Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan Radiologi merupakan salah satu pemeriksaan dibidang medis


yang sangat penting untuk menegakan diagnosa suatu penyakit dan sebagai terapi.
Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang dari radiologi yang bertujuan untuk
membantu pemeriksaan dalam bidang kesehatan, yaitu untuk menegakkan diagnosa
suatu penyakit melalui pembuatan gambar yang disebut dengan radiograf.
Pemeriksaan dengan pemanfaatan sinar roentgen, yang sering disebut sinar-X.
Aplikasi pemanfaatan sinar-X untuk pemeriksaan melalui pembuatan radiograf
sangat berguna, baik itu yang menggunakan media kontras maupun tanpa
menggunakan media kontras. Pemeriksaan yang menggunakan media kontras
diantaranya adalah pemeriksaan Colon In Loop dan Intravena Pyelografi
Colon In Loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar
dengan menggunakan media kontras secara retrograde yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu
menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon. Intravena
pyelografi adalah suatu pemeriksaan radiologis menggunakan bahan kontras untuk
mendukuh diagnosa pada traktus urinarius.
Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat
diperiksa secara radiologis, bahkan setelah ditemukan kontras media yang berguna
memperlihatkan jaringan organ yang mempunyai nomor atom yang lebih kecil
sehingga kelainan pada organ tersebut dapat didiagnosa. Pemeriksaan secara
radiologi ini mampu memberikan informasi secara radiografi yang optimal dan baik
dalam keadaan anatomis maupun fisiologis dari suatu organ didalam tubuh yang
tidak dapat diraba dan diliat oleh mata secara langsung.
Pada referat ini akan dibahas mengenai pemeriksaan radiografi dengan
menggunakan kontras, antara lain yaitu Colon In Loop yang dilakukan untuk
traktus digestivus bagian bawah dan Intravenous Plyelografi (IVP).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Colon In Loop (CIL)


1. Anatomi Colon
Usus besar atau colon adalah sambungan dari usus halus
yang merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5
meter, terbentang dari caecum sampai canalis ani. Diameter usus
besar lebih besar daripada usus halus. Diameter rata-ratanya sekitar
2,5 inchi. Tetapi makin mendekati ujungnya diameternya makin
berkurang. Usus besar ini tersusun atas membran mukosa tanpa
lipatan, kecuali pada daerah distal colon.
Usus besar dibagi menjadi; caecum, appendiks vermivormis,
colon ascendens, colon transversal, colon descendens, colon
sigmoideum (colon pelvicum), rectum dan anus.

a. Caecum
Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol
ke bawah pada regio iliaca kanan, di bawah junctura
ileocaecalis. Appendiks vermiformis berbentuk seperti cacing
dan berasal dari sisi medial usus besar. Panjang caecum sekitar
6 cm dan berjalan ke caudal. Caecum berakhir sebagai kantong
buntu yang berupa processus vermiformis (apendiks) yang
mempunyai panjang antara 8-13 cm.

2
b. Colon ascendens
Colon asenden berjalan ke atas dari caecum ke permukaan
inferior lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis
kanan. Setelah sampai ke hati, colon asenden membelok ke kiri,
membentuk fleksura coli dekstra (fleksura hepatik). Colon
ascendens ini terletak pada regio illiaca kanan dengan panjang
sekitar 13 cm.
c. Colon transversum
Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis
dari fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon
transversum membentuk lengkungan seperti huruf U. Pada
posisi berdiri, bagian bawah U dapat turun sampai pelvis. Colon
transversum, waktu mencapai daerah limpa, membelok ke
bawah membentuk fleksura coli sinistra (fleksura lienalis) untuk
kemudian menjadi Colon descendens.
d. Colon descendens
Colon descendens terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang
sekitar 25 cm. Colon descendens ini berjalan ke bawah dari
fleksura lienalis sampai pinggir pelvis membentuk fleksura
sigmoideum dan berlanjut sebagai colon sigmoideum.
e. Colon sigmoideum
Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon
sigmoideum merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung
ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon
sigmoideum bersatu dengan rectum di depan sakrum.
f. Rectum
Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
merupakan lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun
di depan caecum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar
pelvis. Setelah itu rectum berlanjut sebagai anus dalam
perineum. Rektum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus

3
besar, dimulai pada colon sigmoideum dan berakhir ke dalam
anus yang dijaga oleh otot internal dan eksternal.
2. Fisiologi Colon
a. Absorbsi air dan elektrolit
Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung di
separuh atas colon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke
usus setiap hari, hanya 100 ml cairan dan hampir tidak ada
elektrolit yang diekskresikan. Dengan mengeluarkan sekitar
90 % cairan, colon mengubah 1000-2000 ml kimus isotonik
menjadi sekitar 200-250 ml tinja semi padat). Dalam hal ini
colon sigmoid berfungsi sebagai reservoir untuk dehidrasi masa
feases sampai defekasi berlangsung.
b. Sekresi mukus.
Mukus adalah suatu bahan yang sangat kental yang
membungkus dinding usus. Fungsinya sebagai pelindung
mukosa agar tidak dicerna oleh enzim-enzim yang terdapat
didalam usus dan sebagai pelumas makanan sehingga mudah
lewat. Tanpa pembentukan mukus, integritas dinding usus akan
sangat
c. Absorbsi air dan elektrolit
Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung di
separuh atas colon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke
usus setiap hari, hanya 100ml cairan dan hampir tidak ada
elektrolit yang diekskresikan. Dengan mengeluarkan sekitar
90 % cairan, colon mengubah 1000-2000 ml kimus isotonik
menjadi sekitar 200-250 ml tinja semi padat). Dalam hal ini
colon sigmoid berfungsi sebagai reservoir untuk dehidrasi masa
feases sampai defekasi berlangsung.
d. Sekresi mukus.
Mukus adalah suatu bahan yang sangat kental yang
membungkus dinding usus. Fungsinya sebagai pelindung
mukosa agar tidak dicerna oleh enzim-enzim yang terdapat

4
didalam usus dan sebagai pelumas makanan sehingga mudah
lewat. Tanpa pembentukan mukus, integritas dinding usus akan
sangat dibantu dengan melemaskan spingter dan
mengkontraksikan otot-otot abdomen.
3. Definisi Colon In Loop
Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan
secara radiologis dari usus besar dengan menggunakan media
kontras yang dimasukan per anal. Pemeriksaan Colon In Loop ini
memerlukan persiapan pasien.
4. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk mendapatkan
gambaran anatomis dari colon terutama pada bagian rongga lumen
colon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu
penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.
5. Indikasi Pemerikssan Colon In Loop
Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang secara klinis
diduga terjadi kelainan pada kolon, contohnya pada pasien dengan
diare kronis, feces berdarah, obstipasi kronis, hingga perubahan
defekasi. Selain itu terdapat indikasi lain yaitu :
a. Colitis, adalah penyakit-penyakit inflamasi pada colon,
termasuk didalamnya colitis ulseratif dan colitis crohn.
b. Carsinoma atau keganasan.
c. Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding
colon, terdiri atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa.
d. Mega colon adalah suatu kelainan konginetal yang terjadi karena
tidak adanya sel ganglion dipleksus mienterik dan sub mukosa
pada segmen colon distal. Tidak adanya peristaltic
menyebabkan feases sulit melewati segmen agangglionik,
sehingga memungkinkan penderita untuk buang air besar 3
minggu sekali.
e. Obstruksi atau Illeus adalah penyumbatan pada daerah usus
besar.

