Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering


dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap tahunnya 1
dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen dapat disebabkan oleh
kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik,
dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak
langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan (Evers, 2004).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal terjadi ketika lumen
usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus dibedakan dengan ileus paralitik,
dimana terjadi gerakan propulsif yang menurun tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal
(Thompson, 2005).
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau
oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus obstruktif
(obstruksi mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan
dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus
maupun di kolon. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian
dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau
kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat
adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total
usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah
darurat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60%
penderita yang mengalami ileus obstruktif rata rata berumur sekitar 16 98 tahun dengan
perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki laki (Markogiannakis
et al., 2007).

1
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu
kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang
layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ILEUS OBSTRUKTIF
1.1. DEFINISI ILEUS OBSTRUKTIF
Ileus obstruktif adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total ataupun parsial
oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan terjadinya kegagalan usus untuk
mendorong isi usus (Lehrer J.K., 2002).
Ileus merupakan gangguan gerakan usus yang lebih bersifat fungsional daripada
mekanik. Hal ini dikarenakan kurangnya kekuatan usus untuk melakukan gerakan peristaltic
mendorong isi usus. Ileus dapat disebabkan oleh anestesi, gangguan nervus pada usus,
intestinal iskemik, infeksi usus, gangguan elektrolit atau penyakit metabolik. Akibat dari
ileus ini distensi abdomen yang bersisi gas dan cairan. Proses dari kejadian ini mirip dengan
obstruksi mekanik
Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan bagi jalan
distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik terletak melewati usus
atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan sebagai jenis obstruksi apapun, tetapi
istilah ini umumnya telah berarti ketakmampuan isi usus menuju ke distal sekunder terhadap
kelainan sementara motilitas.

1.2. ANATOMI USUS


Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.

2
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak
tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting
berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus
sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz,
suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus
dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di regio abdominalis
media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan .
Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium
usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada
dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra
lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan
keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang memgbentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar
1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih
besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus
semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum
ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,
menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens
membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum
menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli
sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah impa, membengkok ke bawah,
membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon

3
descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki
bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan
turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disini rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.

Gambar 1. Anatomi Abdomen

1.3. KLASIFIKASI
1. Ileus mekanik
a. Lokasi obtruksi :
Letak tinggi : Duodenum-Jejunum
Tengah : Ileum Terminal
letak rendah : Colon-Sigmoid-rectum
b. Berdasarkan stadium obstruksi
Parsial : menyumbat sebagian lumen usus.
Simple/komplit: menyumbat lumen usus secara total
Strangulasi : sumbatan komplit disertai jepitan vasa.
2. Ileus neurogenik
a. Adinamik : ileus paralitik
b. Dinamik : ileus spastic

4
3. Ileus vaskuler : intestinal ischemia,karena trombosis dan emboli

1.4. ETIOLOGI ILEUS OBSTRUKTIF


Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh:
1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-
70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal)
merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan
penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa
menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan
tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi
eksternal.
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang
mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa
infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus, Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi.
Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan
batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus

5
halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau
trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium

1.5 PATOFISIOLOGI

Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan
akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari
gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran
cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan
utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan
dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan
usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai
absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia.

Obstruksi Mekanik Simple.

6
Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan
neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah
yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps.
Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema
dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko
dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
Obstruksi Strangulata.
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia
inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari
obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.

1.6. DIAGNOSIS

1. Subyektif -Anamnesis

Gejala Utama:
a). Nyeri-Kolik
Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
b). Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
c). Perut Kembung (distensi)
d). Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya
hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan
darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang
menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. 2 Onset keluhan
yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat
menjurus kepada ileus letak rendah.

7
2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik
A. Strangulasi
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti Takikardia, Pireksia
(demam), Lokal tenderness dan guarding, Rebound tenderness, Nyeri local, Hilangnya suara
usus lokal.
B. Obstruksi
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat
terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas
luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
-Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

8
TANDA DAN GEJALA
1.Obstruksi usus halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung
bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat
mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada
obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya
berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka
muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi
syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
2.Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus
halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup
ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat
menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi,
loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien
menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.

1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada
tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan
adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik
bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologik

9
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto
polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada
obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan
adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya
perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis
akibat adanya perforasi.
CT scan kadang kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus
halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus
besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.

1.8. DIAGNOSA BANDING


Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan retroperitoneal,
termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi abdomen. Jika terjadi ileus
paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih konstan.
Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar. Muntah
jarang terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan adanya hasil
foto roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi dilatasi kolon bagian proksimal.
Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut dan
pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan pankreatitis akut,
enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang berhubungan dengan trombosis
vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik. Pada ileus paralitik ditegakkan
dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran
foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level.

