AMENOREA PRIMER
Disusun oleh:
Lusi Rustina
Pembimbing:
dr. Hj. Alfiani Rachmiputri Sp. OG (K)
AMENOREA PRIMER
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Obstetri dan Ginekologi
Lusi Rustina
Menyetujui,
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
yang berjudul Amenorea Primer
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan referat ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Alfiani Rachmiputri Sp. OG (K) sebagai dosen pembimbing klinik
selama stase Obstetri dan Ginekologi
2. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada kami.
3. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
AWS/FK UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna Akhir kata
penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga
Tutorial Kasus yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan
manfaat bagi seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.....................................................................................................................4
BAB 1................................................................................................................................5
PENDAHULUAN............................................................................................................5
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 5
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................. 5
BAB II...............................................................................................................................6
KASUS..............................................................................................................................6
BAB III............................................................................................................................11
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................11
3. AMENOREA PRIMER........................................................................11
3.1 Definisi...................................................................................... 11
3.2 Epidemiologi............................................................................... 13
3.3 Klasifikasi................................................................................... 14
3.4 Etiologi dan Patofisiologi................................................................15
3.5 Diagnosis.................................................................................... 27
3.6 Evaluasi dan Penatalaksanaan...........................................................30
3.7 Komplikasi..................................................................................35
3.8 Prognosis.................................................................................... 35
BAB 4..............................................................................................................................36
PEMBAHASAN.............................................................................................................36
BAB 5..............................................................................................................................40
PENUTUP.......................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................41
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
BAB II
KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 8 Maret 2016 pukul
09.00 wita di PKBRS RSUD AW. Sjahranie Samarinda.
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. IS
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : tidak bekerja
Suku : kutai
Alamat : Sutanata RT 07 No 44 , Sebulu.
Berobat ke poli : Selasa, 8 Maret 2016 pukul 08.35 Wita
2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan sampai saat ini, umur 22 tahun belum pernah menstruasi.
6
Pasien mengatakan tidak pernah dan tidak sedang menderita penyakit berat
seperti hipertensi, DM, jantung, TBC.
- Tidak ada riwayat penyakit yang serius sejak bayi (kejang, batuk lama,
batuk pilek berat, radang telinga, gangguan pendengaran dan pembauan juga
tidak ada)
- Tidak pernah mengalami trauma dan tidak pernah dioperasi
- Penggunaan obat-obat tertentu tidak ada
- Pasien menyatakan tidak pernah mengalami stress atau cemas yang berat
- Riwayat penyakit ginekologi
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit ginekologi ( tumor ,
kista dll)
5. RIWAYAT KELUARGA
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
- Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, semuanya perempuan.
- Kakak perempuan pasien haid sejak usia 15 tahun namun haidnya tidak
teratur dan terkadang beberapa bulan sekali.
- Adik perempuan pasien usia 19 tahun, sudah haid sejak usia 14 tahun,
namun haidnya lebih lama sekitar 3 minggu.
- Ibu pasien meninggal karena ca serviks, riwayat menstruasi tidak diketahui.
- Pasien mengatakan dari keluarga tidak ada yang pernah dan sedang
menderita penyakit berat seperti jantung, DM, TBC, ada riwayat hipertensi
6. RIWAYAT PENGOBATAN
- Belum pernah berobat sebelumnya
7. RIWAYAT MENSTRUASI
- Belum pernah menstruasi
8. RIWAYAT PERKAWINAN
Status perkawinan : belum menikah
Seksualitas : belum pernah melakukan hubungan seksual
Gender role : sikap, perilaku, emosi dan orientasi seksual sesuai wanita.
7
9. RIWAYAT OBSTETRIK
G0P0A0
10. KONTRASEPSI
Pasien belum pernah menggunakan alat/ metode kontrasepsi.
8
Abdomen :
Inspeksi : bentuk normal, scar (-), benjolan (-)
Palpasi : soefl, massa (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas :
Atas : akral hangat
Bawah : edema tungkai (-/-), varices (-/-),
refleks patella (+/+)
STATUS GINEKOLOGI
Tanda Seks Sekunder : Payudara sedikit berkembang ( tunner stage 2/2)
Rambut Pubis jarang ( tunner stage 2/2)
Bulu ketiak tidak ada
Vulva/ Vagina : Labium mayus +, Labium minus +, Clitoris +,
Introitus vagina +, hymen +
9
15. DIAGNOSIS KERJA
Amenorea primer group I ( Buah dada tidak ada, Uterus ada ) + suspek ?
16. PENATALAKSANAAN
Konsul USG radiologi
Cek laboratorium LH dan FSH
17. FOLLOW UP
Tanggal Follow up
8/3/2016 S : tidak pernah menstruasi , usia 22 tahun, Nyeri siklik (-)
O : GCS : 15 T : 110/70 mmHg N : 93/mnt. RR : 20/mnt.
Payudara sedikit berkembang ( tunner stage 2/2), Rambut
Pubis jarang ( tunner stage 2/2), Bulu ketiak tidak ada
Vulva/ Vagina : Labium mayus +, Labium minus +, Clitoris +,
Introitus vagina +, hymen +
USG : uterus tidak tampak , VU penuh
A : Amenore primer group 3 suspek ?
