Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Efusi pleura terjadi apabila terdapat akumulasi cairan di rongga

pleura melebihi jumlah fisiologisnya yaitu 0,1-0,2 ml/kgBB. Efusi pleura maligna

terjadi akibat suatu proses keganasan yang keberadaannya mengindikasikan

stadium yang lebih lanjut dari perjalanan penyakit keganasan tersebut. Diagnosis

efusi pleura maligna ditegakkan dengan ditemukannya sel-sel ganas dari cairan

pleura atau jaringan pleura. Selain itu dikenal juga istilah efusi paramaligna yaitu

efusi yang terjadi bukan akibat keterlibatan langsung sel tumor terhadap pleura

namun masih berhubungan dengan tumor primer misalnya obstruksi duktus

torasikus akibat massa tumor atau efusi transudatif akibat tekanan onkotik yang

rendah karena kaheksia.

Efusi pleura maligna merupakan masalah yang sering muncul pada

pasien dengan kanker paru, kanker payudara dan limfoma. Tetapi dapat juga

menyertai keganasan oleh penyebab lainnya. Dari beberapa penelitian, frekuensi

terjadinya efusi pleura akibat limfoma tidak terlalu banyak. Penelitian Johnston

menyatakan bahwa dari 584 pasien dengan efusi pleura maligna, 75,7% nya

diakibatkan oleh carcinoma dan 15% nya oleh limfoma. Penelitian Valdes, et al

menyatakan bahwa dari 642 kasus efusi pleura, 71,6% akibat keganasan paru,

payudara dan ovarium, 10,8% akibat limfoma dan 14,3% akibat penyebab lainnya.

Efusi pleura akibat limfoma lebih sering terjadi pada laki-laki (21%)

dibandingkan pada perempuan (8%). Sementara pada populasi anak dan remaja

dibawah 18 tahun, limfoma merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura

maligna (52%).

1
Efusi pleura merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada

pasien limfoma. Menurut penelitian Berkman et al, efusi pleura terjadi pada 16%

pasien dengan limfoma. Penelitian lain oleh Essadki et al mendapatkan frekuensi

yang lebih banyak pada kasus limfoma (23,5% pada kasus limfoma Hodgkin dan

48% pada limfoma Non Hodgkin). Limfoma T-cell lebih sering dihubungkan

dengan efusi pleura dibandingkan dengan kasus B-cell neoplasma.

PATOFISIOLOGI EFUSI PLEURA

Pleura terdiri dari 5 kompartemen anatomi (gambar.1) yaitu sirkulasi

sistemik parietal (cabang A.interkostalis dan A.mamaria interna), rongga interstitial

parietal, rongga pleura yang permukaannya dilapisi sel mesotelial, interstitial

pulmonal dan sirkulasi viseral (aa.pulmonalis dan aa.bronchialis). Jumlah cairan

pleura normal adalah 0,1-0,2 ml/kg. Cairan pleura masuk ke rongga pleura melalui

kompartemen pleura parietalis akibat perbedaan tekanan dengan kapiler sistemik di

bawahnya. Cairan pleura lalu didrainase keluar dari rongga pleura terutama melalui

stomata limfatik parietalis yang berada di antara sel-sel mesotelial parietalis yang

kemudian berakhir di kelenjar limfatik mediastinal. Gangguan atau obstruksi oleh

tumor di sepanjang aliran limfatik ini dapat menyebabkan efusi pleura.

2
Gambar 1 Anatomi Pleura; sc = sistemik capillary; pc = pulmonary capillary.

PATOGENESIS EFUSI PADA LIMFOMA

Efusi pleura pada limfoma dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai macam

mekanisme, termasuk diantaranya akibat gangguan drainase limfatik karena

obstruksi nodus limfatik mediastinum atau pada duktus torasikus, infiltrasi tumor

pada pleura atau paru, obstruksi vena, infeksi paru, atau akibat terapi radiasi.

Chylothorax biasanya diakibatkan oleh obstruksi pada duktus torasikus.

GEJALA KLINIS

Dispneu adalah gejala paling sering terjadi pada pasien dengan efusi

pleura maligna. Dispneu terjadi sebagai akibat dari kombinasi antara penurunan

3
compliance dinding dada, penekanan diafragma ipsilateral oleh cairan pleura,

pergeseran mediastinum dan berkurangnya volume paru sehingga menstimulasi

refleks neurogenik. Derajat dispneu tergantung dari volume efusi pleura dan

hubungan antara paru dan pleura.

