PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar terdiri atas
serabut serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam terdiri atas serabut
serabut sirkular. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltik usus halus.
Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam
tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.5
Usus halus dicirikan dengan adanya tiga struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu absorpsi. Lapisan mukosa dan
submukosa membentuk lipatan lipatan sirkular yang disebut sebgai valvula
koniventes (lipatan Kerckring) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 sampai 10
mm. Adanya lipatan lipatan ini menyebabkan gambaran usus halus menyerupai
bulu pada pemeriksaan radiografi. Villi merupakan tonjolan tonjolan mukosa seperti
jari jari yang jumlahnya sekitar empat atau lima juta dan terdapat di sepanjang usus
halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm dan menyebabkan gambaran mukosa
menjadi menyerupai beludru. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari jari
yang panjangnya sekitar 1 m pada permukaan luar setiap vilus. Mikrovili terlihat
dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada
pemeriksaan mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka
luas permukaannya hanya sekitar 2.000 cm2. Valvula koniventes, vili, dan mikrovili
sama sama menambah luas permukaan absorpsi hingga 1,6 juta cm2, yaitu
meningkat sekitar seribu kali lipat. Penyakit penyakit usus halus (mis.,sprue) yang
menyebabkan terjadinya atrofi dan pendataran vili, sangat mengurangi luas
permukaan absorpsi dan mengakibatkan terjadinya malabsorpsi.6
2.1.2 Lambung (Gaster)
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan
bila penuh akan berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah
1 sampai 2 L. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum
pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura
minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua
ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia
atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan
mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter
pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam
lambung.7
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus
peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus
atau pilorospasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau
spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung
ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna
atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau
pemberian obat adrenergik yang menyebabkan relaksasi serabut otot.8
Tidak seperti daerah saluran cernal lain, bagian muskularis tersusun atas tiga
lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan
sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan
untuk memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan
mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah
duodenum.7
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan
saluran limfe.7
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan lipatan longitudinal
yang disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi
makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut
bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat
orifisium kardia dan mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di
fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe
utama sel. Sel sel zimogenik (chief cell) mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen
diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel sel parietal mensekresikan asam
hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi
vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan
terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar
fundus dan mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam
lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan
klorida.7
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Trunkus vagus menpercabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan
8
seliaka. Pengetahuan anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan
tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati ulkus duodenum. Hal ini
akan dibahas dengan lebih lengkap pada bagian selanjutnya dalam bab ini. 8
Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.
Serabut serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium
abdomen. Serabut serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi
lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas
motorik dan sekresi mukosa lambung. 8
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan
cabang cabang yang memperdarahi kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri
yang
penting
dalam
klinis
adalah
arteria
gastroduodenalis
dan
arteria
10
mekanoreseptor,
termoosmo,
dan
kemoreseptor
dalam
esofagus.
11
oleh cabang cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian
subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.8
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena
esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan
vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran
kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena
varikosa esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan
yang bersifat fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hepatis.12
2.2 Definisi :
Perdarahan saluran cerna atas atau yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
Upper Gastrointestinal Bleeding (UGIB) adalah perdarahan yang terjadi dan berasal
pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari Ligamentum Treitz.
Yang termasuk organ organ saluran cerna di proximal Ligamentum Trieitz adalah
esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga proximal dari jejunum. Kejadian
perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan yang paling sering terjadi dan sering
ditemukan dibandingkan dengan kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah.
