PENDAHULUAN
Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang
tepat berdekatan.1 Invaginasi atau intususepsi adalah suatu keadaan dimana
segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya, yang bisa mengakibatkan
terjadinya suatu obstruksi ataupun strangulasi. Umumnya bagian yang
proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipien), tetapi
walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd. Invaginasi atau
Intususepsi umumnya terjadi pada anak-anak, dan jarang terjadi pada dewasa.
Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak
pada anak lelaki.2
sedangkan untuk usia 0-24 bulan sebanyak 35 per 100.000 kelahiran hidup.3
Insiden bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki berbanding
perempuan 4:1.4 Invaginasi pada anak biasanya idiopatik karena tidak diketahui
dari Amsterdam pada tahun 1674. Pada tahun 1899, Treves mendefinisikannya
1
Seorang ahli bedah asal Inggris, John Hutchinson adalah orang pertama yang
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik,
biasanya keluar lendir campur darah (red currant jelly/selai kismis merah) per
anum, anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada pemeriksaan perut
dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis.2
adalah muntah (89,5%), nyeri perut dan menangis kuat (89,5%), demam
(10,5%).6 Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus,
maupun keduanya dan yang paling sering terjadi adalah intusepsi ileosekal yang
masuk naik ke kolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.
1.2 TUJUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
A. Usus Halus
3
Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum,
jejenum, dan ileum.
a. Duodenum
Bentuk melengkung seperti kuku kuda. Panjang duodenum sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. Dinding duodenum mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk
memproduksi getah intestinum.
b. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak disebelah kiri atas
intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri
dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang atara
lapisan peritoneum.
c. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum kurang jelas, panjangnya 4-5 m.
merupakan usus yang terletak disebelah kanan bawah berhubungan
dengan sekum dengan perantara lubang orifisium ileosekalis yang
diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang
berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam
ileum.
4
Tabel 1. Perbedaan jejunum dengan ileum.
B. Usus Besar
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5
meter, terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya
pada saat kosong sekitar 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi
sekitar 2,5 cm dalam sigmoid. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal mengendalikan
aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.8 Kolon dibagi lagi menjadi
kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid. Tempat kolon
membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura hepatica
dan kiri disebut fleksura lienalis.
5
Gambar 2. Usus Besar
Usus besar terdiri dari tiga bagian utama yaitu sekum, kolon dan rektum
seperti yang berikut:
a. Sekum
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung
buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung
sekum.
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga divisi:
Kolon Ascenden: Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati
di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura
hepatika.
6
Kolon Transversum: Merentang menyilang abdomen di bawah hati
dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar
ke bawah fleksura splenik.
Kolon Desenden: Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang
12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior
di anus.
7
2.2 DEFINISI
Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang
tepat berdekatan.1 Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian
yang menerima intususeptum dinamakan intususipiens. Oleh karena itu,
invaginasi disebut juga intususepsi. 5 Invaginasi adalah suatu proses di mana
segmen intestin masuk ke dalam bagian lumen usus yang dapat menyebabkan
obstruksi pada saluran cerna.7
2.3 EPIDEMIOLOGI
Anak yang paling lazim pada usia 3 bulan 6 tahun. Kelainan ini jarang pada
anak sebelum usia 3 bulan dan frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insidens
bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran hidup. Laki-laki berbanding perempuan
adalah 4:1.4
8
Angka insidensi akurat dari invaginasi tidak tersedia untuk sebagian besar
negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Di Afrika, tidak ada
penelitian yang melaporkan angka kejadian dari invaginasi. Di Asia dalam hal
ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari invaginasi adalah 0,77 per 1000
kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per
tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup.
Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala
Lumpur karena invaginasi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian invaginasi
di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu
masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun.9
2.4 ETIOLOGI
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini
dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-kadang terjadi
setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik
usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman
rotavirus menjadi agen penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus invaginasi
bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian
terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita
invaginasi.10
9
Definisi dari istilah invaginasi idiopatik bervariasi di antara penelitian
terkait invaginasi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik
untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari
usus yang diketahui dapat menyebabkan invaginasi seperti diverticulum
meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat pembedahan.9 Dalam kasus
idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan
limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi adenovirus atau
rotavirus.11
Invaginasi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori
untuk menjelaskan kemungkinan etiologi invaginasi idiopatik adalah
bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran
kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan
operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap
invaginasi atau sebagai penyebab invaginasi, masih tidak jelas.
b. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya
kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau lead point seperti:
inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.10
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-
Schnlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating
granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal.11
10
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak
yang berusia di atas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah
laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini
terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang
kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.10
11
2.5 PATOFISIOLOGI
12
Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu :12
1. Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian usus lain.
2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding
usus menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah
merah serta fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya
vaskularisasi ke usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi
peritonitis.
13
warna hujau dan dehidrasi.11 Pembuluh darah menempel pada kolaps
intussusception karena tekanan intra lumen yang meningkat dan pembuluh
darah tersebut mungkin avulse. Dindingnya menjadi edematous, iskemia dan
turgid. Ekstravasasi darah kedalam lumen dan fissura serosa. Adanya fibrin
menandakan lapisan-lapisan intestinal menyatu dan kemungkinan terjadi
peritonitis terlokalisasi sebagaimana terjadinya nekrosis pada dinding.
Kadangkala devitalisasi usus terjadi karena adanya kontaminasi dari ruang
abdomen. Intussusception mungkin terjadi sebagai kejadian agonal (seperti
temuan-temuan incidential dan bukan penyebab kematian). Intussusception
agonal dapat dikembalikan dengan mudah dan berhubungan dengan inflamasi
minimal, dinding usus tidak edematous dan tidak terbentuk lapisan-lapisan
fibrin dari usus yang menyatu.4,11,12,13
Kontraksi yang kuat pada bagian bawah menyebabkan invaginasi dari bagian
tersebut ke bagian yang berdekatan yang kontraksinya lemah. Regio dari
traktus gastrointestinal yang menderita akan mengalami perubahan diameter
anatomi (contoh :ileocolic atau gastroesophageal junction) yang akan
mengalami resiko tinggi. Intussusseptio baik pada obstruksi partial atau
komplit dari traktus gastrointestinal dapat mengakibatkan hypovolemia dan
dehidrasi hal ini disebabkan karena gejala obstruksi yang timbul pada pasien
invaginasi. Vascular merupakan yang terutama, khususnya pada
intussusceptum. Hubungannya dapat berubah dari obstruksi limfatik dan vena
menjadi obstruksi arteri yang mengakibatkan nekrosa yang banyak. Terjadinya
kerusakan pada pelindung mukosa mengakibatkan absorpsi bakteri atau
endotoxin dan akhirnya terjadilah shock. 4,11,12,13
14
penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
semakin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat
sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat
(hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti-
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-
muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik mudah hilang oleh karena
dinding usus kehilangan kontraksinya.
15
2.6 KLASIFIKASI
2.7 DIAGNOSIS
16
serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red current jelly stool)
per anal, yang berasal dari intususepsi yang tertekan, terbendung atau mungkin
sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan
pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan
batas yang jelas seperti sosis.2 Massa teraba di kuadran kanan atas dengan tidak
ditemukannya sensasi kekosongan di kuadran kanan bawah karena masuknya
sekum pada kolon ascenden (dances sign).16
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya
tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada
gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur
di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-
anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien
datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga
anak menjadi rewel sepanjang hari atau malam, ada muntah, buang air besar
campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.
a) Kriteria Mayor
1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna
a. Riwayat muntah kehijauan
b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus
abnormal
c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi
usus halus
17
2. Inspeksi
a. Massa di abdomen;
b. Massa di rectal;
c. Prolapsus intestinal;
d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa
dari jaringan lunak .