P :-KIE
- konsul usg radiologi
10/03/201 S : tidak pernah menstruasi , usia 22 tahun
6 O : GCS : 15 T : 110/70 mmHg
Bawa hasil USG Abdomen : Uterus kecil diameter 2,56 x 0,88
cm2 , diagnose radiologi : Hipoplasia uterus
A : Amenore primer group 1
P :-KIE
- cek FSH dan LH
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3. AMENOREA PRIMER
3.1 Definisi
Amenorea adalah tidak terjadi haid pada seorang perempuan dengan
mencakup salah satu dari tiga tanda sebagai berikut :
1. Tidak terjadi haid sampai usia 14 tahun, disertai tidak adanya pertumbuhan
atau perkembangan tanda kelamin sekunder
2. Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, disertai adanya pertumbuhan
normal dan tanda perkembangan kelamin sekunder
3. Tidak terjadi haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut turut pada
perempuan yang sebelumnya pernah haid.
Secara klasik di bagi menjadi dua yaitu amenore primer dan sekunder yang
menggambarkan terjadinya amenore sebelum dan sesudah menars5.
Amenore primer didefinisikan sebagai belum terjadinya haid / menarke
pada wanita usia 14 tahun tanpa ditemukan tanda seks sekunder atau pada usia 16
tahun dengan ditemukan tanda seks sekunder ( tanda 1 dan 2 ) 2,5.
Tanda seks sekunder diklasifikasikan menurut Tanner, dimana kriteria kematangan
seksual adalah seperti tabel berikut :
2. Siklus : 28 4 hari
11
Gambar 3.1. Klasifikasi Seks Sekunder menurut Tanner7.
II Payudara dan papilla menonjol sebagai berbulu halus yang jarang, tipis , panjang ,
gundukan kecil , bersama dengan berpigmen terutama disekitar labia
peningkatan diameter areola
III Payudara dan aerola terus membesar, Gelap, kasar , keriting menyebar dengan
meskipun tidak menunjukan pemisahan jarang meliputi area persimpangan pubis
contour
IV Areola dan pappila meninggi di atas Rambut tipe dewasa, masih sedikit dan
bentuk payudara dan membentuk terbatas di mons , belum ada yang
gundukan sekunder dengan menyebar samapi medial paha
pengembangan lebih lanjut jaringan
payudara secara keseluiruhan
V Payudara wanita dewasa telah Jumlah dan jenisnya sama seperti orang
12
berkembang, papilla dapat membesar dewasa
sedikitatas kontur payudara sebagai
akibat dari resesi aeorola
3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data penelitian, insidensi amenore primer di Amerika <
1%. Sedangkan, di Indonesia menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri
Indah Winarni (2009), insidensi amenore primer di Semarang sebesar 11,83%.
Menurut sejumlah penelitian menyebutkan bahwa persentase frekuensi penyebab
amenore primer antara lain abnormalitas gonadal (50,4%), abnormalitas
hipotalamus dan kelenjar pituitari (27,8%), abnormalitas saluran genitalia
(21,8%), dan hymen imperforata atau septum transversal vagina (3%-5%). Pada
13
50,4% pasien dengan amenore primer karena abnormalitas gonadal,
disebabkan adanya kelainan kromosom8.
Berdasarkan analisis kromosom, penyebab amenore primer pada 45%
kasus disebabkan karena disgenesis gonadal, adanya abnormalitas kromosom atau
agenesis duktus mlleri. Pada 46% - 62% pasien amenore primer mengalami
abnormalitas kromosom antara lain X aneuploidi atau abnormalitas struktur
kromosom X yaitu isochromosome X, isodisentric, rings, delesi dan inversi
kromosom X8.
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi amenore primer berdasarkan fenotipnya oleh Paul F. Brenner
didasarkan atas ada atau tidaknya pertumbuhan payudaradan uterus. Ada atau
tidaknya uterus ini didasarkan pada pemeriksaan palpasi bimanual baik Vagino-
Abdominal ataupun Rekto-Abdominal2.
Tabel 3.3. Klasifikasi Amenora Primer2
Keterangan
Group Mammae Uterus
Sentral
I Tidak Ada
Perifer
RKH
(Mayer Rokitansky Kuster Hauser
II Ada Tidak Syndrome )
TFS
(Testiscular Feminization Syndrome)
Kelainan seks kromosom
III Tidak Tidak
14
perkembangan normal organ pelvis berasal dari sistem Mulleri, maka pada grup I
ini tidak terdapat produksi estrogen yang normal dari ovarium tapi terdapat
pertumbuhan struktur yang normal dari sistem Mulleri, sehingga memiliki uterus
2,3
.
Kegagalan ovarium untuk memproduksi estrogen ini dapat disebabkan oleh
dua kemungkinan yaitu:
1. Kelainan hipotalamus hipofise ( Hipogonadotropin hipogonadisme )
2. Kegagalan fungsi ovarium ( Hipergonadotropin hipogonadisme ).
Pada kelompok pertama sebenarnya ovarium masih memiliki kemampuan
untuk memproduksi estrogen yang normal, hanya saja rangsangan gonadotropin
ini tidak sampai atau tidak mampu merangsang ovarium yang mungkin
disebabkan oleh gangguan sistem saraf sentral 2,3.
Pada kelompok kedua dimana terjadi kegagalan fungsi ovarium dan FSH
tinggi ( > 30 IU/L ) dapat terjadi pada kelainan kromosom seperti sindrom Turner,
XX atau XY Gonadal Disgenesis, Defisiensi enzim 17 Hidroksilase dengan 46
XX 2.