Lebih dari 50% kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas dikarenakan oleh
penyakit erosif dan ulseratif dari gaster dan/atau duodenum. 13
Upper Gastrointestinal Bleeding merupakan suatu keadaan darurat medis umum
yang terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Perdarahan akut
saluran cerna bagian atas menyumbang sekitar 2500 pasien rawat inap setiap
tahunnya di Inggris.2 Insiden tahunan UGIB bervariasi antara 47-116 (atau sekitar
100 orang) per 100.000 penduduk dan lebih tinggi pada daerah dengan tingkat
sosioekonomi yang kurang.3 Di Malaysia, angka kejadian UGIB sekitar 72 kasus per
100.000.14,15 Perdarahan ulkus peptikum tetap menjadi penyebab paling umum dari
perdarahan non-variceal akut saluran cerna bagian atas. 80% dari perdarahan pada
saluran cerna bagian atas berhenti secara spontan. Namun, 20% dari pasien mungkin
juga mengalami perdarahan yang persisten atau berulang. Sebagian besar morbiditas
12
dan mortalitas perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi pada pasien dengan
perdarahan berulang atau pasien dengan penyakit komorbid yang signifikan.14,15
Morbiditas di rumah sakit belum membaik selama 50 tahun terakhir dan tetap
berada pada kisaran angka 10%. Ini mungkin sebagian disebabkan oleh fakta bahwa
kebanyakan pasien dengan UGIB adalah pasien usia lanjut dengan penyakit
kardiovaskular advanced, penyakit pernapasan, atau penyakit serebrovaskular,
sehingga menempatkan pasien ini pada peningkatan risiko kematian yang saat ini
menduduki proporsi kasus yang jauh lebih tinggi. Saat ini edoskopi terapeutik
dianggap sebagai bentuk pengobatan yang aman dan efektif. Analisis klinis dan faktor
endoskopi bisa memberikan penilaian risiko yang akurat, perencanaan pengobatan
yang rasional dan peningkatan hasil.16
2.3 Etiologi :
Penyebab paling umum dari non-variceal UGIB adalah penyakit ulkus
peptikum. Riwayat pasien dengan non-variceal UGIB memperlihatkan bahwa ulkus
atau dispepsia yang menyerupai ulkus tidak ditemukan pada sekitar 20% dari
keseluruhan kasus yang diketahui. Pada pasien seperti ini konsumsi aspirin atau nonsteroid antiinflamation drugs
Helicobacter pylori kurang lazim pada pendarahan ulkus dibandingkan pada kasus
ulkus yang rumit.17,18
2.3.1
Ulkus Peptikum
Perdarahan ulkus peptikum terjadi terutama dari ulkus duodenum atau ulkus
lambung. Perdarahan ini terjadi sebagai akibat adanya erosi pembuluh darah dengan
tingkat keparahan perdarahan tergantung pada ukuran pembuluh yang terkena. Aliran
darah yang sederhana seringkali disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh
submukosa kecil dengan ukuran kurang dari 0,1 mm. Pendarahan arteri yang lebih
parah menunjukkan besar pembuluh yang terkena memiliki diameter antara 0,1 dan 2
mm pada dasar ulkus telah terkikis oleh proses inflamasi. Ulkus besar yang timbul
dari bagian posterior dari tutup duodenum dapat mengikis arteri gastroduodenal dan
memprovokasi terjadinya perdarahan cepat.17
2.3.2 Erosi
13
Esofagus :
Robekan Mallory-Weiss, reflux esofagitis, ulkus esofagus, ulkus Barrets, ulkus
cameron pada hernia hiatus*, neoplasma esophagus.
Perut:
Ulkus lambung, erosi lambung, perdarahan gastritis, karsinoma lambung, limfoma
lambung , leiomioma, polip lambung, perdarahan telangiectasia herediter, lesi
dieulafoy*, Gastric Antral Vascular Ectasia(GAVE)*, Angiodisplasia *
Duodenum :
Ulkus duodenum, erosi duodenum, malformasi vascular, fistula aorta-duodenum,
polip (termasuk sindrom Peutz-Jeghers dan sindrom polip lainnya), karsinoma
ampula, karsinoma pancreas, haemobilia*
Usus Halus :
Ulkus perut, divertikulum (termasuk divertikulum Meckel), malformasi vascular,
tumor.
