Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I

PENDAHULUAN

Invaginasi atau intususepsi adalah suatu kondisi akut abdomen dimana masuknya
segmen usus proksimal (intussusceptum) ke rongga lumen usus yang lebih distal
(intussuscipiens) yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan jarang terjadi pada
dewasa.1,2

Invaginasi merupakan penyebab obstruksi terbanyak yang terdapat pada anak-


anak pada usia 2 bulan sampai 12 bulan. Diperkirakan insiden di Amerika serikat
adalah sekitar 1,5-4 kasus persetiap 1000 kelahiran hidup. Lebih dari 60% terjadi
pada anak usia < 1 tahun. 90-95 % invaginasi pada anak kurang dari 1 tahun
penyebabnya tidak diketahui dan tidak ditemukan adanya kelainan pada usus atau
dikenal dengan istilah infantil idiopathic intussuseption. Sekitar 5-10% anak
berusia lebih dari 2 tahun disebabkan oleh diverticulum meckel, polip usus
neoplasma, hemangioma, dan limpoma. Umumnya invaginasi ditemukan sering
pada laki - laki. Di Afrika ratio perbandingn antara laki-laki dan perempuan 8:1.
sedangkan di Asia ratio perbandingan adalah 9:1. invaginasi lebih sering terjadi
pada anak-anak yang sehat dan memiliki gizi yang baik.3,4

Pada pasien invaginasi diagnosis preoperatif sangatlah sulit, meskipun umumnya


diagnosis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya
adalah intususepsi, pemeriksaan fisik tidaklah cukup sehingga dilakukan
pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi. Invaginasi yang paling sering
terjadi pada ileocaecal junction atau ileo-colica sebanyak 75 %, ileo-ileocolica
15%, dan lain-lain. Tipe appendical colica paling jarang dilakukan.1,2
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Usus

2.1.1 Usus Halus

Usus halus terletak di cavitas abdominal, inferior dari gaster dan hepar.
Usus halus berbentuk tubuler yang memanjang dari pilorus gaster ke
caecum usus besar dengan panjang sekitar 6 m (jika dibentangkan dalam
bentuk kadaver). Usus halus menggantung dari dinding posterior abdomen
yang ditahan oleh mesenterium yang mengandung pembuluh darah
mesenterika superior, pembuluh limfe, dan saraf otonom. Mesenterium
memiliki panjang sekitar 15 cm dan berjalan dari fleksura
duodenojejunalis sampai sendi sakro iliaka dekstra. Batas distalnya
memiliki panjang yang jelas sama dengan panjang usus. Usus halus di
perdarahi oleh arteri mesenterika superior dan dipersarafi oleh pleksus
mesenterikus superior. Usus halus terdiri dari 3 segmen yaitu duodenum,
jejunum, dan ileum.

Gambar 2.1 : anatomi usus


A. Duodenum
Duodenum merupakan segmen proximal usus halus yang berorigo
dari sphingter pilorus. Duodenum memiliki panjang sekitar 25 cm.
Duodenum berbentuk C-shape yang mengitari caput pankreas dan
3