1.10.PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila

10
ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal
Obstruksi parsial dapat ditangani secara konservatif selama masih ada defekasi dan flatus.
Dekompresi dengan nasogastrik tube berhasil pada 90% pasien. Tindakan operatif dapat
dilakukan pada obstruksi yang persisten meskipun parsial. Pada obstruksi parsial yang berulang
sulit ditentukan perlu tidaknya tindakan operatif.
Obstruksi total pada usus halus diterapi dengan tindakan operatif setelah dilakukan
persiapan. Tindakan operasi terkadang harus dilakukan karena sulitnya menyingkirkan
kemungkainan strangulasi pada obstruksi, apalagi dengan kemungkinan komplikasi dan
kematian pada strangulasi.
Farmakologis
Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
Persiapan
Saat yang tepat untuk dilakuakan tindakan opertif bergantung pada keadaan pasien.
Resiko terjadinya strangulasi menjadi pertimbangan meskipun dengan keadaan abnormal pada
cairan dan elektrolit dan perlunya evaluasi pada penyakit sistemik.
1. Nasograstik tube.
Nasogastrik tube di pasang untuk mengurangi muntah, meghindari terjadinya aspirasi,
serta untuk mengurangi semakin banyaknya udara di lumen usus yang menjadikan distensi
abdomen.
2. Resusiatasi cairan dan elektrolit
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon
terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda tanda vital dan jumlah urin yang keluar.
Kekurangan cairan dan elektrolit bergantung pada jenis dan lamanya obstruksi. Hemokonsentrasi
yang terjadi pada obstruksi yang berlangsung lama tidak dapat hanya dikoreksi dengan larutan
dekstrosa saja. Kehilangan cairan yang isotonik harus dimulai dengan infus larutan saline yang
isotonik . Kehilangan cairan gastrointestinal yang menjadi penyebab gangguan keseimbangan

11
asam basa, serta tidak adanya mekanisme neuroendrokin untuk mengkoreksi ketidakseimbangan
ini, maka perlu kita koreksi terlebih dahulu. Pemeriksaan serum elektrolit dan analisa gas darah
dapat membantu untuk memutuskan terapi elektrotit mana yang harus diberikan. Pasien tidak
dapat dioperasi jika hipokalemia belum dikoreksi. Jumlah cairan dan elektrolit yang dibutuhkan
harus diperkirakan untuk setiap pasien.

Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi antara lain pada obstruksi
strangulasi, efek toksiknya menjadikan operasi harus segera dilakukan. Insisi standart pada
inguinal dapat dilakukan pada pasien dengan hernia inkaserata ingunalis dan femoralis.
Prosedur operatif bergantuang pada sebab obstruksi. Obstruksi pada adhesi harus
dilakukan adhesiolisi, obstruksi pada tumor dapat dilakukan reseksi, dan obstruksi karna corpus
alineum harus dibuang dengan enterotomi. Gangreneus intestin harus direseksi, namun cukup
sulit untuk menetukan apakah ususnya masih viable atau tidak.
Penggunaan USG Doppler intraoperatif merupakan metode untuk melihat masih viable
atau tidaknya bagian usus yang mengalami obstruksi. Ekstirpasi lesi obstruksi tidak dapat
dilakukan pada pasien dengan karsinoma atau radiasi injury. Anastomosis dari proksimal usus
halus yang obstruksi sampai bagian distal obstruksi pada usus halus atau kolon (baypass)
mungkin adalah prosedur terbaik bagi pasien ini. Terkadang adhesi yang terjadi sangat tebal
sehingga tidak dapat dilakukan pemisahan dan anastomosis tidak dapat dialkukan secara
sempurna. Dekompresi yang lama dengan tube gastrotomi atau tube jejunostomi dan
pemeberian makana via parenteral dapat menjadaikan penyembuhan spontan selama beberapa
minggu.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
(a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

12
(b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi,
strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan
tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

1.11. PROGNOSIS
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera
dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya
baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

13
FOTO ABDOMEN 3 POSISI

2.1. Definisi foto abdomen 3 posisi


Foto abdomen 3 posisi merupakan prosedur pemeriksaan radiografi tanpa kontras pada
daerah abdomen khususnya untuk memperlihatkan kelainan yang terjadi pada traktus
digestivus / gastrointestinal yang dilakukan dalam 3 posisi pemotretan yaitu posisi supine,
posisi erect dan posisi left lateral decubitus.

