Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

TETANUS PADA ANAK

Dokter Pembimbing:
dr. Hj. Heka Mayasari, Sp. A

Disusun Oleh:
Elvi Audriana Nuraini
2018730029

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SAYANG KABUPATEN CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 2 MEI – 9 JULI 2023
1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh…


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan case report dengan judul “Tetanus Pada Anak”.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
case report ini dengan baik. Selain itu, shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dokter
pembimbing saya, dr. Hj. Heka Mayasari, Sp. A yang telah membimbing saya
sehingga case report ini dapat tersusun dengan baik. Case report ini disusun
berdasarkan pengkajian penyusun terhadap berbagai sumber buku maupun studi
kepustakaan dari berbagai sumber yang valid sehingga case report ini dapat
dibahas secara ilmiah.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan case report ini. Saya menyadari bahwa dalam
penyajian hingga pembahasan materi case report ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
case report ini agar dapat lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
case report ini saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga case report ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Cianjur, Juni 2023

Penulis

Universitas Muhammadiyah Jakarta


2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I LAPORAN KASUS.................................................................................3
1.1. Identitas Pasien..........................................................................................3
1.2. Identitas Orang Tua...................................................................................3
1.3. Anamnesis.................................................................................................3
1.4. Pemeriksaan Fisik......................................................................................6
1.5. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9
1.6. Resume......................................................................................................9
1.7. Diagnosis Kerja.......................................................................................10
1.8. Rencana Penatalaksanaan........................................................................10
1.9. Prognosis.................................................................................................10
1.10. Follow Up............................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................12
2.1. Tetanus....................................................................................................12
2.1.1. Definisi.............................................................................................12
2.1.2. Epidemiologi....................................................................................12
2.1.3. Etiologi.............................................................................................13
2.1.4. Patogenesis.......................................................................................14
2.1.5. Manifestasi Klinis............................................................................15
2.1.6. Alur diagnosis..................................................................................17
2.1.7. Tatalaksana.......................................................................................18
2.1.8. Komplikasi dan Prognosis...............................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

Universitas Muhammadiyah Jakarta


3

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : An. MS
Tanggal Lahir : 09 Oktober 2014
Usia : 8 tahun 7 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Pasir Munding RT 04/04, Sukaraharja, Cibeber
No. RM : 01. 01. 25. XX
Tanggal Masuk RS : 28 Mei 2023
Tanggal Pemeriksaan : 30 Mei 2023

1.2. Identitas Orang Tua


Nama Ayah : Tn. US
Usia Ayah : 33 tahun
Pekerjaan Ayah : Buruh
Nama Ibu : Ny. SH
Usia Ibu : 30 tahun
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

1.3. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan cara alloanamnesis pada tanggal 30 Mei 2023
pukul 08.00 WIB.
Keluhan Utama
Kejang sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada tanggal 28 Mei 2023, pasien datang dengan keluhan kejang sejak 1
hari SMRS. Frekuensi kejang ± 10 kali dengan durasi 5 – 10 menit. Kejang
seluruh tubuh, tubuh kaku, mata mendelik ke atas, dan pasien sadar setelah

Universitas Muhammadiyah Jakarta


4

kejang. Keluhan disertai rasa sesak dan kedua kaki lemas. Pasien kurang
mengkonsumsi air minum sejak sakit dan adanya penurunan nafsu makan
sebab mulut pasien sulit dibuka dan terasa nyeri. Keluhan telinga
berdenging dan nyeri dirasakan pasien ketika tiba di IGD. Keluhan demam,
mual, muntah, batuk, pilek, BAB, dan BAK disangkal.
5 hari SMRS, pasien mengeluhkan adanya rasa sakit pada telinga. Pasien
merasakan telinganya sakit setelah mengorek telinga secara terus menerus
menggunakan jari. Setelah dikorek, keluar cairan dari telinga konsistensi
kental, berbau, berwarna keputihan, kemudian pasien mengeluhkan adanya
rasa nyeri dan berdenging di telinganya.
3 hari SMRS, pasien mengeluhkan sakit dan nyeri pada gigi serta
tenggorokan sakit. Kemudian pasien merasakan mulutnya sulit dibuka
sehingga pasien berbicara kurang jelas. Keluhan ini mengakibatkan pasien
sulit menelan dan akhirnya sulit makan maupun minum.
2 hari SMRS, pasien mengeluhkan nyeri perut di seluruh lapang perut yang
menjalar hingga ke punggung. Pasien juga merasakan tubuhnya terasa kaku
dan sulit digerakkan serta terasa nyeri ketika disentuh oleh orang lain.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang serupa.