Gejala lain adalah nyeri dada yang disebabkan oleh invasi tumor ke

pleura parietal, tulang iga dan struktur dinding dada lainnya. Gejala lain adalah

gejala sistemik yang berhubungan dengan perjalanan penyakit keganasan yang

diderita seperti penurunan berat badan, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bentuk dan gerak dinding

dada yang berbeda dan perkusi didapatkan suara hemithorax yang pekak dan

adanya penurunan suara napas. Pada efusi pleura yang masif maka dapat terdengar

suara pleural friction rub.

Penelitian post-mortem memperlihatkan bahwa kebanyakan metastasis

tumor primer berasal dari emboli tumor ke permukaan pleura viseralis yang

kemudian terjadi seeding sekunder ke pleura parietalis. Mekanisme lain yang

mungkin terjadi adalah invasi tumor secara langsung, penyebaran secara hematogen

ke pleura parietalis dan adanya keterlibatan limfatik. (Gambar 2)

4
Gambar 2 Mekanisme keterlibatan tumor pada pleura.

Keterlibatan langsung tumor terhadap pleura juga dapat

menyebabkan terjadinya efusi pleura. Inflamasi lokal yang terjadi sebagai respon

terhadap invasi tumor dapat menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi ekstravasasi cairan dan menghasilkan efusi.

Limfoma disertai efusi pleura biasanya muncul dengan keterlibatan

dari organ thoracic dan extrathoracic. Kasus limfoma yang muncul dengan

gambaran klinis hanya efusi tanpa disertai adanya gambaran klinis lain disebut

Primary Effusion Lymphoma. Pada sebagian besar kasus, biasanya muncul sebagai

salah satu bagian dari manifestasi klinis lainnya. Manifestasi yang paling sering

menyertai yaitu limfadenopati pada paratrakea, mediastinal, dan hillus yang diikuti

lesi pada paru dan efusi pleura.

5
Pasien-pasien limfoma Non Hodgkin dengan efusi pleura akan

datang dengan keluhan sesak nafas, sehingga perlu secepatnya didiagnosis dan

mendapatkan terapi yang tepat.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Jumlah efusi berkisar antara 500-2000ml pada 75% kasus efusi

pleura maligna. Pada 10% kasus efusi pleura maligna dapat ditemukan efusi yang

masif. Efusi pleura masif didefinisikan sebagai opasifikasi yang komplit atau

hampir komplit pada satu hemithoraks yang ditemukan saat pemeriksaan foto polos

dada. Volume efusi yang berkisar antara 200-300 ml dapat memberikan gambaran

opasifikasi sudut kostofrenikus pada foto rontgen dada anteroposterior. Bahkan

volume efusi 100ml dapat terlihat pada foto rontgen dada lateral dekubitus.

Ultrasonografi (USG) juga dapat membantu menegakkan diagnosis

efusi pleura pada volume efusi yang sedikit dan dapat sebagai panduan

thorakosintesis. Pada keadaan yang meyebabkan efusi pleura tidak dapat dilihat dari

foto rontgen seperti pada keadaan parenkim yang patologis atau adanya pembesaran

kelenjar limfe mediastinum maka efusi pleura dapat dideteksi dengan CT scan.

Menurut penelitian Das et al, Dari temuan CT Scan pada pasien-

pasien limfoma, sering didapatkan adanya mediastinal limfadenopati (62%), efusi

pleura (41%). Dan 52% diantaranya muncul dengan sindroma kompresi

mediastinal.

6
PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Metode paling sederhana dalam menegakkan diagnosis efusi pleura

maligna adalah sitologi cairan pleura. Nilai diagnostiknya tergantung dari

penyebaran penyakitnya dan sifat dari tumor primernya. Pasien dengan keganasan

stadium awal dapat saja menderita efusi pleura yang hasil sitologi yang negatif lalu

di kemudian hari berubah menjadi positif seiring dengan bertambah beratnya proses

penyakitnya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan

variasi yang besar terhadap nilai diagnostik sitologi cairan pleura yang berkisar

antara 62% sampai 90%. Sensitivitas diagnosis tidak tergantung dari banyaknya

volume cairan pleura yang dianalisis.

Pada efusi pleura maligna, biopsi pleura kurang sensitif dibandingkan

dengan sitologi cairan. Biopsi perkutaneus pleura parietal memiliki nilai diagnostik

40% sampai 75%. Nilai diagnostik yang relatif lebih rendah ini disebabkan oleh

beberapa faktor di antaranya biopsi dilakukan secara blind pada stadium awal

penyakit dimana belum terdapat keterlibatan pleura, distribusi tumor yang tidak

termasuk dalam pengambilan sampel dan operator yang kurang berpengalaman.

