Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 30 Th
Alamat : Desa Sumber Buluh, Tegal Siwalan, Probolinggo
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Agama : Islam
MRS : Senin, 30 Juni 2013 Pukul. 11.30 WIB

1.2 Kronologi Kejadian
Pada tanggal 30 Juni 2012 sekitar Pukul 11.30 WIB pasien datang dengan keluhan nyeri pada
pantat sebelah kiri. Nyeri dirasakan kurang lebih mulai satu bulan yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik terlihat ada lubang pada pantat sebelah kiri. Lubang berdiameter +/- 0,5 cm, mengeluarkan
nanah dan terasa nyeri saat diraba. Pada pemeriksaan fisik didapatkan juga suhu 38,3
0
C, tekanan
darah 100/50 mmHg, RR 28X/menit, HR 120 x/menit. Tidak didapatkan tanda-tanda a/i/c/d.
Pasien Mengaku pernah berobat ke bidan namun panas hilang timbul.

1.3 Anamnesa
a. Keluhan Utama : Nyeri pada pantat sebelah kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Terdapat lubang pada pantat sebelah kiri, lubang terlihat mengeluarkan nanah, terasa
nyeri bila diraba dan buang air besar, pasien merasa badan terasa panas.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Dulu tidak pernah mengalami kejadian yang serupa. Pasien tidak memiliki penyakit DM,
asma dan hipertensi.
2

d. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelum ke Poli Bedah RSUD. Dr. Moh. Saleh Probolinggo sempat pergi ke bidan
untuk berobat namun demam yang dirasakan pasien hanya hilang timbul.
e. Riwayat Sosial : Merokok (-)
f. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada yang spesifik herediter
g. Riwayat alergi : (-)

1.4 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Airway : Jalan Napas Bebas, batuk (-)
d. Breathing : RR : 28 x/menit
Sesak : (-)
Asthma : (-)
Suara Napas Tambahan : (-)
e. Circulation : Tensi : 100/50
Nadi : 120 x/menit
Perfusi : merah, hangat, kering
f. GCS : 456
g. Suhu : 38,3
o
C
h. a/i/c/d : -/-/-/-
i. Grimace : (+)
j. Makan/Minum : (+)
k. Mual/muntah : (-)
l. Status Generalis
1. Kepala Leher
Kepala : Bentuk simetris, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterus (-), perdarahan (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), massa (-), deformitas tulang (-)
2. Thorax
2.1 Jantung
3

Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-), deformitas (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris , iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 regular, tunggal, tidak ada murmur (-)
2.2 Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris, retraksi (-), jejas (-), deformitas (-)
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, fremitus fokal ka/ki simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
3. Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), asites (-), jejas (-)
Palpasi : Defans muskuler (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4. Tungkai bawah
Inspeksi : Memar (-), Bengkak (-), Deformitas (-), Perubahan warna kulit (-)
Palpasi : Deformitas (-), krepitasi (-), perubahan suhu (-), nyeri tekan (-)

m. Status Lokalis (Regio glutea sinistra)
Look
- Tampang lubang dengan diameter =/- 0.5 cm
- Lubang tampak mengeluarkan nanah
Feel :
- Pantat terasa nyeri saat disentuh
Move : aktif : Gerakan jalan normal
BAB + BAK lancar
Pasif : limited et causa pain



4

1.5 Pemeriksaan Penunjang
No
J enis
Pemeriksaan
Hasil Nilai Normal No
J enis
Pemeriksaan
Hasil Nilai Normal
Darah Lengkap
1 Haemoglobin 11,8 L: 13-18 g/dl
P: 12-16 g/dl
4 PCV
(hematokrit)
34 L:40-50%
P:35-47%
2 Leukosit 12.030 4000-
11000/cmm
5 Trombosit 379.000 150.000-
450.000/cmm
3 Diff.Count -/-
/9/60/25/6
0-2/0-1/1-3/45-
70/35-50/0-2%

