiran berat janin,
usia kehamilan, dan presentasi kehmamilan dapat dilakukan saat pemeriksaan
ultrasonografi
2. Antibiotik
25
Pemberian kombinasi antibiotic ini dapat memperpanjang masa laten selama 3
minggu pada wanita hamil.8,25
3. Terapi tokolitik
4. Terapi Magnesium
Pecahnya ketuban pada usia kehamilan < 24 minggu sebagian besar akan
masuk ke dalam proses persalinan dalam 1 minggu, dimana rata-rata fase laten
pasien dengan usia kehamilanini adalah 6 hari. Persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan < 24 minggu akan meningkatkan kejadian hidrosefalus, abnormalistas
neurologis, penyakit paru kronis dan dapat menyebabkan Potter’s syndrome.
Manajemen espektatif pada pasien dengan usia kehamilan ini akan berisiko tinggi
meningkatkan morbiditas dan dan mortalitas neonatus.27
Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-31 minggu yang tidak disertai
dengan adanya tanda-tanda infeksi (koriamnionitis) sebaiknya dipertahankan hingga usia
kehamilan mencapai 32 minggu karena pada usia kehamilan < 32 minggu persalinan akan
26
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas nonatal. Pasien dengan terapi ekspektatif
sebaiknya diberikan terapi kortikosteroid selama 2 hari menggunakan dexametason atau
menggunakan betametason. Pemberian antibiotic disarankan untuk mengurangi risiko
terjadinya infeksi dan memperpanjang masa laten. Pasien dengan KPD harus di diperiksa
denyut nadi, denyut jantung janin, suhu serta pemeriksaan leukosit secara rutin untuk
menyingkirkan adanya infeksi. Pada pasien yang terbukti mengalami amnionitis akan
dilakukan induksi persalinan untuk mengakhiri kehamilan.28
Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 32 – 33 minggu jika didapatkan bukti
sudah terjadi pematangan paru maka induksi persalinan disarankan untuk menurunkan
risiko terjadinya chorioamnionitis, kompresi tali usat dan infeksi neonatus. Jika belum
terjadi pematangan paru maka pemberian kortikosteroid wajib diberikan selama 2 hari
dan persalinan dilakukan setelah pematangan paru selesai dilakukan.29
27
Gambar 4. Algoritma tatalaksana ketuban pecah dini30
2) Infeksi
Korioamnionitis
28
Merupakan komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada janin
dan amnion chorion membran. Tanda-tanda klinis yang khas dan gejala
korioamnionitis meliputi:
1. Ibu demam (suhu intrapartum> 100.4 ° F atau> 37,8 ° C): Paling sering
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.7
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
-
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
29
gawat janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.7
3.2.1. Definisi
3.2.2. Indikasi
3.2.3. Kontraindikasi33
30
Disproporsi kepala-panggul
3.2.4. Komplikasi34
Komplikasi penggunaan vakum ekstraksi dibagi menjadi 2, yauitu komplikasi
maternal dan neonatal. Untuk komplikasi maternal dapat berupa:
31
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kasus Teori
Pasien Ny. I G2P0A2 26 tahun, hamil 39 Diagnosis ketuban pecah dini dapat
minggu 2 hari, janin I hidup intrauterin,
ditegakkan melalui anamnesis,
preskep, belum inpartu dengan Ketuban
Pecah Dini. Cairan keluar sejak pukul pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
01.00, yang keluar banyak, jernih, berbau penunjang.
amis.
1) Pada anamnesis didapatkan
Komposmentis
keluhan adanya keluarnya cairan
Tanda – tanda vital:
yang dirasakan tiba-tiba melalui
BP: 100/60 mmHg, vagina, berbau amis dan tidak
HR: 75 x/m, disertai dengan darah
RR: 20 x/m,
2) Pada inspeksi didapatkan cairan
T: 36.5, ketuban yang mengalir keluar dari
SpO2: 100% ostium uteri eksternum
TB : 154 cm BB : 69 kg 3) Pada pemeriksaan His dan vaginal
IMT 24,89 kg/m2 (overweight)
toucher belum terdapat adanya
Pemeriksaan Status generalis dbn,
oedem (-) tanda-tanda inpartu.