* Penyebab penting dari UGIB jelas
2.4. Epidemiologi
UGIB adalah sebuah alasan paling umum bagi seorang pasien untuk masuk ke
unit gawat darurat rumah sakit. Baru-baru ini sebuah studi prospektif dengan skala
besar dari Inggris melaporkan kejadian keseluruhan UGIB kurang lebih 103 orang per
100.000 penduduk dewasa per tahun, dengan angka kematian secara keseluruhan
sebesar 14%, tetapi hanya 0,6% bagi mereka dengan umur di bawah 60 tahun dan
tanpa penyakit komorbiditas. Sebagian besar kematian yang terjadi adalah pada
pasien dengan usia lanjut dan komorbiditas yang cukup signifikan. Penelitian
retrospektif dari Amerika Serikat juga menunjukkan kejadian serupa berupa 102
kasus per 100.000 orang dewasa. Sebuah figure yang tersedia dari studi prospektif
kecil dari Singapura lebih dari satu dekade lalu menunjukkan mortalitas keseluruhan
sekitar 10%.18,19,20
15
Angka kejadian UGIB dua kali lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita. Insiden meningkat secara nyata seiring dengan usia. Akibatnya, banyak
pasien dengan UGIB memiliki kondisi komorbiditas aktif, sebagai faktor risiko yang
konsisten untuk peningkatan mortalitas. Sebuah penelitian prospektif multisenter
lokal baru-baru ini telah memberikan sebuah informasi baru tentang epidemiologi
UGIB di Malaysia. Study ini merekrut 1.830 pasien dari empat rumah sakit
pemerintah di Bagian Timur Malaysia selama periode waktu dua tahun, studi ini
melaporkan angka kejadian UGIB sebesar 72 kasus per 100.000 penduduk dengan
puncak kejadian pada decade ke-4 dan ke-6. Tingkat kematian dari UGIB kurang
lebih 10,2%, namun meningkat secara substansial dengan usia dan tidak berbeda
antara kedua jenis kelamin. Pasien rawat inap yang dirawat untuk diagnosis lain tetapi
kemudian berkembang menjadi UGIB memiliki angka kematian tertinggi yang
hampir mencapai 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan admisi
darurat atau transfer dari rumah sakit lain dengan diagnose awal UGIB. 64% dari
pasien pada seri penelitian ini mengaku memiliki penyakit tukak lambung sebagai
penyebab perdarahan. Penyebab paling sering berikutnya adalah penyakit erosif
mukosa dengan angka kejadian sebesar 16,5%. Perdarahan variceal menyumbang
angka kejadian sebesar 6,4% dan 3,6% keganasan. Hampir 9% dari seluruh pasien
tidak memiliki penyebab yang terlihat sebagai penyabab UGIB setelah endoskopi.
Hasil ini sebanding dengan seri lainnya yang dilaporkan. Menariknya, 1 dari 7 pasien
dengan perdarahan variceal juga memiliki penyakit ulkus peptikum secara
bersamaan.14
16
17
terbanyak
dari
penyakit
ulkus
kronis
akibat
NSAID
penggunan.
Pemberantasan H. pylori secara substansial mengurangi risiko ulkus pada pasien yang
akan memulai terapi NSAID jangka panjang. 29,30,31,32,33,34
18
2. Kehilangan darah yang terdeteksi oleh pemeriksaan positif tes darah okultisme.
2.7 Penatalaksanaan
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan
pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi.
Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hemodinamik, menghentikan
perdarahan, dan mencegah terjadinya perdarahan ulang. Konsensus Nasional PGIPEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus
perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap lini pelayanan kesehatan
masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi. Adapun langkahlangkah praktis pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah sebagai
berikut 5:
1. Pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik.
2. Resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik.
3. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan.
4. Memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah.
5. Menegakkan diangosis pasti penyebab perdarahan.
6. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan
dan mencegah terjadinya perdarahan ulang.
Dengan adanya penegakan diagnosis penyebab perdarahan sangat menentukan
langkah terapi yang akan diambil pada tahap selanjutnya. 5
2.7.1 Pemeriksaan Awal Pada Perdarahan Saluran Cerna
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah
menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.
Pemeriksaannya meliputi5 :
1. Tekanan darah dan nadi dalam posisi berbaring.
2. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi.
3. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer berupa akral teraba dingin.