A. Kelainan hipotalamus-hifofisis
Defisit gonadotropin terisolasi
Defisit gonadotropin terisolasi merupakan penyebab yang jarang dari
amenorea hipotalamus, termasuk sindrom Kallman dan hipogonadisme
hipogonadotropik idiopatik.4
a)
Sindrom Kallman merupakan penyakit perkembangan heterogen genetik
yang ditandai dengan defisiensi gonadotropin-releasing hormone dan
gangguan perkembangan nervus olfaktorius, bulbus dan sulcus, dengan
insidensi 1/40000 anak perempuan dan 1: 8000 anak laki-laki. Gangguan ini
dapat bersifat autosomal dominan dengan penetrasi yang tidak lengkap,
autosomal resesif, resesif terkait X, atau dapat memiliki pola warisan
oligogenik / digenik.16 Hingga kini, lima gen telah terlibat dalam patogenesis
penyakit: KAL1, FGFR1, FGF8, PROKR2 dan PROK2. Namun, jumlah
yang lebih kecil (sekitar 30%) dari subjek yang terkena menunjukkan mutasi
pada salah satu gen ini. Wanita yang terkena menunjukkan hipogonadisme
hipogonadik, amenorea dan tidak adanya karakteristik seksual sekunder
15
bersama-sama dengan hiposmia atau anosmia. Umumnya, diagnosis
dilakukan selama masa remaja berdasarkan pada gangguan reproduksi dan
penciuman. Namun, pasien dengan sindrom Kallman dapat
memanifestasikan karakteristik lebih lanjut serta retardasi mental, ataksia
serebelar, anomali kardiovaskular, perubahan kranio-fasial, agenesis ginjal,
gangguan pendengaran, dan perubahan yang abnormal dari visual spasial.4
b)
Hipogonadisme hipogonadik idiopatik adalah penyakit genetik langka yang
disebabkan oleh defisiensi pelepasan gonadotropin-releasing hormone
hipotalamus; Namun, gangguan ini juga bisa disebabkan oleh gangguan aksi
gonadotropin-releasing hormone dalam sel gonadotropin di hipofisis.9
Hipogonadisme hipogonadik idiopatik telah diusulkan diakibatkan anomali
fungsional terisolasi dari sinyal neuroendokrin untuk pelepasan
gonadotropin-releasing hormone atau gonadotropin. Bahkan, pada subyek
ini tidak ada perubahan perkembangan atau anatomi aksis hipotalamus-
hipofisis-gonadotropin yang telah dijelaskan; pasien yang terkena
menunjukkan penciuman yang normal dengan adanya fenotipe yang berasal
dari gonadotropin pra dan pasca kelahiran dan defisiensi steroid seks.
Hipogonadisme hipogonadotropik mungkin juga terjadi karena mutasi pada
gen reseptor gonadotropin-releasing hormone9.
Penyebab Hipofisis
Gangguan hipofisis utama yang bertanggung jawab untuk amenorea
termasuk tumor, gangguan inflamasi / infiltratif, panhipohipofisisme dan empty
sella syndrome.2 Tumor hipofisis yang dapat menyebabkan amenorea termasuk
prolaktinoma,dan tumor lainnya yang mensekresi hormon seperti hormon
adrenokortikotropik, thyrotropin-stimulating hormone, hormon pertumbuhan,
gonadotropin (luteinizing hormone, follicle-stimulating hormone).4
B. Sindrom Turner
Pada tahun 1938 Turner mengemukakan 7 kasus yang dijumpai dengan
sindroma yang terdiri atas trias yang klasik, yaitu infantilisme, webbed neck, dan
kubitus valgus. Penderita-penderita ini memiliki genitalia eksterna wanita dengan
16
klitoris agak membesar pada beberapa kasus, sehingga mereka dibesarkan sebagai
wanita 5,9.
Fenotipe pada umumnya ialah sebagai wanita, sedang kromatin seks negatif.
Pola kromosom pada kebanyakan mereka adalah 45-XO; pada sebagian dalam
bentuk mosaik 45-XO/46-XX. Angka kejadian adalah satu di antara 10.000
kelahiran bayi wanita. Kelenjar kelamin tidak ada, atau hanya berupa jaringan
parut mesenkhim (streak gonads), dan saluran Muller berkembang dengan adanya
uterus, tuba, dan vagina, akan tetapi lebih kecil dari biasa, berhubung tidak adanya
pengaruh dari estrogen5,9.
Selain tanda-tanda trias yang tersebut diatas, pada sindroma Turner dapat
dijumpai tubuh yang pendek tidak lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai
dengan puting susu jauh ke lateral, payudara tidak berkembang, rambut ketiak dan
pubis sedikit atau tidak ada, amenorea, koarktasi atau stenosis aortae, batas rambut
belakang yang rendah, ruas tulang tangan dan kaki pendek, osteoporosis,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, anomali ginjal (hanya satu ginjal),
dan sebagainya. Pada pemeriksaan hormonal ditemukan kadar hormon
gonadotropin (FSH) meninggi, estrogen hampir tidak ada, sedang 17-
kortikosteroid terdapat dalam batas-batas normal atau rendah5,9.
Diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan pada kasus-kasus yang klasik
berhubung dengan gejala-gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks. Pada
kasus-kasus yang meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang penting
yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner, yaitu tubuh
yang pendek yang disertai dengan pertumbuhan tanda-tanda seks sekunder yang
sangat minimal atau tidak ada sama sekali5,9.
17
Gambar 3.3 Gejala Sindrom Turner12
18
C. Gonadal Disgenesis
Penderita berfenotip wanita dengan kariotipe XY dengan sistem Mulleri
yang teraba, kadar testoteron wanita normal dan kurangnya perkembangan seksual
dikenal sebagai sindroma Swyer. Terdapat vagina, uterus, dan tuba falopii, tetapi
pada usia pubertas gagal terjadi perkembangan mammae dan amenorea primer.