berlanjut sampa ke jejunum di pleksus duodenojejunales. Permukaan


superior dari duodenum terdiri dari empat pars yaitu: pars duodeni
superior, pars descenden duodeni, pars horizontalis, dan pars ascenden
duodeni. Sedangkan permukaan internal terdapat plica sircularis (kecuali
pada pars superior duodeni) dan papila duodeni yang terdiri dari: papila
duodeni mayor (muara ductus choledocus dan ductus pancreaticus mayor),
dan papila duodeni minor (muara ductus pancreaticus accessorius)
Sepertiga proksimal duodenum terletak di retroperitoneal,
sedangka dua pertiganya terletak di intraperitoneal dan berhubungan pada
hati dan omentum minor. Duodenum diperdarahi oleh arteri pancreotico
duodenalis superior cabang arteri duodenale dan arteri duodenalis inferior
cabang arteri mesenterica inferior. Persyarafan duodenum yaitu
parasimpatis oleh nervus vagus dan parasimpatis oleh nervus splanicus
mayor. Berdasarkan histologinya duodenum terdiri dari: Tunika mukosa
(Terdaapat epitel selapis torak yang mempunyai mikrovili), Tunika
submukosa (Dipenuhi kelenjar brunner), Tunika muskularis (Terdiri atas
lapisan sirkuler dan longitudinal, diantaranya terdapat pleksus saraf
duerbach), Tunika adventisia (Terdapat jaringan ikat longgar).
B. Jejunum
Jejunum berada di regio medial usus halus dengan panjang 2,5 m.
jejunum adalah bagian utama dari usus halus yang mencerna makanan dan
menyerap nutrisi. Jejunum terletak di rongga peritoneal dan digantung
oleh mesenterium.
Histologi jejunum yaitu Tunika mukosa (Terdapat vilus intertinal
yang langsing dan sel goblet yang lebih banyak), Tunika submukosa
(Terdapat jaringan ikat longgar dengan pleksus meissner didalamnya),
Tunika muskularis (Susunanya sama seperti duodenum), Tunika serosa
(Terdapat jaringan ikat longgar)
C. Ileum
Panjang ileum sekitar 3,6 meter. Bagian distal dan terminal dari
ileum terdapat katup ileocaecal yaitu sebuah sphingter yang mengatur
masuknya material makanan kedalam usus halus. Ileum diperdarahi oleh
cabang arteri mesenterica superior. Persarafan yaitu pre ganglioner nervus
parasimpatis, nervus vagus dan simpatis nervus splenicus.
2.1.2 Usus Besar
4

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang


sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata
sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin
kecil. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput lendir,
lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar
daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak
memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna membentuk
tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang
disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup
antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk
merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15
ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari.
Berdasarkan histologinya usus besar terdiri dari beberapa lapisan yaitu Tunika
mukosa (dilapisi epitel selapis silindris), Tunika submukosa (tidak ada),
Tunika Muskularis (Terdapat otot sirkuler dan longitudinal serta taenia coli),
Tunika serosa (Terdapat jaringan ikat longgar dan banyak jaringan adiposa)
A. Sekum
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area
katup ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu
tabung buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari
ujung sekum.
B. Colon
Terdiri atas kolon ascenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah
hati di sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura
hepatika. Kolon transversum merentang menyilang abdomen di bawah
hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke
bawah fleksura splenik. Dan kolon descenden merentang ke bawah pada
sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara
di rectum.
C. Rectum
bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Rektum
berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.1,4,5
2.2 Invaginasi
5

2.2.1 Definisi
Invaginasi adalah masuknya segmen usus proksimal (intussuseptum) ke
rongga lumen usus yang lebih distal (intussuscipien) sehingga menimbulkan
gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Pemberian nama invaginasi bergantung
hubungan antara intussuseptum dan intussuscipien, misalnya ileoileal
menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum saja, ileo-kolika berarti ileum
sebagai intussuseptum dan kolon sebagai intussuscipiens.
Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah
ileosaecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah kedalam
sekum yang longgar. Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon. Invaginasi
dapat menyebabkan obstruksi usus baik partial maupun total.1,2

Gambar 2.2 :
invaginasi
2.2.2 Epidemiologi
Invaginasi
merupakan penyebab obstruksi intestinal yang paling banyak terjadi pada anak-
anak pada usia 2 bulan sampai 12 bulan. Lebih dari 60% terjadi pada anak usia
kurang dari 1 tahun, dan 80% pada anak usia kurang dari 2 tahun. Invaginasi
jarang terjadi pada usia kurang dari 3 bulan dan lebih dari 6 tahun.
Di Amerika serikat diperkirakan insiden invaginasi sekitar 1,5-4 kasus
per setiap 1000 kelahiran hidup. Laki-laki terkena lebih banyak daripada
perempuan dengan rasio 3:2. dominasi laki-laki bahkan lebih besar pada
kelompok usia 6-9 bulan. Kejadian puncak selama dua musim dalam setahun, saat
musim semi/musim panas dan pertengahan musim dingin. Hal ini berkorelasi
dengan variasi musiman peningkatan jumlah kasus gastroenterits dan infeksi
pernapasan bagian atas oleh karena virus.
6

