Anda di halaman 1dari 51

CASE REPORT

Myelodysplastic Syndromes

DOKTER PEMBIMBING
dr. Anggun Sangguna, Sp.PD

DISUSUN OLEH
Fenni Cokro
030.09.086

RUMAH SAKIT TNI AL DR MINTOHARDJO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 13 JANUARI 2014 22 MARET 2014

LEMBAR PENGESAHAN
Case Report yang berjudul Myelodysplastic Syndromes
telah diterima dan disetujui pada tanggal 03 Maret 2014
sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
periode 13 Januari 2014 22 Maret 2014 di Rumah Sakit TNI AL DR Mintohardjo

Jakarta, 03 Maret 2014

dr. Anggun Sangguna, Sp.PD

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Case Report dengan judul
Myelodysplastic Syndromes / MDS. Case report ini diajukan dalam rangka melaksanakan
tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit DR Mintohardjo periode 13
Januari 2014 22 Maret 2014 dan juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis
serta pembaca mengenai Myelodysplastic Syndromes. Dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama
penyusunan case report ini, kepada dr. Anggun Sangguna, Sp. PD, selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit DR Mintohardjo.
Penulis menyadari case report ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan
saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar case report ini dapat menjadi
lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya. Penulis memohon maaf sebesarbesarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam case report ini.

Jakarta, Maret 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Myelodysplastic Syndromes (MDS) adalah sekumpulan kelainan yang mempunyai ciri-ciri
satu atau lebih sitopenia sekunder dari darah tepi sampai dan kelainan sumsum tulang.
Sindrom ini muncul sejak lahir atau bisa juga muncul sekunder setelah pengobatan dengan
kemoterapi dan atau radioterapi untuk penyakit lain. MDS sekunder biasanya memiliki
prognosis yang lebih jelek dari pada MDS de Novo. Prognosisnya berhubungan langsung
dengan jumlah sel blast sumsum tulang dan derajat sitopenia darah tepi. MDS dapat menjadi
AML sekitar 30% dari seluruh pasien setelah melalui bermacam-macam rentang diagnosis
dan rasio variabel yang berdasarkan klasifikasi seluler darah. Leukimia akut yang mengalami
transformasi sangat kurang responsif terhadap kemoterapi daripada Leukimia Myeloid Akut
(AML) de Novo. Prognosisnya juga juga berhubungan dengan tipe MDS. Terapi memerlukan
perawatan yang intensif. Tindakan transfuse darah atau platelet dapat mencegah alloimunisasi
dan kelebihan zat besi, dan prognosis yang baik. MDS ditandai dengan sumsum tulang dan
morfologi sel darah yang abnormal. Hiperplasi eritroid megaloblastik dengan anemia
makrositik dengan vitamin B12 dan folat yang normal sering didapatkan. Granulosit dalam
sirkulasi biasanya menurun, sering hipogranular.
MDS terjadi terutama pada pasien tua (biasanya di atas usia 60 tahun), meskipun ada juga
yang melaporkan adanya pasien usia 2 tahun. Anemia, perdarahan, mudah bengkak dan
mudah lelah merupakan tanda awal dari penyakit ini, kadang terjadi splenomegali atau
hepatomegali. hampir setengah dari pasien telah terdeteksi memiliki abnormalitas sitogenik,
biasanya delesi sebagian atau kesluruhan kromosom 5 atau 7, atau trisomi 8. Meskipun
sumsum tulang biasanya hiperseluler pada diagnosis, 15% hingga 20% menunjukkan
hipoplastik sumsum tulang.
System klasifikasi telah dikembangkan untuk memprediksi kesembuhan pasien dengan MDS
dan evolusi dari MDS ke AML. System klasifikasi ini termasuk klasifikasi French-AmericanBritish, skor Bournemouth, skor Sanz, dan skor Lille. Variable klinis termasuk dalam system
ini memasukkan persentase mieloblast sumsum tulang, sitopeni spesifik, usia, kadar laktat
dehidrogenase, pola sitogenik sumsum tulang. Kumpulan data telah dianalisis dan
menghasilkan pronostik system yang disebut International Prognostic Scoring System (IPPS)
untuk MDS.

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. Yulandari

Usia

: 73 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Pernikahan

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Jalan Irian Jaya P 110 AL RT 12/10 Jatibening Pondok Gede, Bekasi

Agama

: Protestan

Tanggal Masuk RS

: 23 Januari 2014

ANAMNESIS
Diperoleh dengan cara autoanamnesis (kepada pasien sendiri)
Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Keluhan Tambahan : Sakit kepala, cepat lelah, nafas pendek, nyeri di badan, lemas dan
lebam pada lengan kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam tinggi sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan tidak naik pada sore hari/malam hari. Keluhan ini sudah dirasakan pasien
sejak bulan Oktober 2013 dengan demam yang berulang kali. Selain itu pasien juga mengeluh
sakit kepala dan merasa cepat lelah jika beraktivitas serta napas pendek. Pasien juga
mengeluh nyeri pada satu badan dan disertai lebam pada lengan kiri yang tidak kunjung
sembuh. Lebam timbul karena merupakan bekas infus dari perawatan sebelumnya. Tidak ada
mual muntah, nyeri pada perut tidak ada, sesak napas dan batuk juga disangkal pasien.
Buang air kecil dan buang air besar seperti biasa Sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah

sakit dengan keluhan yang sama. Pada 16 Oktober 2013 25 Oktober 2013, pasien dirawat
dengan keluhan demam, post pulang perawatan 3 hari yang lalu dengan DHF disertai muntah
dan sakit kepala. Pada 4 November 2013 12 November 2013, pasien dirawat dengan
keluhan lemas dan demam sampai 40C disertai dengan muntah. Pada 20 November 2013
28 November 2013, pasien dirawat dengan batuk selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit
disertai dengan demam 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada tanggal 1 Desember 2013
6 Desember 2013, pasien dirawat dengan demam tadi pagi sebelum masuk rumah sakit
disertai dengan pusing dan mual, tidak disertai muntah dan tidak ada diare. Pada 12
Desember 2013 2 Januari 2014, pasien dirawat dengan kelihan lemas, mual, sakit pada
bagian tulang, badan terasa pegal-pegal, demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak ada
muntah. Pada 4 Januari 2014 7 Januari 2014, pasien dirawat dengan keluhan tiba-tiba
gemetaran dan lemas serta jatuh terduduk di halaman rumah, tidak ada demam, mual muntah
disangkal dan tidak ada sakit kepala. Pada 8 Januari 2014 20 Januari 2014, pasien datang
dengan keluhan demam tadi pagi sebelum masuk rumah sakit, disertai pusing, mual, ngilungilu pada tulang dan batuk. Berat badan juga menurun secara perlahan-lahan.
Riwayat Penyakit Dahalu :
Riwayat alergi, riwayat asma, riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya, riwayat penyakit
gula, riwayat koleterol tinggi, riwayat asam urat tinggi, riwayat penyakit jantung, riwayat
gangguan ginjal, riwayat penyakit kuning, hepatitis, tumor, kecelakaan, terbentur di dada
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita demam berulang-ulang kali seperti yang
dirasakan oleh pasien, tidak ada yang mengalami penyakit darah tinggi, kencing manis,
penyakit jantung, keganasan, maupun alergi.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yang rutin diminum
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok

(-)

Riwayat minum alkohol

(-)

PEMERIKSAAN FISIK
I.

II.

Keadaan Umum
a. Kesan Sakit : Tampak Sakit Ringan, kooperatif, tangan kanan
terpasang infus, tidak terdapat orthopnoe, tidak memakai oksigen
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Status Gizi
: Gizi Cukup
d. Perkiraan Usia : Sesuai umur
e. Cara Berbicara : Normal, tidak sesak, perkalimat diucapkan dengan jelas
Tanda Vital dan Antropometri

PEMERIKSAA
N

NILAI
NORMAL

HASIL PASIEN

Suhu

36,5o - 37,2o C

37,2oC subfebris

Nadi

60-100 x/mnt

76x/mnt, reguler, isi cukup

Tekanan darah

120/80 mmHg

90/60 mmHg hipotensi

Nafas

14-18 x/mnt

22x/mnt

Berat badan

58kg

Tinggi badan

165cm

BMI

III.

18,5-22,9

normoweight (BMI: 21,3)

Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kepala

Ukuran normosefali, bentuk bulat oval, tidak tampak deformitas, pada


perabaan tidak ada nyeri, rambut berwarna hitam beruban, lebat, tidak kering,
tidak mudah dicabut

Wajah

Tidak tampak sesak, tidak pucat, tidak sianosis, ekspresi wajah simetris, dan
tidak tampak facies yang menandai suatu penyakit seperti facies hipocrates,
tidak tampak moon face

Mata

Alis tebal, hitam, tersebar rata; bulu mata hitam, tersebar rata, tidak mudah
rontok; kelopak mata tidak ada edema dan tidak ptosis, pada palpasi tekanan
kedua bola mata normal; konjungtiva warna pink, tidak anemis, sklera tidak
ikterik, iris warna hitam, pupil bulat isokor, lensa jernih, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung +/+, ukuran pupil 3mm/3mm, gerak bola mata
normal ke segala arah, lapang pandang baik.

Telinga

Telinga sepasang, sama tinggi, normotia, tidak ada benjoan atau nyeri tekan
di sekitar telinga, CAE lapang, tidak tampak serumen, darah, maupun sekret,

tidak hiperemis, dan membrana timpani sulit dinilai.


Hidung

Napas cuping hidung (-), bentuk hidung normal, deviasi septum (-), cavum
nasi lapang dan sama besar, tidak hiperemis, tidak ada sekret dan darah,
konka eutrofi, tidak hiperemis, mukosa licin tidak hiperemis, tidak pucat,
tidak livid.

Bibir

Bentuk normal, warna merah muda, tidak pucat, tidak sianosis, tidak kering,
kulit disekitar bibir normal, trismus (-)

Gigi dan gusi Oral hygiene baik, gigi berjumlah 22 buah, ada gigi tanggal pada M1 dan M2
atas kanan, M3 kiri atas, M1 Premolar 1 dan 2 Incisivus 1 kanan bawah, dan
M1 premolar 1 dan 2 kiri bawah, karies (-), gusi tidak berdarah, fetor ex ore
(-)
Lidah

Ukuran dan bentuk lidah normal (normoglosia), papil atrofi (-), lidah kotor
(-), tremor (-)

Mukosa
Mukosa mulut warna merah muda, palatum utuh, tanpa bercak, stomatitis
mulut
dan apthae (-)
palatum
Uvula,
faring, tonsil

Uvula di tengah, berwarna merah muda, tidak hiperemis, T1-T1 tenang,


detritus (-), kripta tidak melebar, dinding mukosa faring tidak hiperemis,
PND (-)

Bau napas

Tidak tercium bau napas yang khas

Leher

Bentuk dan ukuran normal, gerakan normal, kaku kuduk (-)

KGB

Tidak ada pembesaran KGB

Tiroid

Tiroid bergerak saat pasien menelan, Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
(euthyroid), permukaan rata, tidak berbenjol, kulit di sekitarnya normal dan
hangat, nyeri tekan (-), konsitensi lunak

Arteri carotis

Arteri carotis tidak tampak berdenyut, pada perabaan denyutnya teraba


reguler, sama kuat,simetris kiri-kanan, bruit (-)

JVP

JVP 5+0 cmH2O

Trakea

Trakea di tengah, deviasi(-), tidak teraba massa, tracheal tug (-)

IV.