4. Kelayakan nafas.
5. Tingkat kesadaran.
6. Produksi urin.
19
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskuler akan
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda tanda sebagai
berikut5 :
1. Hipotensi (< 90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi
lebih dari 100x/menit.
2. Tekanan diastolik ortostatik turun lebih dari 10 mmHg atau sistolik turun lebih
3.
4.
5.
6.
dari 20 mmHg.
Frekuensi nadi ortostatik meningkat 15x/menit.
Akral dingin.
Kesadaran menurun.
Anuria atau oliguria (produksi urin kurang dari 30 ml/jam).
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai dengan kondisi
20
21
Perdarahan Saluran
Perdarahan Saluran
Hematemesis dan/melena
Hematoskezia
22
umumnya
Aspirasi nasogastrik
Berdarah
Jernih
Rasio (BUN/Kreatinin)
Meningkat > 35
< 35
Auskultasi usus
Hiperaktif
Normal
BUN
dan
kreatinin
serum juga
dapat
dipakai
untuk
23
24
Kriteria Endoskopis
Forest Ia
Perdarahan aktif
Forest Ib
Perdarahan aktif
Perdarahan merembes
Forest IIa
Forest IIb
membandel (adherent)
Hematin berpigmen datar pada
Forest IIc
Forest III
dasar ulkus
Perdarahan berhenti tanpa sisa
perdarahan.
2.8 Terapi
2.8.1 Terapi Endoskopi
Terapi Endoskopi telah terbukti meningkatkan hasil tatalaksana pada perdarahan
nonvariceal (Grade A). Dalam meta-analisis terbaru yang pada 30 percobaan acak
yang melibatkan lebih dari 2000 pasien, terapi endoskopik kecepatan terhadap
25
26
27
kontrol pada perdarahan ulkus aktif (Grade A). Adrenalin tetap menjadi gold standar
hingga saat ini karena murah, mudah didapatkan dan bisa mencapai kontrol dalam
perdarahan ulkus aktif. Kemampuan adrenalin merupakan sebuah komponen penting
dalam terapi kombinasi.16,42,44
2. Sclerosants
1% polidocanol, alkohol dan etanolamin adalah sclerosants yang digunakan
dalam hemostasis ulkus. Pada studi hewan 1% polidocanol menyebabkan hemostasis
dengan menginduksi kejang pada dinding usus dan edema awal dengan diikuti oleh
peradangan dan trombosis pembuluh darah. Alkohol absolut menghentikan
pendarahan dengan menyebabkan dehidrasi cepat dan fiksasi jaringan, sehingga
menghilangkan perdarahan pada pembuluh darah. Jumlah kerusakan jaringan secara
langsung terkait dengan volume sclerosant yang disuntikkan. Alkohol, dengan efek
ulcerogenicnya menyebabkan ulserasi yang berlangsung dalam jangka waktu yang
lama. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan perdarahan ulang serta tingkat operasi
darurat (Grade B).45
Mengingat adanya resiko perforasi, penyuntikan sclerosant volume besar
haruslah dilakukan secara hati-hati. Nekrosis lambung Fatal telah dilaporkan.
Penambahan sclerosant pada pembuluh darah setelah injeksi adrenalin awal belum
terlihat memberikan keuntungan apapun dibandingkan injeksi adrenalin saja (Grade
A).46,47,48
3. Prokoagulan (Agen Trombotik)
Trombin manusia dan fibrin sealant adalah prokoagulan yang telah diteliti pada
ulkus hemostasis. Trombin manusia setelah injeksi epinefrin telah dibandingkan
dengan injeksi epinefrin saja. Pengurangan yang signifikan dalam perdarahan
berulang, transfusi darah dan kematian telah berhasil diamati pada kelompok terapi
gabungan. Lem fibrin adalah formulasi dari fibrinogen dan trombin yang bila
dikombinasikan secara langsung akan membentuk jaringan fibrin. Kedua zat ini
28
29
30
Ectasia
serta
modalitas
injeksi
adrenalin,
etanol
dan
polidocanol
32
endoskopik
primer.