Riwayat Pengobatan
Pasien sempat berobat ke puskesmas dan diberikan obat yang tidak
diketahui jenisnya, namun tidak ada perbaikan.
Kesan: sudah meminum obat

Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan neneknya. Pasien tinggal di
lingkungan yang memiliki banyak hamparan sawah dan kebun. Pasien

Universitas Muhammadiyah Jakarta


5

sering bermain bersama teman-temannya di sawah. Sumber air bersih


berasal dari sumur yang berada di halaman rumah.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, maupun cuaca.

Riwayat Perkembangan
Pasien merupakan siswa kelas 2 SD yang setiap hari memiliki kegiatan rutin
bersekolah dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Menurut ibu
pasien, pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah.
Kesan: perkembangan sesuai usia

Riwayat Imunisasi
Menurut ibu pasien, pasien belum sama sekali melakukan imunisasi sejak
lahir.
Kesan: imunisasi tidak lengkap

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Selama hamil, ibu pasien hanya melakukan pemeriksaan kehamilan di
posyandu. Ibu pasien rutin mengkonsumsi makanan sumber protein seperti
tahu, tempe, telur, dan ayam selama hamil. Riwayat hipertensi, mual muntah
berlebihan, maupun kurang darah selama hamil disangkal. Ibu pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok maupun minum alkohol
Pasien merupakan anak tunggal. Pasien lahir secara spontan pervaginam
ditolong oleh paraji dengan usia kehamilan 9 bulan. Saat lahir, pasien
langsung menangis dan berat badan lahir 3800 gram.
Kesan: ibu pasien jarang kontrol selama masa kehamilan, neonatus
cukup bulan, sesuai kehamilan

Riwayat Pola Makan


Usia 0 -6 bulan: ASI eksklusif, ad libitum

Universitas Muhammadiyah Jakarta


6

Usia 6 – 9 bulan: ASI, ad libitum; bubur saring (setengah mangkok, 1 – 2


kali sehari); biskuit (1 – 2 potong, 1 kali sehari)
Usia 9 – 12 bulan: ASI, ad libitum; bubur nasi/kentang + sayur + lauk (1
mangkuk, 2 – 3 kali sehari); biskuit (1 – 2 potong, 1
kali sehari)
Usia 12 – 17 bulan: ASI, ad libitum; makanan keluarga, 1 piring, 3 kali
sehari
Usia 17 bulan – sekarang: makanan keluarga, 1 piring, 3 kali sehari
Kesan: kualitas dan kuantitas baik

1.4. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis (E4 M6 V5)

Tanda Vital
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 37,8 oC
SpO2 : 98% on room air

Antropometri dan Status Gizi


Berat badan : 20,5 kg
Tinggi badan : 127 cm
IMT : 12,7 kg/m2  underweight

20,5
 BB /U= ×100 %=73,2 %  gizi kurang
28
127
 TB/U= ×100 %=96,2 %  normal
132
20,5
 BB /TB= ×100 %=82 %  gizi kurang
25
Kesan: gizi kurang

Universitas Muhammadiyah Jakarta


7

Status Generalis
Kepala Normocephal, rambut berwarna hitam, distribusi merata,
tidak mudah rontok, uub menonjol (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-)
Telinga Normotia, nyeri tekan (+/+), sekret (+/+), darah (-/-)
Hidung Sekret (-/-), epistaksis (-/-),
pernapasan cuping hidung (-/-)
Mulut Mukosa bibir lembab, sianosis (-), trismus (+) 1 jari,
pemeriksaan dalam sulit dinilai
Leher Pembesaran KGB (-/-), pembesaran limfe (-/-)