Pemeriksaan Thorax

Inspeksi dada

Dari depan: bentuk thorax normal, simetris mengembang saat inspirasi dan
mengempis saat ekspirasi, tidak ada yang tertinggal
Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak pucat, tidak sianosis,
roseoles spot (-), tidak tampak adanya efloresensi yang bermakna, tidak

ada dilatasi vena, spider nervi (-)


Tulang dada normal, mendatar, tidak mencekung dan tidak menonjol
Tulang iga normal, tidak terlalu vertikal dan tidak terlalu horizontal
Sela iga tidak melebar dan menyempit, tidak tampak adanya retraksi dan
tidsak tampak gerakan otot-otot bantu pernapasan
Tidak tampak pulsasi abnormal, tidak tampak pulsasi ictus cordis
Inspeksi dada Gerakan dada pasien simetris kiri-kanan saat bernapas, tidak ada
saat napas
hemithorax yang tertinggal, tipe pernapasan thorakoabdominal
Inspeksi
dada

buah Buah dada simetris sama besar kiri dan kanan, tidak tampak massa /
benjolan, areola mamae sepasang, simetris, warna kecoklatan, papila
mamae sepasang, simetris, tidak ada retraksi, tidak tampak mengeluarkan
sekret, tidak tampak efloresensi bermakna

Palpasi
pergerakan dada
saat bernapas,
vocal fremitus
dada
dan
punggung, ictus
cordis,
thrill,
sudut angulus
subcostae

Pergerakan dada saat saat bernapas simetris kiri kanan, tidak ada
hemithorak yang tertinggal

Perkusi dada

Perkusi sistematik kedua lapang paru didapatkan suara sonor

Vocal fremitus sama kuat kiri dan kanan teraba sama kuat, baik dari dada
maupun punggung
Ictus cordis didapatkan setinggi ICS V axillaris anterior kiri
Tidak teraba adanya thrill pada keempat area katup jantung
Besar sudut angulus subcostae kira-kira <90o normal

Batas paru dan hepar ICS VI midclavicula dextra dengan bunyi pekak
Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS III V garis sternalis kanan
dengan suara redup
Batas paru dan lambung ICS VI axilaris anterior kiri dengan bunyi timpani
Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS V axillaris anterior kiri
dengan suara redup
Batas jantung atas setinggi ICS II garis parasternalis kiri dengan suara
redup
Auskultasi paru Pada auskultasi di lapang paru kiri-kanan baik dari dada maupun
dan jantung
punggung didapatkan suara napas vesikuler. Ronki -/-. Wheezing -/-, slam
-/-

Pada hasil auskultasi jantung irama teratur, dengan frekuensi heart rate
88x/mnt, SI dan SII pada keempat katup jantung ireguler, SI lebih
terdengar keras pada mitral dan trikuspid, SII lebih terdengar keras pada
aorta dan pulmonal, tidak ada spliting, suara jantung tambahan(+) S3,
gallop (+), tidak terdapat ejection sound, sistolik clik, opening snap, SIV.
Murmur (-) pada keempat katup jantung
V.

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi
abdomen

Bentuk abdomen datar, Warna kulit sawo matang, tidak pucat, tidak
ikterik, tidak sianosis, spider nervi(-), roseola spot (-), tidak tampak
adanya efloresensi yang bermakna, kulit perut tidak keriput, tidak ada
dilatasi vena, Shagging of the Flank (-), mass(-).
Gerakan dinding perut mengembang saat inspirasi dan mengempis saat
ekspirasi, tipe pernapasan thorakoabdominal

Auskultasi
abdomen

Bising usus pasien dalam batas normal, dalam perhitungan 1 menit


terdengar adanya bising usus 5x
Tidak terdengar arterial bruit maupun venous hum.

Perkusi abdomen

Pada keempat kuadran abdomen didapatkan suara timpani, shifting


dullness (-)

Palpasi abdomen

Dinding abdomen supel, tidak teraba massa, defense muscular (-), turgor
kulit baik
Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Hepar dan lien tidak teraba, Ballotement ginjal bilateral (-), Murphys
sign (-)
Tidak terasa adanya getaran cairan / undulasi
Hepatojugular refleks (-).

VI.

Pemeriksaan Ekstremitas

Inspeksi
ekstremitas atas

Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, proporsional terhadap


bentuk tubuh pasien.
Kulit sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tampak
efloresensi berupa hiperpigmentasi pada lengan kiri
Jari-jari: jumlah lengkap, tidak ada deformitas, clubbing finger (-)

Kuku: warna merah muda, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis,
splinter hemoragik (-)
Telapak tangan warna pink, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis,
tidak tampak palmar eritema
Tidak tampak oedem pada keempat ekstremitas dan tidak ada
pembengkakan sendi, tidak ada atrofi otot, tidak ada gerakan involunter,
kordinasi gerak baik, kaku sendi (-)
Palpasi kulit dan Akral hangat pada keempata ekstremitas, kelembaban baik dan tidak
otot ekstremitas nyeri tekan, pitting oedema (-), tidak ada atrofi otot, tonus otot statis dan
atas
dinamis baik, kekuatan otot baik bernilai 5, tidak ada rigiditas dan
spastisitas, flapping tremor (-), intentional tremor (-)
Refleks fisiologis

Refleks biseps ++/++, refleks triceps ++/++

Inspeksi
ekstremitas
bawah

Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, proporsional terhadap


tubuh.
Kulit sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak tampak
efloresensi yang bermakna.
Jari-jari jumlah lengkap, tidak ada deformitas.
Kuku warna merah muda, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Telapak kaki warna pink, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
ada eritem, tidak ada ulkus, tidak ada kalus, tidak ada clavus.
Tidak tampak oedema pada kedua tungkai bawah, tidak ada gerak
involunter, tidak ada pembengkakan sendi maupun atrofi.
Kekuatan otot baik, koordinasi gerak baik.

Palpasi kulit dan Suhu teraba hangat, kelembaban baik dan tidak nyeri, pitting oedem(-),
otot ekstremitas tidak ada atrofi otot, tonus stasis dan dinamis baik, kekuatan otot baik
bawah
bernilai 5, tidak ada rigiditas dan spastisitas.
Refleks fisiologis

Refleks patella ++/++, refleks achilles ++/++

Refleks patologis

Babinski (-), Openheim (-), Gordon (-), Chaddok (-), Schaeffer (-),
klonus patella(-), klonus Achilles (-)

Rangsang
meningeal

Kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), Brudzinsky II (-), Laseq (-), Kernig (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 16 Oktober 2013 28 Oktober 2013


Tanggal
16 Oktober 2013

17 Oktober 2013

Pemeriksaan yang dilakukan


Leukosit : 20.900/mm3
Eritrosit : 4,11 jt/mm3
Hb : 11,5 g/dl
Ht : 37 %
Trombosit : 163.000 / mm3
Tes Widal Typhus H 1/160
Tes Widal Typhus AH : 1/320
Leukosit : 41.200/mm3
Hb : 9,9 g/dl
Ht : 33 %
Trombosit : 114.000 / mm3
USG Abdomen
o Hati : permukaan rata, sudut tumpul, echo kasar
merata
o Kandung empedu : besar dan bentuk normal,
dinding tipis, batu (-)
o Saluran empedu : tidak melebar
o Ginjal kanan dan kiri : cortex normal, pelvis renal
normal, batu (-)
o Limpa : tidak membesar
o Pancreas : normal
o Lain-lain : Kesan : Fatty Liver
Foto Thorax
o Cor : membesar (LVH)
o Paru : baik
Kesan : Cardiomegali
Apusan Darah Tepi
o Eritrosit : normositik normokrom, sel target,
jumlah menurun
o Leukosit : jumlah meningkat dengan diff count :
metamyelosit -/-/24/39/5/29
o Trombosit : morfologi normal, jumlah menurun
Kesan : anemia normositik normokrom, lekositosis
dengan

peningkatan

neutrophil

batang

dan

monositosis, serta trombositosis (susp MDS)


Saran : kultur resistensi, RT, BMP, LDH, asam urat.
Leukosit : 41.100/mm3

Eritrosit : 3,89 jt/mm3


Hb : 11 g/dl
Ht : 35 %
Trombosit : 85.000 / mm3
19 Oktober 2013

20 Oktober 2013

21 Oktober 2013

22 Oktober 2013

Procalcitonin : >2
Leukosit : 17.400/mm3
Eritrosit : 3,48 jt/mm3
Hb : 10 g/dl
Ht : 31 %
Trombosit : 50.000 / mm3
Leukosit : 14.500/mm3
Eritrosit : 3,42 jt/mm3
Hb : 8,9 g/dl
Ht : 30 %
Trombosit : 67.000 / mm3
Leukosit : 20.200/mm3
Eritrosit : 3,68 jt/mm3
Hb : 10,3 g/dl
Ht : 33 %
Trombosit : 32.000 / mm3
Retikulosit : 1,9% (normal : 0,5 1,5 %)
Leukosit : 20.500/mm3
Eritrosit : 3,54 jt/mm3
Hb : 9,7 g/dl
Ht : 30 %
Trombosit : 32.000 / mm3
Apusan Darah Tepi
o Eritrosit : normositik normokrom polikromasi,
jumlah menurun
o Leukosit : jumlah meningkat dengan diff count
metamyelosit -/-/10/46/10/34
o Trombosit : morfologi normal, jumlah menurun
Kesan

bisitopenia

dan

leukositosis

monositosis
Retikulosit : 1,1 % (normal : 0,5 1,5%)
Bleeding time : 2 (normal 1-6 menit)
Clotting time : 10 (normal 10 -16 menit)
LDH : 791 (normal <480)
Leukosit : 20.500/mm3
Eritrosit : 3,56 jt/mm3
Hb : 9,9 g/dl
Ht : 32 %
Trombosit : 27.000 / mm3
LED : 48

dengan

23 Oktober 2013

25 Oktober 2013

27 Oktober 2013

28 Oktober 2013

Diff count : -/-/10/46/10/34


Kultur Darah
o Hapusan langsung : jumlah kuman dan biakan
kuman biakan negative
o Tes resistensi antibiotic (-)
Leukosit : 27.300/mm3
Eritrosit : 3,41 jt/mm3
Hb : 9,3 g/dl
Ht : 30 %
Trombosit : 41.000 / mm3
Leukosit : 18.900/mm3
Eritrosit : 3,85 jt/mm3
Hb : 10,8 g/dl
Ht : 34 %
Trombosit : 79.000 / mm3
Leukosit : 21.700/mm3
Eritrosit : 3,98 jt/mm3
Hb : 10,9 g/dl
Ht : 35 %
Trombosit : 98.000 / mm3

