S DENGAN
DIABETES MELITUS TYPE II DI UNIT P. SANGEANG RUMAH
SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO JAKARTA PUSAT
DISUSUN OLEH :
FUZASTUTI (40118004)
PUTRI JULIANCE LOMI (40118008)
SITI AMIDAH (40118012)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
tim penulis berhasil menyusun dan menyelesaikan ASKEP ini dengan baik. ASKEP ini ditulis
dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen KDK I untuk praktik RS.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing praktik RS
yang sudah memberikan arahan dalam menyusun makalah ini, dan juga bagi para orang tua tim
penulis yang sudah memberikan dukungan dalam menyusun ASKEP ini, juga bagi seluruh pihak
yang telah membantu tim penulis dalam pembuatan tugas ini.
Semoga ASKEP kepada Tn. S dengan Diabetes Mellitus Tipe II ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Penulis tentu menyadari bahwa ASKEP ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, tim penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini tim penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Jakarta,
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................................................ 1
Kata Pengantar .......................................................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................................................... 3
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................................................... 4
A. Definisi .............................................................................................................................................. 4
B. Anatomi ............................................................................................................................................. 4
C. Etiologi ...............................................................................................................................................9
D. Manifestasi Klinis .............................................................................................................................10
E. Patofisiologi ......................................................................................................................................10
F. Penatalaksanaan ................................................................................................................................12
a. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................................12
G. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien DM Tipe II ............................................................................13
A. Pengkajian ......................................................................................................................................15
B. Keluhan Utama ..............................................................................................................................15
C. Riwayat Kesehatan Sekarang .........................................................................................................15
D. Riwayat Kesehatan Dahulu ............................................................................................................15
E. Riwayat Alergi ...............................................................................................................................15
F. Data Psikososial .............................................................................................................................16
G. Data Spiritual .................................................................................................................................16
H. Pemeriksaan Fisik ..........................................................................................................................16
I. Pemeriksaan Sistematis ..................................................................................................................16
J. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................................17
K. Pemeriksaan Uji Saraf Krinal ........................................................................................................17
L. Analisa Data ...................................................................................................................................19
M. Intervensi ........................................................................................................................................20
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................22
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 adalah akibat dari efek sekresi insulin progresif diikuti
dengan resistensi insulin, umumnya berhubungan dengan obesitas.
(KeperawatanMedikalBedah edisi 8 buku 2 hal 631 & 633).
DM tipe 2, sebelumnya disebut NIDDM atau diabetes meliitus onset-dewasa, adalah
gangguan yang melibatkan, baik genetika dan faktor lingkungan. DM tipe 2 adalah DM paling
umum, mengenai 90% orang yang meiliki penyakit. DM tipe 2, biasanya terdiagnosis setelah
usia 40 tahun dan lebih umum diantara dewasa tua, dewasa obesitas, dan etnik serta populasi
ras tertentu. Namun, diagnosis DM tipe 2 pada anak-anak dan remaja meningkat, terutama
pada Amerika-Afrika dan Amerika Hispanik/latin. Rata-rata, orang terdiagnosis dengan DM
tipe 2 telah memiliki diagnosisi untuk 6,5 tahun sebelum indentifikasi klinis dan pengobatan.
(KeperawatanMedikalBedah edisi 8 buku hal 633).
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap
insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang normal. Karena
insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap
sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.6,9 Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).
(http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/619.Pukul
09.35 WIB. 19 Juni 2019 di student lounge)
B. Anatomi Fisiologi
1.1 Kelenjar Endokrin
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirim hasil sekresinya
langsung kedalam darah yang beredar dalam jaringan dan menyekresi zat kimia yang disebut
hormon. Hormon adalah zat yang dilepaskan kedalam aliran darah dari suatu kelenjar atau
organ yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel.
Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan yang merupakan bahan
kimia yang di sekresikan kedalam cairan tubuh oleh satu sel atau sekelompok sel dan dapat
mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.
4
(Gambar I..I Sistem Endokrin)
6
berlawanan dengan glukosa. Insulin menurunkan kadar gula darah dengan beberapa cara.
Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke dalam sel, khususnya serabut otot
rangka glukosa masuk kedalam sel tergantung dari keberadaan reseptor insulin yang ada di
permukaan sel target. Insulin juga mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen,
menurunkan glycogenolysis dan gluconeogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau
zat gizi lainnya ke dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu mestimulasi sintesis
protein.