Bayi yang mengalami invaginasi biasanya bayi sehat, meyusu, gizi baik
dan dalam pertumbuhan optimal. Terjadinya invaginasi juga dihubungkan dengan
adanya gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian makanan padat dan
diare. Pada dewasa invaginasi jarang ditemui, hanya 5% dari obstruksi usus
mekanik, 20% kasus tidak diketahui penyebabnya, kasus yang ditemui sekitar
80%, kebanyakan disebabkan oleh karsinoma kolon primer. Invaginasi juga sering
terjadi pada post operasi karena edema atau adhesi.3,6
2.2.3 Etiologi
Pada anak kurang dari 1 tahun 90-95% invaginasi tidak diketahui
penyebabnya atau dikenal dengan istilah infantil idiopathic intussusception. Pada
30% kasus diikuti dengan virus gastroenteritis atau ISPA. Pada saat operasi hanya
ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrofi jaringan limfoid
(peyer patches) akibat adanya infeksi virus (limphadenitis) yang mengikuti suatu
gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini menimbulkan
pembengkakan bagian intussuseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena
menyebabkan obstruksi intestinal lalu perdarahan.
Faktor prepitasi invaginasi pada anak dapat berupa infeksi virus, pengaruh
dari perubahan diet yaitupada usia 4-9 bulan perubahan pemberian makanan cair
ke padat. Pemberian makanan selain susu ketika umur kurang dari 4 bulan akan
berakibat buruk terhadap bayi, karena sistem pencernaan bayi pada usia ini belum
tumbuh kembang sempurna. Pemberian makanan pada usia itu berpeluang
terjadinya invaginasi usus halus.infeksi rotavrus yan menyerang saluran
pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah
satu penyebab invaginasi, dan tindakan traisional berupa pijat perut srta tindakan
medis pemberian obat anti-diare juga berperan dalam timbulnya invaginasi.2,3,6
2.2.4 Klasifikasi invaginasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi biasanya pada
segmen yang bebas bergerak atau yang mengalami adhesif. Berdasarkan lokasinya
invaginasi dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1. entero-enterica : usus halus masuk ke dalam usus halus
2. Colo-kolika : kolon masuk ke dalam kolon
3. Ileo-colica : ileum terminal yang masuk ke dalam kolon ascenden
4. Ileo-caecal : ileum terminal masuk ke dalam caecum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileocaecal.
7

Gambar 2.3 klasifikasi invaginasi : a. ileo-colica, B. ileo-ileal dan c. ileo-


caecal
Tipe invaginasi yang paling banyak ditemukan yaitu pada ileocaecal junction atau
ileo-colica sebesar 75%, ileo-ileocolica (15%), lain-lain (10%), dan tipe yang
paling jarang ditemukan yaitu appendical-colica.1,2

2.2.5 Patofisiologi

Gerakan peristaltik usus dari oral (proksimal) ke anal (distal) sehingga


bagian yang masuk ke lumen usus yaitu bagian proksimal ke distal. Proses
terjadinya invaginasi dimulai dengan hiperperistaltik usus bagian proksimal yang
lebih mobile menyebabkan usus masuk kedalam lumen usus distal kemudian
berkontraksi terjadi edema mengakibatkan terjadinya perlekatan yang tidak dapat
kembali normal sehingga terjadi invaginasi. Usus yang mengalami intususepsi
dapat terjadi hingga mencapai colon transversum, descenden dan sigmoid bahkan
sampai anus pada kasus-kasus yang tidak tertangani.
Bagian atas usus yang disebut intususeptum mengalami invaginasi ke
bawah, intusupien sambil menarik mesenterium bersama-sama memasuki lumen
pembungkusnya sehingga dapat menghambat pergerakan peristaltic normal. Hal
ini dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada pasase isi usus dan
menurunkan aliran darah ke bagian usus yang mengalami invaginasi tersebut.
Adanya kontriksi mesenterium sehingga menghalangi aliran balik vena
dan limfa, selanjutnya terjadi pembengkakan atau edema pada invaginasi dan
perdarahan mukosa yang menghasilkan tinja mengandung darah (red currant
jelly). 2,6
Jika reduksi invaginasi tidak dilakukan maka mengakibatkan obstruksi
parsial maupun total, insufisiensi arteri akan menyebabkan iskemia dan nekrotik
dinding pada usus anak yang menyebabkan pendarahan peritonitis, dan perforasi.
Proses obstruksi sebenarnya sudah terjadi sejak invaginasi, tetapi penampilan
8

klinik obstruksi umumnya memerlukan waktu setelah 10-12 jam sampai dengan
24 jam. Perjalanan penyakit ini bersifat progresif yang dapat semakin memburuk
hingga dapat menyebabkan terjadinya sepsis.