2.2. Indikasi foto abdomen 3 posisi


Suatu foto abdomen diperuntukkan bagi penderita-penderita yang secara klinis
mencurigakan adanya keadaan-keadaan sebagai berikut:
Obstruksi usus (ileus) atau ileus paralitik
Perforasi organ intra-abdominal
Nyeri renal atau bilier dengan kolik yang khas
Perdarahan Intra-abdominal

2.3. Teknik pemeriksaan


Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm.
Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu :
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior
(AP).
Tujuan proyeksi ini adalah, untuk menampakkan adanya gambaran distribusi udara
dalam usus dan kemungkinan adanya distensi usus (pelebaran usus).
Penderita diminta untuk melepaskan pakaian dan perhiasan untuk menghindari
terjadinya artefak pada film dan memakai perlindungan untuk daerah gonad,
terutama untuk pria
Pasien tidur terlentang, lengan pasien diletakkkan di samping tubuh, garis tengah
badan terletak tepat pada garis tengah pemeriksaan, kedua tungkai ekstensi.
Posisi obyek : bagian tengah kaset setinggi krista iliaka dengan batas tepi bawah
setinggi simfisis pubis, tidak ada rotasi pelvis dan bahu. Pusat sinar pada bagian
tengah film dengan jarak minimal 102 cm.

14
Gambar 2. Gambaran radiografi normal posisi supine proyeksi AP

Kriteria hasil foto polos abdomen yang baik antara lain :

Tampak diafragma sampai dengan tepi atas simphisis pubis


Alignment kolom vertebra di tengah, densitas tulang costae, pelvis dan panggul baik.
Processus spinosus terletak di tengah daan crista iliaca terletak simetris
Pasien tidak bergerak saat difoto yang ditandai dengan tajamnya batas gambar costae
dan gas usus
Foto dapat menggambarkan batas bawah hepar, ginjal, batas lateral muskulus psoas dan
procesus transversus dari vertebra lumbal.
Marker yang jelas untuk mengindikasi posisi pasien saat pemeriksaan.

2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal
proyeksi AP.
Tujuan proyeksi ini adalah, untuk memperlihatkan adanya udara bebas di dalam
rongga abdomen dibawah diafragma dan menampakkan adanya cairan di abdomen
bagian bawah.
Pasien dapat dengan posisi duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP 90o dari film.
Posisi pasien dalam posisi anteroposterior dengan bagian belakang tegak. Pastikan
punggung tidak rotasi. Letakan lengan dan tangan dalam posisi anatomi. Pasien tidak
boleh bergerak. Point sentral terletak pada garis tengah tubuh dengan garis tengah
film.

15
Gambar 3. Gambaran radiografi normal posisi erect, proyeksi AP

Pengambilan foto dengan posisi ini dipengaruhi oleh gravitasi, sehingga yang paling
utama nampak adalah: udara bebas, fluid sinks, kidneys drop, transverse colon drops,
small bowel drops, breasts drop, lower abdomen bulges dan penambahan densitas
pada X-ray dan diaphragm descends.
Posisi erect ditandai dengan T11
Berdasarkan posisis dari payudara, menyebabkan penambahan densitas pada kuadran
kanan dan kiri.
Gas di fundus gaster- khas pada posisi erect dan kuantitas yang kecil pada gas yang
terjebak di perut
Letak film di tengah atas akan menunjukan dasar paru tetapi tidak dapat melihat
bagian dari pelvis.
Posisi kolon akan jatuh mengikuti gravitasi dan memenuhi abdomen bagian bawah
anterior, menyebabkan penambahan densitas pada abdomen bagian bawah.

3. Tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Tujuan proyeksi untuk menampakkan adanya udara bebas pada sisi kanan atas
abdomen. Miller merekomendasikan bahwa posisi penderita tetap pada posisi miring
(LLD) selama 10-20 menit sebelum dilakukan eksposi untuk memberikan
kesempatan udara bebas agar naik hingga daerah permukaan atas rongga peritoneum.
Pasien tidur miring ke kiri, tekuk lengan melingkari kepala. Film diletakan di depan
atau belakang perut pasien. Mengikuti area simphisis pubis pada film. Titik tengah
terletak pada garis tengah film.
Arah sinar horizontal 90o dengan film dengan proyeksi AP untuk melihat air fluid
level dan kemungkinan perforasi organ intra-abdominal (udara bebas subdiafragma).

16
Gambar 4. Gambaran radiografi normal posisi LLD, proyeksi AP

2.4. Interpretasi pemeriksaan


Pola pengamatan:
Memeriksa semua tulang, terutama vertebra lumbalis dan pelvis. Apakah terdapat
perubahan densitas tulang baik peningkatan maupun pengurangan. Apakah ada vertebra
yang kolaps atau alignment yang abnormal. Kemudian memeriksa sendi sakro-iliaka
apakah berselubung atau tidak.
Bila terdapat trauma baru, mencari apakah ada fraktur pada iga-iga dan prosesus
transversus vertebra lumbalis. Pastikan bahwa tidak ada fraktur pada pelvis, terutama
pada simfisis pubis dan sekitar sendi panggul.
Melihat apakah ada udara bebas di bawah diafragma dan membedakannya dengan udara
pada gaster / colon. Bila ada foto thoraks, konfirmasi dengan foto thoraks.
Mencari garis musculus psoas. Bila terlihat, garis psoas harus lurus, simetris dengan tepi
lateral sedikit konkaf. Penonjolan yang asimetris atau adanya tambahan garis lain bisa
merupakan suatu petunjuk adanya perdarahan, abses atau tumor (limfoma)
retroperitoneal.
Mengidentifikasi bayangan hepar. Tepi inferior hepar berbatas tegas, khususnya bagian
lateral.
Mencari apakah ada batu radioopak dan kalsifikasi abnormal, terutama di daerah
kandung empedu, pankreas dan sepanjang daerah traktus urinarius. Hati-hati dengan
phlebolith vena pelvis yang dapat menyerupai batu. Phlebolith berbentuk oval, terdapat
bayangan lusen kecil didalamnya. Sedangkan batu tampak padat dengan tepi irreguler.
Kalsifikasi pankreas berbentuk titik-titik dan aksis oblik. Kalsifikasi vaskular sering
ditemukan di aorta pada pasien usia lanjut.
Periksa bayangan ginjal, seharusnya memiliki panjang normal 10-12cm atau panjang
longitudinal sepanjang 3,5 verterbra.