Gula Darah Faal Hemostasis
1 Acak Sewaktu 126 <140mg/dl 1 APTT 36.3 35-45 detik
2 PPT 16.5 10-15 detik
RFT
1 BUN 7.0 10-20 mg/dl 3 UA 3.1
2 CREATININ 0.7 0.5-1.7 mg/dl
Fungsi Hati (LFT)
1 Alkali
Fosfatase
82 60-170 U/I 4 SGOT 23 < 31 U/I
2 Bilirubin
Direct
0.21 < 0.5 mg/dl 5 SGPT 10 < 31 U/I
3 Bilirubin Total 0.77 < 1mg/dl



1.6 Assestment
1. Fistel Perianal
2. Abses regio glutea

5

1.7 Planning Theraphy
Senin, 31 Juni 2014
Profilaksis antibiotik Ceftriaxone 2g
Ketorolac 3g
Ringer Lactat
Selasa, 1 July 2014
Profilaksis antibiotik Ceftriaxone 2g
Ketorolac 3g
Ringer Lactat
Psylium 7g
Rabu, 2 July 2014 - Operasi
Waktu mulai : Pk. 13.20 WIB
Waktu selesai : Pk. 14.50 WIB
Lama Operasi : 90 menit
Tempat : Kamar Operasi, RSUD. Dr. Moh. Saleh Probolinggo
Klasifikasi : Operasi Kotor
Anastesi : Regional anastesi (SAB)
Diagnosa Pre Operatif : fistel perianal + abses glutea
Diagnosa Post Operatif : abses glutea + ruptur rectum
Tindakan : debridement + repair rectum



6

- IRNA Bedah :
Pasien masuk IRNA Bedah ( Ruang Bougenville) Pk. 15.30, keadaan pasien stabil.
Intervensi yang diberikan :
1. Awasi tanda vital
2. Ceftriaxone 1x2gr IV
3. Ketorolac 3x30mg IV
4. Ranitidin 2x50mg IV
5. Pasien boleh makan dan minum apabila sudah sadar penuh dan bising usus +

1.8 Monitoring Post Op
1. Kamis, 3 July 2014
S : Pasien menyatakan nyeri pada pantat setelah operasi terasa berkurang, ada sedikit rasa
nyeri pada daerah supra pubic apabila ditekan.
O : KU cukup, Kesadaran Compos Mentis, pusing (-), mual-muntah (-), ma/mi (-) Vital
sign :
Tekanan darah : 80/20 mmHg
Nadi : 108 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 37,3
0
C
Status Lokalis Regio Glutea :
Look : darah (+), pus (+)
Feel : Nyeri terasa berkurang
Move : Limited et causa pain
P : Terapi :
1. Ceftriaxone 1x2gr IV
2. Ketorolac 3x30mg IV
3. Ranitidin 2x50mg IV
4. Psylium 7g oral 3X sehari
7

5. Infus RL
Monitoring : Vital sign dan perawatan luka post op. (GV 1x/hari) dengan kassa basah
dan NaCl 0.9%

2. Jumat, 4 July 2014
S : Nyeri tekan pada regio glutea post op. berkurang
O : KU cukup, Kesadaran Compos Mentis, pusing (-), mual/muntah (-), ma/mi (+)
Vital Sign :
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 92x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu 36,7
0
C
Status Lokalis Regio Glutea
Look : darah (+), pus (+)
Feel : Nyeri tekan pada regio glutea post op berkurang
Move : Limited et causa pain.
P : Terapi :
1. Ceftriaxone 1x2gr IV
2. Ketorolac 3x30mg IV
3. Ranitidin 2x50mg IV
4. Psylium 7g oral 3X sehari
5. Infus RL
Monitoring : Vital Sign dan perawatan luka post op. (GV 1x/hari) dengan kassa basah
dan NaCl 0.9%

3. Sabtu, 5 July 2014
S : Nyeri tekan pada regio glutea post op. berkurang
O : KU cukup, Kesadaran Compos Mentis, pusing (-), mual/muntah (-), ma/mi (+)
Vital Sign :
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 96x/menit
8