Gonad hampir seluruhnya berupa berkas-berkas tak berdiferensiasi kendati pun
terdapat kromosom Y yang secara sitogenetik normal. Pada kasus ini, gonad
primitif gagal berdiferensiasi dan tak dapat melaksanakan fungsi-fungsi testis,
termasuk supremasi duktus Mulleri. Sel-sel hillus dalam gonad mungkin mampu
memproduksi sejumlah androgen; maka dapat terjadi sedikit virilisasi, seperti
pembesaran klitoris pada usia pubertas. Pertumbuhan normal; tidak terdapat cacat
penyerta. Transformasi tumor pada gonadal ridge dapat terjadi pada berbagai usia,
ekstirpasi gonadal streaks harus dilakukan segera setelah diagnosis dibuat, tanpa
memandang usia5,9.
Wanita amenore primer grup II ( Payudara ada ; Uterus tidak ada ) terdapat
paparan estrogen yang normal dari produksi ovarium akan tetapi terjadi gangguan
pertumbuhan organ reproduksi 2,3,15.
Ada dua kemungkinan pada grup ini yaitu :
1. Ketiadaan uterus kongenital ( Sindrom Rokitansky Kustner Hauser )
Karyotip 46 XX dengan gonad ovarium.
2. Sindrom Insensitifitas Androgen ( Sindrom Feminisasi Testis ) Karyotip
46 XY 2,3,15.
Pada Sindrom RKH, dasarnya genotip wanita akan tetapi terjadi agenesis
duktus Muller dengan ovarium normal, sehingga terjadi gangguan pada
perkembangan genitalia vagina dan uterus, sedangkan hubungan aksis
Hipotalamus Hipofise Ovarium normal yang memungkinkan terjadi ovulasi.
19
amenorea primer, lebih sering dari pada insensitifitas androgen kongenital dan
lebih jarang dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma ini tidak ada
vagina atau adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi tidak
mempunyai saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya
rudimenter, bikornu. Jika terdapat partial endometrial cavity, penderita dapat
mengeluh adanya nyeri abdomen yang siklik. Karena adanya kemiripan dengan
beberapa tipe pseudohermafroditism pria, diperlukan pemeriksaan untuk
menunjukkan kariotipe yang normal perempuan. Fungsi ovarium normal dan
dapat dilihat dari suhu basal tubuh atau kadar progesteron perifer. Pertumbuhan
dan perkembangan penderita normal9.
Bila dari pemeriksaan didapatkan adanya struktur uterus, pemeriksaan
ultrasonografi dapat dilakukan menentukan ukuran dan simetris tidaknya struktur
uterus tersebut. Bila gambaran anatomis sebagai hasil USG tidak jelas, merupakan
indikasi untuk dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan laparoskopi pelvis tidak
diperlukan. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan pemeriksaan USG dan
lebih murah serta tidak invasif bila dibandingkan laparoskopi. Ekstirpasi sisa
duktus Mulleri tidak diperlukan kecuali kalau menimbulkan masalah seperti
berkembangnya uterine fibroid, hematometra, endometriosis, atau herniasi
simptomatis ke dalam kanalis inguinalis 5,9.
Karena berbagai kesulitan dan komplikasi yang terjadi pada pembedahan,
maka bila memungkinkan Speroff dkk lebih memilih alternatif untuk melakukan
konstruksi bedah dengan membuat vagina artifisial. Sebaliknya, Speroff
menganjurkan penggunaan dilatasi yang progresif seperti yang mula-mula
diperkenalkan oleh Frank dan kemudian oleh Wabrek dkk. Mula-mula ke arah
posterior vagina, dan kemudian setelah 2 minggu diubah ke arah atas dari aksis
vagina, tekanan dengan dilator vagina dilakukan selama 20 menit setiap hari.
Dengan menggunakan dilator yang ditingkatkan makin besar, vagina yang
fungsional dapat terbentuk kurang lebih dalam 6-12 minggu. Terapi operatif
ditujukan bagi penderita yang tidak dapat dilakukan penanganan dengan metode
Frank, atau gagal, atau bila terdapat uterus yang terbentuk baik dan fertilitas masih
mungkin untuk dipertahankan. Penderita seperti ini dapat diidentifikasi dengan
adanya simptom retained menstruation. Ada juga yang merekomendasikan untuk
20
melakukan laparotomi inisial yang gunanya untuk mengevaluasi kanalis
servikalis; jika serviks atresia, uterus harus diangkat5,9.
Penderita dengan septum vagina transversalis, dimana terjadi kegagalan
kanalisasi sepertiga distal vagina, biasanya disertai gejala obstruksi dan frekuensi
urin. Septum transversalis dapat dibedakan dari himen imperforata dengan
kurang-nya distensi introitus pada manuver Valsava 5,9.
Pada kategori kelainan ini, obstruksi traktus genitalis bagian distal
merupakan satu-satunya kondisi yang dapat dipandang sebagai keadaan
emergensi. Keterlambatan dalam terapi bedah dapat menyebabkan terjadi
infertilitas sebagai akibat perubahan peradangan dan endometriosis. Pembedahan
definitif harus dilakukan sesegera mungkin. Diagnostik dengan aspirasi
menggunakan jarum tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan
hematokolpos berubah menjadi pyokolpos 9.
21
o Anak perempuan dengan hernia inguinal karena testes seringkali mengalami
parsial descensus
o Penderita dengan amenorea primer dan tidak ada uterus
o Penderita tanpa bulu-bulu di tubuh.
Penderita kelihatan normal pada saat lahir kecuali mungkin adanya hernia
inguinal, dan penderita tidak dibawa ke dokter sampai usia pubertas. Pertumbuhan
dan perkembangan normal. Payudara abnormal dimana didapatkan jaringan
kelenjar tidak cukup, puting susu kecil, dan areola mammae pucat. Lebih dari 50%
dengan hernia inguinalis, labia minora biasanya kurang berkembang, dan blind
vagina kurang dalam daripada normal. Tuba fallopi yang rudimenter terdiri dari
jaringan fibromuskuler kadang kala dengan hanya selapis epitel 5,9.