Tanggal 4 November 2013 12 November 2013


Tanggal
4 November 2013

5 November 2013

7 November 2013

9 November 2013

Pemeriksaan yang dilakukan


Leukosit : 34.100/mm3
Eritrosit : 4.65 jt/mm3
Hb : 12,8 g/dl
Ht : 41 %
Trombosit : 52.000 / mm3
Leukosit : 45.800/mm3
Eritrosit : 3,4 jt/mm3
Hb : 9,4 g/dl
Ht : 30 %
Trombosit : 46.000 / mm3
HDL : 20
Protein Total : 5,7
Albumin : 3,2
Na : 123 (normal : 134 146 mmol/L)
K+ : 3,5 (normal : 3,4 4,5)
Cl : 108 (normal : 96 108)
Leukosit : 9.500/mm3
Eritrosit : 3,45 jt/mm3
Hb : 9,8 g/dl
Ht : 31 %
Trombosit : 27.000 / mm3
Leukosit : 18.100/mm3
Eritrosit : 3,82 jt/mm3
Hb : 10,9 g/dl
Ht : 35 %

11 November 2013

12 November 2013

Trombosit : 33.000 / mm3


Leukosit : 20.800/mm3
Eritrosit : 3,86 jt/mm3
Hb : 10,5 g/dl
Ht : 35 %
Trombosit : 80.000 / mm3
Leukosit : 27.000/mm3
Eritrosit : 3,57 jt/mm3
Hb : 9,6 g/dl
Ht : 32 %
Trombosit : 94.000 / mm3

Tanggal 20 November 2013 28 November 2013


Tanggal
20 November 2013

08 Oktober 2013

Pemeriksaan yang dilakukan


Leukosit : 8.600/mm3
Hb : 8,7 g/dl
Ht : 28 %
Trombosit : 54.000 / mm3
GDS : 201
USG Abdomen
o Hepar : tepi rata angle sidn normal, echo normal,
struktur fiber, vena porta tidak melebar, tidak
tampak SOL/mass
o Lien, pancreas, KE, kedua ginjal, KK, Uterus =
normosonografi

22 November 2013

23 November 2013

24 November 2013

25 November 2013

Kesan : normosonographic / normosonoanatomic


Leukosit : 32.600/mm3
Eritrosit : 3,62 jt/mm3
Hb : 9,6 g/dl
Ht : 32 %
Trombosit : 94.000 / mm3
Leukosit : 45.400/mm3
Eritrosit : 3,65 jt/mm3
Hb : 9,8 g/dl
Ht : 32 %
Trombosit : 66.000 / mm3
Leukosit : 58.500/mm3
Eritrosit : 3,93 jt/mm3
Hb : 10,6 g/dl
Ht : 35 %
Trombosit : 105.000 / mm3
Leukosit : 46.800/mm3
Eritrosit : 3,95 jt/mm3
Hb : 10,7 g/dl
Ht : 36 %
Trombosit : 71.000 / mm3

Tanggal 01 Desember 2013 06 Desember 2013


Tanggal
01 Desember 2013

02 Desember 2013

03 Desember 2013

04 Desember 2013

05 Desember 2013

Pemeriksaan yang dilakukan


Leukosit : 59.700/mm3
Eritrosit : 4,12 jt/mm3
Hb : 11,2 g/dl
Ht : 37 %
Trombosit : 53.000 / mm3
GDS : 186
Leukosit : 65.000/mm3
Eritrosit : 4,09 jt/mm3
Hb : 11,3 g/dl
Ht : 36 %
Trombosit : 67.000 / mm3
Leukosit : 57.500/mm3
Eritrosit : 3,59 jt/mm3
Hb : 9,9 g/dl
Ht : 31 %
Trombosit : 42.000 / mm3
Leukosit : 35.000/mm3
Eritrosit : 3,33 jt/mm3
Hb : 9,2 g/dl
Ht : 29 %
Trombosit : 37.000 / mm3
Leukosit : 23.800/mm3
Eritrosit : 3,6 jt/mm3
Hb : 9,7 g/dl
Ht : 32 %
Trombosit : 52.000 / mm3

Tanggal 12 Desember 2013 02 Januari 2014


Tanggal
30 Desember 2013

Pemeriksaan yang dilakukan


Leukosit : 10.470/mm3
Eritrosit : 3,76 jt/mm3
Hb : 10,5 g/dl
Ht : 32 %
Trombosit : 17.000 / mm3
Apusan Darah Tepi
o Eritrosit : normositik normokrom, anisositosis,
sferosit (++), ovalosit (+)
o Leukosit : jumlah cukup, netrofil vakuolisasi,
shift to the left
o Trombosit : jumlah menurun, morfologi normal
Kesan : anemia normositik normokrom dengan
trombositopenia dan shift to the left

31 Oktober 2013

Gambaran Sumsum Tulang


o Keterangan klinik bisitopenia dan leukositosis
o Morfologi :
Sediaan dipulas : wright
Partikel : ada
Kepadatan sel : meningkat
Sel lemak : sedang
Jumlah sel : meningkat
o Trombopolesis
Jumlah megakariosit : kurang
Bentuk muda : (-)
Bentuk abnormal : (+) / non budding
megakaryocyte
Pembentukan trombosit : kurang
o Hitung Jenis
Sel myeloid
- Blast : 12,0 %
- Progranulosit : 1,5 %
- Mielosit : 6,5 %
- Metamielosit : 5,0 %
- Batang : 2,0 %
- Segmen : 20,5 %
- Basophil : 0,0 %
- Eosinophil : 2,0 %
Total Mieloid : 49,5 %
Seri eritoid
- Rubriblas : 1,0 %
- Prorubriblas : 4,0 %
- Rubrisit : 20,0 %
- Metarubrisit : 10,0 %
Total eritoid : 35,0 %
Seri lain
- Limfosit : 11,0 %
- Monosit : 4,5 %
- Plasmosit : 0,0 %
- Histiosit : 0,0 %
- Sel mitosis : (-)
- Megaloblas : (-)
- Sel eritrosit berinti > 1 : (-)
- Sel yang tidak dikenal (-)
o kelainan morfologi : (-)
o morfologi eritrosit : normositik normokrom
Kesimpulan : kepadatan sel hiperseluler, aktivitas
eritropoiesis meningkat diseritropoiesis, aktivitas
granulopoiesis meingkat shift to the left, aktivitas

trombopoiesis kurang
Kesan : MDS RAEB

Tanggal 23 Januari 2014 26 Januari 2014


Tanggal
23 Januari 2014

24 Januari 2014

24 Januari 2014

Pemeriksaan yang dilakukan


Leukosit : 7.900/mm3
Eritrosit : 3,78 jt/mm3
Hb : 10,9 g/dl
Ht : 32 %
Trombosit : 13.000 / mm3
Leukosit : 6.700/mm3
Eritrosit : 3,1 jt/mm3
Hb : 8,9 g/dl
Ht : 26 %
Trombosit : 12.000 / mm3
Leukosit : 6.100/mm3
Eritrosit : 3,28 jt/mm3
Hb : 9,5 g/dl
Ht : 30 %
Trombosit : 27.000 / mm3

RESUME
Pasien seorang wanita berusia 73 tahun dating ke IGD RS Mintohardjo pada tanggal 23
Januari 2014. Pasien dating dengan keluhan demam tinggi sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan tidak naik pada sore atau malam hari dan tidak turunturun. Pasien juga mengeluh pusing dan lemas serta nafsu makan menurun. Mual
muntah (-). Pasien sebelumnya sering dirawat di rumah sakit dengan keluhan yang sama
yaitu demam tinggi. Selain itu pasien juga mengeluh sakit kepala dan merasa cepat lelah
jika beraktivitas serta napas pendek. Pasien juga mengeluh nyeri pada satu badan dan
disertai lebam pada lengan kiri yang tidak kunjung sembuh. Lebam timbul karena
merupakan bekas infus dari perawatan sebelumnya. Tidak ada mual muntah, nyeri pada
perut tidak ada, sesak napas dan batuk juga disangkal pasien. Buang air kecil dan buang
air besar seperti biasa
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya TD : 90/60 mmHg, Nadi 76 x/menit, Suhu
subfebris 37,2 C, Nadi 22 x/menit. Status gizi pasien normoweight (gizi cukup).
Pemeriksaan status generalis yang tidak normal yaitu pada pemeriksaan thorax terdapat
pergeseran ictus cordis ICS 5 axillaris anterior kiri, pulsasi ictus cordis setinggi ICS V

axillaris anterior sinistra, perkusi batas paru dan jantung kiri setinggi ICS V axillaris
anterior sinistra dengan suara redup. Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan ekstremitas, pada lengan kiri pasien terdapat efloresensi berupa
hiperpigmentasi tetapi tidak nyeri maupun gatal.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pada darah rutin terdapat anemia,
leukositosis, trombositositopenia; pada USG abdomen terdapat kesan berupa fatty liver;
pada foto thorax terdapat kesan berupa cardiomegaly; pada apusan darah tepi didapatkan
anemia normositik normokrom dengan trombositopenia dan shift to the left; pada
gambaran sumsum tulang didapatkan kepadatan sel hiperseluler, aktivitas eritropoiesis
meningkat diseritropoiesis, aktivitas granulopoiesis meingkat shift to the left, aktivitas
trombopoiesis kurang.
DIAGNOSIS KERJA
Myelodysplastic syndromes (MDS) tipe Refractory Anemia with Excess Blasts (RAEB)

DIAGNOSIS BANDING
Acute Mieloid Leukemia

PENATALAKSANAAN

Tidur dengan posisi berbaring terpasang infus RL 500ml 20tpm


Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr iv
Injeksi ranitidine 2 x 1 amp iv
Asam folat 3 x 1
Isoprazol 1 x 20 gr
Enzymplex 3 x 1
Hemobion 1 x 1

PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad malam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. KANKER
Kanker terjadi saat sel-sel dalam tubuh membelah diri diluar kendali. Sel-sel abnormal ini
kemudian menyerang jaringan terdekat, atau berpindah ke daerah yang jauh dengan cara
masuk ke dalam pembuluh darah atau sistem limpatik.
Agar tubuh manusia berfungsi secara normal, setiap organ tubuh harus memiliki sejumlah sel
tertentu. Sel-sel ini dalam sebagian besar organ, memiliki usia yang pendek, dan untuk
menjaga fungsi tubuh, sel-sel ini harus digantikan melalui proses pembelahan sel.
Pembelahan sel dikendalikan oleh gen yang terletak pada inti sel. Mereka berfungsi seperti
buku instruksi yang memerintahkan sel, protein apa yang harus dibuat, bagaimana cara sel
membelah dan berapa lama usia mereka. Kode genetik ini bisa rusak akibat beberapa faktor
yang kemudian menimbulkan cacat dalam buku instruksi tersebut. Cacat ini dapat secara
dramatis mengubah fungsi sel. Bukannya berhenti, namun bisa saja sel terus menerus
membelah diri, bukannya mati, sel tersebut bisa saja terus bertahan hidup.