RR : 22 x/menit
Suhu 36,4
0
C
Status Lokalis Regio Glutea
Look : darah (+), pus (+)
Feel : Nyeri tekan pada regio glutea post op berkurang
Move : Limited et causa pain.
P : Terapi :
1. Ceftriaxone 1x2gr IV
2. Ibuprofen 3x400mg oral
3. Ranitidin 2x50mg IV
4. Psylium 3x7g oral
5. Infus RL
Monitoring : Vital Sign dan perawatan luka post op. (GV 1x/hari) dengan kassa basah
dan NaCl 0.9%












9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Anorectal
Dinding rektum terdiri atas mukosa, submukosa, dan dua Lapisan muskular yang
kompleet, yaitu sirkuler dalam dan longitudinal Luar. Rektum panjang nya sekltar 12 - 15cm,
dari kolon sigmoid sampai saluran anal sepertiga bagian atas rektum di tutupi oleh
peritoneum di sebelah anterior dan lateral. Sepertiga bagian tengah rektum di tutupi oleh
peritonieum hanya di permukaan anterior nya. Dan, sepertiga bawah rektum terletak di
bawah refleksi peritoneal. Rektum terdiri atas 3 kurva yang berbeda. Tiga lipatan ini
memproyeksi kan kedalam lumen sebagai klep dari houston.
Lapisan jaringan ikat
yang tipis dari waldayer adalah
lapisan jaringan ikat tipis
rektosakral yang padat, rnulai
dari setinggi sakrum keempat
hingga ke anterior lalu rektum,
menutupi sacrum sebelah anterior
ke rektum ekstraperitoneal adalah
lapisan jaringan ikat tipis dari
Dennonvillers.Ligmen-ligmen
lateral dari lapisan jaringanakat
tipis endopelvis menyokong
rektum bagian bawah.
Gambar 1 : anatomi rectum
Dasar pelvis adalah lembaran muskulotendinous yang dibentuk oleh otot levator ani
dan diinervasi oleh saraf sakralis keempat.saluran anal mulai dari diafragma pelvis dan
berakhir di anal verge, batas anal adalah hubungan antara anoderm dan kulit perianal.
Dentate line adalah hubungan mukokutaneus, letaknya 1 - 1,5 sentimeter di atas batas anal.
Saluran anal dikelilingi oleh sfingter interna dan eksterna yang bersama-sama
merupakan mekanisme sfingter ani. Otot puborektalis berasal dari pubis dan bergabung ke
10

posterior kerektum; bila di kontraksi kan secara normal menyebab kan sudut 80
o
dari
hubungan anorektal.
Anus adalah bagian terakhir dari saluran pencernaan. Panjang anus adalah kira-
kita 4-5 cm. Anus memainkan peranan penting untuk defekasi. Apabila terjadi kelainan,
defekasi tidak dapat berlangsung normal. Terdapat beberapa otot yang membantu anus agar
defekasi lancar seperti m.puborektal merupakan bagian dari otot levator ani, sfingter ani
eksternus (otot lurik) dan sfingter ani internus (otot polos).

3.2 Fistel (Fistula ani) :
3.2.1 Definisi Fistel
Sebuah fistula didefinisikan sebagai koneksi yang abnormal antara dua struktur
atau organ atau antara suatu organ dengan permukaan tubuh. Pengertian dari fistula
perianal adalah hubungan antara lubang anus dan kulit perineum. Fistulisasi perianal
adalah suatu proses yang tidak biasa dengan prevalensi sebesar 0,01%, dan bisa
menyebabkan terjadinya morbiditas yang signifikan. Fistula perianal umunya terjadi
pada laki-laki usia muda, dengan perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan
sebesar 2:1. Gejala yang yang paling umum terjadi adalah discharge dari lubang fistel
yang terbuka pada kulit perineum (65% kasus), namun rasa sakit karena peradangan
lokal juga umum dijumpai. Pengobatan fistula membutuhkan operasi. Meskipun
pengobatan dengan operasi berhasil dalam banyak kasus, namun kekambuhan dengan
prevalensi yang signifikan seringkali terjadi. Manajemen operasi fistula anal yang
sukses membutuhkan penilaian pra operasi yang akurat dari jalur fistulous primer dan
situsnya.
2.2.2 Epidemiology
Prevalensi fistel perianal sebanyak 8,6 kasus tiap 100.000 populasi. Pada pria
12,3% sedangkan pada wanita berkisar 5,6 % pada 100.000 populasi. Rasio pada pria
dan wanita adalah 2:1 dengan umur rata-rata penderita adalah 38 tahun. Sebagian
besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula).
Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula.
11