17
Melihat pola gas usus. Bila mengalami distensi, lihat adakah fluid-level yang mendatar
akibat transudasi cairan didalam usus yang mengalami distensi (step ladder appearance).
Identifikasi antara gaster, usus halus (plika sirkularis) dan kolon (haustrae yang saling
mengunci / interdigitasi dan tidak menyilang diameter kolon). Melihat apakah terdapat
herring bone appearance akibat penebalan dinding usus halus yang saling menempel
membentuk gambaran vertebra dari ikan dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kostanya. Pastikan terdapat gas di dalam rektum. Air fluid level juga dapat dijumpai
pada lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels dengan panjang kurang dari 2,5
cm masih dalam batas normal serta sering dijumpai di daerah kuadran kanan bawah.
Dua air fluid level atau lebih dengan diameter lebih dari 2,5 cm panjang atau kaliber
merupakan kondisi abnormal dan selalu dihubungkan dengan pertanda adanya ileus baik
obstruktif atau paralitik. Coilling appearance terjadi pada kondisi intusepsi / invaginasi
yang menggambarkan masuknya segmen proksimal usus (intusiseptum) ke dalam lumen
usus distal (intususepiens) namun hanya dapat dilihat dengan menggunakan kontras.
Usus halus yang normal, diameternya jarang yang lebih dari 3 cm. Kolon yang normal,
diameternya 4cm. Diameter sekum <8cm.
Melihat ada tidaknya pengumpulan cairan bebas intraperitoneum. Garis lemak
(peritoneal fat line) akan bergeser ke arah lateral oleh cairan bebas.

Gambar 5. Keadaan patologis menurut regio abdomen

2.5. Gambaran patologis


A. Gambaran udara bebas intraperitoneum
Foto toraks tegak dan foto dekubitus kiri abdomen sangat sensitif untuk mendeteksi
udara bebas intraperitoneum dalam volume kecil (<5 ml). Penyebab tersering gambaran
ini adalah perforasi usus akibat luka tau trauma tembus, dan infark dinding usus.
18
Pada foto toraks tegak, udara berbentuk bulan sabit tampak dibawah diafragma. Udara
subdiafragmatik harus dibedakan dengan pneumotoraks subpulmonal. Bila tidak yakin
apakah terdapat udara bebas intraperitoneum atau tidak, foto dekubitus kiri pada
abdomen bagian atas akan menunjukkan udara bebas dalam bentuk bulan sabit dengan
densitas rendah disebelah lateral dari tepi lateral lobus kana hati. Pada foto terlentang
abdomen, udara bebas sulit dideteksi. Ada dua tanda yang dapat membantu : tanda
Rigler, yaitu adanya gas di dinding usus sisi manapun, dan tanda garis ligamentum
falsiform hepatis yang terbentuk di kuadran kanan atas oleh udara bebas.

Gambar 6. Foto terlentang abdomen menunjukkan udara bebas intraperitoneum. Perhatikan


ligamentum falsiforme di kuadran kanan atas dan gambaran kedua sisi dinding usus di
bagian tengah.

Gambar 7. Foto ini menegaskan adanya udara bebas subdafragma pada foto toraks tegak.

B. Gambaran gas di luar usus


Gas dapat dideteksi di dinding kandung empedu pada kolesistitis emfisematosa dan di
dalam lumen kandung empedu bila terdapat fistula dengan usus atau bila terdapat
anastomosis dengan percabangan bilier.
Gas berada di dalam parenkim ginjal disebabkan oleh pielonefritis emfisematosa. Hal
ini biasanya akibat infeksi ginjal berat oleh E. Coli pada penderita diabetes.

19
Gambar 8. Gas bebas perirenal dan renal pada penderita diabetes yang mengalami infeksi
E. Coli pada ginjalnya

C. Gambaran gas intramural


Gas di dalam dinding usus tampak sebagai bayangan lusen linear di dalam dinding usus.
Ini biasanya disebabkan oleh infark dinding usus. Pada bayi-bayi prematur, gas
intramural dapat terlihat pada keadaan necrotizing enterocolitis (NEC). Pada bayi-bayi
ini juga sering terdapat gas di dalam vena porta.