Karena penderita ini sudah merasakan dirinya sebagai seorang wanita, maka
kadang-kadang tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Testis yang berada
intraabdominal perlu dilakukan tindakan pengangkatan karena 10% dari kasus
dengan testis intraabdominal dapat menjadi ganas. Bila telah diputuskan untuk
mengangkat testis, maka perlu diberikan pengobatan substitusi hormone 5,9.
22
A. Defisiensi Enzim 17 Hidroksilase
Sindrom defisiensi enzim 17 Hidroksilase adalah kelainan genetik dari
biosintesis steroid yang sangat jarang, yang menyebabkan penurunan produksi
glukokortikoid, steroid seks dan peningkatan prekursor mineralokortikoid.
Produksi dan aktifitas mineralokortikoid yang berlebihan ini akan menyebabkan
hipertensi dan hipokalemia. 4,15
Sindrom defisiensi enzim 17 Hidroksilase ini adalah kelainan autosomal
resesif, dimana gen yang mengkode enzim 17 Hidroksilase ini ( CYP 17 )
terletak di kromosom 10 yang terdiri dari 8 ekson dan 7 intron. Abnormalitas
genetik pada gen CYP 17 mempengaruhi steroidogenesis baik di adrenal maupun
gonad. Ketidakseimbangan produksi kortisol yang rendah akan menginduksi
peningkatan ACTH plasma dan produksi mineralokortikoid yang berlebihan, maka
akan terjadi peningkatan sekresi dan akumulasi 17 deoksi steroid di zona
fasikulata termasuk pregnenolon, progesteron, deoksi kortison ( DOC ) dan
kortikosteron. Hipogonadisme terjadi sebagai akibat dari defisiensi produksi
steroid seks sehingga akan terjadi gangguan pertumbuhan seksual. Ada yang
melaporkan bahwa mutasi ini terjadi pada duplikasi basa ke-4 ekson 8 dari gen
CYP 17, yang mempengaruhi pembacaan kode genetik pada 26 asam amino C
terminal dari CYP 450 17 ( 17 Hidroksilase ). 4,15
Wanita dengan defisiensi enzim 17 Hidroksilase dengan karyotipe 46 XY
tidak memiliki uterus dan hal ini yang membedakannya dari wanita dengan
defisiensi enzim 17 Hidroksilase dengan karyotipe 46 XX. Tidak adanya
payudara membedakan wanita ini dengan Sindrom Feminisasi Testis4,10
Walaupun terjadi defisiensi kortisol tetapi penderita dengan defisiensi 17
Hidroksilase ini tidak mengalami insufisiensi adrenal ataupun krisis adrenal.
Kortikosteron memiliki sedikit aktifitas glukokortikoid, dan peningkatan
konsentrasinya ( 50 100 x ) cukup adekuat untuk mencegah insufisiensi
adrenal. Jadi penderita ini tidak mengalami hipoglikemia, hipotensi dan
kerentanan terhadap infeksi. 4,15
23
Penderita ini akan mengalami amenore primer dengan tipe
hipergonadotropin dan hipogonadisme. Dimana dengan paparan estrogen yang
tidak ada / sedikit maka tidak didapatkan pertumbuhan seks sekunder. Biasanya
penderita dengan 46 XX akan berkonsultasi saat terjadi delayed puberty atau
belum mendapat menstruasi. Dan penderita dengan 46 XY biasanya akan tidak
terdiagnosa sampai pubertas. Biasanya penderita ini akan tumbuh sebagai
wanita dan akan datang berkonsultasi ke ahli endokrin oleh karena tidak adanya
tanda seks sekunder sampai usia pubertas. Oleh karena terdapat peningkatan
aktifitas mineralokortikoid, maka akan terjadi hipertensi dan hipokalemia. 4,15
Pada pemeriksaan laboratorium, penderita 46 XX maupun 46 XY tidak
memiliki perbedaan biokimia. Semua steroid seks yang memerlukan aktifitas 17
Hidroksilase untuk produksinya akan berada pada konsentrasi yang rendah. 17
Hidroksi Pregnenolon, 17 Hidroksi Progesteron, 11 Deoksi Kortisol, Kortisol,
Dehidroepiandrosteron, Androstenedion dan Testosteron akan berada pada
konsentrasi yang rendah. Estrogen sebagai hasil aromatisasi dari testosteron juga
menjadi rendah. 4,15
Konsentrasi Pregnenolon dan Progesteron akan meningkat. Kadar ACTH
akan meningkat oleh karena sekresi kortisol yang rendah. Dan Gonadotropin
( FSH dan LH ) akan meningkat oleh karena defisiensi steroid seks dari gonad.
4,10,15
24
Akan tetapi untuk penderita dengan 46 XY dimana uterus tidak ada, maka
pemberian progesteron tidak diperlukan, sehingga dapat diberikan Estrogen saja
atau Testosteron. Dosis pemberian hormon seks pengganti ini dimulai dari dosis
rendah dan dinaikkan secara bertahap sesuai usia dan maturitas penderita. Pada
penderita dengan 46 XY, dimana didapatkan kromosom Y maka diperlukan
gonadektomi, oleh karena gonadnya 5% memiliki kecenderungan untuk menjadi
ganas4,15.
Pengamatan lanjutan pada penderita muda atau anak anak setiap 3 4
bulan yaitu mengenai tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan kadar
kortikosteron. Disamping itu pemeriksaan foto radiografi tulang panjang ( misal:
Lengan kiri ) dapat dikerjakan tiap tahun untuk mengevaluasi maturitas skeletal.