3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena
a. Keluarnya darah per rectal;
b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly ;
c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum.
b) Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun;
2. Nyeri abdomen;
3. Muntah;
4. Letargi;
5. Pucat;
6. Syok hipovolemi;
7. Foto abdomen yang menunjukkan pola gas usus yang abnormal.
b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema
18
2. Mungkin invaginasi (probable)
3. Possible invaginasi
A. Anamnesis
a. Sebelum sakit bayi atau anak ada riwayat pijat dan diberi makanan padat
padahal umur bayi dibawah 4 bulan.
b. Bayi yang awalnya sehat mendapatkan serangan nyeri perut yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung dalam beberapa menit.
c. Serangan nyeri perut yang diikuti dengan muntah berisi cairan dan
makanan.
d. Lelah dan Lesu.
e. Feses bercampur darah segar dan lendir.
19
Tabel Feses yang bercampur darah dan Pembengkakan abdomen, teraba
3. mukus (kadang-kadang berbentuk massa shiffting mass atau sausage
sebagai feses currant jelly) shape (24-42%)
Perut kembung, Distended Nausea, vomit (80%)
abdomen Penurunan Berat badan (10%)
Muntah Akut (24 jam), intermiten / kronik (5
Diare tahun)
Demam
Dehidrasi
Letargi
Perbedaan manifestasi klinis invaginasi pada anak dan dewasa.
B. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami invaginasi adalah seperti
yang tertera berikut:11
a. Inspeksi
Pasien terlihat lemah dan lesu.
b. Auskultasi
Bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik dan menjadi normal
kembali di luar serangan.
c. Palpasi
Perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah
teraba suatu massa tumor berbentuk curved sausage
Perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign.
d. Perkusi
Pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.
e. Pemeriksaan Rectal Toucher
Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa
massa seperti portio (pseudoportio).
20
Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas
elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).17
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan sangat
membantu dalam menegakkan diagnose invaginasi. Foto abdomen 3 posisi
biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan bagian
proksimal usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan
bawah. Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-tanda
ileus obstruktif dan bayangan massa.12
21
Gambar 6. Tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang
masuk ke lumen usus proksimal.
22
.
Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa multiple
air fluid level, dilatasi loop usus atau minimal feses pada kolon. Tanda
obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus).
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus
barium keluar bersama feses dan udara. Pada orang dewasa diagnosis
23
preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada
umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat
memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja
tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang
yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed
tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat
melakukan pembedahan. 19
24
fleksura lienalis.
B. Intususepsi di daerah colon asenden.
CUPPING SIGN
Gambar 10. Cupping sign atau Meniscus sign pada foto dengan barium
enema.
COILED SPRING
25
Ultrasonografi (USG)
Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi dan
untuk menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan
karena feces yang prominen, Chrons disease pada ileum terminal,
volvulus, dan lain-lain.
26
Gambar 12. Longitudinal sonography menunjukkan gambaran
sandwich sign.
Gambar 14. Tampak gambaran doughnut sign, serta tampak target sign
atau pseudokidney.
27
Gambar 15. Targets appearance atau gambaran donat pada irisan
melintang invaginasi pemeriksaan USG.
28
CT Scan
Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada orang
dewasa. Gambaran terbaik adalah apa yang disebut sebagai gambaran
usus-dalam-usus, di mana lapisan usus yang banyak membentuk cincin
konsentris (CT setara dengan target sign pada ultrasonografi) ketika
dicitrakan dari sudut kanan ke lumen, dan gambaran jaringan lunak
seperti sosis ketika dicitrakan longitudinal.
2.8 TATALAKSANA
29
catheter untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit darah dapat dilakukan.Pneumatic atau kontras enema masih
menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada
intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir
komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya
peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat
perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi
reduksi tersebut.
A. Tindakan Non Operatif
Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak
dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi
hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi
telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an,
kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline
(isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya
pada perforasi intestinal.
30
perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai
90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari
pelakunya.
31
1. Morbiditasnya kecil;
2. Komplikasi akibat pembiusan dan pembedahan dapat dihindarkan;
3. Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan;
4. Perawatan menjadi lebih singkat;
5. Biaya lebih murah.
Sedangkan kerugiannya:
1. Angka kekambuhan lebih tinggi;
2. Adanya penyebab invaginasi yang kecil dapat tak terlihat;
3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian ileo-colica dapat tereponir
sedangkan bagian ileo ileal tak tereponir oleh karena adanya ileo-
caecal valve;
4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan reposisi
/ pada reposisi yang tak sempurna.
