Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang
tepat berdekatan.1 Invaginasi atau intususepsi adalah suatu keadaan dimana
segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya, yang bisa mengakibatkan
terjadinya suatu obstruksi ataupun strangulasi. Umumnya bagian yang
proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususipien), tetapi
walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd. Invaginasi atau
Intususepsi umumnya terjadi pada anak-anak, dan jarang terjadi pada dewasa.
Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak
pada anak lelaki.2

Berdasarkan penelitian Miguel et al (2003), dari kasus intususepsi di RS

Santiago tahun 2000-2001 ditemukan bahwa insiden invaginasi pada pasien

berusia kurang dari 12 bulan sebanyak 55 per 100.000 kelahiran hidup,

sedangkan untuk usia 0-24 bulan sebanyak 35 per 100.000 kelahiran hidup.3

Insiden bervariasi dari 1-4 per 1.000 kelahiran hidup. Laki-laki berbanding

perempuan 4:1.4 Invaginasi pada anak biasanya idiopatik karena tidak diketahui

penyebabnya.2 Istilah invaginasi diperkenalkan pertama kali oleh Paul Barbette

dari Amsterdam pada tahun 1674. Pada tahun 1899, Treves mendefinisikannya

sebagai prolapsus usus ke dalam lumen yang berdampingan dengannya.

1
Seorang ahli bedah asal Inggris, John Hutchinson adalah orang pertama yang

berhasil melakukan operasi pada kasus invaginasi pada tahun 1873.5

Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik,

biasanya keluar lendir campur darah (red currant jelly/selai kismis merah) per

anum, anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada pemeriksaan perut

dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis.2

Penelitian Ko et al (2002) melaporkan gejala klinis tersering pada invaginasi

adalah muntah (89,5%), nyeri perut dan menangis kuat (89,5%), demam

(52,6%), bloody stool (26,3%), massa abdomen (15,8%), dan hematemesis

(10,5%).6 Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus,

maupun keduanya dan yang paling sering terjadi adalah intusepsi ileosekal yang

masuk naik ke kolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.

Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang

masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis.2

1.2 TUJUAN

Adapun tujuan penulisan referat ini adalah:

a) Memahami definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, penegakan

diagnosa, gambaran radiologis dan penatalaksanaan invaginasi.

b) Memenuhi salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi RSUD

Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

A. Usus Halus

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang


dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus
sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris
tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya
berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.7

Gambar 1. Usus Halus

3
Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum,
jejenum, dan ileum.

a. Duodenum
Bentuk melengkung seperti kuku kuda. Panjang duodenum sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. Dinding duodenum mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar brunner untuk
memproduksi getah intestinum.
b. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak disebelah kiri atas
intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri
dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang atara
lapisan peritoneum.
c. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum kurang jelas, panjangnya 4-5 m.
merupakan usus yang terletak disebelah kanan bawah berhubungan
dengan sekum dengan perantara lubang orifisium ileosekalis yang
diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula bauchini) yang
berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk lagi ke dalam
ileum.

4
Tabel 1. Perbedaan jejunum dengan ileum.

B. Usus Besar

Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5
meter, terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya
pada saat kosong sekitar 6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi
sekitar 2,5 cm dalam sigmoid. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal mengendalikan
aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.8 Kolon dibagi lagi menjadi
kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid. Tempat kolon
membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura hepatica
dan kiri disebut fleksura lienalis.

5
Gambar 2. Usus Besar

Usus besar terdiri dari tiga bagian utama yaitu sekum, kolon dan rektum
seperti yang berikut:

a. Sekum
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung
buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung
sekum.
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga divisi:
Kolon Ascenden: Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati
di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura
hepatika.

6
Kolon Transversum: Merentang menyilang abdomen di bawah hati
dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar
ke bawah fleksura splenik.
Kolon Desenden: Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang
12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior
di anus.

Tabel 2. Perbedaan usus halus dengan usus besar.