Alur patofisiologi kejadian invaginasi pada anak usia < 2 tahun

Infeksi abdomen

Pembesaran jaringan limfonodi usus


Peristaltik usus meningkat

Usus bagian proksimal masuk ke dalam usus


bagian distal (invaginasi)
Terjadi obstruksi, diawali dari saluran limfe udem. Terjad peregangan pada
Vena perdarahan mukosa, dan terakhir, arteri nekrotik usus
Rangsangan reseptor nyeri
jaringan
Akumulasi cairan dan gas pada lumen usus bagian
Nyeri
proksimal dan bstruksi
Distensi

muntah
Kehilangan cairan dan elektrolit
Volume cairan dan eksraseluler
menurun
Syok hipovolemik
9

2.2.6 Manifestasi Klinis


Penemuan klinis terjadi bergantung pada lamanya invaginasi terjadi.
Invaginasi umumnya dialami pada anak dengan keadaan sehat dan gizi baik. Anak
tiba-tiba menangis menahan kesakitan, dikarenakan serangan nyeri perut yang
dapat terjadi dalam beberapa menit, diluar serangan anak seperti normal kembali.
Serangan nyeri perut dapat berulang dengan rentang waktu 15-20 menit dengan
lama serangan kurang lebih 2-3 menit.biasanya serangan nyeri ini juga disertai
muntah.
Pada awal invaginasi biasanya belum terjadi pasase usus secara total,
anak masih dapat defekasi, dengan feses bercampur lendir dan darah segar.
Sumbatan yang terjadi belum total sehingga perut belum tegang dan kembung,
serta keadaan ini bisa dengan mudah teraba gumpalan usus yang mengalami
invaginasi yang teraba seperti sossis (sausage sign). setelah 6-8 jam terjadinya
serangan, terjadi gangguan arah balik vena (venous return) akibat mesenterium
yang terjepit sehingga menyebabkan kongesti, edema, laserasi mukosa usus yang
ditandai dengan feses yang berlendir dan berdarah. Terjadinya oedema yang terus
menerus menyebabkan terjadinya sumbatan total sehingga didapatkan tanda-
tanda obstruksi usus yaitu peristaltik usus meningkat, perut kembung, dan
muntah.1,2,3
2.2.7 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis invaginasi, maka dilakukan Anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada anamnesis yang dilakukan dengan orang tua dan keluarga pasien
dicurigai invaginasi jika didapatkan gejala klinis yaitu: bila bayi sehat, gizi baik
tiba-tiba menangis seperti menahan sakit untuk beberapa menit kemudian diam,
main-main, atau tidur lagi. Trias klasik dalam mendiagnosis invaginasi yaitu :
a. Nyeri mendadak kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (crapping
pain).
b. Muntah berwarna hijau (cairan lambung)
10

c. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam
dinding usus) dikenal dengan istilah red current jelly)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik abdomen kadang ditemukan tanda-tanda :
Palpasi :
a. Terdapat nyeri tekan
b. Adanya suatu massa di kuadran kanan atas atau pertengahan perut teraba
seperti sossis (sausage sign).
c. Adanya sensasi kekosongan pada kuadran kanan bawah abdomen karena
masuknya sekum pada kolon ascenden (dance sign)
Perkusi :
- Pada bagian yang mengalami invaginasi terdapat bunyi timpani.
Auskultasi :
- ditemukan bising usus yang menikat
Pemeriksaan Rectal Toucher :
Pada pemeriksaan Rectal Toucher didapatkan pseudoportio yaitu sensasi
seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama, terdapat lendir
berdarah.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan foto polos
abdomen tiga posisi, barium enema, USG, dan CT-scan. ditemukan tanda-tanda
obstruksi yaitu air fluid level dan peningkatan udara perut.
1. foto polos Abdomen
Pada pemeriksaan foto polos abdomen, awal kemungkinan masih normal dan
untuk foto polos berikutnya mungkin menunjukkan berkurang atau
menghilangnya udara usu. Dijumpai tanda obstruksi dilatasi dan massa di
kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaaan kuat suatu invaginasi.
Terlihat tanda obstruksi berupa distensi abdomen, air fluid level, hering bone
appearance (gambaran plika sirkularis usu halus);
11