Namun meskipun begitu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa 7% sampai 12%

pasien efusi pleura yang menunjukkan sitologi negatif keganasan, dari hasil biopsi

pleura menunjukkan proses malignansi.

MANAJEMEN EFUSI PLEURA MALIGNA

Pilihan terapi tergantung beberapa faktor seperti keadaan umum pasien,

tumor primer dan responnya terhadap terapi sistemik dan reekspansi paru setelah

7
evakuasi cairan pleura. (Tabel 1). Algoritma penatalaksanaan efusi pleura maligna

ditampilkan pada diagram 1

Tabel 1 Pilihan Terapi pada Efusi Pleura Maligna.

Penanganan Keuntungan Kerugian


Umum Observasi Untuk efusi pleura yang Efusi biasanya
minimal dan bertambah banyak
asimptomatik dan memerlukan
terapi intervensi
Torakosentesis Terbebas dari sesak Tingkat rekurensi
secara cepat, minimal tinggi, beresiko
invasif, dapat dilakukan untuk terjadi
pada pasien rawat jalan empiema atau
pneumotoraks
iatrogenic
Insersi selang Tingkat kesuksesan > Resiko efek samping
dada intrapleural 60%, insidensi agen sklerosan
& instilasi agen komplikasi rendah
sklerosan
Torakoskopi & Tingkat kesuksesan Prosedur invasif,
dan insersi yang tinggi > 90% tidak tersedia di
sklerosan semua instansi
Kurang Drainase kateter Dapat dilakukan pada Infeksi lokal
Umum jangka panjang pasien rawat jalan
Pleuroperitoneal Dapat dilakukan pada Memerlukan
shunt trapped lung perawatan yang baik
untuk mencegah
infeksi dan oklusi
Pleurektomi Tingkat rekurensi Prosedur invasif,
sangat rendah morbiditas dan
mortalitas tinggi

8
Diagram 1 Algoritma manajemen efusi pleura maligna.
BTS Guidelines

9
Tujuan jangka pendek penatalaksanaan efusi pleura adalah meringankan

gejala dispneu dan tujuan jangka panjangnya adalah perlekatan pleura parietal dan

viseral untuk mencegah akumulasi berulang cairan pleura. Observasi

direkomendasikan pada pasien asimptomatik atau tidak ada gejala rekurensi setelah

dilakukan torakosentesis. Aspirasi cairan pleura berulang direkomendasikan untuk

pasien yang angka harapan hidupnya pendek. Sedangkan pemasangan chest tube

tanpa diikuti dengan pleurodesis tidak dianjurkan karena angka rekurensi yang

tinggi.

EFUSI PLEURA PADA LIMFOMA NON-HODGKIN

Efusi pleura pada pasien NHL sering ditemui, dengan frekuensi

sampai 20% kasus. Sitologi cairan pleura merupakan langkah awal dalam

mendiagnosis sumber malignansi dari cairan tersebut, dilanjutkan dengan biopsi

jaringan (closed biopsy atau thoracoscopic biopsy) apabila sitologi gagal

menunjukan sumber dari efusinya. Pemeriksaan ini positif pada 77% kasus efusi

maligna akibat berbagai macam etiologi. Pada efusi limfomatous, hasil positif dari

sitologi dilaporkan pada 24-88% pasien. Tetapi, sel maligna pada spesimen cairan

pleura mungkin sangat jarang bahkan patologis yang berpengalaman sekalipun sulit

untuk mendiagnosis. Pada sebagian besar pasien dengan NHL dan efusi pleura,

cairan efusi biasanya berhubungan dengan penyakit lainnya (seringnya

berhubungan dengan keterlibatan mediastinum). Penumpukan cairan ini dapat

menyebabkan gejala sesak, batuk dan nyeri, dan dapat juga disertai demam dan

10
sindroma vena cava superior. Akumulasi cairan pleura pada limfoma akan sangat

beragam, mulai dari sebatas menumpulkan sudut costphrenicus pada pemerksaan

radiologis tanpa disertai gejala gangguan nafas, sampai ke gangguan nafas berat

dengan opasitas cairan yang mengisi seluruh lapang hemithorax.