Sebagian besar fistula ani
memerlukan operasi karena
fistula ani jarang sembuh
spontan. Setelah operasi
risiko kekambuhan fistula
termasuk cukup tinggi yaitu
sekitar 21 % ( satu dari
lima pasien dengan fistula
post operasi akan
mengalami kekambuhan).

Gambar 2 : Fistel

2.2.3 Etiologi
Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses
anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di perbatasan
anus dan rektum dan lubang lain di perineum kulit perianal.
Kadang fistel disebabkan colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis,
atau morbus crohn.
Fistel dapat terletak di subkutis, submukosa, antarsfingter atau menembus
sfingter. Mungkin fistel terletak anterior, posterior, lateral. Bentuknya mungkin lurus,
bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya fistel ditemukan tunggal atau kadang-
kadang ditemukan kompleks.
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular. Fistula perianal merupakan
abses anorektum tahap akhir yang telah didrainase dan membentuk traktus. Kanalis
anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi melalui sfingter anal dan
menuju kripta pada linea dendata. Kelenjar dapat terinfeksi dan menyebabkan
penyumbatan dan terperangkapnya feses dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini
juga dapat terjadi setelah trauma, pengeluaran feses yang keras, atau inflamasi.
Apabila kripta tidak kembali membuka ke kanalis anal maka akan terbentuk abses di
dalam rongga intersfingteric. Abses lama kelamaan akan meninggalkan jalan keluar
12

dengan meninggalkan fistula.
Aturan Goodsall dapat membantu untuk mengantisipasi keadaan anatomi dari
fistula perianal. Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk
lurus. Fistel dengan lubang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak
lurus tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior disekitar
m.pubrorektalis dan dapat membentuk satu lubang perforasi atau lebih di sebelah
anterior.

Gambar 3 : Hubungan Antara Lubang Primer dan Sekunder

Pengecualian untuk aturan ini bila bukaan eksternal berjarak lebih dari 3 cm dari
pinggiran anus. Gambaran yang terakhir ini hampis selalu berasal dari traktus primer
atau sekunder dari garis tengah posterior yang konsisten dengan abses tapal kuda
sebelumnya.

2.2.4 Klasifikasi Fistel :
Klasifikasi fistula perianal menurut Parks dibagi atas :
1. Intersfingteric : lebih sering terjadi sekitar 70% kasus, melewati internal sfingter
ke celah intersfingteric lalu ke perineum. Fistula jenis ini diakibatkan oleh abses
perianal. Pada fistula intersfingteric juga bisa didapatkan traktus buntu yang
tinggi dengan arah ke atas ruang intersfingteric menuju ke ruang supralevator.
Bukaan eksternalnya biasanya pada kulit perianal yang dekat dengan pinggiran
anal.
2. Transfingteric : pada 25% kasus, berjalan dari ruang intersfingteric melewati
sfingter eksternal ke fossa ischiorectal lalu ke perineum. Fistula jenis ini banyak
diakibatkan oleh abses ischiorektal. Fistula jenis ini dapat mempunyai traktus
13

buntu yang tinggi dan dapat mencapai apeks dari fossa ischiorectal atau dapat
memanjang melalui otot levator ani dan ke dalam pelvis.
3. Suprasfingteric : pada 5% kasus, melalui ruang intersfingteric superior diatas
otot puborectalis ke fossa ischiorectalis dan perineum. Traktus buntu dapat juga
timbul pada jenis ini dan mengakibatkan pemanjangan bentuk tapal kuda.
4. Extrasfingteric : hanya pada 1% kasus, dari kulit perianal melalui otot-otot
levator ani pada dinding rectum tanpa melewati mekanisme sfingter. Biasanya
terjadi karena penetrasi benda asing pada rektum, Morbus Crohn, paling sering
karena iatrogenik sekunder setelah pemeriksaan yang terlalu berlebih saat
operasi.