Penelitian
yang
paling
meyakinkan
pasien yang
33
(misalnya IV
Omeprazol 80mg awal yang diikuti dengan infus 8mg perjam selama 72 jam)
harus dilakukan (Grade B).
2.8.6
Terapi Bedah
Peran operasi bedah dalam penanganan UGIB telah banyak berubah dengan
penggunaan yang lebih luas dari endoskopik hemostasis pada perdarahan ulkus, tidak
lagi bertujuan untuk menyembuhkan penyakit tetapi terutama untuk menghentikan
pendarahan. Kematian setelah operasi darurat berkorelasi dengan score 2 Apache pra
operasi. Adapun indikasi pembedahan sebagai mode utama untuk pengobatan
adalah101 :
1. Perdarahan Masif
Masih tidak ada alternatif lain yang terbukti untuk operasi darurat pada
kasus perdarahan massif tak terkontrol dengan prosedur endoskopi. Hal ini
mungkin karena pendarahan yang tidak responsive terhadap hemostasis
endoskopik atau kegagalan visualisasi endoskopik dari perdarahan karena
perdarahan yang berlimpah. Lanjutan upaya pengobatan dengan endoskopik
adalah sia-sia dan berbahaya untuk dilakukan. 78
2. Ulkus Yang Tidak Dapat Diakses dengan Kontrol Endoskopik
34
Ada situasi di mana perdarahan ulkus tidak dapat diakses untuk kontrol
endoskopi. Hal ini dapat terjadi pada duodenum yang sering cacat dan
menyempit. Operasi primer diindikasian dalam tingkat keadaan seperti ini.
Tingkat
35
36
2.9 Prognosis
Pasien lansia dan orang dengan kondisi medis yang kronis menghadapi UGIB
akut dengan kurang baik dan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi. Angka
kematian sekitar 7% didapatkan pada pasien yang MRS dengan UGIB. Resiko
meningkat menjadi sekitar 26% pada pasien yang mengembangkan perdarahan saat
berada di rumah sakit setelah dirawat karena diagnose awal yang lain. Skor kurang
dari 3 pada sistem skoring Rockall dikaitkan dengan prognosis yang sangat baik,
sedangkan skor 8 atau lebih dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi.2,3,4
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko kematian meliputi19,81,82 :
1) Umur
Kematian di bawah usia 40 tahun jarang terjadi. 30% dari pasien berusia
lebih dari 90 tahun dengan UGIB mati akibat perdarahan.
2) Komorbiditas
Komplikasi lebih mungkin terjadi apabila pasien dengan UGIB juga
memiliki penyakit penyerta.
3) Shock
Kehadiran tanda-tanda syok pada presentasi memberikan prognosis yang
lebih buruk.
4) Prognosis juga buruk dengan:. penyakit hati, rawat inap, pendarahan terus
setelah presentasi, hematemesis, haematochezia dan peningkatan urea
darah.
Temuan Endoskopi :
Banyak hal telah dilakukan untuk mengklasifikasi dan mengidentifikasi
temuan endoskopi yang berkorelasi dengan risiko tinggi, misalnya:
Mallory-Weiss Tear atau ulkus yang bersih memiliki risiko
pendarahan ulang dan kematian yang rendah.
Perdarahan aktif pada pasien dengan shock memiliki risiko 80%
untuk terjadinya pendarahan ulang atau kematian.
Non-perdarahan tetapi memiliki pembuluh darah yang visible
memiliki risiko 50% terjadinya pendarahan ulang.
37
Skor 0
<60
Tidak ada
Skor 1
60-79
Nadi >100
shock
TD >100 Sis
Skor 2
>80
TDS <100
CHF, IHD,
Komorbid
Nil mayor
Morbiditas
mayor
Diagnosa
Mallory-Weiss
Semua diagnosa
lainnya
Bukti
Perdaraha
Skor 3
Renal failure,
liver failure,
metastatic
cancer
Malignansi GI
darah,sumbatan
Tidak ada
adherent,
spurting vessel
BAB III
KESIMPULAN
38
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan berasal
pada area proksimal saluran pencernaan bagian proximal dari ligamentum treitz.