Pneumatic Reduction
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun
1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun
1980. Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan
ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80
mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model
reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan
menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang
akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi
hidrostatik.
32
Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan
kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80
mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum
udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto
polos. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara
akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya
dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter
dilepas.Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan
decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
ketiadaan udara bebas.
B. Tindakan Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila usia penderita lebih dari 1 tahun, reposisi
dengan Ba-enema maupun dengan pneumatic gagal, terjadi invaginasi yang
berulang, terdapat penyebab invaginasu yang spesifik, terdapat nekrosis usus,
perforasi ataupun peritonitis.
33
bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai
penyebab invaginasi. Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm dari tepi tepi
segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30
cm dari lesi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal
ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan enterostomi.21
2.9 KOMPLIKASI
Beberapa hal yang dapat terjadi apabila invaginasi atau intususepsi ini
dibiarkan tanpa penanganan sesegera mungkin dapat mengalami berbagai
macam komplikasi. Hal ini biasanya disebabkan oleh karena penanganan yang
kurang cepat dan tidak tepat. Golden time penanganan invaginasi adalah <24
jam. Lebih dari 24 jam maka akan mengalami komplikasi sebagai berikut:
Enterocolitis;
34
Perforasi
Anemia;
Sepsis;
Penurunan kesadaran;
Kematian.
2.10 PROGNOSIS
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka
rekurensi pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10%
dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah dilakukan
jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut, terutama
35
BAB III
KESIMPULAN
Invaginasi ialah suatu keadaan dimana segmen proksimal dari usus masuk ke dalam
Invaginasi atau intususepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak obstruksi usus
pada bayi dan anak kecil. Penyebab invaginasi sebagian besar tidak diketahui.
Invaginasi paling sering mengenai daerah ileosaekal dan jarang terjadi pada orang
usus sehingga jika tidak ditangani dengan segera dan tepat akan menimbulkan
Penatalaksanaan dapat berupa perbaikan kondisi umum berupa resusitasi cairan dan
Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi Ke-29. Jakarta: EGC.
2. Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Ke-2. Jakarta:
EGC.
3. Miguel, O.R., Yalda, L., Alfredo, P., Teresa, V.M. 2003. Two year review of
4. Willye, R. Intususepsi. In: Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M. 2000. Nelson
5. Ignacio, R.C., Fallat, M.E. Intussusception. In: Holcomb, G.W., Murphy, J.P. 2010.
6. Ko, S.F., Lee, T.Y., Ng, S.H., Wan, Y.L., Chen, M.C., Tiao, M.M., et al. Small
7. Snell, R.S. 2012. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-6.
Jakarta: EGC.
37
10. Santoso, M.I.J, Yosodiharjo, A., dan Erfan, F. 2011. Hubungan antara lama
timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada
11. Irish, M.S. 2011. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial
overview#showall.
12. Iskandar, Z. 2012. Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.
Jakarta: EGC.
13. Kartono, D. 2005. Invaginasi dalam Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang:
Binarupa Aksara.
14. Marinis, A., Yiallourou, A., Samanides, L., Dafnios, N., AnastasopoulosM G.,
Vassiliou, S., et al. 2009. Intussusception of the bowel in adults: a review. World
Journal Gastroenterology.
16. Brunicardi, F.C., Andersen, D. K., Billiar, T.R., Dun, D.L., Hunter, J.G., Pollock,
R.E. 2007. Schwartzs principle of surgery 8th ed. United Stated of America: The
MacGraw-Hill Companies.
17. Ignacio, R.C., Fallat, M.E. 2010. Intussusception. In: Holcomb, G.W., Murphy,
18. Rasad, S. 2008. Radiologi Diagnostik Edisi Ke-2. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
38
20. Gabriel, C., John, R. 2009. Abdominal Radiology Intussusception . Cambrige University
Press.
21. Chung, D.H. 2010. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques.
39