Universitas Muhammadiyah Jakarta


8

Thorax Paru-paru
I: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-)
Pe: Sonor (+/+)
A: vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
Pa: Ictus cordis sulit teraba
Pe: Batas jantung kanan  ICS IV linea parasternalis
dextra
Batas jantung kiri  ICS IV linea midclavicularis
sinistra
Batas jantung atas  ICS II linea parasternalis sinistra
A: BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
AbdomenI: Datar, defans muscular (+), distensi (+), opistotonus (+)
A: Bising usus (+) normal
Pe: Timpani di seluruh lapang abdomen
Pa: Nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+),
hepatosplenomegaly (-), turgor kulit baik

Ekstremita Akral hangat (+/+/+/+), CRT < 2 detik


s
Status Tanda Rangsang Meningeal
Neurologis • Kaku kuduk : (+)

• Brudzinski I : Tidak dapat dinilai

• Brudzinski II : Tidak dapat dinilai

• Brudzinski III : Tidak dapat dinilai

• Laseque : Tidak dapat dinilai

Saraf Otonom
• Nervus III, IV, dan VII dalam batas normal  Pupil

Universitas Muhammadiyah Jakarta


9

bulat isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+)


Motorik

Kesan: parese negatif


Sensoris
Rangsang nyeri : (+)
Refleks Fisiologis
APR KPR (+/+)  Normal

Refleks Patologis
 Babinski : (-/-)
 Oppenheim : (-/-)
Chaddock : (-/-)

1.5. Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi yang dilakukan pada tanggal 28 Mei 2023.
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12.6 11.5 ~ 15.5
Hematokrit 37.5 32 ~ 42
Eritrosit 4.82 4 ~ 5.2
Leukosit 13.6 4.5 ~ 10.5
Trombosit 600 150 ~ 450
Glukosa Darah Sewaktu 58 60 ~ 100
Natrium (Na) 136.0 135 ~ 148
Kalium (K) 4.29 3.50 ~ 5.30
Calcium Ion 1.12 1.15 ~ 1.29

1.6. Resume
An. MS, 8 tahun 7 bulan datang dengan keluhan keluhan kejang sejak 1 hari
SMRS. Frekuensi kejang ± 10 kali dengan durasi 5 – 10 menit. Kejang seluruh

Universitas Muhammadiyah Jakarta


10

tubuh, tubuh kaku, mata mendelik ke atas, dan pasien sadar setelah kejang.
Keluhan disertai rasa sesak, kedua kaki lemas, nyeri dan keluar cairan dari telinga
serta rasa berdenging, mulut pasien sulit dibuka dan terasa nyeri sehingga
berbicara kurang jelas. Konsumsi air dan makanan berkurang karena sulit
membuka mulut.
Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan dan sekret pada telinga, mulut
trismus 1 jari, defans muscular, distensi, opistotonus, dan nyeri tekan pada
abdomen, serta kaku kuduk positif. Pemeriksaan penunjang didapatkan
leukositosis, trombositosis, hipoglikemia, dan hipokalsemia. Status gizi menurut
CDC adalah gizi kurang.

1.7. Diagnosis Kerja


 Tetanus grade III
 OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)
 Gizi kurang
1.8. Rencana Penatalaksanaan
1. IVFD D5 ¼ NS 3 cc/KgBB/jam
2. PP 2 x 1.000.000 (IM)
3. Metronidazole 4 x 150 mg (IV)
4. Diazepam 6 x 10 mg (IV)
5. Tetagram 3.000 IU (IM)
6. Tremenza syr 3 x ¾ cth (PO)
7. Akilen ear drops 2 – 4 tetes

1.9. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

1.10. Follow Up
(31/05/2023)
S Kejang kelojotan sesekali namun sering (+), nyeri (+), tidak bisa bergerak

Universitas Muhammadiyah Jakarta


11

O TD: 100/70 mmHg Nadi: 120 x/menit RR: 24 x/menit S 37,8 oC


SpO2: 98%
Pemeriksaan Fisik: sekret telinga (-), nyeri telinga (+), trismus (+) 2 jari,
mulai bisa berbicara, kaku kuduk (+), defans muscular (+), distensi (+),
opistotonus (+), nyeri tekan abdomen (+)
A Tetanus, OMSK
P IVFD D5 ¼ NS 3 cc/KgBB/jam, PP 2 x 1.000.000 (IM), Metronidazole 4 x
150 mg IV, Diazepam 6 x 10 mg IV, Tetagram 3.000 IU IM, Tremenza syr
3 x ¾ cth PO, Akilen ear drops 2 – 4 tetes

