Dokter Pembimbing:
dr. Hj. Heka Mayasari, Sp. A
Disusun Oleh:
Elvi Audriana Nuraini
2018730029
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I LAPORAN KASUS.................................................................................3
1.1. Identitas Pasien..........................................................................................3
1.2. Identitas Orang Tua...................................................................................3
1.3. Anamnesis.................................................................................................3
1.4. Pemeriksaan Fisik......................................................................................6
1.5. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9
1.6. Resume......................................................................................................9
1.7. Diagnosis Kerja.......................................................................................10
1.8. Rencana Penatalaksanaan........................................................................10
1.9. Prognosis.................................................................................................10
1.10. Follow Up............................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................12
2.1. Tetanus....................................................................................................12
2.1.1. Definisi.............................................................................................12
2.1.2. Epidemiologi....................................................................................12
2.1.3. Etiologi.............................................................................................13
2.1.4. Patogenesis.......................................................................................14
2.1.5. Manifestasi Klinis............................................................................15
2.1.6. Alur diagnosis..................................................................................17
2.1.7. Tatalaksana.......................................................................................18
2.1.8. Komplikasi dan Prognosis...............................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
BAB I
LAPORAN KASUS
1.3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan cara alloanamnesis pada tanggal 30 Mei 2023
pukul 08.00 WIB.
Keluhan Utama
Kejang sejak 1 hari SMRS.
kejang. Keluhan disertai rasa sesak dan kedua kaki lemas. Pasien kurang
mengkonsumsi air minum sejak sakit dan adanya penurunan nafsu makan
sebab mulut pasien sulit dibuka dan terasa nyeri. Keluhan telinga
berdenging dan nyeri dirasakan pasien ketika tiba di IGD. Keluhan demam,
mual, muntah, batuk, pilek, BAB, dan BAK disangkal.
5 hari SMRS, pasien mengeluhkan adanya rasa sakit pada telinga. Pasien
merasakan telinganya sakit setelah mengorek telinga secara terus menerus
menggunakan jari. Setelah dikorek, keluar cairan dari telinga konsistensi
kental, berbau, berwarna keputihan, kemudian pasien mengeluhkan adanya
rasa nyeri dan berdenging di telinganya.
3 hari SMRS, pasien mengeluhkan sakit dan nyeri pada gigi serta
tenggorokan sakit. Kemudian pasien merasakan mulutnya sulit dibuka
sehingga pasien berbicara kurang jelas. Keluhan ini mengakibatkan pasien
sulit menelan dan akhirnya sulit makan maupun minum.
2 hari SMRS, pasien mengeluhkan nyeri perut di seluruh lapang perut yang
menjalar hingga ke punggung. Pasien juga merasakan tubuhnya terasa kaku
dan sulit digerakkan serta terasa nyeri ketika disentuh oleh orang lain.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat berobat ke puskesmas dan diberikan obat yang tidak
diketahui jenisnya, namun tidak ada perbaikan.
Kesan: sudah meminum obat
Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan neneknya. Pasien tinggal di
lingkungan yang memiliki banyak hamparan sawah dan kebun. Pasien
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, maupun cuaca.
Riwayat Perkembangan
Pasien merupakan siswa kelas 2 SD yang setiap hari memiliki kegiatan rutin
bersekolah dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Menurut ibu
pasien, pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah.
Kesan: perkembangan sesuai usia
Riwayat Imunisasi
Menurut ibu pasien, pasien belum sama sekali melakukan imunisasi sejak
lahir.
Kesan: imunisasi tidak lengkap
Tanda Vital
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 37,8 oC
SpO2 : 98% on room air
20,5
BB /U= ×100 %=73,2 % gizi kurang
28
127
TB/U= ×100 %=96,2 % normal
132
20,5
BB /TB= ×100 %=82 % gizi kurang
25
Kesan: gizi kurang
Status Generalis
Kepala Normocephal, rambut berwarna hitam, distribusi merata,
tidak mudah rontok, uub menonjol (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-)
Telinga Normotia, nyeri tekan (+/+), sekret (+/+), darah (-/-)
Hidung Sekret (-/-), epistaksis (-/-),
pernapasan cuping hidung (-/-)
Mulut Mukosa bibir lembab, sianosis (-), trismus (+) 1 jari,
pemeriksaan dalam sulit dinilai
Leher Pembesaran KGB (-/-), pembesaran limfe (-/-)
Thorax Paru-paru
I: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-)
Pe: Sonor (+/+)
A: vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
Pa: Ictus cordis sulit teraba
Pe: Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis
dextra
Batas jantung kiri ICS IV linea midclavicularis
sinistra
Batas jantung atas ICS II linea parasternalis sinistra
A: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
AbdomenI: Datar, defans muscular (+), distensi (+), opistotonus (+)
A: Bising usus (+) normal
Pe: Timpani di seluruh lapang abdomen
Pa: Nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+),
hepatosplenomegaly (-), turgor kulit baik
Saraf Otonom
• Nervus III, IV, dan VII dalam batas normal Pupil
Refleks Patologis
Babinski : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Chaddock : (-/-)
1.6. Resume
An. MS, 8 tahun 7 bulan datang dengan keluhan keluhan kejang sejak 1 hari
SMRS. Frekuensi kejang ± 10 kali dengan durasi 5 – 10 menit. Kejang seluruh
tubuh, tubuh kaku, mata mendelik ke atas, dan pasien sadar setelah kejang.
Keluhan disertai rasa sesak, kedua kaki lemas, nyeri dan keluar cairan dari telinga
serta rasa berdenging, mulut pasien sulit dibuka dan terasa nyeri sehingga
berbicara kurang jelas. Konsumsi air dan makanan berkurang karena sulit
membuka mulut.
Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan dan sekret pada telinga, mulut
trismus 1 jari, defans muscular, distensi, opistotonus, dan nyeri tekan pada
abdomen, serta kaku kuduk positif. Pemeriksaan penunjang didapatkan
leukositosis, trombositosis, hipoglikemia, dan hipokalsemia. Status gizi menurut
CDC adalah gizi kurang.
1.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
1.10. Follow Up
(31/05/2023)
S Kejang kelojotan sesekali namun sering (+), nyeri (+), tidak bisa bergerak
(03/06/2023)
S Kejang kelojotan sesekali (+), nyeri (+), pergerakan tubuh terbatas
O TD: 90/70 mmHg Nadi: 126 x/menit RR: 30 x/menit S 37,5 oC SpO2:
98%
Pemeriksaan Fisik: nyeri telinga berkurang, trismus (+) 2 jari, mulai bisa
berbicara, kaku kuduk (+), defans muscular (+), distensi (+), opistotonus
(+), nyeri tekan abdomen (+)
A Tetanus, OMSK
P IVFD D5 ¼ NS 3 cc/KgBB/jam, PP 2 x 1.000.000 (IM), Metronidazole 4 x
150 mg IV, Diazepam 6 x 10 mg IV, Tetagram 3.000 IU IM, Tremenza syr
3 x ¾ cth PO, Akilen ear drops 2 – 4 tetes
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tetanus
2.1.1. Definisi
Tetanus merupakan suatu penyakit dengan tanda utama kekakuan otot
(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh
kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang dan neuromuskular, serta
saraf autonom.
2.1.2. Epidemiologi
Tetanus terjadi di seluruh dunia dan lebih sering terjadi di iklim yang lebih
hangat dan selama bulan-bulan yang lebih hangat, sebagian karena frekuensi yang
lebih tinggi dari luka yang terkontaminasi terkait dengan lokasi dan musim
tersebut. Clostridium tetani, penghuni normal tanah dan usus hewan dan manusia,
ada di mana-mana di lingkungan, terutama di mana kontaminasi oleh kotoran
sering terjadi. Clostridium tetani berkembang biak dalam luka, dikenali atau tidak
dikenali, dan menguraikan racun dengan adanya kondisi anaerobik. Luka yang
terkontaminasi, terutama luka dengan jaringan mati dan trauma tusukan dalam,
memiliki risiko terbesar.
Tetanus anak banyak terjadi terutama pada daerah risiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih
tinggi akibat perbedaan aktivitas fisiknya. Tetanus neonatal umum terjadi di
banyak negara dengan sumber daya terbatas dimana wanita hamil tidak
diimunisasi secara tepat terhadap tetanus dan praktik perawatan tali pusat yang
tidak steril diikuti. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2015, 34.019 bayi
baru lahir meninggal akibat tetanus neonatal, penurunan sebesar 96% dari akhir
1980-an. Imunisasi aktif yang meluas terhadap tetanus telah mengubah
epidemiologi penyakit di Amerika Serikat, dimana 40 atau lebih sedikit kasus
dilaporkan setiap tahun sejak 1999. Tetanus tidak menular dari orang ke orang.
Masa inkubasi berkisar antara 3 hingga 21 hari, biasanya dalam 8 hari. Pada
tetanus neonatal, tanda-tanda biasanya muncul 4 sampai 14 hari setelah lahir (rata-
rata 7 hari).
2.1.3. Etiologi
Clostridium tetani adalah basil gram positif pembentuk spora, anaerob
obligat. Organisme ini merupakan kontaminan luka yang tidak menyebabkan
kerusakan jaringan maupun respon inflamasi. Bentuk vegetatif C. tetani
menghasilkan eksotoksin yang dikodekan oleh plasmid (tetanospasmin). Rantai
berat tetanospasmin berikatan dengan neuron motorik presinaptik dan
memfasilitasi masuknya rantai ringan, protease yang bergantung pada seng, ke
dalam sitosol. Setelah transportasi aksonal retrograde ke sumsum tulang belakang,
toksin memasuki neuron penghambat pusat dan membelah sinaptobrevin, yang
merupakan bagian integral dari pengikatan vesikel yang mengandung
neurotransmitter ke membran sel. Akibatnya, vesikel yang mengandung asam
gamma-aminobutirat dan glisin tidak dilepaskan, dan aksi penghambatan pada
neuron motorik dan otonom hilang.
Clostridium tetani banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas dan tidak
dapat bertahan dalam lingkungan yang terdapat oksigen. Sebaliknya, dalam
bentuk spora sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu bertahan
dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun dalam
lingkungan yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 121 oC
selama 10 – 15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap fenol dan agen kimia
lainnya. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik
dan biologik. Port d’entre C. tetani antara lain:
1. Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka
bakar yang luas.
2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan dengan baik.
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat
dengan kotoran binatang, bubuk kopi atau ramuan, daun-daunan
2.1.4. Patogenesis
menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat maka akan timbul kejang,
terutama pada otot yang besar.
Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena
eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku. Dampak
pada otak diakibatkan oleh toksin yang menempel pada cerebral gangliosides
diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Dampak pada
saraf autonom terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat
yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, takikardia.
disfagia ringan
III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; kejangnya lama; laju napas
> 40×/menit; laju nadi > 120×/menit, apneic spell, disfagia
berat
IV : Sangat Derajat III + gangguan sistem autonom termasuk
berat kardiovaskular
Hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling
dengan hipotensi relatif dan bradikardia, serta salah satu
keadaan tersebut dapat menetap
2.1.7. Tatalaksana
DAFTAR PUSTAKA