Pengaturan sekresi insulin seperti sekresi glukagon yaitu langsung ditentukan oleh
kadar gula dalam darah dan berdasarkan dari mekanismeumpan balik(feed back negative
system).
7
(Gambar 1.4 insulin).
8
Pada orang normal, konsentrasi glukosa darah diatur sangat sempit 90mg/100ml. Orang
yang berpuasa setiap pagisebelum makan 120-140 mg/100ml. Setelah makan, kadarnya akan
meningkat kembali setelah 2 jam ketingkat normal.
Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainanyang dikenal dengan diabetes melitus yang
mengakibatkan glukosa tertahan diluar sel (cairan ekstraseluler). Sel jaringan mengalami
kekurangan glukosa/energi dan akan merangsang glikogenolisis di sel hati dan sel jaringan,
glukosa akan dilepaskan dengan kedalam cairan ekstra sel. Perubahan konsentrasi glukosa darah
mempunyai efek yang berlawanan dengan sekresi glukagon. Penurunan jumlah glukosa darah
meningkatkan sekresi glukagon. Pankreas menyekresi glukagon dalam jumlah besar. (Ilmu
Biomedik Dasar hal.180-182).
C. Etiologi
DM tipe 2tidak berhubungan dengan tipe jaringan HLA, dan sirkulasi ICAs jarang ada.
Keturunan memainkan peran utama di dalam ekspresi dari DM tipe 2. DM tipe 2lebih umum
pada kembar identik (insidensi 58-75%) dibandikan populasi umum. Obesistas faktor resiko
mayor, dengan 85% dari selurung orang dengan DM tipe 2. Hal ini tidak jelas apakah
kegagalan sensivitas jaringan (otot dan hati) terhadap insulin atau kegagalan sekresi insulin
merupakan efek primer DM tipe 2. Selain itu, prevalensi penyakit pembuluh koroner pada
orang DM kardiovaskuler dan angka kematian total adalah 2-3 kali lebih tinggi dibanding
populasi nondiabetes.(KMB edisi 8 buku 2 hal 633).
Melibatkan penurunan kemampuan untuk menggunakan insulin yang di produksi oleh
pankreas.
1. Menurunkan sekresi insulin sebagai respon terhadap kadar glukosa.
2. Resistensi insulin menghambat sel untuk mengabsorbsi glukosa.
3. Produksi glukosa berlebihan karena respons sekretori insulin yang menurun.
D. Manifestasi Klinis
Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang lambat dan sering kali tidak
menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan untuk beberapa masalah lain.
Hiperglekimia pada DM tipe 2 biasanya tidak seberat pada DM tipe 1 tetapi manifestasi yang
sama muncul, khususnya poliuria dan polidipsia. Polifagia jarang dijumpai dan penurunan
beerat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglekimia: penglihatan buram,
keletihan, prestesia dan infeksi kulit. (Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5, Vol 2. Hal 656)
Karakteristik
1. Biasanya terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi sekarang pada anak-anak dan remaja.
2. Prevelensinya meningkat pada beberapa kelompok etnik-Amerika-Afrika, Hispanik/Latin,
Amerika asli, Amerika-Asia, dan orang kepulauan pasifik.
3. Predisposisi genetik yang kuat.
4. Seringkali obesitas.
9
5. Tidak rentak terhadap ketoasidosis hingga kodisi tahap lanjut atau dengan hiperglikemia
yang lama.
(rencahttp://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/19na
asuhan keperawatan edisi 9 volume 2 hal,515)
E. Patofisiologi
DM tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa yang terjadi meski tersedia insulin
endogen. DM tipe 2 dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya dijumpai pada usia paruh
baya dan lansia. DM tipe 2 merupakan bentuk paling umum DM. Hereditas berperan dalam
transmisi. Kadar insulin yang dihasilkan pada DM tipe 2 berbeeda-beda dan meski ada,
fungsinya dirusak oleh resistensi urin di jaringan perifer. Hati memproduksi glukosa lebih dari
normal, karbohidrat dalam makanan tidak dimetabolisme dengan baik, dan akhirnya pankreas
mengeluarkan jumlah insulin yang kurang dari yang dibutuhkan. (Porth, 2007). Apa pun
penyebabnya, terdapat cukup produksi insulin untuk mencegah pemecahan lemak yang dapat
menyebabkan ketosis, sehingga, DM tipe 2 digolongkan sebagai bentuk DM non-ketosis.