Cairan pleura dapat tampak serous atau serosanguin. Efusi pleura

pada limfoma biasanya berupa eksudat. Pada kasus yang sangat jarang, terutama

pada limfoma low-grade stadium lanjut dengan infiltrasi pada organ multipel,

gambaran efusi pleura akan berupa transudat sebagai efek dari kompresi vena,

congestive heart failure, hipoalbuminemia dan renal failure. Pada 12% kasus efusi

pleura pada NHL, akan berupa cairan chylous.

Mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya efusi pleura

pada NHL yaitu : 1). Infiltrasi oleh sel-sel tumor maligna kedalam rongga pleura,

2). Obstruksi limfatik karena infiltrasi limfomatous pada KGB pulmonary dan

mediastinal, dan 3). Obstruksi pada duktus torasikus yang menyebabkan terjadinya

chylothorax.

Kadang-kadang, temuan positif dari torakosentesis diagnostik

menjadi indikasi awal adanya limfoma. Limfosit yang maligna pada cairan pleura

biasanya identik dengan sel-sel pada KGB yang terlibat dan didalam darah. Pada

kasus efusi pleura reaktif, limfosit biasanya kecil, matur, poliklonal dan predominan

sel T.

Evaluasi sitologi dengan immunophenotyping pada cairan pleura

biasanya dilakuakan tidak hanya untuk mendiagnosis malignansinya, tetapi juga

11
untuk menilai subtipe dari limfomanya. Karena itu, cairan pleura sebaiknya

dianalisis dengan flow cytometry dan pemeriksaan cytogenic jika memungkinkan.

Pemeriksaan imunologic typing akan membedakan origin dari sel B atau sel T dan

derajat maturasinya. Analisis cytogenic akan mendukung diagnosis dan

membedakan tipe spesifik lain dari NHL. Tetapi bagaimanapun, thoracoscopy tetap

menjadi pemeriksaan penting dalam mendiagnostik untuk kasus-kasus yang sulit

terdiagnosis sehingga akan memberikan diagnosis definitif dari biopsi jaringan.

Primary effusion lymphoma (PEL) adalah suatu subgrup dari

limfoma yang jarang terjadi. Awalnya ditemui pada pasien HIV-positif dan

memiliki karakteristik dengan efusi limfomatous dari pleural, pericardial atau

rongga peritoneal tanpa adanya massa tumor yang didapatkan secara klinis. PEL

memiliki perjalanan penyakit yang agresif, dengan angka survival hanya dalam

beberapa bulan.

EFUSI PLEURA PADA LIMFOMA HODGKIN

Efusi pleura sering muncul pada pasien dengan penyakit Hodgkin.

Biasanya disertai adanya limfoma pada thoracic (30%), dan biasanya berhubungan

dengan obstruksi aliran limfatik karena pembesaran KGB hilus atau mediastinal.

Dapat juga sebagai akibat dari penyebaran langsung dari tumor. Pada Hodgkin,

penyebaran KGB terjadi pada KGB yang bersinggungan dan biasanya melibatkan

mediastinum superior. Sitologi cairan pleura dan thoracoscopy sangat meembantu

dalam mendiagnosis penyebab efusi pleura pada Hodgkin. Efusi ini biasanya respon

terhadap kemoterapi konvensional.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Das DK. Serous effusion in malignant lymphomas: a review. Diagnostic

cytopathology Vol 34, No 5. 2006. h.335-47

2. Jiang Y, Xie W, Hu K, Sun J, Zhu X, et al. An aggressive form of

non-Hodgkin's lymphoma with pleural and abdominal chylous effusions: A

case report and review of the literature, Oncol Letter 6; 2013. p 1120-2

3. Roberts ME, Neville E,Berrisford RG, Antunes G,Ali NJ, on behalf of the BTS

Pleural Disease Guideline Group. Management of a malignant pleural effusion:

British Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax 2010;65(Suppl

2):ii32-40

4. Vega F, Padula A, Valbuena JR, Stancu M, Jones D, Medeiros LJ. Lymphomas

Involving the Pleura, A Clinicopathologic Study of 34 Cases Diagnosed By

Pleural Biopsy. Arch Pathol Lab Med. 2006;130:1497502

5. Chen Y, Rahemtullah A, Hochberg E. Primary Effusion Lymphoma. The

Oncologist 2007;12:56957

6. Alexandrakis MG,Passam FH, Kyriakou DS, Bouros D. Pleural Effusions in

Hematologic Malignancies. Chest 2004; 125:154655

7. Shields Thomas W, Locicero III Joseph, Ponn Ronal B,Rusch Valerie W.

Malignant Pleural Effusions, General Thoracic Surgery 7th edition, 2009.

13

Anda mungkin juga menyukai