(03/06/2023)
S Kejang kelojotan sesekali (+), nyeri (+), pergerakan tubuh terbatas
O TD: 90/70 mmHg Nadi: 126 x/menit RR: 30 x/menit S 37,5 oC SpO2:
98%
Pemeriksaan Fisik: nyeri telinga berkurang, trismus (+) 2 jari, mulai bisa
berbicara, kaku kuduk (+), defans muscular (+), distensi (+), opistotonus
(+), nyeri tekan abdomen (+)
A Tetanus, OMSK
P IVFD D5 ¼ NS 3 cc/KgBB/jam, PP 2 x 1.000.000 (IM), Metronidazole 4 x
150 mg IV, Diazepam 6 x 10 mg IV, Tetagram 3.000 IU IM, Tremenza syr
3 x ¾ cth PO, Akilen ear drops 2 – 4 tetes

Universitas Muhammadiyah Jakarta


12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tetanus
2.1.1. Definisi
Tetanus merupakan suatu penyakit dengan tanda utama kekakuan otot
(spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh
kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang dan neuromuskular, serta
saraf autonom.

2.1.2. Epidemiologi
Tetanus terjadi di seluruh dunia dan lebih sering terjadi di iklim yang lebih
hangat dan selama bulan-bulan yang lebih hangat, sebagian karena frekuensi yang
lebih tinggi dari luka yang terkontaminasi terkait dengan lokasi dan musim
tersebut. Clostridium tetani, penghuni normal tanah dan usus hewan dan manusia,
ada di mana-mana di lingkungan, terutama di mana kontaminasi oleh kotoran
sering terjadi. Clostridium tetani berkembang biak dalam luka, dikenali atau tidak
dikenali, dan menguraikan racun dengan adanya kondisi anaerobik. Luka yang
terkontaminasi, terutama luka dengan jaringan mati dan trauma tusukan dalam,
memiliki risiko terbesar.
Tetanus anak banyak terjadi terutama pada daerah risiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih
tinggi akibat perbedaan aktivitas fisiknya. Tetanus neonatal umum terjadi di
banyak negara dengan sumber daya terbatas dimana wanita hamil tidak
diimunisasi secara tepat terhadap tetanus dan praktik perawatan tali pusat yang
tidak steril diikuti. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2015, 34.019 bayi
baru lahir meninggal akibat tetanus neonatal, penurunan sebesar 96% dari akhir
1980-an. Imunisasi aktif yang meluas terhadap tetanus telah mengubah
epidemiologi penyakit di Amerika Serikat, dimana 40 atau lebih sedikit kasus
dilaporkan setiap tahun sejak 1999. Tetanus tidak menular dari orang ke orang.
Masa inkubasi berkisar antara 3 hingga 21 hari, biasanya dalam 8 hari. Pada

Universitas Muhammadiyah Jakarta


13

tetanus neonatal, tanda-tanda biasanya muncul 4 sampai 14 hari setelah lahir (rata-
rata 7 hari).

2.1.3. Etiologi
Clostridium tetani adalah basil gram positif pembentuk spora, anaerob
obligat. Organisme ini merupakan kontaminan luka yang tidak menyebabkan
kerusakan jaringan maupun respon inflamasi. Bentuk vegetatif C. tetani
menghasilkan eksotoksin yang dikodekan oleh plasmid (tetanospasmin). Rantai
berat tetanospasmin berikatan dengan neuron motorik presinaptik dan
memfasilitasi masuknya rantai ringan, protease yang bergantung pada seng, ke
dalam sitosol. Setelah transportasi aksonal retrograde ke sumsum tulang belakang,
toksin memasuki neuron penghambat pusat dan membelah sinaptobrevin, yang
merupakan bagian integral dari pengikatan vesikel yang mengandung
neurotransmitter ke membran sel. Akibatnya, vesikel yang mengandung asam
gamma-aminobutirat dan glisin tidak dilepaskan, dan aksi penghambatan pada
neuron motorik dan otonom hilang.
Clostridium tetani banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas dan tidak
dapat bertahan dalam lingkungan yang terdapat oksigen. Sebaliknya, dalam
bentuk spora sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu bertahan
dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun dalam
lingkungan yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 121 oC
selama 10 – 15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap fenol dan agen kimia
lainnya. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik
dan biologik. Port d’entre C. tetani antara lain:
1. Luka tusuk, patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka
bakar yang luas.
2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan dengan baik.
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat
dengan kotoran binatang, bubuk kopi atau ramuan, daun-daunan