Beda Usus Halus Usus Besar

Gerakan Bebas, kecuali duodenum Kolon asenden dan


desenden terfiksir

Ukuran Lumen Kecil Besar

Mesenterium Berjalan ke bawah menyilang Tidak ada


linea mediana, menuju fossa
iliaka kanan, kec. Duodenum

Otot Longitudinal Membentuk lapisan kontinyu Tergabung dalam 3


sekitar usus pita = taenia coli

Dinding Halus Sakuler

Plica sirkularis Ada Tidak ada


pada mukosa

Fili pada mukosa Ada Tidak ada

Jaringan limfoid Ada Tidak ada

7
2.2 DEFINISI

Invaginasi artinya prolapsus suatu bagian usus ke dalam lumen bagian yang
tepat berdekatan.1 Bagian usus yang masuk disebut intususeptum dan bagian
yang menerima intususeptum dinamakan intususipiens. Oleh karena itu,
invaginasi disebut juga intususepsi. 5 Invaginasi adalah suatu proses di mana
segmen intestin masuk ke dalam bagian lumen usus yang dapat menyebabkan
obstruksi pada saluran cerna.7

Gambar 3. Skematis Invaginasi

2.3 EPIDEMIOLOGI

Anak yang paling lazim pada usia 3 bulan 6 tahun. Kelainan ini jarang pada
anak sebelum usia 3 bulan dan frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insidens
bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran hidup. Laki-laki berbanding perempuan
adalah 4:1.4

8
Angka insidensi akurat dari invaginasi tidak tersedia untuk sebagian besar
negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Di Afrika, tidak ada
penelitian yang melaporkan angka kejadian dari invaginasi. Di Asia dalam hal
ini Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari invaginasi adalah 0,77 per 1000
kelahiran hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per
tahun. Tidak ada data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup.
Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala
Lumpur karena invaginasi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian invaginasi
di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu
masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun.9

2.4 ETIOLOGI

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini
dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-kadang terjadi
setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik
usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman
rotavirus menjadi agen penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus invaginasi
bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian
terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita
invaginasi.10

Etiologi dari invaginasi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal.


a. Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95 % invaginasi pada anak di bawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infantile idiophatic intussusceptions.10 Kepustakaan lain menyebutkan di
Asia, etiologi idiopatik dari invaginasi berkisar antara 42-100%.9

9
Definisi dari istilah invaginasi idiopatik bervariasi di antara penelitian
terkait invaginasi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik
untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari
usus yang diketahui dapat menyebabkan invaginasi seperti diverticulum
meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat pembedahan.9 Dalam kasus
idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi jaringan
limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi adenovirus atau
rotavirus.11

Invaginasi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori
untuk menjelaskan kemungkinan etiologi invaginasi idiopatik adalah
bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran
kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan
operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap
invaginasi atau sebagai penyebab invaginasi, masih tidak jelas.

b. Kausal

Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya
kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau lead point seperti:
inverted Meckels diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.10
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-
Schnlein purpura, trichobezoars dengan Rapunzel syndrome, caseating
granulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal.11

10
Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak
yang berusia di atas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah
laparotomi, yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini
terjadi akibat gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang
kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.10

Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti.


Hanya sekitar (5 10%) dapat ditemukan penyebab antara lain: divertikulum
Meckel, polip usus, dipublikasi usus, hematoma dinding usus, lymphoma
ileum, lymphosarcoma, Henoch-Schonlein purpura, mucocele, pankreas
aberant, konstipasi, benda asing. Invaginasi terjadi karena adanya kenaikan
peristaltik usus yang berhubungan dengan adanya perubahan pola makan
dari makanan lunak ke yang lebih padat, pada keadaan infeksi (enteristis
akut), dan alergi. Invaginasi yang didasari adanya kelainan patologis lain
pada usus, lebih sering pada anak umur 2 tahun. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa adanya infeksi adenovirus pada epitel usus mempunyai
hubungan erat terhadap terjadinya invaginasi ileo-caecal, sedangkan
invaginasi pasca bedah sering disebabkan oleh edema dinding usus,
perlekatan-perlekatan dan peristaltik usus yang belum teratur. Hypertrofi
Payers Patches dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya invaginasi.12

Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meninggi.


Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan
perubahan pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan
meningkat dan dapat menyebabkan terjadinya invaginasi. Gerakan
peristaltik yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel Meckel,
limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric hematom
merupakan pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa.