Gambar 2.4 : jaringan lunak yang berbentuk sosis di tengah-tengah foto X-ray
menunjukkan opasitas jaringan lunak yang besar di kuadran kanan atas yang
tampaknya menonjol ke dalam suatu intralumen (mungkin colon transversum)
2. barium enema/colon in loop
Pada barium enema (colon in loop) menunjukkan defek pengisian (filling
defect ), cupping sign dan letak invaginasi. Barium enema dapat pula digunakan
sebagai terapi reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda
obstruksi usus yang jelas seperti muntah hebat, perut distensi dan dehidrasi berat
serta kejadian dibawah 24 jam. Barium enema dilakukan dengan teknik
memberikan tekanan hidrostatik untuk mendorong usus yang masuk kearah
proksimal dengan maksimal tekanan 120 mmHg.

Gambar 2.5: colon in loop pada intusseption bagian usus masuk hingga fleksura
lienalis

Gambar : intussuseption di daerah colon ascenden


3. pemeriksaan USG
Pada pemeriksaan USG akan terlihat gambaran khas yang mudah ditemukan.
Pada axial dapat ditemukan cincinyang merupakan komponen dinding usus dan
lemak mesenterica dapat terlihat atau sering kita sebut doughunts sign). pada
potongan transversal terdapat gambaran seperti ginjal (pseudo kidney apparance)
12

Gambar : Targets appearance atau gambaran donat pada irisan melintang


invaginasi pemeriksan usg

Gambar : A.irisan melintang B. irisan menunjang dan invaginasi pada USG


4. CT-scan Abdomen
CT-scan digunakan digunakan sebagai konfirmasi pertama pada pasien dewasa
untuk diagnosis dan evaluasi dar penyebab invagnasi. Pada CT-scan dapat terihat
kompleks massa jaringan lunak yang berada diluar intussusipien dan sentral
intussuseptum. Intussusipien akan terlihat sebagai target sign ketka sinar di
pancarkan ke axis longitudinal dari massa dan sausage shape/massa berbentuk
sossi, ketika CT-scan di pancarkan sejajar/transversal. Pada CT-scan dapat terlihat
durasi dan tingkat keparahan dari proses invaginasi.
Suatu kriteria diagnosis invaginasi berdasarkan kriteria mayor dan minor,
dibagi menjadi tiga level tingkat tingkat kepastian diagnosis :
Level 1 kepastian diagnosis invaginasi dinyatakan saat durante operasi dan
atau adanya demonstrasi ditemukan bukti invaginasi pada barium enema,
baik kontras menggunakan udara atau cairan (kriteria radiologis, dengan
ditemukannya massa dengan gambaran spesisifik pada sonografi.
13

Level 2 kepastian diagnosis, bila ditemukan dua kriteria mayor atau satu
kriteria 1 mayor ditambah 3 kriteria minor.
Level 3 kepastian diagnosis, bila ditemukannya empat atau lebih kriteria
minor.
Adapun kriteria mayor yang ditentukan adalah:
1. bukti adanya obstruksi intestinal
a. riwayat muntah hijau
b. distensi abdomen dan bising usus yang menghilang
c. pada foto polos abdomen, menunjukkan gambaran air fluid level
atau dilatasi usus halus
2. gambaran dari invaginasi
a. adanya massa di abdomen
b. tampak massa di rektum (pada pemeriksaan colok dubur)
c. Prolaps intestinal
d . foto polos abdomen menunjukkan gambaran intussusepi atau
massa jaringan lunak
e. pada CT-scan (computed tomography), menunjukkan gambaran
intussusepsi
3. Adanya bukti gangguan vaskularisasi intestinal, atau adanya kongesti akibat
bendungan vena.
a. keluarnya darah dari rectum
b. red current jelly stoole
c. pada saat colok dubur terdapat bercakan darah pada sarung tangan
Adapun kriteria minor adalah:
1.
usia dibawah 1 tahun
2.
Nyeri abdomen yang hilang timbul (kolik)
3.
Muntah
4.
Anak tampak letargi
5.
Pucat
6.
Syok hipovolemic
7.
Pada foto polos abdomen, gambaran abnormal dengan distribusi udara yang
tidak merata dan tidak spesifik.1,2,3,6
2.2.8 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan pada invaginasi adalah reposisi usu yang telah masuk
ke lumen usus lainnya, reposisi akut invaginasi merupakan prosedur emergency
dan dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. Pada saat terdiagnosis
invaginasi maka dilakukan tatalaksana awal untuk memperbaiki keadaan pasien
yaitu :
- Pemasangan pipa nasogatric untuk dekompresi lambung.
14