Universitas Muhammadiyah Jakarta


14

2.1.4. Patogenesis

Gambar 1 Patogenesis tetanus


Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan anaerobik
berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin.
Dalam jaringan yang anaerobik ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis
jaringan atau akibat adanya benda asing seperti pecahan kaca, dan sebagainya.
Dihipotesiskan bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat
motor endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum belakang
dan menyebar ke seluruh susunan saraf pusat. Pengangkutan toksin ini melewati
saraf motorik terutama serabut motor. Reseptor khusus pada ganglion
menyebabkan fragmen toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses
perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ekstra aksional dan
menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang
menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat
tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang
menyalurkan impuls pada tonus otot sehingga tonus otot meningkat dan

Universitas Muhammadiyah Jakarta


15

menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat maka akan timbul kejang,
terutama pada otot yang besar.
Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena
eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku. Dampak
pada otak diakibatkan oleh toksin yang menempel pada cerebral gangliosides
diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus. Dampak pada
saraf autonom terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala keringat
yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, takikardia.

2.1.5. Manifestasi Klinis


Variasi masa inkubasi sangat lebar biasanya berkisar 5 – 14 hari. Makin
lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat penyakit
selain berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat dilihat dari lama masa
inkubasi atau lama period of onset. Kekakuan dimulai pada otot setempat atau
trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran.
Kekakuan tetanus sangat khas yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pada kedua
kaki, fleksi pada telapak kaki, tubuh kaku melengkung bagai busur. Terdapat 4
bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yaitu:
1. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Merupakan bentuk tetanus yang sering ditemukan. Derajat luka
bervariasi mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang
terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7 – 21 hari, sebagian besar
tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki
pola yang desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti
dengan kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot
abdomen. Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah,
hiperhidrosis dan disfagia dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme
otot punggung. Manifestasi dini ini merefleksikan otot bulbar dan
paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek. Spasme
dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit.

Universitas Muhammadiyah Jakarta


16

Spasme dapat berlangsung hingga 3 – 4 minggu. Pemulihan sempurna


memerlukan waktu hingga beberapa bulan.
2. Localized tetanus (Tetanus lokal)
Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi
serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus
yang tidak umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat
terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara
bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi
dengan derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus yang
menyebabkan kematian.
3. Cephalic tetanus (tetanus sefalik)
Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi
setelah infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf
kranialis motorik (seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa
tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa
inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk.
4. Tetanus neonatorum
Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi
pada negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar
setengah kematian neonatus. Penyebab yang sering adalah
penggunaan alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada
ibu yang belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari.
Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu
dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%.
Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit,
tetanus dapat dibagi menjadi empat (4) tingkatan menurut klasifikasi Ablett.
Derajat Manifestasi Klinis

I : Ringan Trismus ringan sampai sedang; spastisitas umum tanpa


spasme atau gangguan pernapasan; tanpa disfagia atau
disfagia ringan
II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai
sedang dalam waktu singkat; laju napas > 30x/menit;

Universitas Muhammadiyah Jakarta


17

disfagia ringan
III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; kejangnya lama; laju napas
> 40×/menit; laju nadi > 120×/menit, apneic spell, disfagia
berat
IV : Sangat Derajat III + gangguan sistem autonom termasuk
berat kardiovaskular
Hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling
dengan hipotensi relatif dan bradikardia, serta salah satu
keadaan tersebut dapat menetap