Gambar 4: Klasifikasi Fistula Perianal Menurut Parks

2.2.5 Gambaran klinis
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada pasien perianal abses adalah
discharge berupa darah atau kotoran, nyeri, bengkak, lubang di sekitar anus, pruritus
ani, lecet, gejala sistemik bila sudah terinfeksi abses.
Dari anamnesis biasanya ada riwayat kekambuhan abses perianal dengan selang
waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit. Pada colok dubur
umunya fistel dapat diraba antara jari telunjuk di anus (bukan di rektum) dan ibu jari
di kulit perineum, sebagai tali setebal kira-kira 3 mm (colok dubur bidigital). Jika
fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde keluar di kripta asalnya. Fistel perianal
jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistel kronik yang lama sekali dapat
14

menimbulkan degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan fistel perianal harus
dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan adanya karsinoma atau proktitis TB,
amuba, morbus Crohn.
Fistulografi berguna pada keadaan kompleks. Fistulografi dilakukan dengan
injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan anteroposterior, lateral
dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.


Gambar 5 : Fistulografi (anteroposterior)

Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah EUA (Examination Under
Anasthesia), CT Scan, USG endoanal (digunakan untuk menentukan hubungan antara
traktus primer dengan sfingter anal, untuk menentukan apakah simpel atau kompleks
dengan perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi bukaan primer) dan MRI (sangat
akurat dalam mengidentifikasi bukaan internal dan traktus fistula). MRI menjadi
pilihan utama dalam mengidentifikasi fistula yang kompleks.

2.2.7 Diagnosa Banding :
Diagnosis banding pada pasien fistel perianal adalah hidradenitis supurativa yang
merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya membentuk fistula
multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Sinus pilonidalis
15

terdapat hanya di lipatan sakro-koksigeal dan berasal dari sarang rambut dorsal dari
tulang koksigeus atau ujung tulang sakrum. Fistel proktitis dapat terjadi pada Morbus
Crohn, TBC, amubiesis, infeksi jamur, dan divertikulitis. Kadang fistula koloperineal
disebabkan oleh benda asing atau trauma.

2.2.8 Terapi dan Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan pada pasien dengan fistel perianal adalah dengan konservatif dan
pembedahan.
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta
profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.
Pembedahan yang dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi artinya fistel
dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka sehingga
menyembuh mulai dari dasar per sekundam intentionem. Luka biasanya akan sembuh
dalam waktu agak singkat. Kadang dibutuhkan operasi dua tahap untuk menghindari
terpotongnya sfingter anus.

Terapi pembedahan :

Fistulotomi: Fistel di insisi dari
lubang asalnya sampai ke lubang
kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per
sekundam intentionem.



Gambar 6 : Fistulotomi
Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk
menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya
terbuka.

16


Gambar 7 : Fistulektomi

Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam
Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong
otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan
supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri
setelah beberapa bulan.

Gambar 8 : Placement of a noncutting seton

Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi
keberhasilannya tidak terlalu besar.

Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam
saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh.
Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan
17

aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.


Gambar 9 : fibrin glue

2.2.9 Perawatan Pasca Operasi dan Prognosis
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah
operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa
hari.
Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka
operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca
operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan
penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara
lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu
dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali
menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka
sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama.
Prognosis pada pasien dengan fistel perianal adalah fistel dapat kambuh bila
lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka
atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan.
Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu sekitar 21%
(satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan mengalami kekambuhan).