Insiden tahunan UGIB bervariasi antara 47-116 (atau sekitar 100 orang) per 100.000
penduduk dan lebih tinggi pada daerah dengan tingkat sosioekonomi yang kurang.
Angka mortalitas di rumah sakit bagi pasien dengan UGIB belum membaik selama
50 tahun terakhir dan tetap berada pada kisaran angka 10%.
penyakit ulkus peptikum adalah penyebab paling umum dari non-variceal
UGIB. Konsumsi aspirin atau non-steroid antiinflamation drugs (NSAIDS) cukup
umum ditemukan pada pasien dengan UGIB. Infeksi Helicobacter pylori kurang
lazim pada pendarahan ulkus dibandingkan pada kasus ulkus yang rumit.
Gejala klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan UGIB diantaranya
adalah anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang telah berlangsung
lama, hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengan atau
tanpa gangguan hemodinamik.
Saat ini terapi endoskopi merupakan terapi pilihan untuk mendeteksi lokasi
perdarahan dan menghentikan perdarahan yang terjadi serta mencegah terjadinya
perdarahan ulang. Terapi bedah saat ini jarang dilakukan kecuali pada kasus-kasus
dengan perdarahan massif yang tidak merespon terhadap terapi endoskopi atau pada
kasus dengan letak perdarahan yang tidak bisa dicapai dengan kontrol endoskopi.
Ahli radiologi dan ahli bedah seyogyanya dilibatkan dalam tim multidisipliner
pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP. Nasional
Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: 2007
39
2. myVMC
team,
30
Januari
2014,
Gastrointestinal
System,
29
April
2011,
Small
Intestine,
Glenda
N.
Gangguan
Lambung
dan
Duodenum.
cafemlm,
July
12
2014,
Stomach
Diagram,
40
10. Abdurachman, S.A. Tumor Esofagus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. 2007. Hal: 327.
11. Webmd
team,
2014,
Digestive
Disorders
Health
Center,
http://www.webmd.com/digestive-disorders/picture-of-the-esophagus,
diunduh pada 4 Mei 2015.
12. Wilson, Lorraine M. dan Glenda N. Lindseth. Gangguan Esofagus.
PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume I. Edisi 6.
EGC:Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. 2003. Hal: 404-405.
13. Shuhart, Margaret, M.D., Kris Kowdley, M.D., dan Bill Neighbor, M.D.,
Gastrointestinal
Bleeding.
Medline
Article,
Vol.41,
19. Rockall TA, Logan RFA, Devlin HB, Northfield TC on behalf of steering
committee and members of the national audit of acute gastrointestinal
haemorrhage. Incidence of and mortality from acute upper gastrointestinal
haemorrhage in the United Kingdom. BMJ 1995;311:222-62
20. Longstreth
GF. Epidemiology of
Hospitalization
for Acute
Upper
42
27. De Abajo FJ, Garci Rodriguez LA. Risk of upper gastrointestinal bleeding and
perforation associated with low-dose aspirin as plain and enteric-coated
formulations. BMC Clin Pharmacol 2001;1:
28. Lanas A, Bajador E, Serrano P et al. Nitrovasodilators, low dose aspirin, other
non-steroidal anti-inflammatory drugs and the risk of upper gastrointestinal
bleeding. N Engl J Med 2000;343:834-9
29. .Jaspersen D, et al. Helicobacter pylori eradication reduces the rate of
rebleeding in ulcer haemorrhage. Gastrointest Endosc 1995;41:5-7
30. Labenz J, Borsch G. Role of Helicobacter pylori eradication in the prevention
of
peptic
ulcer
relapse.
Digestion
1994;55:19-23
infection.
Aliment
Pharmacol
Ther
2001;15:821-829
and Colin R, Czernichow P, Baty V et al. Low sensitivity of invasive tests for
the
detection of Helicobacter pylori infection in patients with bleeding ulcer.