Gambar 9. Pandangan setempat kolon pada bayi prematur menunjukkan udara intramural
yang disebabkan oleh NEC.

D. Obstruksi usus
Diagnosis obstruksi usus dibuat secara klinis dan ditegakkan dengan foto polos. Foto
terlentang, tegak, dan dekubitus abdomen biasanya diperlukan. Penyebab tersering
obstruksi usus halus adalah adhesi akibat pembedahan sebelumnya, peritonitis,
apendisitis, hernia inkarserata, intusepsi, volvulus, kelainan kongenital berupa stenosis
atau atresis, tumor, dan batu empedu yang masuk ke dalam usus. Terlepasnya batu
empedu pada lumen intestinal dapat menimbulkan keadaan seperti ileus dan disebut
sebagai gallstone ileus yang pada pencitraan menunjukan gambaran seperti ileus
obtruktif namun tanpa disertai air fluid levels yang signifikans dan biasanya ditemukan
batu radiopak yang berasal dari batu empedu.
Gambaran radiologis obstruksi usus pada foto polos abdomen diantaranya adalah :
a) Single bubble appearance
Terjadi pada kondisi kelainan kongenital hipertrofi pilorus, yakni adanya hipertrofi
pada lapisan sirkular otot pilorus, terbatas pada lingkaran pilorus dan jarang berlanjut
20
ke otot gaster. Pada foto polos abdomen tampak adanya single bubble appearance,
yaitu terdapat satu gelembung udara akibat pelebaran lambung.

Gambar 10. Atresia pylorum pada neonatus.


Foto supine menunjukkan gambaran distensi dari lambung dan tidak adanya gas dalam
usus (single bubble appearance)

b) Double bubble appearance


Terjadi pada kondisi kelainan kongenital obstruksi duodenum berupa atresia,
stenosis, atau malrotasi, pankreas anuler atau membran duodenum. Pada foto polos
abdomen tampak adanya double bubble appearance, yaitu pelebaran duodenum dan
lambung secara bersamaan dan tidak tampak udara mengisi usus halus dan kolon.

Gambar 11. Foto supine abdomen pada neonatus dengan atresia duodenum
menunjukkan adanya double bubbles apperance : distensi dari lambung (S) dan
duodenum proksimal (D).

c) Coiled spring appearance


Terjadi pada kondisi intususepsi atau invaginasi yang menggambarkan masuknya
segmen proksimal usus (intueuseptum) ke dalam lumen usus distal (intususepiens).
Paling sering sering terjadi di daerah ileokolika, tetapi dapat juga yeyuno-ileal, dan
kolokolika. Pada foto polos abdomen tampak tanda obstruksi usus halus berupa
bayangan seperti sosis di bagian tengah abdomen dan bayangan per mobil (coiled
spring appearance).

21
Gambar 11. Coiled spring appearance pada usus halus.
d) Herring bone sign
Terjadi pada kondisi ileus obstrukstif. Ileus obstruktif merupakan penyumbatan
intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau
mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan
lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi akibat pengumpulan gas dalam lumen
usus memberikan gambaran herring bone appearance pada foto polos abdomen,
karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra (dari ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya.

Gambar 12. Herring bone apperance

e) Step ladder appearance


Terjadi pada kondisi ileus obstruksi. Foto polos abdomen sangat bernilai dalam
menegakkan diagnosa ileus obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak
dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan
sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal
lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak
tampak.
Pada foto polos abdomen tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek dan
bertingkat-tingkat seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan
transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.

22
Gambar 13. Step ladder appearance
f) Coffee bean sign
Terjadi pada kondisi kelainan kongenital volvulus, yakni pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus. Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Biasanya
volvulus didapatkan di bagian ileum dan kolon. Pada foto polos abdomen tampak
gambaran patognomonik berupa gambaran segmen sekum yang amat besar
berbentuk ovoid di tengah perut yang disebut coffee bean sign. Gambaran ini
merupakan gambaran khas volvulus dari usus (sigmoid).

Gambar 14. Coffee bean sign pada volvulus sigmoid

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada foto polos abdomen tiga posisi pada kondisi
obstruksi usus adalah :
1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di
proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan
(herring bone appearance).
2. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis didapatkan adanya air fluid
level dan step ladder appearance.
3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air
fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada
ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.
Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid
level.