Dosis glukokortikoid ( misal Hidrokortison ) disesuaikan sesuai respon individual
yang dapat dievaluasi dari hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium selama
terapi4,15
B. Testicular Agonadism
Penyebab lain dari amenore primer grup III ini adalah Testicular
Agonadism . Menurut teori, wanita dengan agonadisme memiliki jaringan testis
saat perkembangan embrio yang menekan perkembangan sistem Mulleri, akan
tetapi setelah itu jaringan testis ini menghilang. Sindrom agonadisme ini juga
dikenal dengan The Vanishing Testes Syndrome2,15.
Bila defisiensi enzim dapat disingkirkan pada wanita dengan amenore
primer grup III, maka diagnosis Agonadisme dapat diberikan2.
25
Evaluasi dan penatalaksanaan amenore primer grup IV sama dengan
amenore sekunder2,4,5 ( gambar 3.10)
A. Himen Imperforata
Himen imperforata telah diperkirakan memiliki insiden 1/1000.2 Diagnosis
jarang pada masa bayi karena kondisi ini biasanya asimtomatik, meskipun dalam
kasus yang jarang neonatus dapat menderita pembesaran abdomen yang
bermakna. Yang lebih umum, perempuan dengan amenorea akan menerima
diagnosis himen imperforata setelah mengalami nyeri abdomen, hematometra atau
hematokolpos selama periode pubertas.4
Himen imperforata adalah sebuah anomali yang ketika bermanifestasi
selama periode remaja, biasanya dapat didiagnosis dengan anamnesis menyeluruh
dan pemeriksaan fisik. Remaja biasanya datang dengan amenorea primer, pola
siklik dari nyeri abdomen bagian bawah / panggul, dengan atau tanpa gejala
seperti nyeri punggung (38% -40%), retensi urin (37% -60%) atau konstipasi
(27%). Pada pemeriksaan fisik, massa abdomen bagian bawah mungkin teraba,
atau massa pelvis dapat dideteksi pada pemeriksaan rektal bimanual. Diagnosis
himen imperforata sering dapat ditegakkan dengan mudah selama pemeriksaan
perineum ketika himen imperforata yang menggembung dan berwarna kebiruan
ditemukan di introitus. Namun, kondisi tersebut dapat mudah terlewatkan jika
anamnesis yang cermat dan pemeriksaan yang rinci tidak dilakukan. Ini menyoroti
pentingnya mengejar prinsip-prinsip dasar dalam pengobatan, yaitu anamnesis
menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Pada anak perempuan yang mengalami nyeri
abdomen, pemeriksaan yang cermat dari introitus, selain pemeriksaan perrektal
wajib dilakukan. Pemeriksaan pencitraan atau laboratorium biasanya tidak
diindikasikan untuk presentasi klasik dari himen imperforata. 2,4,5
26
datang lebih dini dengan riwayat amenorea primer dan nyeri abdomen bagian
bawah yang berat yang terjadi dengan interval yang tidak teratur.2,4,5
3.5 Diagnosis
Anamnesis
Adanya karakteristik seksual sekunder. Apakah rambut aksila dan pubis ada
dan ada perkembangan payudara (lihat stadium Tanner). Jika tidak ada
karakteristik seksual sekunder, biasanya ada penundaan dalam pubertas karena
malnutrisi (stunting), penyakit kronis pada masa kanak-kanak, aktivitas fisik
yang berlebihan yang dikombinasikan dengan kurangnya asupan energi.
Riwayat infeksi, terutama ensefalitis. Ensefalitis dan meningitis mungkin telah
merusak hipotalamus atau hipofisis.
Riwayat operasi (abdomen). Pengangkatan ovarium karena tumor, kista atau
abses tubo-ovarii.
Usia ibu dan kakak perempuan saat menarche. Usia yang lebih tua saat
menarche bersifat herediter.
Penyakit kronis (di masa kecil) dan / atau riwayat penyakit mayor dalam 3
tahun terakhir. Penyakit kronis yang melemahkan dapat menyebabkan
anovulasi melalui disfungsi hipotalamus.
Nyeri abdomen siklik. Bersama dengan massa abdominal, gejala ini bisa
mengindikasikan septum vagina atau himen imperforata
Berat badan. Penurunan berat badan yang berat Misalnya karena penyakit
kronis mempengaruhi fungsi hipotalamus.
Hirsutisme. Distribusi maskulin dari rambut tubuh (payudara, abdomen,
wajah, paha) dan / atau akne mengindikasikan kelebihan androgen dan gejala
sindrom ovarium polikistik.
Hubungan seksual (kehamilan). Tanyakan gadis dengan hati-hati tentang seks:
apakah dia terlibat dalam hubungan seksual konsensual atau ia adalah korban
kekerasan seksual? Infeksi menular seksual (IMS), termasuk HIV dan
kehamilan harus disingkirkan10,13.
27
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Selalu jelaskan kepada perempuan atau wanita apa yang akan Anda lakukan
dan tanyakan kepadanya apakah dia ingin seseorang yang dia percaya hadir pada
saat pemeriksaan3
Tinggi dan berat badan. Indeks massa tubuh (IMT): Berat (kg) / panjang
panjang (m). IMT <18 adalah underweight dan IMT > 30 adalah obesitas.
Tanda-tanda malnutrisi, TBC, HIV / AIDS, penyakit kronis.
Peningkatan pertumbuhan rambut pada wajah, daerah pubis, abdomen dan /
atau paha.
Karakteristik seksual sekunder (perkembangan payudara dan rambut pubis dan
aksila).
Payudara: keluarnya susu secara spontan atau setelah mengeluarkannya
dengan hati-hati.
Pemeriksaan abdomen: kehamilan, tumor.