Namun, jumlah insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar glukoa darah melalui
ambilan glukosa oleh otot dan sel lemak.
Faktor utama perkembangan DM tipe 2 adalah restintesi seluler terhadap efek insulin.
Restintasi ini di tingatkan oleh kegemukan, tidak beraktiviatas, penyakit, obat-obatan, dan
pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk
memengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa.
Hiperglikemia meningkat secara perlahan dan dapat berlangsung lama sebelum DM di
diagnosis, sehingga kira-kira separuh diagnosis baru DM type 2 yang baru di diagnosis sudah
mengalami komplikasi (capriotti, 2005). Terapi biasanya dimulai dengan program penurunan
berat badan dan peningkatan aktifitas. Jika perubahan ini dapat di pertahankan maka tidak
dibutuhkan terapi lanjutan bagi banyak individu. Medikasi hipoglikemia mulai diberikan saat
perubahan gaya hidup tidak cukup. Sering kali, kombinasi insulin dan medikasi hipolikemik
digunanakan untuk mencapai control glikemik terbaik pada pasien dengan DM type 2. (KMB
edisi 5 vol.2 hal.654)
Patofisiologi dalam DM tipe 2 adalah resistenssi terhadap aktivitas insulin biologis, baik
dihati maupun jaringan perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Orang dengan
DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang
mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah
tinggi. Hal ini dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan
glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin periver tidak jelas. Namun, ini tampak terjadi
setelah insulin berikatan terhadap resseptor pada permukaaan sel.
Insulin adalah hormon pembangun (anabolik). Tanpa insulin, tiga masalah metabolik
mayor terjadi: (1) penurunan pemanfaatan glukosa, (2) peningkatan mobilisasi, dan (3)
peningkatan pemanfaatan protein. (Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 buku 2. Hal 634) .
10
Diabetes tipe 2 disebabkab oleh gabungan dari resistansi perifer terhadap kerja insulin
dan respon sekresi insulin yang tidak adekuat oleh sel beta sel pankreas (defisiensi insulin
relatif). Kondisi tersebut terjadi karena beberapa faktor diantaranya genetik, gaya hidup, dan
diet yang mengarah pada obesites. Esistensi insulin dan gangguan sekrsi insulin akan
menyebabkan toleransi glukosa terganggu yang akan mengawali DM tipe 2 dengan
manisfestasi hiperglikemia.
Komplikasi.
Sindrom hiperglikemi hiperosmolar nonketotik
Komplikasi yang banyak di jumpai pada penderita DM tipe2 adalah Sindrom
hiperglikemi hiperosmolar nonketotik , peningkatan glukosa darah yang di sebabkan oleh
gangguan sekresi insulin, resistensi insulin ataupun dapat mengakibatkan hiperglikemia berat
dengan kadar glukosa darah lebih dari 300mg/100ml. Peningkatan glukosa ini akan
menyebabkan ambang batas ginjal untuk glukosa, sehingga muncul manisfestasi glukosuria
yang di ikuti dengan diuresisi osmotik.
Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam uriine (glukosuria) ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit dan yang berlebihan, pasien akan
mengalami dehidrasi dan kehilangan banyak elektrolit, pasien dapat menjadi hipoten dan
menjadi syok. Selanjutnya pasien akan mengalami penurunan perkusi serebral sehingga tanpa
penanganan cepat can tepat pasien bisa mengalami koma dan meninggal. (Rencana Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah hal: 161-162).
F. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan penunjang
1. Pemantauan glukosa darah
2. Pemeriksaan eton dan glukosa dalam urin
3. Pemantauan diri glukosa darah.
(Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5, Vol 2. Hal 658)
Obat-obat anti diabetess oral :banyak pengobatan oral bertujuan pada satu aspek
patogenesis yang mendasari DM type 2. Jadi pengobatan ganda sering diperlukan untuk
mencapai pengendalian glikemik optimal. DM type 2 adalah sebuah penyakit progresif
yang dipersulit oleh efek samping terkait dengan berbagai interfensi farmakologi (misal
hipoglikemia dan penanbahan berat badan), pengobatan yang lebih baru, seperti incretin
mimetik dan amy lonommimetik, sudah dikembangkan dengan target aspek ganda dari
patogenesis yang mendasari pada DM type 2.