23
E. Batu radioopak
Gambaran radioopak pada foto polos abdomen merupakan tanda adanya kalsifikasi
berupa batu. Gambaran batu ini biasanya terjadi pada kondisi nefrolithiasis,
ureterolithiasis, vesicolithiasis, kolelithiasis, dan kolelistitis. Foto polos abdomen dapat
menentukan besar, macam dan lokasi batu radioopak. Penilaian batu ginjal pada foto
polos abdomen yang penting diperhatikan adalah : jumlah, densitas, bayangan batu,
lokasi, komplikasi (obstruksi, parut ginjal, atau pembentukan striktur), terjadinya
anomali, dan nefrokalsinosis.
Berdasarkan opasitasnya batu pada traktus urinarius dibagi menjadi tiga : batu opak
(batu kalsium), batu semiopak (batu magnesium-amonium-fosfat atau MAP), dan batu
radiolusen (batu asam urat dan batu sistin). Batu radiolusen adalah batu dengan
kandungan kalsium yang minimal sehingga tidak dapat dilihat pada foto polos abdomen
yang biasanya mengandung komponen asam urat. Dalam keadaan demikian dapat
dilakukan pemeriksaan CT scan polos tanpa media kontras untuk mengevaluasinya.
Batu pada traktus urinarius biasanya bersifat multilayer dan permukaannya dapat kasar
atau halus. Batu pada vesica urinaria lebih bulat dengan permukaan regular sedangkan
batu pada ureter atau uretra biasanya berbentuk irregular. Kadang-kadang dijumpai batu
yang mengisi dan menyerupai pelviocalices ginjal yang disebut staghorn stone. Batu
kecil dan halus yang dijumpai pada calices minores kedua ginjal dijumpai pada kelainan
yang disebut nephrocalcinosis.

Gambar 15. Bayangan Radioopak pada Nefrolithiasis dan Vesicolithiasis

Batu pada kandung empedu dan salurannya biasa dijumpai pada kuadran kanan atas dan
biasanya berbentuk poligonal. Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan
gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar
kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa

24
jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar,
di fleksura hepatica.

Gambar 16. Bayangan batu empedu kalsium di dalam lumen kandung empedu yang
berasal dari endapan kalsium karbonat.

F. Cairan bebas intraperitoneal


Akumulasi dari cairan bebas intraperitoneal di abdomen merupakan tanda adanya suatu
ascites. Penyebab ascites antara lain : hipoproteinemia, sirosis hepatik, CHF,
pankreatitis, keganasan dengan metastase peritoneal, limfoma, dan sumbatan vena cava
inferior.

Gambar 17. Foto polos abdomen dengan ascites tanpa adanya massa atau kalsifikasi

Pada foto polos abdomen dalam posisi supine akan tampak gambaran berikut :
a) Usus akan tampak melayang di dalam cairan ascites.
b) Abdomen berbentuk bulging.
c) Gambaran abu-abu atau ground-glass appearance karena kontras berkurang dan
warna abu-abu yang disebabkan hamburan sinar radiasi dari cairan di dalam
abdomen.

25
d) Bayangan liver, garis psoas, ginjal tampak kabur karena adanya cairan di sekitar
organ tersebut.
e) Peningkatan hemidiafragma kanan dan kiri.

G. Massa jaringan lunak


Abses tampak sebagai massa jaringan lunak yang dapat mengandung gas. Abses dapat
dikelirukan dengan gambaran kolon pada foto polos. Cairan intraperitoneum dan abses
berkumpul di bagian yang paling rendah di rongga peritoneum : ruang subfrenik, ruang
subhepatik (antara lobus kanan hati dan ginjal), dan di dalam pelvis di ekskavasio
retrovesikalis atau cavum douglas (ekskavasio retrouterina).

Gambar 18. Bayangan Limpa Membesar (Splenomegaly)

H. Psoas line asimetris


Bayangan garis otot psoas yang asimetris menunjukkan adanya suatu abses iliopsoas.
Abses iliopsoas biasanya berasal dari penyebaran hematogen dari infeksi lokal pada
tulang, seperti tulang-tulang columna vertebralis, ileum, dan sendi sakroiliaka. Otot
psoas kaya akan pembuluh darah, sehingga sangat mudah terjadi infeksi akibat
penyebaran hematogen dari organ lain.
Otot psoas berawal dari prosesus transversus vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra
lumbalis kemudian meluas ke bawah dan bergabung dengan otot iliaka pada level L5-
S2, membentuk otot iliopsoas. Otot iliopsoas berjalan melewati ligamen inguinal yang
kemudian berinsersi di trokanter minor dari tulang femur.

Gambar 19. Bayangan Garis Psoas Kanan Menghilang

26
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.P
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Prapag Lor 3/3 Pituruh Purworejo
Status : Menikah
Tanggal masuk RS : 3 Maret 2017
Diagnosa masuk :
- Ileus Obstruksi

KELUHAN UTAMA
- Nyeri perut dan muntah-muntah sejak 1 hari SMRS.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Tjitrowardojo dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari
SMRS. Nyeri perut dirasakan hilang timbul pada perut bagian atas. Keluhan demam (-), mual
(+), muntah (+) 10 kali. Tidak ada keluhan BAK. Pasien tidak bisa kentut dan BAB terakhir
adalah 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan BAB keras seperti kotoran kambing.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Riwayat operasi mioma uteri pada bulan Desember 2016 di RSUP Dr. Sardjito
- Liposarcoma (+) Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), dan Jantung (-).