Beberapa mekanisme bekerja untuk mencegah kerusakan genetik ini terjadi dan untuk
menyingkirkan sel abnormal secara genetis dari dalam tubuh. Namun pada beberapa orang,
pertahanan tubuh ini kurang dan populasi sel abnormal bisa saja lolos dari kendali tubuh.
Inilah sel-sel kanker yang kemudian berkerumun dan menghancurkan jaringan tubuh yang
sehat/normal.
Sel-sel kanker membutuhkan nutrisi untuk bertahan dan bertumbuh. Banyak tipe kanker
dapat menstimulasi pertumbuhan pembuluh darah untuk menyediakan bahan makanan yang
mereka butuhkan. Bahkan kata kanker itu sendiri berasal dari bahasa latin Cancri yang berarti
kepiting. Hal ini dikarenakan bentuk pembuluh darah yang besar yang mengelilingi tumor
dianggap berbentuk seperti capit serta kaki-kaki kepiting bagi orang-orang jaman dahulu. 1
Sel normal bisa menjadi sel kanker bila materi genetiknya rusak atau berubah. Kerusakan
pada materi genetika, atau disebut juga mutasi gen, dapat terjadi melalui berbagai cara;
Pertama: disebabkan karena oleh kesalahan pertumbuhan atau replikasi yang terjadi pada
saat sel-sel yang mati atau rusak digantikan oleh sel yang baru. Pada saat penggantian satu
sel, terjadi penggandaan sel induk agar dihasilkan sel baru yang sama persis seperti induknya,
hkususnya gen. Dalam proses pembuatan sel baru ini bisa terjadi gen sel yang baru salah
digandakan lalu menghasilkan sel baru yang tidak sama dengan induknya sehingga dihasilkan
sel termutasi. Sel seperti ini berpotensi menjadi sel. Oleh karena itu, kanker banyak
ditemukan pada organ yang sering mengalami pergantian sel, seperti sumsum tulang yang
membuat sel-sel darah, jaringan epidermis pada saluran pencernaan, paru-paru, rahim dan
sebagainya.
Kedua: mutasi atau kesalahan pada gen sel yang merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari gen orang tua. Kesalahan genetika ini umumnya menghasilkan kanker pada
usia dini atau anak-anak.
Ketiga: faktor luar (faktor eksternal) meliputi virus, infeksi berkelanjutan, polusi udara,
makanan, radiasi dan bahan-bahan kimia asing yang tidak diperlukan tubuh. Bahan-bahan
kimia asing ini dapat berasal dari pencemaran makanan, polusi udara dan air, ataupun bahan
kimia yang ditambahkan pada makanan. Penyebab dari luar tubuh ini umumnya merusak gen,
khususnya pada sel organ yang sering mengalami pergantian sel atau berfungsi mensekresi,
seperti : payudara, sumsum tulang, saluran pencernaan dan rahim.

Penyebab pertama dan kedua di atas disebut faktor internal atau faktor dari dalam tubuh yang
memang harus diterima dan tidak dapat dicegah. Untungnya menurut kesimpulan yang
dikeluarkan oleh WHO (World Health organization), penyakit kanker yang disebabkan oleh
keturunan dan faktor dalam hanya sekitar 10-15%. Sebagian besar (sekitar 85-90%)
disebabkan oleh faktor luar. Kesimpulan ini merupakan hasil rangkuman dari sepuluh ribu
lebih hasil penelitian mengenai kanker, pangan dan gizi yang diadakan di berbagai Negara
lebih dari sepuluh tahun. Hasilnya tentu saja sangat memuaskan, karena jika penyebabnya
berasal dari luar tubuh, dengan sendirinya penyebab ini dapat dicegah.
Kanker mempunyai tiga ciri utama: hyperplasia, anaplasia dan metastasis. Hyperplasia adalah
perbanyakan sel-sel yang tak terkendali. Anaplasia adalah tidak normalnya struktur sel (selsel fungsinya berkurang atau hilang). Metastasis adalah kemampuan sel yang ganas untuk
memisahkan dirinya dari tumor dan membentuk tumor baru pada situs di dalam inang.
Lama sekali para mikrobiologiwan berpendapat bahwa kanker mungkin disebabkan oleh
virus. Namun tahun-tahun belakangan ini telah terhimpun bukti-bukti yang cukup
memperlihatkan bahwa beberapa virus memang menyebabkan kanker pada hewan.
Penemuan-penemuan ini menghidupkan kembali pendapat bahwa kanker pada manusia
mungkin disebabkan oleh virus, karena masuk akal untuk memperkirakan bahwa bila virus
dapat menyebabkan kanker pada hewan, maka tentulah dapat melakukan hal yang sama pada
manusia. Selain disebabkan oleh virus, kanker dapat terjadi karena bahan-bahan yang dapat
memicu terjadinya kanker.

B. SUMSUM TULANG NORMAL


Sumsum tulang adalah jaringan spons lembut yang terletak di dalam rongga interior tulang
panjang. Pada orang dewasa, sumsum dalam tulang besar menghasilkan sel-sel darah baru.
Sumsum tulang membentuk sekitar 4% dari berat tubuh total (sekitar 2,6 kg di dewasa yang
sehat).2
Ada dua jenis sumsum tulang:2
Sumsum merah yang bertanggung jawab untuk memproduksi sel darah merah, putih
sel darah merah dan trombosit
Sumsum kuning yang terdiri terutama dari sel-sel lemak

Ada sejumlah pembuluh darah dan pembuluh darah kapiler melintasi melalui sumsum
menjadikannya sebuah organ yang sangat vaskular. Pada saat lahir dan anak usia dini
sebagian dari sumsum merah. Sebagai orang usia lebih dan lebih dari itu adalah menjadi
sumsum kuning. Sekitar setengah dari dewasa sumsum tulang sumsum merah.
Fungsi Sumsum Tulang
Sel darah merah (eritrosit) membawa oksigen ke jaringan.
Platelet atau thrombocytes (berasal dari megakaryocytes) membantu mencegah pendarahan
dan membantu pembekuan darah.
Granulosit (neutrofil, basofil dan eosinofil) dan makrofaga (secara kolektif dikenal sebagai
myeloid sel.) melawan infeksi dari bakteri, fungi dan parasit lain. Mereka juga menghapus
sel-sel mati dan merombak jaringan dan tulang.
Limfosit B memproduksi antibodi, sedangkan T-limfosit langsung dapat membunuh atau
mengisolasi menyerang sel.
RBC hidup untuk sekitar 170 hari dan istirahat pendek tinggal dan perlu diisi ulang terus
menerus. Manusia rata-rata memerlukan sekitar seratus miliar hematopoietik sel baru setiap
hari. Ini dilakukan oleh Hematopoietic Stem Cells (HSCs).
Sumsum Tulang dan Sel-sel Induk
Di sekitar pusat menanggung tulang atau pusat sinus sel-sel batang Mesenchymal. Sel-sel ini
memiliki kapasitas untuk membentuk berbagai sel tubuh termasuk osteoblas (yang
membentuk tulang), chondrocytes (yang membentuk tulang rawan), myocytes (yang
membentuk otot) dan sel-sel lain. Selain ini ada sel-sel induk endotel yang membentuk
pembuluh darah.2
Penyakit dari berbagai jenis sel
Jenis sel dan fungsi:3
1. Sel Darah Putih (WBCs)
WBCs adalah jenis lima yang berbeda:

limfosit

neutrofil (juga disebut granulosit)

eosinofil

basofil

monosit

Ini memainkan peran yang berbeda dalam pencegahan infeksi dan perlindungan dari
tubuh. Sebagai contoh, neutrofil, basofil dan eosinofil membunuh dan mencerna
bakteri. Monosit membunuh bakteri tetapi juga diproduksi lebih cepat daripada
neutrofil dan cenderung lebih lama hidup.
Limfosit adalah dari dua jenis B dan sel T. T membedakan sendiri dan asing dan sel B
yang beredar dalam darah, memproduksi antibodi - protein yang melekat pada antigen
spesifik dari menyerang bakteri atau virus.
2. Sel Darah Merah
Sel yang berbentuk cakram sel-sel kecil tanpa inti. Mereka
membawa besi protein heme yang disebut hemoglobin. Hemoglobin
memungkinkan sel untuk membawa oksigen ke jaringan di seluruh
tubuh.
3. Platelet atau thrombocytes
Ini

adalah

bagian

kecil

dari

sel-sel

besar

yang

disebut

megakaryocytes. Beredar trombosit dalam darah dan membantu


dalam pembekuan proses untuk pasang lubang dalam bocor
pembuluh

darah

dan

untuk

membantu

mengaktifkan

faktor

pembekuan lainnya.
Penyakit dan Gangguan dari Sumsum Tulang
Penyakit dan gangguan dari sumsum tulang termasuk Leukemia, sindrom Myelodysplastic,
gangguan Myeloproliferative dan sebagainya.

Leukemia
Leukemia adalah kanker sel darah putih yang dapat mempengaruhi
lima jenis WBC. Kanker mempengaruhi garis sel yang mulai meniru
non-stop menyumbat sumsum tulang dan penurunan produksi selsel lain. Dihasilkan leukemia sel clone tidak berfungsi secara normal.
Mereka tidak melawan infeksi. Pasien dengan leukemia mungkin
sering infeksi, anemia, perdarahan, memar, keringat malam, dan
tulang dan nyeri sendi. Limpa yang biasanya filter darah dan
menghilangkan sel-sel tua, mungkin menjadi diperbesar. Kelenjar
getah

bening

yang

rumah

WBCs

juga

dapat

memperbesar.

Pewarnaan darah menunjukkan sel-sel dewasa dari sumsum tulang


yang disebut sel ledakan. Ini dirilis karena kelebihan produksi dalam
sumsum tulang.

Sindrom Myelodysplastic (MDS)


MDS adalah sekelompok penyakit di mana produksi sel abnormal sumsum tulang.
Ada tidak cukup sel darah normal yang sedang dibuat. Hal ini menyebabkan anemia,
perdarahan dan risiko infeksi.
Sindrom MDS diklasifikasikan oleh bagaimana sel-sel dalam tulang sumsum dan
darah smear terlihat di bawah mikroskop. Ini termasuk anemias yang resisten terhadap
pengobatan, mereka yang diwariskan atau genetik dan bentuk kompleks MDS. Seiring
waktu, MDS cenderung untuk kemajuan untuk leukemia akut myeloid.

Myeloproliferative Gangguan (MPD)


"Myelo" berarti sumsum tulang dan MPD menandakan proliferasi sumsum tulang. Ini
adalah kelompok penyakit. Ada produksi berlebih prekursor (dewasa bentuk) sel
sumsum. Hasil ini dalam rilis bentuk dewasa prekursor-prekursor juga yang dirilis
dalam darah sebagai bentuk ledakan ketika tubuh memerlukan mereka. Sumsum
tulang di MPD menunjukkan campuran sel dalam berbagai tahap kedewasaan.

Aplastik
Ini adalah suatu kondisi di mana kerugian atau penindasan produksi sel. Ini mungkin
karena kerusakan dalam sel induk yang memproduksi mereka atau karena cedera
lingkungan sumsum tulang.
Cedera dapat hasil dari paparan bahan kimia seperti benzena, radiasi, atau obat-obatan
tertentu atau mungkin genetik misalnya anemia Fanconi's atau terkait dengan infeksi
virus dengan parvo virus.

Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi menyebabkan pembentukan cacat dan lebih kecil sel yang
dirilis dari sumsum. Ini pucat dan kecil dan disebut sel mikrositik. Anemia juga dapat
disebabkan oleh kekurangan atau disfungsi dari eritropoietin, kimia yang diproduksi
oleh ginjal yang merangsang produksi RBC.