4) Pada pemeriksaan dalam selaput
TFU 34 cm, DJJ 133x/m, His 3x10’x25”
ketuban (-)
Pemeriksaan Ginekologi
VT 1 cm, KK (-), porsio tebal lunak, hodge
I Faktor risiko ketuban pecah dini:
32
- Pasien Nulipara 6) Riwayat section caesarea
- 4 Hari sebelum keluhan rembes 7) Merokok
pasien melakukan hubungan seksual
8) Infeksi serviko vaginal
dengan suami
9) Trauma
33
BAB IV
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35
16. Ayaz A, Saeed S, Farooq MU et al. Pre-labor rupture of membranes at
term in patients with an unfavorable cervix: active versus conservative
management. Taiwan J obstet gynecol. 2008;47: 192–6.
17. Bendon RW, Faye-Petersen O, Pavlova Z, Qureshi F, Mercer B,
Miodovnik M, et al. Fetal membrane histology in preterm premature
rupture of membranes: comparison to controls, and between antibiotic and
placebo treatment. Pediatr Dev Pathol 1999;2:552-8.
18. American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature rupture
of membranes. Clinical management guidelines for obstetrician-
gynecologists. ACOG practice bulletin no. 1. Int J Gynaecol Obstet
1998;63:75-84.
19. Kaye D. Risk Facotrs for Preterm Premature Rupture of Membranes at
Mulago Hospital, Kampala. East African Medial Journal. 2001: 78(2)
20. Kim YM, Romero R, Chaiworapongsa T, et al. Toll-like receptor-2 and -4
in the chorioamniotic membranes in spontaneous labor at term and in
preterm parturition that are associated with chorioamnionitis. Am J Obstet
Gynecol 2004; 191:1346.
21. McLaren J, Taylor DJ, Bell SC. Increased concentration of pro-matrix
metalloproteinase 9 in term fetal membranes overlying the cervix before
labor: implications for membrane remodeling and rupture. Am J Obstet
Gynecol 2000; 182:409.
22. Oyen ML, Calvin SE, Landers DV. Premature rupture of the fetal
membranes: is the amnion the major determinant? Am J Obstet Gynecol
2006; 195:510.
23. Menon R, Thorsen P, Vogel I, et al. Increased bioavailability of TNF-
alpha in African Americans during in vitro infection: predisposing
evidence for immune imbalance. Placenta 2007; 28:946.
24. Harding JE, Pang J, Knight DB, Liggins GC. Do antenatal corticosteroids
help in the setting of preterm rupture of membranes? Am J Obstet Gynecol
2001;184:131-9.
25. Mercer BM, Miodovnik M, Thurnau GR, Goldenburg RL, Das AF,
Ramsey RD, et al. Antibiotic therapy for reduction of infant morbidity
after preterm premature rupture of the membranes. A randomized
controlled trial. JAMA 1997;278:989-95.
26. Fontenot T, Lewis DF. Tocolytic therapy with preterm premature rupture
of membranes. Clin Perinatol 2001;28:787-96,vi.
27. Alexander JM, Mercer BM, Miodovnik M, Thurnau GR, Goldenburg RL,
Das AF, et al. The impact of digital cervical examination on expectantly
managed preterm rupture of membranes. Am J Obstet Gynecol
2000;183:1003-7.
28. Gopalani S, Krohn M, Meyn L, Hitti J, Crombleholma WR. Contemporary
management of preterm premature rupture of membranes: determinants of
latency and neonatal outcome. Obstet Gynecol 2005;60:16-7
29. Ehernberg HM, Mercer BM. Antibiotics and the management of preterm
premature rupture of the fetal membranes. Clin Perinatol 2001; 28:807-18.
36
30. Intermountain Health care. Management of Premature Rupture of
Membranes (PROM). Intermountain Healthcare. 2012
31. Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka,
Sarwono Prawirohardjo.
32. British Columbia Reproductive Care Program. Obstetric Guideline 14:
Assisted vaginal birth: the use of forceps or vacuum extractor. Vancouver,
Canada: BCRCP; 2001
[http://www.csh.org.tw/Dr.TCJ/Educartion/Guideline/OB%20g
uideline/Assist.Delivery%20Guideline.pdf]
33. ALARM. Chapter 18 Operative Vaginal Delivery 4th edition. Chapter 18
McQuivey RW. Vacuum0assisted delivery: A review. The journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine. 2004;16:171-179
37