18

2.3 Abses Perianal
2.3.1 Definisi Abses
Abses anal adalah suatu kondisi yang sangat menyakitkan yang terjadi saat nanah
terkumpul dan berkembang di dekat anus. Kebanyakan abses anal adalah hasil dari
infeksi kelenjar anal kecil.
Jenis yang paling umum dari abses adalah abses perianal. Abses ini sering muncul
seperti pembengkakan atau benjolan yang sangat menyakitkan dengan bentuk yang
mirip seperti air mendidih pada daerah dekat anus. Benjolan mungkin terlihat
berwarna merah dan hangat saat disentuh. Abses Anal terletak di jaringan yang lebih,
kurang umum dan mungkin kurang terlihat saat di observasi.
insisi bedah dan drainase adalah pengobatan yang paling umum untuk semua jenis
abses anal dan seringkali memiliki presentase keberhasilan yang tinggi.
Namun setelah abses dikeringkan, sekitar 50% pasien akan mengalami komplikasi
yang disebut dengan fistula. Fistula adalah terbentuknya suatu terowongan kecil yang
membuat koneksi abnormal antara lokasi abses dan kulit.
Dalam beberapa kasus fistula anal dapat menyebabkan drainase persisten. Dalam
kasus lain dimana terjadi penutupan pada bagian luar terowongan pembukaan, abses
anal berulang mungkin bisa terjadi. Pembedahan diperlukan untuk menyembuhkan
hampir semua fistula anal.
2.3.2 Epidemiologi
Kejadian abses perianal umumnya memuncak pada dewasa dengan usia 30-40
tahun. Umumnya abses perianal terjadi lbh bnyk pada pria daripada wanita, dengan
rasio perbandingan laki : perempuan yaitu 2:1 hingga 3:1. Sekitar 30% dari pasien
dengan abses perianal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara
spontan atau intervensi bedah diperlukan. Insiden dan angka kejadian yang lebih
tinggi dari pembentukan abses pada negara dengan 4 musim tampaknya memiliki
kaitan dengan musim semi dan musim panas. Demografi menunjukkan disparitas
yang jelas dalam terjadinya abses anal sehubungan dengan usia dan jenis kelamin,
namun selain hal tersebut tidak ada pola yang jelas pada berbagai negara atau wilayah
di dunia.
Meskipun disarankan untuk selalu menjaga kebersihan diri secara pribadi, namun
19

hubungan langsung antara pembentukan abses perianal dan kebiasaan buang air
besar, diare berulang, dan kebersihan pribadi yang buruk belum terbukti memiliki
hubungan yang signifikan. Terjadinya abses perianal pada bayi juga cukup umum.
Mekanisme pasti terjadinya abses perianal masih belum dipahami secara pasti, namun
tampaknya mekanisme terjadinya abses perianal tidak berkaitan dengan sembelit atau
konstipasi. Kondisi ini cukup jinak bila terjadi pada bayi dan pasien dengan penyakit
ini seringkali jarang memerlukan intervensi operasi selain berupa drainase sederhana.

2.3.3 Etiologi dan Fakor Resiko
Umumnya abses perianal disebabkan oleh :
1. Infeksi dari fisura anus.
Fisura anus adalah sebuah robekan kecil yang superfisial pada kulit terowongan
anus. Organisme umum yang menginfeksi dan menyebabkan terjadinya abses
diantaranya adalah Escherichia coli spesies Enterococcus dan spesies Bacteroides,
namun selain dua spesies di atas tidak ada bakteri tertentu yang telah
diidentifikasi sebagai penyebab unik terjadinya abses.
2. Obstruksi kriptus dubur.
Anatomi normal menunjukkan 4-10 kelenjar dubur dikeringkan oleh kriptus pada
masing-masing tingkat linea dentata. Kelenjar dubur biasanya berfungsi untuk
melumasi lubang anus. Obstruksi kriptus dubur menghasilkan sekresi cairan
kelenjar yang stasis dan apabila kemudian mengalami suatu infeksi maka akan
terjadi supurasi dan pembentukan abses di dalam kelenjar dubur. Abses biasanya
terbentuk di ruang intersphincteric dan dapat menyebar di sepanjang ruangan
potensial yang berdekatan disekitarnya.
3. Infeksi menular seksual