2.1.6. Alur diagnosis


Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, kecurigaan adanya kejadian tetanus,
apabila ditemukan hal sebagai berikut:
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
 Riwayat luka yang terkonaminasi.  Trismus  kekakuan otot
 Keluar nanah dari telinga atau masester sehingga sukar
gigi berlubang membuka mulut.
 Selang waktu gejala klinis  Risus sardonicus  kekakuan
pertama dengan kejang pertama. otot mimik.
 Riwayat tidak diimunisasi tetanus  Opistotonus  kekakuan otot
atau imunisasi tetanus tidak yang menunjang (otot punggung,
lengkap. otot leher).
 Otot dinding perut kaku seperti
papan.
 Timbul kejang yang intervalnya
dapat memendek.
 Gangguan pernapasan, suhu
tinggi, dan sebagainya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yang tidak khas, CSF
normal, jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat. Biakan kuman
memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain mahal, hasil biakan
yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.

Universitas Muhammadiyah Jakarta


18

2.1.7. Tatalaksana

Gambar 2 Manajemen tatalaksana tetanus


Terdapat beberapa tujuan tatalaksana pada tetanus, antara lain:
1. Penanganan spasme
2. Pencegahan komplikasi gangguan napas dan metabolik
3. Netralisasi toksin yang masih terdapat di dalam darah yang belum
berikatan dengan sistem saraf. Pemberian antitoksin dilakukan
secepatnya setelah diagnosis tetanus dikonfirmasi.
4. Jika memungkinkan melakukan pembersihan luka di tempat
masuknya kuman untuk memusnahkan pabrik penghasil
tetanospasmin.
5. Lakukan pemantauan cairan, elektrolit, dan keseimbangan kalori pada
pasien yang mengalami demam dan spasme berulang.
Penatalaksanaan pada tetanus terdiri dari tatalaksana umum yang terdiri dari
kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan napas, oksigenasi,
mengatasi spasme, perawatan luka atau port’d entree lain yang diduga seperti
karies dentis dan OMSK; sedangkan tatalaksana khusus terdiri dari pemberian
antibiotik dan serum anti tetanus.

Universitas Muhammadiyah Jakarta


19

2.1.8. Komplikasi dan Prognosis


Penyulit yang dapat terjadi adalah sepsis, bronkopneumonia akibat infeksi
sekunder bakteri, kekakuan otot laring dan otot jalan napas, aspirasi
lendir/makanan/minuman, fraktur kompresi. Prognosis tetanus ditentukan oleh
masa inkubasi, period of onset, jenis luka, dan keadaan status imunitas pasien.
makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis, makin pendek periode of
onset makin buruk prognosis. Letak, jenis luka, dan luas kerusakan jaringan turut
memegang peran dalam menentukan prognosis. Sedangkan apabila kita
menjumpai tetanus neonatorum harus dianggap sebagai tetanus berat karena
memiliki prognosis buruk.
Berikut ini adalah skala/derajat keparahan yang menentukan prognosis
tetanus menurut sistem skoring Bleck.

Gambar 3 Sistem skoring Bleck


Interpretasi:
0–1 : derajat ringan dengan mortalitas < 10%
2–3 : derajat sedang dengan mortalitas 10 – 20%
4 : derajat berat dengan mortalitas 20 – 40%
5–6 : derajat sangat berat dengan mortalitas > 50%

Universitas Muhammadiyah Jakarta


20

DAFTAR PUSTAKA

[HTA] Health Technology Assessment Indonesia. 2008. Penatalaksanaan Tetanus


Pada Anak. Jakarta: Depkes RI. Hal 1 – 44.
[IDAI] Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hal 322 – 330.
Baker CJ. 2020. Red Book: Atlas of Pediatric Infectious Disease. 4th Edition.
Itasca : American Academy of Pediatrics (AAP). Hal 700 – 703.
Garna H, Nataprawira HM. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi 5. Bandung: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Universitas Padjajaran. Hal 424 – 427.
Kliegman RM, St. Geme III JW, Blum NJ, Shah SS, Tasker RC, Wilson KM.
2020. Nelson Textbook of Pediatrics. 21st Edition. Philadelphia : Elsevier.
Hal 1549 – 1551.

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai