Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

OKTOBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

INVAGINASI

Oleh :
Nurul Ariefah, S.Ked
10542 0314 11

Pembimbing :
dr. Muhammad Rizal Tj, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Invaginasi adalah suatu keadaan masuknya suatu segmen usus proksimal


ke segmen bagian distal yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus
strangulasi yang kemudian mengalami komplikasi yang berujung pada sepsis dan
kematian. Intususepsi merupakan salah satu kegawatdaruratan yang umum pada
anak. Kelainan ini harus dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan
penanganan segera karena kesalahan diagnosis atau keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan angka morbiditas.1,2
Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi saat
intrauterine. Tujuh puluh persen atau lebih terjadi pada penderita berumur
dibawah 1 tahun. Umur penderita tersering sekitar 6-7 bulan. Pria lebih sering dari
wanita dengan perbandingan antara laki – laki dan perempuan tiga banding
dua.1literatur lain mengatakan invaginasi sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa.3
Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian
besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Dilaporkan
insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup.5
Invaginasi pada anak biasanya disebut idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Imvaginasi idiopatik umumnya merupakan intususepsi ileosekal
yang kemudian masuk naik ke kolon asendens dan mungkin terus sampai dapat
keluar dari rectum.3
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya
kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti: diverticulum meckel, polip,
tumor, lipoma submukosa, karsinoma kolon (sekum, kolon transversum).4
Serangan klasik terdiri dari serangan nyeri perut, gelisah sewaktu serangan
kolik, biasanya keluar lender bercampur darah “red currant jelly=kismis merah”.3
Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan usus
berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari ke 2-5 dengan
puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut akan
memperberat gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh intususepsi dan akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Invaginasi adalah suatu keadaan masuknya suatu segmen usus kesegmen


bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus
strangulasi.1

B. EPIDEMIOLOGI

Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi saat
intrauterine. Tujuh puluh persen atau lebih terjadi pada penderita berumur
dibawah 1 tahun. Umur penderita tersering sekitar 6-7 bulan. Pria lebih sering
daripada wanita.1

Di Indonesia, angka kejadian intususepsi di RS wilayah pedesaan dan


perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2
per tahun. Intususepsi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun
dan frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Usus halus merupakan suatu tabung yang kompleks, belipat-lipat, dan


membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus pada
orang hidup sekitar 12 kaki (3,6m). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah
rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter 3,8 cm, tetapi makin
kebawah garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.6
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang
duodenum adalah sekitar 25cm, mulai dari pylorus sampai jejunum.
Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum Treitz,
ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).
Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejunum, dan tiga perlima
bagian akhirnya adalah ileum. Jejunum terletak di region midabdominalis
sinistra, sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis dextra
sebelah bawah.6

Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar terdiri
atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas
serabut-serabut sirkular. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat,
sedangkanlapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung
pembuluh darah dan kelenjar. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk
liaptan-lipatan sirkular yang disebut sebagi valvula koniventes (lipatan
Kerckring) yang menonjol kedalam lumen sekitar 3 sampai 10mm. Vili
merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar
empat atau lima juta dan terdapat disepanjang usu halus.6

Usus halus mempunyai dua fungsi utama:

 Pencernaan, yaitu proses pemecahan makanan menjadi bentuk


yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal

 Absorpsi, bahan-bahan nutrisi dan air.

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muscular berongga dengan


panjang sekitar 5kaki (1,5m) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani.
Diameter usu besar sudah pasti lebi besar dari usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm
(2,5 inci), tetapi makin dekat ke anus diameternya semakin kecil.6

Usus besar terbagi menjadi sekum, kolon, dan rectum. Sekum menempati
sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Pada sekum terdapat katup
ileusekal dan appendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.7

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan


sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan
kiri atas berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatica dan fleksura lienalis.
Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaca dan membentuk lekukan berbentu
S. Bagian utama usus besar yang terakhir disebut rectum dan membentang
dari kolon sigmoid hingga ke anus. Satu inci terakhir dari rectum disebut
sebagai canalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan
internus. Panajang rectum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).7

Dinding Kolon mempunyai 4 lapisan yaitu mucosa, submucosa,


muscularis dan serosa. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna,
tetapi berkumpul dalam tiga pita yang disebut Taenia koli. Taenia bersatu
pada sigmoid distal, sehingga rectum mempunyai satu lapisna otot
longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus,
sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil disebut
haustra. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal dibandingkan dengan
lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kripte
Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih
banyak sel goblet dibandingkan dengan usus halus.7
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan
berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior
memperdarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan dua pertiga
proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior memperdarahi
belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon
sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah tambahan ke rectum
berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari
arteri iliaca interna dan aorta abdominalis.6

Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis
superior.7
Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf otonom, kecuali sfingter
ani eksterna yang berada dalam pengendalian voluntar. Serabut parasimpatis
berjalan melaui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf
pelvikus yang berasal dari daerah sacral menyuplai bagian distal.7
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir usus. Fungsi yang paling penting adalah absorpsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir selesai dalam kolon dextra. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. Sejumlah kecil pencernaan
dalam usus besar terutama disebabkan oleh bakteri dan bukan oleh kerja
enzim.7

D. ETIOLOGI

1. Idiopatik

Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah


umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga
digolongkan sebagai “infantile idiophatic intussusceptions”. Faktor yang
mungkin mempengaruhi:1,2,4

Faktor diet: sekitar usia 6-9 bulan, penyapihan air susu ibu
dilakukan. Penyapihan menyebabkan perubahan flora bakteri
dalam GIT, yang menyebabkan pembengkakan plak Peyeri.
Pembengkakan plak Peyeri ini menonjol ke dalam ileum
terminalis dan dapat memicu intususepsi. Selain itu pada umur 3
– 12 bulan, di mana pada saat itu terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini
dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi.4


Faktor infeksi: faktor infeksi ini biasanya mengikuti infeksi
saluran pernapasan bagian atas oleh virus Adenorotavirus yang
menimbulkan perdangan plak Peyeri.4

2. Kausal

Pada orang dewasa selalu terdapat penyebab terjadinya intususepsi


seperti: Divertikulum Meckel, polip usus, lipoma submukosa, karsinoma
kolon (sekum, kolon transversum).1,2

Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasanya


timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia local.

E. PATOFISILOGI

Sembilan puluh persen kausa intususepsi tidak diketahui dengan pasti,


tetapi diduga oleh karena penebalan dinding usus, khususnya ileum.
Penebalan dinding ini disebabkan oleh hiperplasi jaringan limfoid submukosa
ileum terminal akibat peradangan viral. Sebagai hasil dari ketidakseimbangan,
area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan,
dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum
berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem
limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum
dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa
intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada
akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus. Proses
obstruksi usus sebenarnya sudah mulai sejak invaginasi terjadi, tetapi
penampilan klinik obstruksi memerlukan waktu. Umumnya setelah 10-20 jam
sampai menjelang 24 jam.1,2,4

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan


gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet
sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu
manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red
currant jelly stool.

Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan


lokasi segmen yang bebas bergerak dalan retroperitoneal atau segemen yang
mengalami adhesive.

Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi


terjadinya:4

1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus

2. Colo-kolika: kolon masuk ke dalam kolon

3. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens

4. Ileosekal: ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus


minorisnya adalah katup ileosekal.

Bagian-bagian dari intususepsi:4

1. Intususepien: adalah tabung sisi luar (usus distal yang menerima


usus halus)
2. Intususeptum: adalah usus proksimal (tabung sisi dalam yang
masuk ke dalam segmen distal)

3. Apeks: merupakan bagian yang masuk lebih lanjut ke dalam usus


distal

4. Leher: bagian yang tersempit intususepsi, adalah sambungan


lapisan yang masuk bersama dengan massa.

Seluruh massa yang terbentuk disebut dengan intususepsi


F. GEJALA KLINIS

Penemuan pemeriksaan klinik sangat bergantung pada lamanya


invaginasi terjadi. Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan
keadaan gizi yang baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya
terangkat ke atas, penderita tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit,
serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam beberapa menit. Di luar
serangan, anak/bayi kelihatan seperti normal kembali. Pada waktu itu sudah
terjadi proses intususepsi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang
dengan jarak waktu 15-20 menit dengan lama serangan 2-3 menit. Pada
umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi cairan
dan makanan yang ada di lambung.5

Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi


usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian
feses bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa
darah segar bercampur lendir tanpa feses. Pembuluh darah mesenterium dari
bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi
kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus, ini
memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru dijumpai
sesudah 6 – 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah
12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada
juga yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.

Gejala dan tanda-tanda obstruksi belum tampak karena sumbatan


belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian mudah
teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor
berbentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah
atau kiri bawah. Pada pemeriksaan abdomen mungkin teraba massa. Tumor
lebih mudah teraba pada waktu terdapat peristaltik, sedangkan pada perut
bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut “dance’s sign” ini akibat
caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi. Setelah 18 – 24 jam
serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah
menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin bertambah,
sehingga pasien dijumpai dengan tanda – tanda obstruksi, seperti perut
kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau
dan dehidrasi, massa intra-abdomen sulit teraba lagi. Apabila keadaan ini
berlanjut terus akan dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis,
toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri, pada segmen yang
terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis umum,
shock dan kematian.1,3,4,5

Gambaran klinik invaginasi (anak maupun dewasa):3

1. Muntah (80%)

2. Serangan nyeri perut berupa kolik (100%)

3. Teraba tumor berbentuk sosis (80%)

4. Diare pada awal penyakit (50%); pengeluaran darah


campur lender berupa selai kismis merah (50%)

5. Jarang didapatkan ujung invaginatum sebagai pseudoportio


pada colok dubur.
G. DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis intususepsi didasarkan pada anamnesis,


pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi.1,3,5

1. Anamnesis:

 Bayi tiba-tiba menangis seperti menahan sakit untuk


beberapa menit kemudian diam, main-main atau tidur
kembali. Sering disertai rangsangan muntah. Muntah
berupa minuman atau makanan ayng masuk.

 Umumnya bayi dalam keadaan sehat, gizi baik. Mungkin


beberapa hari sebelumnya terdapat peradangan saluran
napas bagian atas.

Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah suatu trias


gejala yang terdiri dari:

 Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat


hilang timbul. Nyeri menghilang selama 10-20 menit,
kemudian timbul lagi serangan baru.

 Teraba massa tumor di perut bentuk “curved sausage” pada


bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah
atau kiri atas.

 Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut


“red currant jelly stool”.

2. Pemeriksaan fisik

Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus


rektum dan invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan jari di sekitar penonjolan untuk menentukan ada
tidaknya celah terbuka. Selain itu, kadang dapat dilihat gambaran
usus / peristaltis usus pada dinding perut dan didapatkan distensi
bila sudah terjadi ileus. Pada Auskultasi didapatkan bising usus
yang meningkat sehingga dapat terdengar metallic sound.1,3

Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada


pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti portio
uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamakan
pseudoportio. Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar
dari rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus
mukosa rektum. Pada invaginasi, didapatkan invaginatum bebas
dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding anus.1,3

3. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan


jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).5

4. Pemeriksaan radiologi.


Foto polos abdomen: didapatkan distribusi udara didalam
usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah
lanjut terlihat tanda – tanda obstruksi usus dengan
gambaran ―air fluid level‖. Dapat terlihat ― free air ―
bilah terjadi perforasi.7,8


USG: membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan
sensitivitas yang cukup tinggi sekitar 75%, dengan
gambaran target sign/doughtnut sign pada potongan
melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada
potongan longitudinal invaginasi.7,8,9

Foto kontras (Barium enema): dikerjakan untuk tujuan
diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala-
gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping, coiled spring appearanceI.


CT-Scan abdomen: Intususepsi yang digambarkan pada CT
scan merupakan gambaran klasik seperti pada USG yaitu
target sign.7,8,9
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group
mendirikan sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria
minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan
berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk membuktikan apakah kasus
tersebut adalah intususepsi.5

Kriteria Mayor:5

1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat


muntah hijau, diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus
yang abnormal atau tidak ada sama sekali.

2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya


tercakup hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum
atau prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto abdomen,
USG maupun CT Scan.

3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi


perdarahan rectum atau gambaran feses red currant jelly pada
pemeriksaan Rectal Toucher.

Kriteria Minor:5

1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun

2. Nyeri abdomen
3. Muntah

4. Lethargy

5. Pucat

6. Syok hipovolemi

7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat


pembuktian, yaitu :

Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

 Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat


pembedahan

 Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema


menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa
dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.

 Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)

 Dua kriteria mayor

 Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 – Possible

 Empat atau lebih kriteria minor


H. DIAGNOSA BANDING

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika


dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa


nyeri.

3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta


adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut,
tenesmus dan demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi


berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara
mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada intususepsi didapati
adanya celah.

I. PENATALAKSANAAN

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,


penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang lebih lanjut. Terapi perbaikan keadaan umum mutlak perlu
dikerjakan sebelum melakukan tindakan apapun.1,4

1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah


aspirasi

2. Rehidrasi. Hati-hati, tanda-tanda dehidrasi kadang tidak jelas


tampak karena bayi bergizi baik dan sering malah gemuk.

3. Obat-obat penenang untun penahan sakit, seperti fenobarbital dan


valium
4. Setelah keadaan umum baik, dilakukan tindakan pembedahan bila
jelas terdapat tanda-tanda obstruksi usus atau dilakukan tindakan
reposisi dengan barium enema. Tindakan reposisi harus
memperhatikan beberapaa panduan salah satunya adalah
menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun
gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan
penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi
reduksi tersebut.

Tindakan non-operatif

1. Hydrostatic Reduction

Metode reduksi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus waktu


diagnosis rontgen tersebut ditegakkan. Syaratnya ialah keadaan umum
mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak
tidak toksik juga tidak terdapat obstruksi tinggi.1,4

Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya:

 Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan


difiksasi kuat diantara pertengahan bokong.

 Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para


radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop
tertutup.

 Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas:


(1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien;
(2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan
masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.

 Tidak boleh dilakukan penekanan manual di perut sewaktu


dilakukan reposisi hidrostatik.
 Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan
hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi
berlangsung.

 Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir


bebas melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi
berhasil pada rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.

 Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga


dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan kontras
soluble dengan perbandingan 9:1) dengan panduan USG.
Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada
kemampuan expertise USG dari pelakunya.

 Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan


dibandingkan dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu :
penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di
rumah sakit.

Reduksi hidrostatik berhasil bilamana: flatus dan feses keluar


bersamaan dengan barium, anak bebas gejala dan merasa nyaman,
lengkung usus halus terisi dengan kontras.4

2. Pneumatic Reduction

Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan


ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80
mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari
model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman
dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang
akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada
reduksi hidrostatik. Berikut ini adalah langkah-langkah
pemeriksaannya:1,4
 Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum
dan direkatkan dengan kuat.

 Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan


kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-
80 mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi.
Kolum udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan
sebuah foto polos.

 Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan


teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya
dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum
kateter dilepas.

 Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan


decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
ketiadaan udara bebas.

 Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih.


Penggunaan glucagon (0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi
dari usus memiliki hasil yang beragam dan tidak rutin dikerjakan.

Tindakan operatif

Laparatomi dan reduksi intususepsi

Intususepsi direduksi dengan cara seperti memeras susu, memeras


kolon dalam arah yang berlawanan, yang dipermudah dengan
melepaskan adhesi pada leher intususepsi dengan jari kelingking.
Bila lengkung usus mengalami gangrene, reseksi dan anastomosis
ileokolika dilakukan.4

J. PROGNOSIS
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya
pertolongan diberikan, jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam
dari serangan pertama maka akan memberikan prognosis yang lebih baik.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Darmawan kartono. Bedah Anak. dalam: Soelarto Reksoprodjo.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara. hal 124-126.

2. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference. 2012 Jan 13.

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta:


EGC. 1997.

4. Shenoy K.Rajgopal, Nileshwar Anita. Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi


Berwarna, edisi ketiga jilid dua. Tangerang Selatan: Karisma Publishing
Group.2014

5. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference. 2011


Apr 14.

6. Lindseth Glenda N. Gangguan Usus Halus. dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC.2003

7. Lindseth Glenda N. Gangguan Usus Besar. dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC.2003

8. Muzio BM, Amini Behrang. Intussusception. Radiopedia.org

9. Shalkow Jaime. Pediatric Small-Bowel Obstruction Workup. Medscape


Reference.Dec 11,2015.

Anda mungkin juga menyukai