Faktor resiko yang juga dapat menyebabkan terjadinya abses perianal adalah :
1. Diabetes, diverculitis, penyakit radang pelvis, colitis
2. Sebagai partner penerima saat melakukan hubungan anal
3. Radang usus seperti penyakit Crohn atau kolitis ulseratif
4. Penggunaan obat-obatan seperti prednison
20

5. TBC, karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, actinomycosis, venereum
limfogranuloma, trauma, leukemia, dan limfoma

2.3.4 Gambaran Klinis
Abses anal superfisial sering dikaitkan dengan:
1. Nyeri, yang biasanya terasa konstan, berdenyut, dan terasa memburuk ketika
duduk.
2. Iritasi kulit di sekitar anus, termasuk pembengkakan, kemerahan, dan adanya
nyeri tekan.
3. Keluarnya nanah.
4. Sembelit atau rasa sakit yang terkait dengan buang air besar

Abses anal yang lebih dalam juga dapat dikaitkan dengan:
1. Demam
2. Menggigil
3. Malaise

2.3.5 Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang :
Biasanya evaluasi klinis seperti pemeriksaan colok dubur sudah cukup untuk
mendiagnosa adanya abses anal. Tetapi beberapa pasien mungkin memerlukan tes
tambahan untuk menyaring adanya penyakit infeksi menular seksual, penyakit radang
usus ,penyakit divertikular dan kanker rektum.
Dalam beberapa kasus pemeriksaan dapat dilakukan di bawah pengaruh anestesi.
Untuk memastikan diagnosis, terkadang pemeriksaan penunjang berupa USG, CT
scan dan MRI juga perlu untuk dilakukan.

2.3.6 Terapi dan Penatalaksanaan :
Pengeringan dengan pembedahan yang cepat penting untuk dilakukan. Terapi ini
sebaiknya dilakukan sebelum abses mengalami erupsi dan pecah. Abses perianal
superfisial dapat dilakukan terapi pengeringan pada tempat praktek dokter dengan
menggunakan anestesi lokal. Abses perianal yang lebih besar atau terletak lebih
21

dalam umumnya memerlukan rawat inap dan ditangani oleh seorang ahli anestesi dan
dokter bedah.
Setelah prosedur pembedahan, kebanyakan orang diresepkan obat untuk
penghilang rasa sakit. Untuk orang sehat dan tidak menunjukkan adanya gejala
demam, antibiotik umumnya tidak perlu untuk diberikan. Antibiotik mungkin
diperlukan bagi sebagian orang termasuk mereka yang menderita diabetes atau
memiliki penyakit yang menyebkan terjadinya imunodefisiensi.

2.3.7 Prognosis dan Komplikasi
Dengan pengobatan dan penanganan yang benar, pasien umunya mengalami
penyembuhan yang bagus. Pada bayi penyembuhan bisa terjadi dalam jangka waktu
yang lebih cepat.
Sebuah studi menemukan bahwa 31% dari pasien yang melakukan insisi dan
drainase abses perianal dapat mengalami fistula. Pasien yang berusia di bawah 40
tahun dan pasien yang tidak memiliki penyakit diabetes terlihat mengalami risiko
yang lebih tinggi. Antibiotik perioperatif secara signifikan mampu mengurangi laju
pembentukan fistula berikutnya.
Fistula di ano pada anak-anak seringkali sembuh secara spontan dan pengobatan
bedah cito hendaknya harus ditahan.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan abses perianal diantaranya
luka, rasa sakit yang berkelanjutan, abses rekuren, infeksi sistemik dan fistula
anorektal yang terjadi pada 30% pasien dengan faktor resiko yang dikurangi melalui
drainase yang cepat dan penanganan pre dan post operatif yang baik.