Gasterenterol Clin Biol 2000;24:31-35
32. Hawkey CJ. Risk of ulcer bleeding in patients infected with Helicobacter
pylori taking non-steroidal anti-inflammatory drugs. Gut 2000;46:310-311
33. Chan FK, Chung SC, Suen BY et al. Preventing recurrent upper
gastrointestinal bleeding in patients with Helicobacter pylori infection who
are taking low-dose aspirin or naproxen. N Engl J Med 2001;344:967-973
43
upper
gastrointestinal
hemorrhage:
meta-analysis.
upper
gastrointestinal
haemorrhage:
guidelines.
Gut
2002:51(Supplement IV):1-6.
44
44. Kubba AK, Murphy W., Palmer KR. Endoscopic injection for bleeding peptic
ulcer: a comparison of adrenaline alone with adrenaline plus human thrombin.
Gastroenterology.1996; 111(3):623-8
45. Asaki S. Efficacy of endoscopic pure ethanol injection method for
gastrointestinal bleeding. World J Surg 2000; 24:294-298
46. Levy J, Khakoo S, Barton R et al. Fatal injection sclerotherapy of a bleeding
peptic ulcer. Lancet 1991; 337:504
47. Chung SCS, Leung JWC, Leough HT et al. Adding a sclerosant to endoscopic
epinephrine injection in actively bleeding ulcers:a randomised trial.
Gastrointest Endosc 1993;39: 611-15.
48. Choudari CP, Palmer KR. Endoscopic injection therapy for bleeding peptic
ulcer:a comparison of adrenaline alone with adrenaline plus ethanolamine
oleate. Gut 1994; 35:608-10
49. Kubba AK, Murphy W, Palmer KR. Endoscopic injection for bleeding peptic
ulcer: A comparison of adrenaline alone with adrenaline plus human
thrombin. Gastroenterology 1996; 111: 6238.
50. Rutgeerts P, Rauws E, Wara P et al. Randomised trial of single and repeated
fibrin glue compared with injection of polidocanol in treatment of bleeding
peptic ulcer. Lancet 1997; 350: 692-6
51. Blackstone MO. Fibrin glue for bleeding peptic ulcers (Commentary).
Lancet 1997; 350: 679-8.
52. Leung JW, Chung SCS. Practical management of nonvariceal upper
gastrointestinal bleeding In Tytgat GNJ, Classen M, ed. Practice of
Therapeutic Endoscopy. Churchill Livingstone.1994;1-16
45
53. Jensen DM, Machicado GA, Kovacs TOG et al. Controlled randomised study
of heater probe and BICAP for haemostasis of severe ulcer bleeding.
Gastroenterology 1998;94:A 208
54. Jensen DM. Heater probe for endoscopic haemostasis of bleeding peptic ulcer.
Gastrointest Clin N Am 1991;1:319-39
55. Choudahari CP, Rajagopal C, Palmer KR. A comparison of endoscopic
injection therapy versus heater probe in major peptic ulcer haemorrhage. Gut
1992;33:1159-61
56. Hui WM, Ng MMT, Lok ASF et al. A randomized comparative study of laser
photocoagulation, heater probe and bipolar electrocoagulation in the treatment
of actively bleeding ulcers. Gastrointest Endosc 1991;7:299-304
57. Chung SCS, Lau JY, Sung JJ et al. Randomized comparison between
adrenaline injection alone and adrenaline injection plus heat probe treatment
for actively bleeding ulcers. BMJ 1997;314:1307-11
58. Probst A, Scheubel R, Wienbeck M. Treatment of watermelon stomach
(GAVE syndrome) by means of endoscopic argon plasma coagulation (APC)
: long term outcome. Zeitschrift fur Gastroenterologie 2001; 39:447-52
59. Cipolletta L, Bianco MA, Totondano G, Piscopo R, Prisco A, Garofano
ML. Prospective comparison of argon plasma coagulator and heater probe in
the endoscopic treatment of major peptic ulcer bleeding. Gastrointest Endosc
1998; 48:191-5
60. Loizou LA, Bown SG. Endoscopic treatment for bleeding peptic
ulcersrandomized comparison of adrenaline injection and adrenaline injection
+ NdYAG laser photocoagulation. Gut 1991; 32:1100-03
46
possible
contributor
to
prolonged
gastrointestinal
47
48
49