11
2.5 PATOFISIOLOGI

Patogenesis dari invaginasi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan


pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal.
Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak
sebagai lead point atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis
(contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan
berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal
yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa
penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada
usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub
ileocaecal dan mempredisposisi invaginasi ileocaecal. Penelitian lain telah
mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu
dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal
dengan invaginasi.10

Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi


ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari
intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari
intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial,
akibat penyakit berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke
dalam caecum dan kolon, akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi
oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan
dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus. 10

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan


gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet
sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah
satu manifestasi klinis invaginasi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga
red currant jelly stool.10

12
Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu :12
1. Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian usus lain.
2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding
usus menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah
merah serta fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya
vaskularisasi ke usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi
peritonitis.

Gambar 4. Ilustrasi patofisiologi invaginasi

Pada awalnya Invaginasi menyebabkan obstruksi intestinal parsial yang


mungkin berkembang menjadi obstruksi komplit, diikuti proses oedem yang
semakin bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi,
seperti perut kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah

13
warna hujau dan dehidrasi.11 Pembuluh darah menempel pada kolaps
intussusception karena tekanan intra lumen yang meningkat dan pembuluh
darah tersebut mungkin avulse. Dindingnya menjadi edematous, iskemia dan
turgid. Ekstravasasi darah kedalam lumen dan fissura serosa. Adanya fibrin
menandakan lapisan-lapisan intestinal menyatu dan kemungkinan terjadi
peritonitis terlokalisasi sebagaimana terjadinya nekrosis pada dinding.
Kadangkala devitalisasi usus terjadi karena adanya kontaminasi dari ruang
abdomen. Intussusception mungkin terjadi sebagai kejadian agonal (seperti
temuan-temuan incidential dan bukan penyebab kematian). Intussusception
agonal dapat dikembalikan dengan mudah dan berhubungan dengan inflamasi
minimal, dinding usus tidak edematous dan tidak terbentuk lapisan-lapisan
fibrin dari usus yang menyatu.4,11,12,13

Kontraksi yang kuat pada bagian bawah menyebabkan invaginasi dari bagian
tersebut ke bagian yang berdekatan yang kontraksinya lemah. Regio dari
traktus gastrointestinal yang menderita akan mengalami perubahan diameter
anatomi (contoh :ileocolic atau gastroesophageal junction) yang akan
mengalami resiko tinggi. Intussusseptio baik pada obstruksi partial atau
komplit dari traktus gastrointestinal dapat mengakibatkan hypovolemia dan
dehidrasi hal ini disebabkan karena gejala obstruksi yang timbul pada pasien
invaginasi. Vascular merupakan yang terutama, khususnya pada
intussusceptum. Hubungannya dapat berubah dari obstruksi limfatik dan vena
menjadi obstruksi arteri yang mengakibatkan nekrosa yang banyak. Terjadinya
kerusakan pada pelindung mukosa mengakibatkan absorpsi bakteri atau
endotoxin dan akhirnya terjadilah shock. 4,11,12,13

Invaginasi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena


adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi
lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat

14
penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
semakin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat
sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat
(hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti-
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-
muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik mudah hilang oleh karena
dinding usus kehilangan kontraksinya.

Gambar 5. Pathway Invaginasi

15
2.6 KLASIFIKASI

Lokasi pada saluran cerna yang sering menyebabkan terjadinya invaginasi


merupakan lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau
segemen yang mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4
kategori berdasarkan lokasi terjadinya:14
a. Entero-Enterika atau ileo-ileal (6,7%): Usus halus masuk ke dalam usus
halus
b. Colo-Kolika (4,7%): Kolon masuk ke dalam kolon
c. Ileo-Colica (31,5%): Ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
d. Ileo-Sekal (39,5%): Ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileosekal.

Invaginasi umumnya berupa intususepsi Ileo-Colica yang masuk naik ke kolon


asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.2

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,


serta pemeriksaan penunjang. Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai
trias gejala, yaitu:15
1. Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap
10 sampai 20 menit.
2. Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang
sepanjang colon transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan
tenang.
3. Buang air besar bercampur darah dan lendir.

Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang


sehat mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat
ditenangkan sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang karena
sudah capai sekali. Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu

16
serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red current jelly stool)
per anal, yang berasal dari intususepsi yang tertekan, terbendung atau mungkin
sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan
pada pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan
batas yang jelas seperti sosis.2 Massa teraba di kuadran kanan atas dengan tidak
ditemukannya sensasi kekosongan di kuadran kanan bawah karena masuknya
sekum pada kolon ascenden (dances sign).16

Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya
tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada
gejala trias intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur
di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-
anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien
datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik sehingga
anak menjadi rewel sepanjang hari atau malam, ada muntah, buang air besar
campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group menegakkan


sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor.
Strasifikasi ini membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari
pembuktian untuk membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.

a) Kriteria Mayor
1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna
a. Riwayat muntah kehijauan
b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus
abnormal
c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi
usus halus

17
2. Inspeksi
a. Massa di abdomen;
b. Massa di rectal;
c. Prolapsus intestinal;
d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa
dari jaringan lunak .
3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena
a. Keluarnya darah per rectal;
b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly ;
c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum.

b) Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun;
2. Nyeri abdomen;
3. Muntah;
4. Letargi;
5. Pucat;
6. Syok hipovolemi;
7. Foto abdomen yang menunjukkan pola gas usus yang abnormal.

Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu:


1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)

a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan.

b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema

pada usus halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal yang

dideteksi dengan USG.

c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi.

18
2. Mungkin invaginasi (probable)

Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.

3. Possible invaginasi

Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor.

A. Anamnesis

Pada penderita yang mengalami invaginasi keluhan-keluhan yang dapat


didapatkan pada saat anamnesis adalah:15

a. Sebelum sakit bayi atau anak ada riwayat pijat dan diberi makanan padat
padahal umur bayi dibawah 4 bulan.
b. Bayi yang awalnya sehat mendapatkan serangan nyeri perut yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung dalam beberapa menit.
c. Serangan nyeri perut yang diikuti dengan muntah berisi cairan dan
makanan.
d. Lelah dan Lesu.
e. Feses bercampur darah segar dan lendir.

Tanda dan gejala invaginasi


Anak Dewasa
Nyeri abdomen berat yang hilang Tidak spesifik tetapi biasanya
timbul (intermiten), biasanya terdapat gejala :
berlangsung tiap 15-20 menit. Pada Nyeri abdomen intermiten / kronik
saat serangan, anak mengangkat (70-90%)
kedua tungkainya sampai ke Perubahan pola defekasi
abdomen, disertai hiperextensi Urgency
Perdarahan rektum (30%)
tegang pada abdomen (10-40%)

19
Tabel Feses yang bercampur darah dan Pembengkakan abdomen, teraba
3. mukus (kadang-kadang berbentuk massa shiffting mass atau sausage
sebagai feses currant jelly) shape (24-42%)
Perut kembung, Distended Nausea, vomit (80%)
abdomen Penurunan Berat badan (10%)
Muntah Akut (24 jam), intermiten / kronik (5
Diare tahun)
Demam
Dehidrasi
Letargi
Perbedaan manifestasi klinis invaginasi pada anak dan dewasa.

B. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami invaginasi adalah seperti
yang tertera berikut:11

a. Inspeksi
Pasien terlihat lemah dan lesu.
b. Auskultasi
Bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik dan menjadi normal
kembali di luar serangan.
c. Palpasi
Perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri bawah
teraba suatu massa tumor berbentuk curved sausage
Perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign.
d. Perkusi
Pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.
e. Pemeriksaan Rectal Toucher
Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa
massa seperti portio (pseudoportio).

20
Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.
C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis
intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas
elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).17

2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan sangat
membantu dalam menegakkan diagnose invaginasi. Foto abdomen 3 posisi
biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan bagian
proksimal usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan
bawah. Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-tanda
ileus obstruktif dan bayangan massa.12

Foto Polos Abdomen


Gambaran foto polos sebagai berikut: 18
1. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus halus bagian distal, kadang-
kadang tampak sebagai bayangan meyerupai sosis dibagian tengah
abdomen. Multipel air fluid level dan tidak ada bayangan udara
pada bagian distal usus.
2. Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan bayangan
dari usus yang masuk ke lumen usus yang lain.

21
Gambar 6. Tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang
masuk ke lumen usus proksimal.

Gambar 7. Invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi.

22
.

Gambar 8. Jaringan lunak yang


berbentuk sosis di tengah-
tengah foto. X-ray
menunjukkan opasitas jaringan
lunak yang besar di kuadran
kanan atas yang tampaknya
menonjol ke dalam suatu
intralumen (mungkin kolon
transversum).

Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa multiple
air fluid level, dilatasi loop usus atau minimal feses pada kolon. Tanda
obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus).

Barium enema (Colon in loop)


Colon In loop berfungsi sebagai : 12
- Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi.
- Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda
obstruksi dan kejadian <24 jam.

Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus
barium keluar bersama feses dan udara. Pada orang dewasa diagnosis

23
preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada
umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat
memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja
tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang
yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed
tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat
melakukan pembedahan. 19

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan


pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai
kolon, barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis.
Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari
intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium ditempat ini.
Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi
mungkin akan tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi,
mungkin akan diperoleh suatu coil spring appearance yang merupakan
diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-tanda ini
ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi,
diagnosis telah dapat ditegakkan. 20

Gambar 9. A. Colon in loop pada intususepsi, bagian usus masuk hingga

24
fleksura lienalis.
B. Intususepsi di daerah colon asenden.

CUPPING SIGN

Gambar 10. Cupping sign atau Meniscus sign pada foto dengan barium
enema.

COILED SPRING

Gambar 11. Single kontras enema menunjukkan gambaran coiled spring.

25
Ultrasonografi (USG)
Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi dan
untuk menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan
karena feces yang prominen, Chrons disease pada ileum terminal,
volvulus, dan lain-lain.

USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran


target sign atau doughnut sign pada potongan melintang invaginasi yang
menunjukkan lapisan konsentris dari usus. Halo-hipoechoic dihasilkan
oleh mesenterium dan dinding yang oedem dari intussuscipien.
Hiperechoic di sentral dihasilkan oleh permukaan mukosa, submukosa,
dan serosa dari intususceptum. Sedangkan gambaran berupa pseudo
kidney sign atau sandwich sign pada potongan longitudinal invaginasi
menunjukkan gambaran hiperechoic pada pusat yang diasumsikan
sebagai bentuk tubular yang bersambung dengan lumen usus dan ditutupi
pada masing-masing sisi oleh intussusescpien yang hipoechoic. Cairan
intraperitoneal jarang ditemukan. Color Doppler sonografi dapat
mendeteksi lebih awal iskemia. Keterbatasan paling besar dari USG
adalah adanya udara dalam usus yang mencegah transmisi dari sinar.
Positif palsu dihasilkan karena feces yang prominen, Chrons disease
pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.

26
Gambar 12. Longitudinal sonography menunjukkan gambaran
sandwich sign.

Gambar 13. Transverse sonography menunjukkan gambaran doughnut


sign.

Gambar 14. Tampak gambaran doughnut sign, serta tampak target sign
atau pseudokidney.

27
Gambar 15. Targets appearance atau gambaran donat pada irisan
melintang invaginasi pemeriksaan USG.

Gambar 16. A. Irisan melintang,


B. Irisan memanjang dari invaginasi pada USG.

28
CT Scan
Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada orang
dewasa. Gambaran terbaik adalah apa yang disebut sebagai gambaran
usus-dalam-usus, di mana lapisan usus yang banyak membentuk cincin
konsentris (CT setara dengan target sign pada ultrasonografi) ketika
dicitrakan dari sudut kanan ke lumen, dan gambaran jaringan lunak
seperti sosis ketika dicitrakan longitudinal.

Gambar 17. CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (target sign).

2.8 TATALAKSANA

Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,


penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah
komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus
dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen
sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan yang
adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang

29
catheter untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit darah dapat dilakukan.Pneumatic atau kontras enema masih
menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada
intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir
komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya
peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat
perjalanan penyakitnya, semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi
reduksi tersebut.
A. Tindakan Non Operatif
Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan sejak
dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi
hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi
telah menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an,
kebanyakan pusat pediatrik menggunakan kontras cairan saline
(isootonik) karena barium memiliki potensi peritonitis yang berbahaya
pada perforasi intestinal.

Pelaksanaannya memperhatikan Rule of three yang terdiri atas:


(1) reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien;
(2) tidak boleh lebih dari 3 kali percobaan;
(3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.
Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik
konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.

Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas


melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada
rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi. Selain penggunaan
fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi
menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan

30
perbandingan 9:1) dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai
90%, namun sangat tergantung pada kemampuan expertise USG dari
pelakunya.

Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan:12


1. Pengisian Barium yang penuh pada caecum sampai ileum terminal;
2. Hilangnya masa di perut yang sebelumnya teraba;
3. Nyeri perut menghilang;
4. Keluarnya Barium disertai feces dan flatus pada proses evakuasi dari
Barium;
5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita.

Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal bila:


1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak berhasil;
2. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi.

Sedangkan kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan Barium enema


adalah: 12
1. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai dengan defance
musculair, nyeri, nadi cepat, panas dan lekositosis akibat nekrose
usus, perforasi atau toksik;
2. Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus obstruktif;
3. Distensi abdomen;
4. Rontgenologis terdapat udara bebas atau cairan bebas dalam rongga
abdomen;
5. Umur penderita lebih dari 14 tahun;
6. Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari 24 jam;
7. Keadaan umum penderita sangat jelek.

Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut adalah:

31
1. Morbiditasnya kecil;
2. Komplikasi akibat pembiusan dan pembedahan dapat dihindarkan;
3. Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan;
4. Perawatan menjadi lebih singkat;
5. Biaya lebih murah.

Sedangkan kerugiannya:
1. Angka kekambuhan lebih tinggi;
2. Adanya penyebab invaginasi yang kecil dapat tak terlihat;
3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian ileo-colica dapat tereponir
sedangkan bagian ileo ileal tak tereponir oleh karena adanya ileo-
caecal valve;
4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan reposisi
/ pada reposisi yang tak sempurna.

Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa keuntungan


dibandingkan dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu :
penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah
sakit.

Pneumatic Reduction
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun
1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun
1980. Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan
ke dalam rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80
mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model
reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan
menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang
akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi
hidrostatik.

32
Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan
kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80
mmHg (maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum
udara akan berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto
polos. Jika tidak terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara
akan teramati melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya
dibuat pada sesi ini, dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter
dilepas.Untuk melengkapi prosedur ini, foto post reduksi (supine dan
decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
ketiadaan udara bebas.

B. Tindakan Operatif

Tindakan operatif dilakukan apabila usia penderita lebih dari 1 tahun, reposisi
dengan Ba-enema maupun dengan pneumatic gagal, terjadi invaginasi yang
berulang, terdapat penyebab invaginasu yang spesifik, terdapat nekrosis usus,
perforasi ataupun peritonitis.

Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual yaitu reduksi intraabdominal


invaginasi bila mungkin direduksi intraabdominal dengan melakukan milking
mulai dari usus distal sampai ke usus bagian
proksimal. Milking merupakan suatu tindakan pembedahan dengan cara
melakukan massage manual dengan mendorong inavaginatum secara perlahan
dan terus menerus tanpa tarikan dari distal usus yang mengalami invaginasi ke
arah proksimal sampai terjadinya reduksi ke posisi normalnya. Milking
dilakukan secara perlahan terutama pada bagian proksimal usus yang
invaginasi.21

Tindakan operasi merupakan penatalaksanaan standar pada invaginasi yang


terjadi pada dewasa tanpa didahului oleh tindakan reduksi. Reseksi usus
dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual,

33
bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai
penyebab invaginasi. Batas reseksi pada umumnya adalah 10 cm dari tepi tepi
segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30
cm dari lesi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to end apabila hal
ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan enterostomi.21

Gambar 18. Pathway penatalaksanaan invaginasi.

2.9 KOMPLIKASI

Beberapa hal yang dapat terjadi apabila invaginasi atau intususepsi ini
dibiarkan tanpa penanganan sesegera mungkin dapat mengalami berbagai
macam komplikasi. Hal ini biasanya disebabkan oleh karena penanganan yang
kurang cepat dan tidak tepat. Golden time penanganan invaginasi adalah <24
jam. Lebih dari 24 jam maka akan mengalami komplikasi sebagai berikut:

Enterocolitis;

34
Perforasi
Anemia;
Sepsis;
Penurunan kesadaran;
Kematian.

2.10 PROGNOSIS

Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka

rekurensi pasca reduksi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar 10%

dan dengan reduksi bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi setelah dilakukan

reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan dalam 24

jam pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut, terutama

setelah hari kedua.