22

BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini terdapat 3 masalah besar yang terjadi diantaranya
1. Fistula telah tembus hingga ke rectum
Fistel yang dialami pasien telah tembus hingga ke rectal. Saat BAB feces pasien ikut keluar
melalui lubang fistel disertai nanah dan terkadang darah. Pasien mengalami demam karena
terjadi infeksi pada fistel. Pasien merasa kesakitan dan sulit untuk berjalan.
2. Pasien mengalami ruptur rectum
Fistel yang telah tembus ke rectum turut mengakibatkan terjadinya ruptur rectum pada
pasien. Ruptur rectum menyebabkan sulitnya melakukan jahit luka pada lubang tembusan
fistel pada daerah rectum.
3. Penyembuhan yang sulit
Karena letak fistel tembus hingga ke rectum maka penyembuhan luka akan lebih sulit karena
lubang fistel akan seringkali berada dalam keadaan yang kotor karena feces pasien dan
kemungkinan infeksi berulang bisa saja terjadi.

23

BAB IV
PENUTUP

Kasus fistel merupakan kasus yang cukup sering dijumpai di RSUD Moh. Saleh
Probolinggo. Pada contoh kasus di atas, fistel yang terjadi sudah tergolong cukup parah hingga
menyebabkan terjadinya ruptur rectum. Penyembuhan untuk pasien di atas akan memakan waktu
yang lama dan meskipun telah sembuh, pasien bisa saja mengalami fistel rekuran. Bila kasus di
atas cepat ditangani pada fase abses glutea sebelum terjadi fistel maka kemungkinan
penyembuhan dan prognosisnya akan lebih baik dan penanganannyapun akan lebih mudah.
` Untuk mencegah terjadinya kasus semacam ini ada baiknya kita harus senantiasa
menjaga kebersihan diri dan senantiasa peduli untuk menjaga kesehatan. Apabila terasa adanya
abses atau gumpalan pada daerah glutea dengan ciri-ciri abses ada baiknya segera diperiksakan
untuk mencegah terjadinya komplikasi dan berkembangnya penyakit ke arah yang lebih parah.











24

DAFTAR PUSTAKA

Bhimji Shabir, 2012. Anorectal abscess, diakses tanggal 10 Juli 2014 dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001519.htm
De jong, Wim. 1979. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
Garg P, Song J, Bhatia A, Kalia H, Menon GR (October 2010). "The efficacy of anal fistula plug
in fistula-in-ano: a systematic review". Colorectal Dis.
Lo B.M., Legall Ingrid and OConnor R.E., 2013. Anal Fistulas and Fissures, diakses tanggal 10
Juli 2014 dari http://emedicine.medscape.com/article/776150-overview.
Patel, Mukul. 2003. Anal Fistula (Fistulo in Ano). diakses tanggal 10 Juli 2014 dari
http://www.proctocure.com/anal_fistula.htm
Poggio J.L., Geibel J., Heines O.J., 2013. Fistula-in-Ano. diakses tanggal 10 Juli 2014 dari
http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview.
Ratini M., 2013. Anal Abscess, diakses tanggal 10 Juli 2014 dari http://www.webmd.com/a-to-
z-guides/anal-abscess?page=2.
Rojanasakul A, Pattanaarun J, Sahakitrungruang C, Tantiphlachiva K (March 2007). "Total anal
sphincter saving technique for fistula-in-ano; the ligation of intersphincteric fistula
tract". J Med Assoc Thai.
Rojanasakul A (September 2009). "LIFT procedure: a simplified technique for fistula-in-
ano". Tech Coloproctol.
Van Onkelen, RS; Gosselink, MP; Schouten, WR (February 2012). "Is it possible to improve the
outcome of transanal advancement flap repair for high transsphincteric fistulas by
additional ligation of the intersphincteric fistula tract?". Diseases of the colon and rectum

Anda mungkin juga menyukai