C. MYELODYSPLASTIC SYNDROMES
Mielodisplasia merupakan kelainan klonal dari sumsum tulang di mana terbentuk sel darah
yang mana bentuk dan fungsinya abnormal. Insidensinya meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Pada sebagian besar pasien ditemukan anemia makrositik, leukopenia dan
trombositopenia juga sering terjadi. Pada sebagian besar kasus tidak dapat ditemukan
penyebab yang jelas. Pada beberapa kasus, mielodisplasia terjadi setelah terpapar terhadap
obat sitotoksik atau radioterapi.4
Epidemiologi dan Prevalensi
MDS idiopatik merupakan penyakit pada usia tua, usia rata-rata saat onset mulai muncul
adalah 68 tahun. Jumlah penderita pria sedikit lebih banyak dibandingkan penderita
perempuan. MDS merupakan bentuk gagal sumsum tulang yang umum, dengan angka laporan
insiden 35 hingga lebih dari 100 penderita dari setiap satu juta penduduk pada populasi
umum, dan 120 hingga lebih dari 500 penderita dari setiap satu juta penduduk usia lanjut.
MDS jarang diderita anak-anak, namun leukemia monositik dapat terjadi. MDS yang terkait
dengan terapi tidak berhubungan dengan tingkatan usia dan terjadi pada sekitar 15 % pasien

yang tengah menjalani terapi kombinasi modalitas kanker. Angka kejadian MDS terus
meningkat, seiring semakin dikenalnya sindrom ini oleh dokter dan meningkatnya usia
harapan hidup. 5
Tipe-tipe Sindrom Mielodisplasia 6
Klasidfikasi dari MDS telah ada sejak 20 tahun yang lalu melalui konferensi internasional
yang mana banyak dihadiri oleh dokter-dokter dari Prancis, US dan Great Britain. Sehingga
dikenal dengan French-American-British (FAB) classification.
Klasifikasi yang digunakan saat ini merupakan klasifikasi WHO, dimana klasifikasi ini lebih
banyak membantu daripada klasifikasi FAB dengan melihat dari prognosis. Terdapat 7
kategori MDS menurut WHO:

Refractory cytopenia with unilineage dysplasia (RCUD)


Refractory anemia with ringed sideroblasts (RARS)
Refractory cytopenia with multilineage dysplasia (RCMD)
Refractory anemia with excess blasts-1 (RAEB-1)
Refractory anemia with excess blasts-2 (RAEB-2)
Myelodysplastic syndrome, unclassified (MDS-U)
Myelodysplastic syndrome associated with isolated del (5q)

Beberapa kategori ini ditemukan dari penampakan sel-sel di darah dan sumsum tulang
belakang. Salah satu kategori disebabkan karena perubahan kromosom di sumsum tulang.
Chronic myelomonocytic leukemia (CMML) merupakan tipe dari MDS di klasifikasi FAB
teteapi pada kriteria WHO dimasukkan kedalam kelompok penyakit yang lainnya.
Refractory cytopenia with unilineage dysplasia (RCUD)
Pasien dengan RCUD memiliki salah satu tipe sel darah yang jumlahnya rendah, tapi normal
pada dua tipe sel darah yang lainya. Yang termasuk RCUD adalah Refractory Anemia (RA),
Refractory Neutropenia (RN), dan Refractory Thrombocytopenia (RT). Refractory anemia
(RA) adalah tipe yang paling sering dari RCUD. Pasien dengan RA memiliki jumlah sel darah
merah yang rendah (anemia) tetapi memiliki leukosit dan trombosit normal. Sumsum tulang
pada pasien RA, hanya terdapat sel yang tumbuh menjadi eritrosit yang kelihatan abnormal.
Sumsum tulang pada pasien RCUD, paling sedikit 10% dari sel muda kelihatan abnormal
(dysplasia), tetapi tipe sel lainya normal. Di sumsum tulang terdapat paling sedikit 5%
penurunan sel blast dimana sel blast jarang atau bahkan tidak ditemukan di darah. Paling

sedikit 5%-10% semua penderita MDS menderita RCUD. Meskipun tipe MDS ini jarang,
memungkinkan berprogres menjadi Acute Myeloid Leukemia (AML). Prognosis pasien
dengan tipe MDS ini baik.
Refractory anemia with ringed sideroblasts (RARS)
Kondisi ini memiliki kesamaan dengan Refractory Anemia (RA) kecuali menurun 15% atau
lebih dari sel darah merah muda di sumsum tulang terdiri dari cincin yang merupakan deposit
besi (rings) disekeliling nucleus. Pasien MDS dengan tipe ini hanya sekitar 10% sampai 15%.
Tipe ini jarang menjadi leukemia dan prognosis pasien MDS tipe ini sama dengan tipe
refractory anemia.
Refractory cytopenia with multilineage dysplasia (RCMD)
Pada kondisi ini, paling sedikit terdapat 2 tipe sel darah yang rendah. Di sumsum tulang,
terdapat beberpa tipe sel yang abnormal (dysplasia). Ringed sideroblasts mungkin ada atau
tidak. Jumlah sel blast di sumsum tulang menurun paling sedikit 5% atau tidak terdapat sel
blast yang berisi Auer rods (bentuk abnormal dari leukemia). Sel blast jarang bahkan tidak ada
di dalam darah. Pasien tipe MDS sekitar 40%. Yang berubah menjadi leukemia sekitar 10%.
Pasien dengan tipe ini memiliki harapan hidup yang rendah (2 tahun).
Refractory anemia with excess blasts-1 (RAEB-1)
Satu atau hamper semua tipe sel rendah di darah dan kelihatan abnormal di sumsum tulang.
Jumlah sel blast di sumsum tulang meningkat, tetapi itu masih menurun dari 10%. Sel blast
tidak berisi Auer rods. Sel blast mungkin ada di darah, tetapi terbuat dari paling sedikit 5%
leukosit. Peluang RAEB-1 berubah menjadi acute myeloid leukemia adalah sekitar 25%. Tipe
MDS ini memiliki penampilan yang jelek dan kebanyakan meninggal dalam 2 tahun.
Refractory anemia with excess blasts-2 (RAEB-2)
Tipe MDS ini mirip dengan RAEB-1 kecuali di sumsum tulang terdapat banyak sel blast
sekitar 10% -20%. Di dalam darah juga banyak ditemukan sel blast: sekitar 5% dan 19%
terdapat sel blast di leukosit. Sel blast mengandung Auer rods. Satu bahkan beberapa tipe sel
mungkin rendah di dalam darah dan sel abnormal di sumsum tulang. Kemungkinan RAEB-2
berubah menjadi acute myeloid leukemia sebesar 50%.
Myelodysplastic syndrome, unclassified (MDS-U)

Tipe MDS ini jarang ditemukan. Tipe MDS ini tidak terdapat kecocokan dengan tipe lain.
Salah satu jumlah sel mungkin rendah dalam darah dan paling sedikit 10% di sumsum tulang.
Sel di sumsum tulang paling sedikit terdapat satu kromosom yang abnormal yang hanya
terlihat pada MDS atau leukemia. Jumlah sel blast di sumsum tulang lebih sedikit dari 5%.
Tipe MDS-U merupakan tipe yang jarang ditemukan.
MDS associated with isolated del (5q)
Pada tipe MDS ini, kromosom di sumsum tulang normal, kecuali pada kromosom 5 yang
menunjukkan bagian yang hilang. Di dalam darah, eritrosit rendah, tetapi leukosit normal.
Kadang trombosit meningkat. Jumlah sel blast di sumsum tulang menurun hingga 5%.
Penyebab sampai sekarang tidak diketahui. Prognosis pasie MDS dengan tipe ini baik dan
jarang menjadi leukemia.

Klasifikasi MDS oleh WHO 7


Penyakit
1

RA

Frek.
5-10%

Temuan Darah
Anemia
Tanpa atau
sedikit blast

Temuan Sumsung
Tulang
Hanya displasia
eritroid
< 5% blast

Prognosis
Memperpanjang
perawatan
6% berubah
menjadi leukemia

<15% sideroblast
cincin
2

RARS

10-12%

Anemia

Hanya displasia
eritroid

Memperpanjang
perawatan

< 5% blast

1-2% berubah
menjadi leukemia

Tanpa blast

>15% sideroblast
cincin
3

Refractory cytopenia
with multilineage

24%

Sitopenia
Tanpa atau
sedikit blast

Displasia pada 10%


se
< 5% blast

Tergantung klinis
11% berubah
menjadi leukemia

dysplasia (RCMD)

RCMD with ringed

15%

sideroblasts (RCMDRS)

Refractory anemia
with

40%

Tanpa Auer rods

Tanpa Auer rods

<1109/L
monosit

<15% sideroblast
cincin

Sitopenia

Displasia pada 10%


se

Tanpa atau
sedikit blast

< 5% blast

Tanpa Auer rods

Tanpa Auer rods

<1109/L
monosit

15% sideroblast
cincin

Sitopenia

Displasia unilineage
atau multilineage

(RAEB-1 < 5% blast


excess blasts-1
(RAEB-

5-9% blast
+2)

Tanpa Auer rods


Tanpa Auer rods

1)

<1109/L
monosit

Refractory anemia
with

Sitopenia

Displasia unilineage
atau multilineage

5-19% blast
excess blasts-2
(RAEB-

Auer rods
<1109/L
monosit

2)
Myelodysplastic

25% berubah
menjadi leukemia

Kegagalan
sumsum tulang
progresif

10-19% blast
Auer rods

Kegagalan
sumsum tulang
progresif

Belum
diketahui

Sitopenia

syndrome,
unclassified

Tanpa atau
sedikit blast

(MDS-U)

Tanpa Auer rods

Displasia pada
myeloid atau platelet
lineage

33% berubah
menjadi leukemia

Belum diketahui

< 5% blast
Tanpa Auer rods
8

MDS with isolated


del

Belum
diketahui

Anemia
<5% blast

Normal atau
peningkatan
megakariosit dengan
nucleus

Belu

hipolobulated
(5q)

Platelet normal
atau meningkat

< 5% blast
Tanpa Auer rods
Isolated del(5q)

Faktor Resiko
Faktor resiko tidak dapat mengubah kesempatan suatu penyakit menjadi kanker. Masingmasing kanker mempunyai faktor resiko masing-masing. Seperti contohnya, kulit yang terlalu
lama dipapari oleh sinar matahari mempunyai resiko terkena kanker kulit. Merokok adalah
salah satu faktor resiko dari kanker paru-paru dan banyak kanker lainnya. Semua orang
mempunyai resiko untuk sakit.4

Pengobatan Kanker
Pengobatan primer berupa kemoterapi dimana merupakan faktor resiko dari MDS.
Pasien yang mendapatkan pengobatan kemoterapi berpeluang menyebabkan MDS.
MDS yang disebabkan oleh pengobatan kanker disebut secondary MDS atau
treatment-related MDS.
Beberapa obat yang dapa memicu menjadi MDS termasuk:
Mechlorethamine (nitrogen mustard)
Procarbazine
Chlorambucil
Etoposide, teniposide
Cyclophosphamide dan ifosfamide
Doxorubicin
Kombinasi dari obat-obat ini dengan terapi radiasi meningkatkan faktor resiko. MDS
sekunder lebih sering pada pasien setelah pengobatan seperti: penyakit Hodgkin,
limfoma non Hodgkin, atau acute lymphocytic leukemia. Jarang pada pasien setelah
pengobatan dengan kanker payudara, kanker paru-paru, kanker ovarium/testis, system
gastrointestinal atau kanker lainnya. MDS juga bisa pada pasien transplantasi stem sel
(transplantasi sumsum tulang) karena pasien mendapat kemoterapi dosis tinggi.
Bahkan, hanya sedikit presentase pasien yang mendapat pengobatan dengan obat-obat
ini dapat berkembang menjadi MDS.