Genitalia eksternal: klitoris, himen, pertumbuhan rambut. Pada seorang gadis
dengan amenore primer cari himen yang menggembung yang menunjukkan
himen imperforata.
Pemeriksaan spekulum dan pemeriksaan pelvis (jika seorang gadis / wanita
tidak virgin): atrofi, sekret, kelainan serviks, eksitasi serviks,
ukuran uterus, massa pelvis.
Pemeriksaan USG (abdominal dengan kandung kemih penuh atau vaginal):
ada tidaknya uterus, ukuran uterus, endometrium, ukuran ovarium dan ada
atau tidaknya folikel, massa tubo-ovarium, kista, cairan bebas. Pada seorang
gadis dengan amenore primer yang secara khusus dicoba untuk
memvisualisasikan uterus dengan tanpa uterus menunjukkan kelainan
kongenital atau kelainan kromosom 10,13.
28
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan awal mencakup tes kehamilan dan kadar luteinizing hormone,
follicle-stimulating hormone, prolaktin, dan thyroid-stimulating hormone serum.
Jika anamnesis atau pemeriksaan menunjukkan keadaan hiperandrogenik,
konsentrasi testosteron bebas dan total serum dan dehidroepiandrosteron sulfat
dapat berguna11. Jika pasien berperawakan pendek, analisis kariotipe harus
dilakukan untuk menyingkirkan sindrom Turner13. Jika adanya sekresi estradiol
endogen tidak jelas dari pemeriksaan fisik (misalnya, perkembangan payudara),
estradiol serum dapat diukur 13.
Pemeriksaan Diagnostik
Ultrasonografi pelvis dapat membantu mengkonfirmasi ada atau tidaknya
uterus, dan dapat mengidentifikasi kelainan struktural organ saluran reproduksi.
Jika tumor hipofisis dicurigai, magnetic resonance imaging (MRI) dapat
diindikasikan. Hormonal challenge (misalnya, medroxyprogesterone asetat
[Provera], 10 mg oral per hari selama tujuh sampai 10 hari) dengan antisipasi
withdrawal bleeding untuk mengkonfirmasi anatomi yang fungsional dan
29
estrogenisasi yang memadai, secara tradisional menjadi pusat evaluasi. Beberapa
ahli menunda pengujian ini karena korelasinya dengan status estrogen relatif tidak
dapat diandalkan.13,14
Sebagian besar laboratorium dengan pengaturan sumber daya yang rendah
tidak memiliki fasilitas untuk mengukur FSH, estradiol, thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan prolaktin. Pemeriksaan hormonal ini secara rutin digunakan
dalam diagnosis amenorea dalam pengaturan klinis dengan sumber daya yang
tinggi.3
30
Gambar 3.6 . Penatalaksanaan Amenore primer grup I 2
31
Gambar 3.7. Penatalaksanaan Amenore primer group II2
32
3. Amenorea Primer Group 3
Skrining pada pasien amenore primer grup III ini adalah dengan
karyotiping2,15.
33
4. Amenorea Primer Group 4
34
3.7 Komplikasi
Infertilitas adalah komplikasi signifikan dari amenorea primer bagi wanita
yang menginginkan menjadi hamil. Selain itu dapat terjadi, Osteopenia atau
ostoprorosis yang merupakan komplikasi akibat kadar estrogen yang rendah, yang
umumnya terjadi pada amenore primer berkepanjangan. Komplikasi lain
tergantung pada penyebab amenore primer tersebut16.
3.8 Prognosis
Amenore primer bukan merupakan suatu kondisi yang mengancam nyawa.
prognosis amenorrea tergantung penyebab yang mendasari trapi yang diberikan.
Pada banyak wanita, obat-obatan, perubahan gaya hidup, atau pembedahan
mampu mengoreksi amneorrhea primer 17.
35
BAB 4
PEMBAHASAN
ANAMNESIS
Kasus Teori
keluhan utama : sampai saat ini, umur Amenore primer : belum terjadinya
22 tahun belum pernah menstruasi haid / menarke pada wanita usia 14
RIWAYAT PENYAKIT tahun tanpa ditemukan tanda seks
SEKARANG sekunder atau pada usia 16 tahun dengan
nyeri perut siklik disangkal ditemukan tanda seks sekunder .
penurunan berat badan dan penurunan Riwayat :
nafsu makan tidak ada, pengeluaran air Nyeri abdomen siklik + massa
susu dari payudara tidak ada, abdominal, gejala ini bisa
keluhan sering kedinginan, sering mengindikasikan septum vagina atau
kelelahan, rambut rontok (-) himen imperforata
diderita : tidak pernah dan tidak sedang penundaan dalam pubertas karena
sejak bayi (kejang, batuk lama, batuk Penyakit kronis yang melemahkan dapat
pilek berat, radang telinga, gangguan menyebabkan anovulasi melalui
pendengaran dan pembauan juga tidak disfungsi hipotalamus.
ada) Riwayat operasi (abdomen).
Tidak pernah mengalami trauma dan Pengangkatan ovarium karena tumor,
tidak pernah dioperasi kista atau abses tubo-ovarii.
Penggunaan obat-obat tertentu (-) Penurunan berat badan yang berat
Pasien menyatakan tidak pernah Misalnya karena penyakit kronis
mengalami stress atau cemas yang berat mempengaruhi fungsi hipotalamus.
Riwayat penyakit ginekologi (-) Hirsutisme.
RIWAYAT KELUARGA Usia ibu dan saudara perempuan saat
- Tidak ada anggota keluarga yang menarche. Usia yang lebih tua saat
mengalami keluhan serupa menarche bersifat herediter.