Terapi insulin : klien dengan DM type 2tidak bergantung pada insulin eksogen untuk
bertahan hidup. Namun klien dengan DM type 2 mungkin butuh untuk memakai insulin
guna mengendalikan gluksa adekuat, khususnya pada saat stres atau sakit. Sumber
insulin, insulin dibuat dengan teknologi DNA rekombinan (human insulin) dengan dursi
kerja berbeda (cepat, pendek, sedang, dan lama).Terapi Pompa Insulin : pompa insuliin
11
umumnya memperbaiki glukosa darah dengan cara infus insulin subkutan secara terus-
menerus. Namun, alat itu tidak terpasang mekanisme umpan balik untuk memantau kadar
glikosa darah. Untuk kemanfaatan pemakaian pompa insulin,klien harus patuh dengan
syarat diet dan biasanya harus memantu kadar glukosa darah 4x sehari dan buat
keputusan dosis dengan menggunakan keterampilan memecahkan masalah. Komplikasi
dari pemakaian pompa insulin meliputi infeksi pada tempat penyuntikan, hipoglikemi
dari tidak berfunginya pompa atau kesalahan menghitung dosis insulin, dan ketoasidosis
diabetik dari injeksi insulin terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan tetap atau
peningkatan metabolise.
Terapi DM insentif : klien dengan kelompok pengobatan intensif belajar
menyesuaikan dosis insulinnya untuk menjaga kadar glukosa senormal mungkin.
Pengobatan mencakup ≥ 3 suntik insulin sehari atau pemakaian pompa insulin; kadar
PGDS ≥ 4 kali sehari; rencana makan spesial; rawat inap pertama kali; dan kunjungan
klinis setiap minggu sampai setiap bulan. Klien pada kelompok pengobatan konfensional
mengikuti rejimen yang meliputi injeksi insulin sekali atau dua kali sehari; PGDS harian;
dan kunjungan klinik setiap 3 bulan. Peneliti memantau klien pada kelompok untuk
gejala penyakit mata diabetik (retinopati) juga ginjal (nefropatik) dan saraf (neuropatik).
Terapi kombinasi : beberapa klien DM type 2 (kebanyakan nonobesitas) yang hanya
minum obat sulfonilurea gagal menormalkan kadar glukosa darah, terapi insulin telah
dibutuhkan untuk mencapai kontrol metabolik sangat dini dalam perjalanan penyakit.
Oleh karena itu obat sulfonilurea mempertinggi pengaaruh insulin endogen dengan
mengurangi resistensi insulin, hal ini dipikirkan bahwa mengombinasikan terapi insulin
dengan sulfonilurea mungkin menjadi efektif. (Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 buku
2, hal.642-647)
Penatalaksanaan
12
d. Kurangi stres psikologi
e. Berikan oral hygiene sebelum makan.
2. Membantu klien makan
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet sesuai dengan kondisi klien.
Dehidrasi
Dehidraasi berat (kehilangan cairan 4-6 L)
Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 2-4 L)
Dehidrasi ringan (kehilangan cairan mencapai 5% BB/ 1.5-2 L)
Keseimbangan cairan
Penatalaksanaan
1. Terapi cairan iv
13
2. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan darah)
3. Terapi obat-obatan
4. Tranpusi darah (jika diperlukan)
5. Rehidrasi oral
6. Menghitung keseimbangan cairan.
14
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identifikasi
Nama pasien / panggilan : Tn. S.
Tempat tanggal lahir / umur : Grobogan , 11 February 1972 / 47 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama / suku : Islam / Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS AL
Alamat : Jl. Laut Maluku no. 64, RT : 003 / 011 Kel. Cipulir, Kec. Kebayoran Lama Jakarta
Selatan
Alamat keluarga : Jl. Laut Maluku no. 64, RT : 003 / 011 Kel. Cipulir, Kec. Kebayoran Lama
Jakarta Selatan
Tanggal masuk : 30 Mei 2019, pukul 16.42 WIB
No medik : 15.04.14.
Ruangan : P. Sangeang.
Diagnosa medis : DM tipe 2
Tanggal pengkajian : 31 Mei 2019 , Pukul 10.55 WIB.
B. Keluhan utama
Klien mengatakan perutnya terasa mual sejak 5 hari yang lalu.
E. Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi apapun mau itu obat ataupun alergi
makanan.
15
F. Data Psikososial
Klien mengatakan orang yang terdekat dengan pasien adalah istri dan anak pasien,
interaksi dan pola komunikasi dalam keluarga baik, yang membuat keputusan dalam keluarga
yaitu pasien sendiri sebagai kepala keluarga, pasien mengatakan tidak pernah melakukan
kegiatan masyarakat, dampak penyakit pasien terhadap keluarga : keluarga pasien terutama
istri pasien merasa cemas dengan penyakit pasien.
G. Data Spiritual
Klien beragama islam dan melakukan kegiatan keagamaan seperti sholat 5 waktu, dan
tadarusan.
H. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien tampak sedang karena terpasang IV, mobilisasi pasien dibantu
sebagian oleh keluarga/perawat, pasien tidak terdapat kelumpuhan, saat diperiksa GCS : M
(6), V (5), E (4), kesadaran pasien Composmentis karena pasien mampu membuka mata saat
berkomunikasi dan berbicara dengan jelas, tanda-tanda vital (31 mei 2019 pukul 10.55
WIB)Tekanan darah (140/90 mmHg) (MAP = 2 x ( 90 + 140)/3) = 106,6 mmHg, Suhu
(36,1 ̊C), Pernapasan (20 x/menit), Nadi (94 x/menit).
I. Pemeriksaan Sistematis
1. Kepala (simetris)
a. Rambut : Rambut pasien tampak lurus, rambut pasien tampak rontok, terdapat
Pityriasis sicca, rambut pasien canities, tidak ada edema pada bagian kepala pasien,
tidak terdapat lesi dan tidak terdapat massa.
b. Wajah : berbentuk oval, tidak terdapat nevus pigmentosus.
c. Mata : Alis mata dextra dan sinistra pasien tampak simetri, pupil tampak isokort,
konjungtiva tidak anemis,skelera tidak ikterik, tidak ada edema dan benjolan dibagian
mata dextra dan sinistra , tidak ada lesi, tidak terdapat peradangan pada kornea dan
iris, mampu menggerakkan bola mata, pada mata dextra pasien mampu melihat pada
jarak 60 cm – 3 meter namun mata sinistra tampak kabur pada jarak 1 meter (miopi)
d. Hidung : Septumtampak simetris, rongga hidung tampak bersih, tidak terdapat lesi
dan massa, terdapat rambut halus,tidak adanya sumbatan, tidak terdapat tanda-tanda
infeksi.
e. Telinga : Tampak simetris antara telinga sinistra dan dextra, tidak ada masa dan lesi,
tidak ada nyeri saat tragus di tekan, terdapat sedikit sekret di telinga dextra dan
sinistra pasien, pasien mampu mendengar bunyi gesekan yang diberikan dengan
menutup mata, tampak pina dan canalisdan tampak membrane tympani.
16
f. Mulut : Tidak terdapat stomatitis dibagian lidah pasien, mulut tidak berbau, lidah
pasien sedikit kotor,bibir pasien sedikit kering, tidak terdapat kalkulus, gigi pasien
bejumlah 30 buah, gigi pasien tampak bersih.
g. Leher dan toraks
Leher : Tidak terdapat lesi dan massa, kelenjar tyroid teraba di bagian leher
dan tidak terdapat pembekakan pada kelenjar tyroid, JVP 5 cm air.
Toraks dan paru-paru : Gerakantorakssimetrissaatinspirasidanekspirasi,
polanafaseupnea,
terasagetaransaatdilakukanvokalfromintuspadasaatpasienmengucapakan
“tujuhpuluhtujuh” fungsinya untuk menunjukkan konsulidasi sekresi atau
efusi pleura ringan sampai sedang, suaranafasvesikuler.
h. Pemeriksaan jantung : ikcuscordis (+) 1 cm, detakpulmonal BJ I terdengarlup, BJ II
terdengar dep dep, BJ III terdengarsangatkecilatauirama gallop tidakadakelainan BJ
IV terdengar lup.
i. Pemeriksaan Abdomen : tidak terdapat pembesaran hepar, tidak terdapat lesi dan
massa, bising usus 20x/menit, tidak terdapat nyeri saat ditekan, hepar teraba, lien
teraba, ginjal tidak terasa nyeri saat perkusi, limpa dapat teraba.
j. Pemeriksaan Ekstremitas : tidak terdapat lesi dan masa disekitar area ekstremitas
sinistra dan dextra, kekuatan otot ekstremitas dextra (4) , dan ekstremitas sinistra (4).