27
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
- Riwayat keluarga tidak ada penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan
jantung.

ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : pusing (-), nyeri kepala (-)
b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem muskuloskeletal : nyeri pada persendian (-)
d. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+), tidak bisa BAB dan flatus
e. Sistem urinaria : BAK normal
f. Sistem respiratori : sesak nafas (-), batuk (-).
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum : Sedang, kurang dapat berkomunikasi dengan baik karena penurunan
kemampuan dengar.
Kesadaran : Compos mentis GCS : E4 V5 M6
Vital sign : - Tekanan darah : 147/79 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu badan : 36,8oC
Pemeriksaan
kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam dengan uban, distribusi
merata
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), dan sklera ikterik(-/-)
- Telinga : secret (-), perdarahan (-)
- Hidung : secret (-), epistaksis (-), tidak ada deviasi septum
- Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), pharing hiperemis (-)
- Bibir : kering (-), sianosis (-)

28
Pemeriksaan
leher : - Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan
- Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan
Pemeriksaan
dada : Bentuk dada : simetris (+)
Pemeriksaan Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga ke 5 line
midclaviclaris.
Perkusi : Batas jantung
- Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan
- Kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri
- Kanan bawah : SIV IV linea para sternalis kanan
- Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis kiri
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop
(-), irama derap(-).
Pemeriksaan paru-paru :
Kanan Kiri
Inspeksi Tampak simetris Tampak simetris
retraksi subcostalis (-) retraksi subcostalis (-)
retraksi supraclavicularis retraksi
(-) supraclavicularis (-)
retraksi intercostalis (-) retraksi intercostalis (-)
ketinggalan gerak (-) ketinggalan gerak (-)
Palpasi Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
deformitas (-) deformitas (-)

Perkusi Sonor pada seluruh Sonor pada seluruh


lapangan paru lapangan paru

29
Auskultasi Suara dasar vesicular Suara dasar vesicular
ronkhi (-) ronkhi (-)
wheezing (-) wheezing (-)
Pemeriksaan
perut : Inspeksi : distensi (+), darm contour (+), darm steifung (+), warna
sama dengan sekitarnya
Auskultasi : Peristaltik (+) menurun, metallic Sound (-)
Palpasi : NT seluruh abdomen, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Hipertimpani
Pemeriksaan
genital dan
regio inguinal : Pembesaran kelenjar limfe inguinal (-/-)
Pemeriksaan
ekstremitas : Superior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary
refill <2 detik, akral hangat, tonus otot cukup
Inferior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary
refill <2 detik, akral hangat, tonus otot cukup
Pemeriksaan
rectal toucher : TMSA mencengkram,
Ampula recti tidak kolaps,
Mukosa licin,
STLD (-)

Kesimpulan anamesis dan diagnosa fisik :


Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Tjitrowardojo dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari
SMRS. Nyeri perut dirasakan hilang timbul pada perut bagian atas. Keluhan demam (-), mual
(+), muntah (+) 10 kali, BAB(-), kentut (-). Tidak ada keluhan BAK. BAB terakhir adalah 1 hari
yang lalu. Sebelumnya pasien mengeluhkan BAB keras seperti kotoran kambing. Riwayat
operasi mioma uteri pada bulan Desember 2016 di RSUP Dr. Sardjito. Liposarcoma (+),
Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), dan Jantung (-).

30
- KU : Sedang, compos mentis
- Vital Sign : TD: 147/79 mmHg; HR : 84x/m; RR : 20x/m; S : 36,8oC
- Kepala : CA (-/-) SI (-/-)
- Thorax : simetris (+/+) vesikuler (+/+), bunyi jantung S1/S2 reguler
- Abdomen : distensi (+), peristaltik (+) menurun, MS(+), NT (+), hipertimpani
- Ekstremitas : udem (-)
- Rectal Toucher : TMSA mencengkram, Ampula recti tidak kolaps, Mukosa licin, NT (-),
STLD (-)

DIAGNOSIS KERJA
- Ileus Obstruksi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah (Tanggal: 3 Maret 2017)
NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN
NORMAL
HB 11,9 g/dL 11,7 15,5
AL (Angka Leukosit) 15,1 10^3/ul 3,6 11,0
HMT (Hematokrit) 37 % 35 47
AT (Angka Trombosit) 5,3 10^6/ul 3,80 5,20
AE (Angka Eritrosit) 481 10^3/ul 150 400
MCV 69 fL 80 100
MCH 22 pg 26 34
MCHC 32 g/dL 32 36
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil 83,80 % 50 70
Limfosit 11,90 % 25 40
Monosit 4,00 % 28
Eosinofil 0,00 % 2.00 4.00
Basofil 0,30 % 01

31
Kimia klinik
Gula Darah sewaktu 126 mg/dL 70 120
Ureum 17,4 mg/dL 10 50
Kreatinin 0,70 mg/dL 0,60 1,10
SGOT 18 U/L 0 50
SGPT 16 U/L 0 50

Hasil pemeriksaan Ro Thorax dan Abdomen 3 Posisi (Tanggal: 6 Maret 2017)

Thorax: Corakan pulmo nurmal. Sinus Lancip. Diafragma Licin.