35
BAB III
KESIMPULAN

Invaginasi ialah suatu keadaan dimana segmen proksimal dari usus masuk ke dalam

segmen usus berikutnya dengan membawa serta mesenterium yang berhubungan.

Invaginasi atau intususepsi merupakan salah satu penyebab terbanyak obstruksi usus

pada bayi dan anak kecil. Penyebab invaginasi sebagian besar tidak diketahui.

Invaginasi paling sering mengenai daerah ileosaekal dan jarang terjadi pada orang

dewasa dibandingkan anak-anak. Lokasi terjadinya invaginasi dapat pada entero-

enterika, kolo-kolika, ileokolika, ileosekal. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi

usus sehingga jika tidak ditangani dengan segera dan tepat akan menimbulkan

komplikasi lebih lanjut berupa perforasi sehingga terjadi peritonitis.

Penatalaksanaan dapat berupa perbaikan kondisi umum berupa resusitasi cairan dan

elektrolit serta dekompresi, kemudian dilakukan reposisi. Reposisi hidrostatik yang

dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis ditegakkan ataupun reposisi

pneumostatik. Jika reposisi konservatif gagal, reposisi operatif dapat dilakukan.

Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal. Angka

mortalitas semakin meningkat jika penanganannya semakin lambat.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, W.A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi Ke-29. Jakarta: EGC.

2. Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Ke-2. Jakarta:

EGC.

3. Miguel, O.R., Yalda, L., Alfredo, P., Teresa, V.M. 2003. Two year review of

intestinal intussusception in six large public hospitals of Santiago, Chile. Pediatric

Infectious Disease Journal. 22:717-21.

4. Willye, R. Intususepsi. In: Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M. 2000. Nelson

Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke-15. Jakarta: EGC.

5. Ignacio, R.C., Fallat, M.E. Intussusception. In: Holcomb, G.W., Murphy, J.P. 2010.

Ashcrafts pediatric surgery 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier.

6. Ko, S.F., Lee, T.Y., Ng, S.H., Wan, Y.L., Chen, M.C., Tiao, M.M., et al. Small

Bowel Intussusceptions in Symptomatic Pediatric Patients: Experiences with 19

Surgically Proven Cases. World Journal of Surgery. 26(4):438-43.

7. Snell, R.S. 2012. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-6.

Jakarta: EGC.

8. Faiz, O., Moffat, D. 2003. At A Glance Series Anatomi. Jakarta: Erlangga.

9. Bines, J., Ivanoff, B. 2002. Acute Intussusception in Infants and Children:

Incidence, Clinical Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva,

Switzerland: World Health Organization.

37
10. Santoso, M.I.J, Yosodiharjo, A., dan Erfan, F. 2011. Hubungan antara lama

timbulnya gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada

penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas

Sumatera Utara: Medan.

11. Irish, M.S. 2011. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial

online] Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/937730-

overview#showall.

12. Iskandar, Z. 2012. Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.

Jakarta: EGC.

13. Kartono, D. 2005. Invaginasi dalam Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tangerang:

Binarupa Aksara.

14. Marinis, A., Yiallourou, A., Samanides, L., Dafnios, N., AnastasopoulosM G.,

Vassiliou, S., et al. 2009. Intussusception of the bowel in adults: a review. World

Journal Gastroenterology.

15. Schwartz. 2010. Principle of Surgery 9thed. Mc-Graw Hill. US.

16. Brunicardi, F.C., Andersen, D. K., Billiar, T.R., Dun, D.L., Hunter, J.G., Pollock,

R.E. 2007. Schwartzs principle of surgery 8th ed. United Stated of America: The

MacGraw-Hill Companies.

17. Ignacio, R.C., Fallat, M.E. 2010. Intussusception. In: Holcomb, G.W., Murphy,

J.P., Ashcrafts pediatric surgery 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier.

18. Rasad, S. 2008. Radiologi Diagnostik Edisi Ke-2. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

19. Hooker, R.L., Schulman, M.H, Yu Chang. 2008. Radiographic Evaluation of

Intussusception: Utility of Left-Side-Down Decubitus View. RSNA: Vol 248.

38
20. Gabriel, C., John, R. 2009. Abdominal Radiology Intussusception . Cambrige University

Press.

21. Chung, D.H. 2010. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques.

Townsend CM & Evers. Philadelphia, PA: Elsevier.

39

Anda mungkin juga menyukai