Sindroma Genetik
Beberapa masalah pada sumsum tulang belakang disebabkan oleh abnormalitas
(mutasi) gen yang didapat dari orangtua. Pasien dengan inherited syndromes
berpeluang menjadi MDS. Penyebab lainnya termasuk anemia Fanconi, ShwachmanDiamond syndrome, Diamond Blackfan anemia, keturunan gangguan trombosit, dan
bahkan dengan neutropenia kongenital.

Familial MDS

Merokok
Merokok meningkatkan resiko MDS. Merokok dapat menyebabkan kanker pada paruparu, mulut, tenggorokan, laring dan banyak organ lainnya, tetapi dapat berakibat juga
pada daerah yang tidak berkontak langsung dengan rokok. Komponen penyebab
kanker yang terkandung dalam asap rokok diabsorpsi dalam darah dan masuk
melewati paru-paru. Jika masuk ke pembuluh darah, maka komponen ini akan
menyebar ke seluruh bagian tubuh.

Faktor Lingkungan
Seperti radiasi dan zat-zat kimia, berrelasi dengan MDS. Terpapar radiasi tinggi
(seperti kecelakaan reactor nuklir atau korban bom) meningkatkan resiko terjadinya
MDS. Pekerja yang terpapar benzene dan zat kimia di petroleum dalam waktu lama,

dapat meningkatkan resiko MDS


Usia
Penyakit ini jarang menyerang dibawah usia 40 tahun, beberapa kasus ditemukan lebih
dari 60 tahun.

Jenis Kelamin
Pria > Wanita

Gambaran Patologi7

Gambar 1. Bentuk Morfologi dari Darah Perifer dan Sumsum Tulang pada Myelodysplastic
Syndromes.

Gambar A menunjukkan contoh darah perifer dari pasien dengan refractory anemia dengan
cincin sideroblasts, dengan sel-sel eritrosit yang dismorfik; beberapa dari sel adalah
normokromik dimana yang lainnya hipokromik (panah). Ada juga gambaran anisositosis
dengan makroovalosit. Gambar B menunjukkan contoh darah perifer dari pasien dengan
refractory anemia with excess of blasts, terdapat sel pseudo Pelger Hut dengan
hiperkondensi kromatin dan nucleus hipolobulasi dan sitoplasma hamper tidak berwarna
(panah). Gambar C menunjukkan diserthropoisis (panah) di contoh sumsum tulang pasien
dengan refractory cytopenia with multilineage dysplasia. Gambar D menunjukkan cincin

sideroblast (panah) dari pasien dengan refractory anemia. Cincin sideroblast ditandai paling
sedikit lima butiran besi yang mengelilingi inti prekursor eritroid. Gambar D menunjukkan
banyak megakaryocytes kecil yang displastik (panah) dengan monolobed atau inti dan
sitoplasma granular bilobed matang dalam smear aspirasi dari pasien dengan refractory
anemia with excess of blasts. Gambar F menunjukkan jaringan dari sumsum tulang pasien
dengan myelodysplastic syndrome dan isolated del (5q). Megakariosit adalah ukuran medium
dengan inti hipolobulasi (panah).
Etiologi dan Patofisiologis
MDS disebabkan oleh paparan dari lingkungan seperti radiasi dan benzene, beberapa faktor
risiko yang lain telah dilaporkan secara tidak konsisten. MDS sekunder terjadi sebagai efek
toksik dari terapi kanker, biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetic alkylating
agent seperti busulfan, nitrosourea, atau prokarbazin (dengan masa laten 5-7 tahun) atau DNA
topoisomerase inhibitor (2 tahun). Baik anemia aplastik yang didapat setelah terapi yang
imunosupresif maupun anemia Fanconi, keduanya dapat berkembang menjadi MDS. MDS
merupakan kelainan stem sel hemopoitik klonal yang mengarah pada gangguan proliferasi
dan diferensiasi sel. Abnormalitas sitogenik ditemukan pada sekitar separuh pasien, dan
beberapa spesifik lesi yang sama juga terlihat pada leukemia yang sesungguhnya, aneuploid
lebih sering terjadi disbanding translokasi. Manifestasi hematologik merupakan hasil dari
akumukasi dari lesi genetic multiple: hilangnya tumor supresor gen, aktifnya mutasi
onkogenik, atau perubahan merugikan lainnya. Abnormalitas sitogenik tidak terjadi secara
acak (hilangnya semua atau 5,7,dan 20, trisomi 8) dan berhubungan debgan etiologi (11q23
following topoisomerase II inhibitors); leukemia mielomonositik kronik sering berhubungan
dengan t(5;12) yang menghasilkan gen chimeric tel-PDGF. Jenis dan jumlah abnormalitas
sitogenik berhubungan kuat dengan kemungkinan berubah menjadi leukemia dan harapan
hidup. Mutasi dari N-ras (onkogen), p53 dan IRF-I (tumor supresor gen), Bcl-2 (antiapoptotik
gen), dan beberapa yang lain telah dilaporkan namun terjadi lambat pada rangkaian yang
berkembang menjadi leukemia. Apoptosis pada sel sumsum tulang meningkat pada MDS,
agaknya berhubungan dengan perubahan genetik ini atau sebagai respon imun. Patofisiologi
imun diduga berhubungan dengan trisomi 8 MDS, yang sering memberi reaksi secara klinis
terhadap terapi imunosupresif
Kriteria Diagnosis

1. GEJALA KLINIS
Diagnosis MDS harus dipertimbangkan pada setiap pasien, khususnya pada pasien tua
dengan persisten sitopenia atau monositosis yang tidak dapat dijelaskan. Pemeriksaan
yang teliti terhadap apusan darah tepi dan sumsum tulang diperlukan untuk
membuktikan kebenaran ciri-ciri sitologi displastik dalam satu atau lebih
hematopoietic lineages. Keberadaan granulosit dengan nuclear hipopigmentasi, yaitu,
anomali

pseudo-Pelger-Huet,

mononuclear

atau

mikromegakariosit,

netrofil

hipogranular atau megakariosit, makro-ovalosit, dan akantosit mungkin akan jelas.


Karena penemuan yang tunggal bukan merupakan diagnosis MDS, kondisi yang
poternsial memberikan kontribusi harus dikeluarkan. Status gizi, penggunaan alcohol
dan obat-obatan, paparan dengan bahan kimia beracun, , terapi sebelumnya dengan
antineoplastik atau radioterapi dan factor risiko untuk HIV harus diperhatikan.
Perjalanan penyakit myelodysplastic syndrome (MDS) bisa berlangsung selama
beberapa tahun dengan anemia yang tidak diketahui sebabnya dan trombositopeni
atau neutropeni ringan. Gejala klinis yang muncul pada myelodysplastic syndrome
biasanya berkaitan dengan rendahnya jumlah sel-sel darah tepi, yaitu anemia, atau
trombositopeni atau neutropeni. Namun 50% dari penderita MDS tidak merasakan
gejala apa-apa, dan penyakit ini baru ditemukan dengan tidak sengaja pada
pemeriksaan darah rutin. 4
Dari anamnesis, pasien biasanya datang dengan keluhan lemas, lesu, cepat lelah saat
beraktivitas yang disebabkan oleh anemia. Adanya kemungkinan riwayat mimisan,
gusi berdarah, badan mudah memar, sebagai manifestasi klinis dari trombositopeni.
Fungsi trombosit yang tidak baik merupakan penyebab lain yang akan meningkatkan
resiko terjadinya perdarahan. Adanya demam dan infeksi bakteri atau jamur, seperti
pneumonia dan infeksi saluran kemih, yang dikaitkan dengan neutropeni. Batuk
darah, hematuria, dan darah pada feses juga mungkin terjadi. Adanya riwayat
kemoterapi atau paparan radiasi merupakan fakta yang penting.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda anemia, seperti kulit dan membran
mukosa pucat. Bisa ditemukan petechie atau ekimosis pada kulit akibat
trombositopenia. Pada sekitar 20% penderita MDS ditemukan adanya splenomegali.
Lesi pada kulit yang langka seperti Sweets syndrome (febrile neutrophilic
dermatosis), juga mungkin muncul pada MDS. Sedangkan sindrom autoimun jarang
ditemukan.
2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM8
Pada pasien dengan myelodysplastic syndrome, ditemukan perubahan yang signifikan
pada perhitungan sel-sel darah tepi, dan abnormalitas pada sumsum tulang.

a. Pemeriksaan Darah
Pada perhitungan sel-sel darah tepi, anemia muncul pada sebagian besar kasus,
baik berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari bisitopeni atau pansitopenia.
Adanya neutropenia atau trombositopenia tanpa disertai anemia jarang terjadi.
Biasanya merupakan anemia makrositik, dan pada pemeriksaan darah tepi
biasanya tampak adanya bimorfik eritrosit dengan ukuran besar dan jumlah
kurang dari normal. Trombosit juga ditemukan dalam ukuran besar dengan jumlah
granula minimal.. neutrofil juga ditemukan mengalami hipogranulasi, adanya
hiposegmentasi, bentuk melingkar, atau segmen abnormal pada nucleus, meliputi
badan Dohle, dan mungkin mengalami penurunan fungsi. Adanya mieloblast pada
sirkulasi berhubungan dengan banyaknya blast pada sumsum tulang, dan jumlah
ini penting untuk klasifikasi dan prognosis. Jumlah total sel darah putih biasanya
normal atau rendah, kecuali pada leukemia mielomonositik kronik. Seperti pada
anemia aplastik, MDS dapat dihubungkan dengan populasi klonal sel PNH.
b. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Sumsum tulang biasanya normal atau hiposeluler, tetapi pada 20% kasus
hiposeluler ini dibingungkan dengan aplasia. Tidak ada karakteristik tunggal dari
sumsum tulang yang dapat membedakan MDS, tetapi berikut ini perlu
diperhatikan: perubahan diseritropoetik (terutama abnormalitas nuclear) dan
sideroblast cincin pada erythroid lineage; hipogranulasi dan hipopigmentasi pada
precursor granulositik, dengan peningkatan mieloblast; dan jumlah megakariosit
menurun dengan inti yang tidak teratur. Nucleus megaloblastik berhubungan
dengan hemoglobulinisasi pada erythroid lineage sering ditemukan. Prognosis
sangat dipengaruhi proporsi dari blast sumsum tulang. Analisis sitogenik dan
fluoresen in situ hibridisasi dapat menidentifikasi abnormalitas kromosom.