Cor CTR < 0,5
Kesan: Pulmo dan besar cor normal

32
Abdomen 3pss: Pre peritoneal fat dan psoas line samar.
Distribusi udara usus shifted ke arah sinistra.
Tampak distensi udara usus halus dengan coil spring.
Tampak konsolidasi abdomen dextra
Tampak air fluid level
Tak tampak udara bebas cavum peritoneum
Kesan: Sesuai gambaran ileus obstruktif letak tinggi
Susp massa abdomen dextra

PENATALAKSANAAN
Pro laparotomi eksplorasi s.d kolostomi tanggal 9 Maret 2017

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik. Sumbatan jalannya isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal obstruksi, sehingga di daerah tersebut akan terjadi distensi atau
dilatasi usus. Penyebab ileus obstruktif ada berbagai macam. Obstruksi dapat terjadi di usus
halus ataupun di usus besar. Akan tetapi, kasus adhesi sebagai penyebab ileus obstruktif pada
umumnya terjadi usus halus.

Adhesi merupakan jaringan parut yang sering menyebabkan organ dalam dan atau
jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit dan menarik organ dari
tempatnya dan merupakan penyebab utama adhesi usus, infertilitas, dan nyeri kronis pelvis.
Adhesi dapat timbul karena operasi sebelumnya atau peritonitis setempat atau umum. Pita adhesi
timbul di antara lipatan usus dan luka dari situs operasi. Adhesi ini dapat menyebabkan obstruksi
usus halus dengan menimbulkan angulasi akut dan kinking. Adhesi ini sering timbul beberapa
tahun setelah operasi. Hal ini dapat diakibatkan oleh teknik operasi yang salah atau terlalu
banyak trauma pada usus sewaktu operasi sehingga usus rusak dan terbentuk jaringan parut yang
dapat mengalami penyempitan.

Diagnosis ileus obstruktif ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yaitu 4 gejala klinik
kardinal menurut Winslet dan Sabiston berupa nyeri abdomen, muntah, distensi, dan kegagalan
defekasi dan atau flatus. Ditambah dengan pemeriksaan penunjang radiologi dan foto polos
abdomen 3 posisi.

Terapi awal yang diberikan adalah resusitasi cairan karena pada umumnya pasien datang
dalam keadaan syok hipovolemia. Setelah syok teratasi dan keseimbangan cairan terpenuhi maka
dilakukanlah operasi untuk menghilangkan penyebab obstruksi sebagai terapi definitif untuk
kasus ini.

34
BAB V
KESIMPULAN

1. Obstruksi usus adalah keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total ataupun
parsial oleh karena gangguan murni mekanik yang mengakibatkan terjadinya
kegagalan usus untuk mendorong isi usus (Lehrer J.K., 2002).

2. Levine BA, Aust JB (1995) mendifinisikan obstruksi usus sebagai sumbatan bagi
jalan distal isi usus. Mungkin ada dasar mekanik, tempat sumbatan fisik terletak
melewati usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus yang didefinisikan sebagai jenis
obstruksi apapun, tetapi istilah ini umumnya telah berarti ketakmampuan isi usus
menuju ke distal sekunder terhadap kelainan sementara motilitas.

3. Obstruksi usus halus paling sering disebabkan adhesi post operasi (64-79%)
kemudian hernia (15-25%) dan tumor (10-15%), sisanya disebabkan oleh invaginasi
dan inflammatory bowel disease. Frekwensi-frekwensi ini bervariasi pada kelompok
umur yang berbeda. Obstruksi colon paling sering disebabkan karena tumor (60%),
diverticulitis (15%) dan volvulus (15%). Hampir seperempat pasien dengan tumor
colorectal dating dengan keluhan obstruksi (Coleman MG, Moran BJ, 1999).

4. Gejala dan tanda klinis ileus obstruksi, dikenal dengan empat gejala atau tanda
cardinal, yaitu (Kodner IJ, Birnbaun EH, Fleshman JW, 1994) : Nyeri abdomen yang
bersifat cramping, muntah, obstipasi, dan distensi abdomen.

5. Penatalaksanaan ileus obstruktif terbagi menjadi terapi konservatif dan operatif

35
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs. studentBMJ
April 2002;10:102-3

Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp. 1339-
1340). Philadelphia: Elseviers Saunders

Faradilla, Nova. 2011. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI

Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos P,et al.


2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management
and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437.
Available from:URL:http://www.wjgnet.com

Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.


McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York

Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L. F.


Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher

Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of causes.


JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92

Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.), Schwatz`s
Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.

Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,
Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York:
Churchill Livingstone. p.306-9

36

Anda mungkin juga menyukai