36
- Kakak perempuan pasien haid sejak Hubungan seksual (kehamilan)
usia 15 tahun namun haidnya tidak
teratur
- Adik perempuan pasien usia 19 tahun,
sudah haid sejak usia 14 tahun, namun
haidnya lebih lama
- Ibu pasien meninggal karena ca
serviks, riwayat menstruasi tidak
diketahui.
- penyakit berat seperti jantung, DM,
TBC, ada riwayat hipertensi (-)
hubungan seksual (-)
pola nutrisi dan istirahat : baik
Pada kasus ini diagnosis amenore primer sesuai karena usia pasien tidak haid hingga usia
22 tahun . Pada kasus ini tidak didapatkan adanya tanda-tanda penyakit tertentu yang
sesuai dengan teori
PEMERIKSAAN FISIK
Kasus Teori
STATUS UMUM : Dalam batas normal Tinggi dan berat badan. Indeks massa
IMT : 28, 5 ( Overweight)
tubuh (IMT): Berat (kg) / panjang
STATUS GINEKOLOGI
panjang (m). IMT <18 adalah
Tanda Seks Sekunder : Payudara
underweight dan IMT> 30 adalah
sedikit berkembang
obesitas.
( tunner stage 2/2), Rambut Pubis jarang
Tanda-tanda malnutrisi, TBC, HIV /
( tunner stage 2/2), Bulu ketiak tidak ada
AIDS, penyakit kronis.
Vulva/ Vagina : Labium mayus (+),
Peningkatan pertumbuhan rambut pada
Labium minus (+), Clitoris (+), Introitus
vagina (+), hymen (+) wajah, daerah pubis, abdomen dan / atau
paha.
Karakteristik seksual sekunder : amenore
primer group 1 : payudara - , uterus +
Payudara: keluarnya susu secara spontan
atau setelah mengeluarkannya dengan
hati-hati.
Pemeriksaan abdomen: kehamilan,
tumor.
Genitalia eksternal: klitoris, himen,
37
pertumbuhan rambut.
Pemeriksaan spekulum dan pemeriksaan
pelvis
Pada kasus ini didapatkan adanya perkembangan payudara hanya sampai tanner stage 2
Hal ini sesuai dengan diagnosis amenore primer group 1 yaitu payudara (-).
Tanda seks sekunder lain: tidak ada
Pemeriksaan fisik lain dalam kasus ini normal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kasus Teori
- Ultrasonografi pelvis : mengkonfirmasi ada
atau tidaknya uterus, dan dapat
USG Pelvic : mengidentifikasi kelainan struktural organ
- Vesica urinaria tampak penuh saluran reproduksi.
- Uterus tidak tampak amenore grup primer 1 : Uterus ada
Bawa hasil USG Abdomen : - Jika tumor hipofisis dicurigai, magnetic
-
Uterus kecil diameter 2,56 x resonance imaging (MRI) dapat
0,88 cm2 diindikasikan.
-
diagnose radiologi : Hipoplasia - Hormonal challenge (misalnya,
uterus medroxyprogesterone asetat 10 mg oral per
hari selama tujuh sampai 10 hari)
-
mengukur FSH, estradiol, thyroid-
stimulating hormone (TSH) dan prolaktin.
Pemeriksaan USG seseuai dengan teori pada amenore grup primer 1 yaitu Uterus tampak
namun berukuran kecil, pemeriksaan lain belum dilakukan.
PENATALAKSANAAN
Kasus Teori
Konsul radiologi Pemeriksaan untuk grup I ini dengan melihat tes skrining FSH. Bila
Cek FSH dan LH FSH tinggi maka dilanjutkan dengan pemeriksaan karyotiping.
Terapi : disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
38
Pada kasus ini belum didapatkan hasil permeriksaan FSH. Belum di berikan terapi pada
kasus ini
39
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dibicarakan suatu kasus, penderita umur 22 tahun dengan amenorea
primer. Penderita datang pertama kali dengan keluhan belum pernah menstruasi.
Pada pemeriksaan ditemukan: Tanda seks sekunder berkembang tidak normal,
Gender role atau sikap, perilaku, emosi dan orientasi seksual sesuai wanita.
Pemeriksaan USG didapatkan uterus ada namun berukuran kecil. Gambaran yang
diperlihatkan penderita sesuai dengan Amenore primer group 1. Keterkaitan
dengan sindrom atau kelainan genetik maupun penyakit tertentu belum diketahui.
Saat ini penderita masih melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan untuk
mengatahui etiologi amenore primer yang ia dialami.
5.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari referat ini, baik dari segi
diskusi, penulisan dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
dari dosen-dosen yang mengajar, dari rekan-rekan sesama dokter muda dan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan referat ini.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI).
Konsensus HIFERI, Bogor 24-25 agustus 2013
8. Ira, P.H.N. Faradz, S MH, Ariani, M.D. Analisis Sitogenetika Pada Pasien
Dengan Amenore Primer Di Centerfor Biomedical Research (Cebior)
Semarang, Media Medika Muda. Volume 4, Nomor 4, Oktober 2015 di
akses dari Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/medico
41
13. Klein DA, Poth MA. Amenorrhea: An Approach to Diagnosis and
Management. Am Fam Physician. 2013;87(11):781-788.
14. Nelson LM. Clinical practice. Primary ovarian insufficiency. N Engl J Med.
2009;360(6):606-614
15. Frindik JP, 17 Hydroxylase Deficiency Syndrome, eMedicine Journal,
November 2, 2001, Vol.2,No.11.
16. DeCherney AH, et al. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology.11th ed. New York, N.Y.: The McGraw-Hill Companies; 2013.
http://www.accessmedicine.com/resourceTOC.aspx?resourceID=788.
42