Gambar 2. Algoritma dari Klasifikasi MDS.7


Klasifikasiini berdasarkan kriteria WHO tahun 2008. AML (Acute Myeloid Leukemia),
CMML (Chronic Myelomonocytic Leukemia), MDS-U (Myelodysplastic SyndromeUnclassifiable), RAEB (Refractory Anemia with Excess of Blasts), RARS (Refractory
Anemia with Ring Sideroblasts) yang mana terdapat 15% dari precursor sumsum tulang
erithroid, RCMD (Refractory Cytopenia with Multilineage Dysplasia) dan RCUD (Refractory
Cytopenia with Unilineage Dysplasia).

Stadium MDS

MDS adalah penyakit dari sumsum tulang. Stadium MDS tidak dapat dilihat dari ukuran
tumor seperti penyakit kanker lainnya. Pengaruh dari faktor lain juga dapat. Faktor yang
termasuk seperti darah rutin pasien, hasil dari sumsum tulang, umur dan perubahan
kromosom.9
International Prognostic Scoring System
International Prognostic Scoring System (IPSS) adalah pengelompokkan dari stadium MDS.
Stadium ini akan digunakan pada klasifikasi FAB. Dikelompokkan menjadi 3 faktor:

Jumlah sel blast dalam sumsum tulang (skore dari 0 2)


Kelainan kromosom (skore dari 0 1)
Hasil darah rutin pasien (skore dari 0 0,5)

Masing-masing faktor diberi nilai, dengan skor terendah memiliki prognosis yang baik,
kemudian skor ditambahkan untuk mendapatkan skore IPSS. IPSS membagi hasil menjadi 4
kelompok:

Resiko rendah
Intermediet 1 (Int-1)
Intermediet 2 (Int-2)
Resiko tinggi

WHO Prognostic Scoring System (WPSS)10

Tipe dari MDS berdasarkan klasifikasi WHO


Kelainan abnormalitas kromosom
Dengan atau tanpa transfuse
0

Tipe WHO

RA,

RARS, RCMD, RCMD- RAEB-1

RAEB-2

(del)5q

RS

Kromosom

Baik

Sedang

Transfusi

Tidak

Iya

Darah
Dikelompokkan menjadi 5 kelompok

Buruk

Sangat rendah resiko (skor 0)


Resiko rendah (skor 1)
Intermediet (skore 2)
Resiko tinggi (skor 3-4)
Resiko sangat tinggi (skor 5-6)

Tingkat Kelangsungan Hidup Penderita MDS


Pada tahun 1997 dipublikasikan tingkat kelangsungan hidup penderita MDS berdasarkan
International Prognostic Scoring System (IPSS) dan tidak termasuk pasien yang diterapi
intensif dengan kemoterapi.11
IPSS risk group

Median Survival

Resiko rendah

5,7 tahun

Int-1

3,5 tahun

Int-2

1,2 tahun

Resiko tinggi

5 bulan

Berdasarkan WHO Prognostic Scoring System (WPSS)12


WPSS Risk Group

Median Survival

Risk of Leukemia (within 5 years)+

Resiko sangat rendah

12 tahun

3%

Resiko rendah

5,5 tahun

14%

Intermediet

4 tahun

33%

Resiko tinggi

2 tahun

54%

Resiko sangat tinggi

9 bulan

84%

Penatalaksanaan MDS

Beberapa regimen terapi telah digunakan pada pasien SDM, tetapi sebagian besar tidak
efektif di dalam merubah perjalanan penyakitnya. Karena itu pengobatan pasien SDM
tergantung dari usia, berat ringannya penyakit dan progresivitas penyakitnya. Pasien dengan
klasifikasi RA dan RAEB pada umumnya bersifat indolent sehingga tidak perlu pengobatan
spesifik, cuma suportif saja.12

Transplantasi Sumsum Tulang (Bone Marrow Transplatation)


Transplantasi sumsum tulang alogenik merupakan pengobatan utama pada MDS
terutama dengan usia < 30 tahun, dan merupakan terapi kuratif, tetapi masih
merupakan pilihan < 5% dari pasien. Sampai saat ini biasanya kurang memuaskan.
Pengobatan dengan tindakan transplantasi sumsum tulang dapat meningkatkan
survival rate hingga 50% selama 3 tahun.

Kemoterapi
Pada fase awal dari MDS tidak dianjurkan untuk diberikan kemoterapi, umumnya
diberikan pada tipe RAEB, RAEB-T, CMML. Sejak tahun 1968 pengobatan ARA-C
dosis rendah yang diberikan pada pasien MDS dapat memberikan response rate antara
50 75 % dan respons ini tetap bertahan 2 14 bulan setelah pengobatan. Dosis
ARA-C yang direkomendasikan adalah 20 mg/m2/hari secara drip atau 10 mg/m2/hari
secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari.

GM-CSF atau G-CSF


Pada pasien SDM yang mengalami pansitopeni dapat diberikan GM-CSF atau G-CSF
untuk merangsang diferensiasi dari hematopoetic progenitor cells. GM-CSF diberikan
dengan dosis 30 500 mcg/m2/hari atau G-CSF 50 1600 mcg/m2/hari (0,1 0,3
mcg/kgBB/hari/subkutan) selama 7 14 hari.

Lain-lain
Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk pengobatan
pasien SDM. Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan kadang-kadang dapat
memberikan respon pada tipe RAEB walaupun sangat kecil. Danazol 600
mg/hari/oral dapat memberikan response rate 21 33 % setelah 3 minggu

pengobatan.
D. LEUKEMIA MIELOID AKUT
Leukemia adalah suatu keadaan di mana terjadi pertumbuhan yang bersifat irreversibel dari
sel induk dari darah. Pertumbuhan dimulai dari mana sel itu berasal. Sel-sel tesebut, pada
berbagai stadium akan membanjiri aliran darah. Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel

darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang
berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan
di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila
berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini
(Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi,
anemia dan perdarahan.13

Definisi
Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi
neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila tidak diobati,
penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu
sampai bulan sesudah diagnosis. Sebelum tahun 1960 pengobatan LMA terutam bersifat
paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun yang lalu pengobatan penyakit ini berkembang secara
cepat dan dewasa ini banyak pasien LMA yang dapat disembuhkan dari penyakitnya.
Kemajuan pengobatan LMA ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang lebih baik,
kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan cangkok sumsum tulang dan terapi suportif yang
lebih baik seperti antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah untuk mengatasi
efek samping pengobatan.14

Etiologi
Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun demikian ada
beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor

prediposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia yang banyak
digunakan pada insidens penyamakan kulit di negara berkembang, diketahui merupakan zat
leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA.
Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus leukemia, termasuk LMA, pada
orang-orang yang selamat bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek
leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah
pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman. Faktor lain yang
diketahui sebagai predisposisi untuk LMA adalah trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada
penyakit herediter sindrom down. Pasien Sindrom Down dengan trisommi kromosom 21
mempunyai resiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia, khususnya LMA
tipe M7. Selain itu pada beberapa pasien sindrom genetik seperti sindrom bloom dan anemia
Fanconi juga diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi
normal untuk menderita LMA. 15
Faktor lain yang dapat memicu terjadinya LMA adalah pengobatan dengan kemoterapi
sitotoksik pada pasien tumor padat. LMA akibat terapi adalah komplikasi jangka panjang
yang serius dari pengobatan limfoma, mieloma multipel, kanker payudara, kanker ovarium,
dan kanker testis. Jenis terapi yang paling sering memicu timbulnya LMA adalah golongan
alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor.
Patogenesis
Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses
diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi
akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang akan
menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan
sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan
adanya sitopenia (anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya anemia akan menyebabkan
pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat akan sesak nafas, adanya
trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termausk infeksi oportunis dari flora normal
bakteri yang ada di dalam tubuh manusia. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya
kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti
kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut
dengan segala akibatnya.16

Sel ganas pada AML myeloblast tersebut. Dalam hematopoiesis normal, myeloblast
merupakan prekursor belum matang myeloid sel darah putih, sebuah myeloblast yang normal
secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah dewasa putih. Namun, dalam AML, sebuah
myeloblast tunggal akumulasi perubahan genetik yang "membekukan" sel dalam keadaan
imatur dan mencegah diferensiasi.Seperti mutasi saja tidak menyebabkan leukemia, namun
ketika seperti "penangkapan diferensiasi" dikombinasikan dengan mutasi gen lain yang
mengganggu pengendalian proliferasi, hasilnya adalah pertumbuhan tidak terkendali dari
klon belum menghasilkan sel, yang mengarah ke entitas klinis AML.16
Sebagian besar keragaman dan heterogenitas AML berasal dari kenyataan bahwa
transformasi leukemia dapat terjadi di sejumlah langkah yang berbeda di sepanjang jalur
diferensiasi. Skema klasifikasi modern untuk AML mengakui bahwa karakteristik dan
perilaku dari sel leukemia (dan leukemia) mungkin tergantung pada tahap di mana
diferensiasi dihentikan.16
Spesifik sitogenetika kelainan dapat ditemukan pada banyak pasien dengan AML, jenis
kelainan kromosom sering memiliki makna prognostik.
Para translokasi kromosom yang abnormal menyandikan protein fusi, biasanya faktor
transkripsi yang mengubah sifat dapat menyebabkan "penangkapan diferensiasi." Sebagai
contoh, pada leukemia promyelocytic akut, t (15; 17) translokasi menghasilkan protein fusi
PML-RAR yang mengikat ke reseptor unsur asam retinoat dalam beberapa promotor
myeloid-gen spesifik dan menghambat diferensiasi myeloid. Klinis tanda dan gejala hasil
AML dari kenyataan bahwa, sebagai klon leukemia sel tumbuh, ia cenderung untuk
menggantikan atau mengganggu perkembangan sel-sel darah normal dalam sumsum tulang.
Hal ini menyebabkan neutropenia, anemia, dan trombositopenia.16
Gejala Klinis
Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien LMA tidak selalu dijumpai
leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang 15% pasien
mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% mengalami netropenia. Meskipun
demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85%
kasus LMA. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di

darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis pada orang
yang diduga menderita LMA.13
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana telah disebutkan di atas.
Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di
ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih
berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini pling sering
dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan
daerah peri rektl, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien
LMA dengan demam.
Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3), sering
terjadi leukositosis, yaitu gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena
maupun arteri. Gejala leukositosis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala
yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang
di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa
benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan
lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam
tulang akan meninbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan.
Pembengkakkan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke dalam
gusi. Meskipun jarang, pada LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah
menings dan untuk penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro
spinal yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal.14
Diagnosis
Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel dan
pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar dua dekade tahun yang lalu
berkembang 2 (dua) teknik pemeriksaan terbaru: immunophenotyping dan analisis sitogenik.
Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi
Amerika, Perancis dan Inggris pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri dari
8 subtipe (M0 sampai dengan M7). Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB
(French American British). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar
LMA. Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA adalah Sudan Black B (SSB)

dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil
positif pada pasien LMA tipe M1, M2, M3, M4, dan M6. 14
Pertama, tes darah dilakukan untuk menghitung jumlah setiap jenis sel darah yang berbeda
dan melihat apakah mereka berada dalam batas normal. Dalam AML, tingkat sel darah merah
mungkin

rendah,

menyebabkan

anemia,

tingkat-tingkat

platelet

mungkin

rendah,

menyebabkan perdarahan dan memar, dan tingkat sel darah putih mungkin rendah,
menyebabkan infeksi.
Biopsi sumsum tulang atau aspirasi (penyedotan) dari sumsum tulang mungkin dilakukan jika
hasil tes darah abnormal. Selama biopsi sumsum tulang, jarum berongga dimasukkan ke
tulang pinggul untuk mengeluarkan sejumlah kecil dari sumsum dan tulang untuk pengujian
di bawah mikroskop. Pada aspirasi sumsum tulang, sampel kecil dari sumsum tulang ditarik
melalui cairan injeksi.
Pungsi lumbal, atau tekan tulang belakang, dapat dilakukan untuk melihat apakah penyakit
ini telah menyebar ke dalam cairan cerebrospinal, yang mengelilingi sistem saraf pusat atau
sistem saraf pusat (SSP) - otak dan sumsum tulang belakang. Tes diagnostik mungkin
termasuk flow cytometry penting lainnya (dimana sel-sel melewati sinar laser untuk analisa),
imunohistokimia (menggunakan antibodi untuk membedakan antara jenis sel kanker),
Sitogenetika (untuk menentukan perubahan dalam kromosom dalam sel), dan studi genetika
molekuler (tes DNA dan RNA dari sel-sel kanker). 15
Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah ;
Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic
resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.