- Apabila anak mengalami dehidrasi maka dilakukan terapi cairan intravena


secepatnya, kemudian pasang sonde lambung dengan tujuan dekompresi dan
mencegah aspirasi.
- memberikan antibiotik, obat sedatif atau analgetik bila diperlukan.
Penatalaksanaan invaginasi secara garis besar dibgi menjadi dua yaitu:
1. Tindakan non operatif
Reduksi Hidrostatic
Metode hidrostatic pertama kali dilakukan oleh hirschprung pada tahun 1876
untuk penatalaksanaan intususepsi. Reduksi ini dilakukan dengan barium enema
menggunakan prinsip hidrostatik. Kontraindikasi dilakukannya reduksi barium
enema adalah dehidrasi, syok, ada distensi yang hebat, tanda peritonitis dan
sepsis. Perlu dilakukan perbaikan umum sebelum dilakukan tindakan
pembedahan. Akan tampak gambaran cupping coiled spring yang menghilang
bersama terisinya ileum oleh barium. Reduksi dengan barium enema dikatakan
berhasil bila sudah mencapai ileum terminalis.
Terdapat Rule of three pada saat dilakukan barium enema yaitu reduksi
hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki dari atas pasien, tidak boleh lebih dari 3
percobaan, dan setiap percobaan masing-masing tidak bleh lebih dari 3 menit.
Keberhasilan reduksi barium enema tergantung pada durasi gejala (<24-48 jam),
hidras yang adekuat , usia lebih dari 3 bulan, tidak terdapat obstruksi pada usus
halus, tidak terdapat cairan intraperitoneal, tidak terdapat pembesaran kelenjar
getah bening, aliran darag yang adekuat, dan lokasi intususepsi. Tindakan non
pembedahan ini memiliki keuntungan dibandingkan dengan reduksi secara
operatif. Diantaranya yaitu penurunan angka morbiditas, biaya, dan waktu
perawaratan di Rumah Sakit.2,6,7
Reduksi pneumatik
Reduksi pneumatik merupakan reduksi udara yang diperkenalkan 1897. teknik
ini menggnakan balon yang tidk dikembangkan, anus diplester untuk
mempertahankan tekanan intracolon untuk reduksi intususepsi. Dengan tekanan
awal 80 mmhg, udara dialirkan kedalam colon dengan panduan fluoroskopi.
Tekanan ini dapat ditingkatkan sampai 120 mmhg. Refluks udara ke ileum
terminal menandakan reduksi komplit intususepsi.
Pada saat tekanan intraluminal termonitor secara akurat, tekanan rata-rata
intracolon yang lebih efektif dapat dicapai dan hal ini dapat menjelaskan
keberhasilan yang lebih baik dengan metode ini. Secara teknis, penggunaan udara
15

sebagai medium kontras bisa mengalami hambatan bila ada obstruksi usus halus.
Dan masalah tambahan reduksi dengan dengan udara yaitu fenomena reduksi
palsu, dimana udara masuk ke usus halus sebelum reduksi komplit
intussuseptum. Keberhasilan lebih baik yaitu dengan reduksi hidrostatik atau
pneumatik ditemukan pada intusscepsi ileokolika daripada intussuscepsi yang
lebih proksimal dengan usus halus.
2. Tindakan operatif
Selain dengan barium enema terdapat tindakan reduksi operatif secara manual
(milking) dan reseksi usus. Tindakan ini dilakukan bila terdapat kegagalan pada
terapi hidrostatik maupun pneumatik, ataupun pasien dengan keadaan tidak stabil,
dimana didapatkan peningkatan suhu, peningkatan angka leukosit, mengalami
gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi
abdomen, feses berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul syok,
perforasi, atau peritonitis. Maka dilakukan operasi laparotomi dengan insisi
tranversal abdominal kuadran kanan bawah. Tindakan selama operasi tergantung
pada penemuan keadaan usus, Reposisi manual dapat dilakukan dengan cara
milking yaitu gerakan seperti memerah susu dengan tujuan untuk mengeluarkan
invaginat, dilakukan secara halus dan sabar. Reseksi usus dilakukan apabila pada
kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus
diragukan atau ditemukan kelainan patologis patologis sebagai penyebab
invaginasi. Setelah usus di reseksi dilakukan anastomosis end to end apabila hal
ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan eksteriorasi atau
enterostomi.