Refleks triceps (+) saat diberikan ransangan menggunakan hammer pasien
mampu menunjukkan refleks triceps di lengan bagian sinistra bawah.
Refleks biseps (+) pasien mampu menunjukkan refleks biseps di lengan
bagian dextra saat diberikan ransangan menggunakan hammer.
Refleks pattela (+) pasien mampu menunjukkan refleks pattela dibagian
tungakai sinistra bawah saat diberikan ransangan menggunakan hammer.
Refleks archiles (+) pasien mampu menunjukkan refleks archilesdi tungkai
bagiansinistra saatdiberikan ransangan menggunakan hammer.
Refleks babinski (+) pasien mampu menunjukkan refleks babinski di telapak
kaki bagian dextra saat diberikan ransangan menggunakan hammer.
k. Pemeriksaan kuku dan kulit : tidak terdapat lesi dan massa pada kulit, kulit pasien
tampak anemis, kulit pasien terhidrasi, CRT ≥3 detik, kuku tampak bersih.
J. Pemeriksaan penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium Tn. S tanggal 30 mei 2019, Pemeriksaan hematologi dengan
hasil lekosit : 11900/uL, Eritrosit : 3,8 juta/uL, Hemoglobin : 10,6 g/dL, hemotokrit : 32 %,
trombosit : 524000 /uL. Pemeriksaan kimia klinik dengan hasil: glukotes sewaktu: 203
mg/dl, natrium: 123 mmol/L, kalsium: 3.18 mmol/L, chlorida: 82 mmol/L.
17
K. Pemeriksaan Uji Saraf Krinal
1. Nervus olfaktorius (N.I)
Pemeriksaan saraf sensorik : Pasien dapat menghidu aroma minyak telon dengan mata
tertutup.
2. Nervus optikus (N.II)
Pemeriksaan saraf sensorik : Pada mata dextra pasien mampu melihat dari jarak 60 cm –
3 meter namun pada mata sinistra pasien mengalami miopisehingga hanya bisa melihat
dari jarak 60 cm – 1 meter.
3. Nervus oculomotorius (N.III)
Pemeriksaan motorik : Saat diinstruksikan oleh pemeriksa bola mata pasien mampu
mengikuti gerakan diagonal dengan mengunakan penlight.
4. Nervus trochlearis (N.IV)
Pemeriksaan motorik : Saat diinstruksikan oleh pemeriksa bola mata pasien mampu
mengikuti gerakan vertikal dengan menggunakan penlight.
5. Nervus trigeminus (N.V)
Pemeriksaan saraf sensorik : saat diinstruksikan pasien dapat menyebutkan sentuhan yang
diberikan diarea pipi sinistra dengan menutup mata.
Pemeriksaan saraf motorik : saat diminta pasien mampu menunjukkan refleks
mengunyah.
6. Nervus abducens (N.VI)
Pemeriksan saraf mortorik :Saat di instruksikan oleh pemeriksa bola mata pasienmampu
mengikuti gerakan horizontal dengan menggunakan penlight.
7. Nervus facialis (N.VII)
Pemeriksaan saraf sensorik : pasien dapat merasakan rasa manis dari gula saat diberikan
dengan keadaan menutup mata.
Pemeriksaan saraf motorik : pasien mampu mengangkat alis, mengerutkan dahi, dan
menjulurkan lidah, dan menunjukkan ekspresi marah.
8. Nervus vestibulo-acusticus (N.VIII)
Pemeriksaan saraf sensorik : pasien mampu menebak bunyi gesekan suara yang diberikan
pada telinga sinistra dengan mata tertutup.
9. Nervus glossophryngeus (N.IX)
Pemeriksaan saraf motorik : pasien mampu melakukan refleks menelan saat
diinstruksikan oleh pemeriksa.
10. Nervus vagus (N.X)
Pemeriksaan saraf motorik : pasien mampu menunjukkan refleks muntah saat
siinstruksikan oleh pemeriksa.
11. Nervus accessorius (N.XI)
Pemeriksaan saraf motorik : pasien mampu mangangkat bahu dextra dan sinistra saat
diinstruksikan oleh pemeriksa.