Gambar Aeur Body pada AML

Gambar AML

Kelainan hematologis 13
Anemia dengan jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 106/mm3.
Leukositosis dengan jumlah leukosit antara 50-100 x 103 /mm3. Leukosit yang ada dalam
darah tepi terbanyak adalah myeloblas.
Trombosit jumlah menurun. Mieloblas yang tampak kadang-kadang mengandung badan
auer suatu kelainan yang pathogonomis untuk LMA.
Sumsum tulang hiperseluler karena mengandung mieloblas yang masif, sedang megakariosit
dan pronormoblas dijumpai sangat jarang. Kelainan sumsum tulang ini sudah akan jelas
meskipun myeloblas belum tampak dalam darah tepi. Jadi kadang-kadang ditemukan kasus
dengan pansitopenia perifer akan tetapi sumsum tulang sudah jelas hiperseluler karena
infiltrasi dengan myeloblas. Kadan-kadang ditemukan Auer body dalam mieloblas. Kadang
manifestasi pertama sebagai eritroleukemia (ploriferasi eritroblas dan mieloblas dalam
sumsum tulang) yang berlangsung beberapa bulan/tahun sebelum fambaran mieloblastiknya
menjadi jelas benar.
Diagnosis Banding
Leukemia mieloblastik akut harus dibuat diagnosa banding dan semua leukemia akut dan
anemia aplastik. Apabila ditemukan Auer body maka diagnosabandin g tidak sulit
ditegakkan, oleh karena kelainan ini patogonomis untuk leukemia mieloblastik akut.
Apabila tidak ditemukan Auer body maka harus dikerjakan reaksi peroksidase dimana pada
mieloblas pereksidase akan positif. 14
Anemia aplastik dengan mieloblastik akut yang alekemik di bedakan atas dasar pemeriksaan
sumsum tulang. Secara klinis endokarditis bakterialis mirip leukemia mieloblastik akaut

karena adanya febris, anemi, splenomegali, dan ptechiae. Tentu adanya riwayat penyakit
jantung, splenomegali yang lebih besar dan tidak adanya kelainan pada gusi dapat
membedakan kedua keadaan ini.
Anemia pernisiosa yang disertai splenomegali dan ptechiae dapat menyerupai leukemia
mieloblastik akut.
Pada anemia pernisiosa biasanya pasien tidak tampak sakit berat, terdapat ikterus dan tidak
ada kelainan pada gusi.
Komplikasi
Dua macam komplikasi yang sering bersifat fatal yaitu perdarahan serebelar dan infeksi.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah keluhan akibat tekanan oleh suatu tumor leukemia.14
Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum yaitu : anemia diberikan tranfusi darah dengan PCR (Packed red
cell) atau darah lengkap. Trombositopeni yang mengancam diatasi dengan transfusi konsetrat
trombosit. Apa bila ada infeksi diberikan antibiotika yang adekwat. Terapi spesifik seperti
terapi leukemia pada umumnya dimulai dengan tahap induksi dengan : Doxorubicin 40
mg/mm2 berat badan hari 1-5. Dilanjutkan denagan Ara C 100 mg IV, tiap 12 jam hari 1-7.
Untuk pasien usia di atas 50 tahun dosis dikurangi dengan Adriamycin hanya 3 hari dan Ara
C 5 hari. Obat pengganti adriamycin adalah Farmorubicin. Dilakukan evaluasi klinis dan
hematologis. Pemeriksaan sumsum tulang pada akhir mimggu ketiga. Apabila tidak terjadi
remisi atau remisi hanya bersifat parsiil maka terapi harus diganti dengan regimen lain.
Apabila terjadi remisi lengkap (klinis dan hematologis) maka dimulai tahap konsolidasi. Pada
tahap ini diberikan doxorubicin 40 mg/mm2 hari 1-2 dan Ara C 1-5. Refimen ini diberikan 2
kali dengan interval 4 minggu. Apabila keadaan memungkinkan maka diberikan cangkok
sumsum tulang pada saat terjadi remisi lengkap. 13
Terapi standar adalah kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin dengan
protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara infus kontinyu selama 7 hari dan daunorubisin
45-60 mg/m2/hari iv selama 3 hari. Sekitar 30-40% pasien mengalami remisi komplit dengan
terapi sitarabin dan dounorubisin yang diberikan sebagai obat tunggal, sedangkan bila
diberikan sebagai obat kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60% pasien. 14
Prognosis

Dengan terapi agresif, 40 -50 % penderita yang mencapai remisi akan hidup lama (30-40 %
angka kesembuhan keseluruhan). Penderita yang mengalami relaps setelah mendapat
kemoterapi atau transplantasi autolog dapat diterapi dengan CST allogenetik sebagai terapi
penyelamatan. Beberapa subtipe morfologi atau genetik LMA mempunyai prognosis lebih
baik. 14

BAB IV

PENUTUP
Mielodisplasia adalah suatu kelompok heterogen dari kelainan hematologi yang ditandai
dengan sitopenia yang berhubungan dengan dismorfik (bentuk abnormal) dan biasanya pada
seluler sumsum tulang, dan diakibatkan oleh produksi sel darah yang tidak efektif. Angka
kejadian MDS terus meningkat, seiring semakin dikenalnya sindrom ini oleh dokter dan
meningkatnya usia harapan hidup. 12
MDS disebabkan oleh paparan dari lingkungan seperti radiasi dan benzene, beberapa faktor
risiko yang lain telah dilaporkan secara tidak konsisten. MDS sekunder terjadi sebagai efek
toksik dari terapi kanker, biasanya dengan kombinasi radiasi dan radiomimetic alkylating
agent seperti busulfan, nitrosourea, atau prokarbazin (dengan masa laten 5-7 tahun) atau
DNA topoisomerase inhibitor (2 tahun).
Gejala klinis yang muncul pada myelodysplastic syndrome biasanya berkaitan dengan
rendahnya jumlah sel-sel darah tepi, yaitu anemia, atau trombositopeni atau neutropeni.
Adanya riwayat kemoterapi atau paparan radiasi merupakan fakta yang penting (Young,
2008). Pemeriksaan yang teliti terhadap apusan darah tepi dan sumsum tulang diperlukan
untuk membuktikan kebenaran ciri-ciri sitologi displastik dalam satu atau lebih
hematopoietic lineages.
Sampai saat ini, prognosis penatalaksanaan MDS biasanya kurang memuaskan. Pengobatan
dengan tindakan transplantasi sumsum tulang dapat menurunkan survival rate hingga 50%
selama 3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Faderl S, Kantarjian H. Myelodysplastic syndromes. In: DeVita VT, Lawrence TS,


Rosenberg SA, eds. Cancer: Principles and Practice of Oncology. 9th ed. Philadelphia,
Pa: Lippincott Williams & Wilkins; 2011:1988-1996.
2. Bone Marrow. Available at
http://www.Pathology.vcu.edu/Education/Programs/Resident/NewSite/Marrow%203.pdf
Accessed on February 2014
3. Penyakit Sumsum Tulang.

Available

at

http://www.MDS-Foundation.org/wp-

content/uploads/2011/10/BoneMarrowBook.pdf Accessed on February 2014


4. Ashariati, A. 2006. Sindrom Dismielopoetik. In: Sudaryono, AW., Setiyohadi, B.,
Alwi, I. (editors) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Pp: 663-5
5. Besa, EC. 2008. Myelodysplastic Syndrome. In: Adler, J., Chelmow, D., Elston, D.,
Ferguson, B., Geibel, J., Gellman, H., Griffing, G., Harris, J., Ho, S., Kulkarni, K., Lin,
E., Lorenzo, C. (editors) Medscapes Continually Updated Clinical Reference.
http://emedicine.medscape.com/article/207347
6. Greenberg, PL., et al. 2004. Myelodisplatic Syndrome. In: Greenberg, PL., Attar, E.,
Battiwalla, M., Bennett, J., Bloomfield, J., DeCastro, C. (editors) Practice Guidelines in
Oncology .Vol.1. 2004. New York: National Comprehensive Cancer Network (NCCN).
Pp: 1-14
7. Myelodysplastic

Syndromes.

Available

at

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra0902908 Accessed at February 2014


8. List, Alan F. and Doll, Donald C. 1998. The Myelodisplastic Syndromes. In: Lee , R.,
Foerster, J., Lukens, J., Paraskevas, F., Greer, J., Rodgers, G. (editors) Wintrobes
Clinical Hematology, 10th Ed. New York: Lippincott William and Wilkins. P: 97
9. Theml, Herald, et al. 2004. Myelodisplasia (MDS). In: Theml, H., Diem, H., Haferlach,
T. (editors) Color Atlas of Hematology, 2nd Revised Ed. New York: Thieme Stuttgart. Pp:
106-9
10. Breccia M, Carmosino I, Biondo F, et al. Usefulness and prognostic impact on survival
of WHO reclassification in FAB low risk myelodysplastic syndromes. Leu Res. 2006.p.
178-82
11. Navarro I, Ruiz MA, Cabello A, et al. Classification and scoring systems in
myelodysplastic syndromes: a retrospective analysis of 311 patients. Leuk Res. 2006
Aug;30(8):971-7. Epub 2006 Jan 19.
12. Young, Neals S. 2008. Aplastic Anemia, Myelodysplasia, and Related Bone Marrow
Failure Syndrome. In: Kasper, DL., Braunwald, E., Fauci, A., Hauser, S., Longo, D.,
Jameson, J. (editors) Harrisons 17th edition Principles of Internal Medicine. New York:
McGraw Hill. Pp: 668-71
13. Bakta, I made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006

14. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Ed. IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2006.
15. Hoffbrand, A. V, J. E. Pettit, P.A.H Moss. Kapita Selekta Hematologi edisi 4.Jakarta:
EGC, 2005
16. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003

Anda mungkin juga menyukai