Gambar : teknik reduksi manual milking


16

Gambar : invaginasi ileo-ileal

Algoritma penatalaksanaan invaginasi

invaginasi
Keadaan umum baik, < Keadaan umu jelek, >
24 jam, perut tidak 24 jam, perut
kembung kembung
Reduksi hidrostatik Perbaikan keadaan
barium umum
Laparatomi
Gagal Berhasil invaginasi
release Eksplorasi

Reduksi manual Reseksi usus


2.2.9 Komplikasi (milking)
Komplikasi yang sering muncul pada invaginasi bila tidak diperbaiki pada 24 jam
pertama, yaitu:
A. Obstruksi usus
B. Perforasi
C. Syok
D. Sepsis dehidrasi
2.2.10 Prognosis
Intususepsi pada anak yang tidak dilakukan penanganan akan selalu fatal.
Mortalitas rendah jika penanganan dilakukan sedini mungkin atau dalam 24 jam
pertama. Angka kekambuhan pasca reduksi dengan barium enema kurang lebih
sekitar 10% sedangkan dengan reduksi bedah sekitar 2-5 %.2,6,7

BAB III

KESIMPULAN

Invaginasi atau intususepsi adalah suatu kondisi akut abdomen dimana


masuknya segmen usus proksimal (intussusceptum) ke rongga lumen usus yang
lebih distal (intussuscipiens) yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan jarang
17

terjadi pada dewasa. Invaginasi merupakan penyebab obstruksi intestinal


terbanyak terjadi pada anak-anak pada usia 2 bulan sampai 12 bulan. Invaginasi
pada anak usia 1 tahun penyebab tidak diketahui dan tidak ditemukan adanya
kelainan pada usus. Sedangkan 5-10 % penderita anak dengan usia lebih dari 2
tahun invaginasi disebabkan oleh diverticulum meckel, polyp usus, neoplasma,
hemangioma, dan lymphoma. Invaginasi paling banyak ditemukan di ileo-colica
(75%), ileo-ileocolica (15%), lain-lain (10%)

Trias klasik dalam mendiagnosis invaginasi yaitu nyeri mendadak


kesakitan episodik, menangis dan mengangkat kaki (crapping pain), muntah
berwarna hijau (cairan lambung), defekasi feses campur lendir (kerusakan
mukosa) atau darah (lapisan dalam dinding usus) dikenal dengan istilah red
current jelly). Penatalaksanaan dilakukan dengan perbaikan keadaan umum
terlebih dahulu berupa pemasangan pipa nasogastric unuk dekompresi, resusitasi
cairan. Kemudian dilakukan reposisi dengan barium enema dan reposisi operatif.

Intususepsi pada anak yang tidak diakukan penangan akan berakibat


fatal. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan sedini mungkin atau
dilakukan dalam 24 jam pertama. Angka kekambuhan pasca reduksi dengan
bantuan enema adalah sekitar 10%. dan dengan reduksi bedah sekitar 2,5%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku ajar ilmu bedah. 2 nd ed. Jakarta:EGC;
2004
18

2. Mochamad Aleq. Invaginasi Ileo-Kolika gejala klinis dan penatalaksanaannya.


Fakutas Kedokteran Universitas Malang. e-journal Vol 5:1 Jan 2014: 16-22
3. Seiji Kitagawa, MD; Mohammad miqdady, MD. Intussusception in Children.
NewEngland Journal 2008 : 11:304-315
4. Snell,Richard S,. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto; Ed EGC : Jakarta2006.
5. McKinley,M., OLoughlin,V.D.(2012) Human Anatomy. 3th ed. New York:
McGraw-Hill. Mozumdar, B.C. (2003) The
6. leecarlo, Willy, Padli. Ilmu Bedah Anak kasus harian UGD, Bangsal & kamar
operasi. Jakarta: EGC. 2016
7. Willye R. Intususepsi. In: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, editors.Nelson
ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000

Anda mungkin juga menyukai