12. Nervus hypoglossus (N.XII)
18
Pemeriksaan saraf motorik : pasien mampu menjulurkan lidah saat diinstruksikan oleh
pemeriksa.
L. Analisa Data
DO :
Hasil pemeriksaan TTV :
TD : 140/90 mmHg
S : 36,6 ̊C
RR : 21 x/mnit
N : 82 x/mnit
Hasil pemeriksaan GDP : 105
BB klien 51 kg dari 54 kg.
Klien hanya menghabiskan
setengah porsi makan.
Mata klien tampak cekung.
Klien tampak lemah
2. DS : Gangguan keseimbangan cairan elektrolit
Klien mengatakan muntah 3x kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
per hari selama 5 hari adanya muntah setiap saat diberi asupan, dan
Klien mengatakan selalu sudah muntah 3x per hari selama 5 hari
muntah setiap makanan yang
masuk ditandai dengan : CRT ˂ 4 detik, bibir klien
Klien mengatakan badanya tampak pucat dan kering.
terasa lemah
DO :
Bibir klien tampak kering dan
pucat
Klien tampak lemah
CRT < 4 detik
19
M. Intervensi
1. Dignosis Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh,
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
NOC : mempertahankan volume cairan yang adekuat yang ditandai dengan membran
mukosa lembap, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler ; TTV stabil ; serta asupan dan
haluaran yang seimbang dengan urine yang kepekatan jumlahnya normal.
Kolaborasi :
Tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan
gizi
Beri obat-obatan sebelum
makan (misalnya penghilang
rasa sakit dan antiemetik)
20
2. Diagnosis Keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan elektrolit kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan adanya muntah setiap saat diberi asupan, dan
sudah muntah 3x per hari selama 5 hari
NOC : menunjukan BB stabil atau penambahan yang progresif sesuai tujuan normalisasi nilai
laboratorium dan ketiadaan tanda malnutrisi.
Kolaborasi :
Pantau rangkaian pemeriksaan
elektrolit dan metabolik
Berikan cairan IV dan
elektrolit, sesuai indikasi
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 adalah akibat dari efek sekresi insulin progresif diikuti dengan
resistensi insulin, umumnya berhubungan dengan obesitas. (Keperawatan Medikal Bedah edisi 8
buku 2 hal 631 & 633).Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S, pada tanggal 31 Mei
2019 maka berdasarkan studi kasus tersebut penulis mpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian pada tanggal 31 Mei 2019 di dapatkan data pada klien Tn. S dengan
kasus DM tipe 2 yaitu : klien mengatakan perutnya terasa mual sejak 5 hai yang lalu, Klien
datang ke RS TNI AL MINTOHARDJO pada tanggal 30 Mei 2019 , pukul 16.42 WIB
dengan keluhan mual muntah sudah 5 hari. Pada saat di kaji pada tanggal 31 Mei 2019
pukul 10.55 WIB klien mengatakan perutnya terasa mual sejak 5 hari yang lalu disertai
muntah.
2. Pada kasus Tn. S terdapat dua diagnosa yang telah ditemukan yaitu Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d adanya rasa mual, ditandaai dengan: Nafsu makan
berkurang , Muntah saat di beri asupan, BB turun dari 54 kg menjadi 51 kg. dan
Gangguan keseimbangan cairan elektrolit kurang dari kebutuhan b.d adanya rasa mual
muntah, di tandai dengan : Klien mengatakan muntah 3x perhari selama 5 hari, Klien
mengatakan selalu muntah setiap di asupi makanan, Klien mengatakan badannya terasa
lemah.
3. Rencana keperawatan pada Tn. S dengan kasus Gangguan Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh : DM tipe 2 adalah intervensi yang diberikan sesuai dengan masalah yang terjadi
melalui nursing observasi.
22
Daftar Pustaka
Bulechek, Gloria M, dkk. (2017). Nursing Interventions Classification. Yogyakarta.
E. Doenges, M dkk, 2018. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN, Ed. 9 vol.2 Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
E. Doenges, M dkk, 2019. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN, Ed. 9 vol.3 Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
E. Doenges, M dkk, 2018. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN, Ed. 9 vol.1 Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
M.Black, J & Hokanson Hawks, J. 2014, KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Penerbit Elsevier
(Singapore) pte ltd.
23