5
f. Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke bagian usus
itu sendiri.
g. Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar.
h. Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya
sebagian usus ke bagian usus yang lain.
i. Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya
ada.
j. Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering
disebabkan oleh cacat kelahiran dimana adanya pembesaran
saluran usus didaerah distal, biasanya di daerah ileus.
6. Kontraindikasi Pemerikssan Colon In Loop
a. Perforasi, terjadi karena pengisian media kontras secara
mendadak dan dengan tekanan tinggi, juga terjadi karena
pengembangan yang berlebihan.
b. Ileus Paralitik, karena pengisian media kontras tidak akan
merata secara baik
7. Persiapan Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon
in Loop adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena
bayangan dari feases dapat mengganggu gambaran dan
menghilangkan anatomi normal sehingga dapat memberikan
kesalahan informasi dengan adanya filling defect. Prinsip dasar
pemeriksaan Colon in Loop memerlukan beberapa persiapan
pasien, yaitu :
1) 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak
dan rendah serat
2) 11 jam sebeleum pemeriksaan pasien meminum garam
inggris (Magnesium Sulfat) (1 bungkus + ¼ gelas air putih)
3) 8 jam sebelum pemeriksaan, pasien disarankan tidak minum
untuk menjaga kadar cairan dalam colon

6
4) Selanjutnya pasien diminta puasa sampai pemeriksaan
dilakukan
5) 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atropine
0,25 – 1 mg/oral untuk mengurangi pembentuka lendir pada
lumen kolon
6) 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntukan
buscopan untuk mengurangi peristaltic usus
7) Selama persiapan pasien diminta tidak banyak berbicara dan
tidak merokok agar tidak ada akumulasi gas pada usus
b. Persiapaan alat dan bahan
Persiapan alat meliputi :
1) Pesawat x – ray siap pakai
2) Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
3) Marker
4) Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanula
rectal.
5) Vaselin atau jelly
6) Sarung tangan
7) Penjepit atau klem
8) Kassa
9) Bengkok
10) Apron
11) Plester
12) Tempat mengaduk media kontras
Persiapan Bahan meliputi :
1) Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium
dengan konsentrasi antara 70 – 80 W/V % (Weight
/Volume). Banyaknya larutan (ml) tergantung pada panjang
pendeknya colon, kurang lebih 600 – 800 ml
2) Air hangat untuk membuat larutan barium
3) Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit
saat kanula dimasukkan kedalam anus.

7
8. Cara Pemeriksaan Colon In Loop
a. Teknik Pemeriksaan
1) Metode kontras tunggal
Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah
caecum. Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk
keperluan informasi yang lebih jelas pasien dirotasikan ke
kanan dan ke kiri serta dibuat radiograf full filling untuk
melihat keseluruhan bagian usus dengan proyeksi antero
posterior. Pasien diminta untuk buang air besar, kemudian
dibuat radiograf post evakuasi posisi antero posterior.
2) Metode kontras ganda
a) Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
Merupakan pemeriksaan Colon in Loop dengan
menggunakan media kontras berupa campuran antara
BaSO4 dan udara. Barium dimasukkan kira-kira
mencapai fleksura lienalis kemudian kanula diganti
dengan pompa. Udara dipompakan dan posisi pasien
diubah dari posisi miring ke kiri menjadi miring ke kanan
setelah udara sampai ke fleksura lienalis. Tujuannya agar
media kontras merata didalam usus. Setelah itu pasien
diposisikan supine dan dibuat radiograf.
b) Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
- Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke
dalam lumen colon, sampai mencapai pertengahan
kolon transversum. Bagian yang belum terisi dapat
diisi dengan mengubah posisi penderita.
- Tahap pelapisan
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar
larutan BaSo4 mengisi mukosa colon.
- Tahap pengosongan

8
Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu
dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
- Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen
kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan
(1800- 2000 ml) karena dapat menimbulkan
kompikasi lain, misalnya reflex vagal yang ditandai
dengan wajah pucat, pandangan gelap, bradikardi,
keringat dingin dan pusing.
- Tahap pemotretan
Pemotretan dilakukan bila seluruh colon telah
mengembang sempurna.

b. Proyeksi Radiograf
1) Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)

- Posisi pasien: Pasien diposisikan supine/prone di atas


meja pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane)
tubuh berada tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua tangan lurus di samping tubuh
dan kedua kaki lurus ke bawah.
- Eksposi: Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan
tahan nafas.
- Kriteria: Menunjukkan seluruh colon terlihat,
termasuk fleksura dan colon sigmoid.

9
2) Proyeksi Right Anterior Oblique (RAO)

- Posisi pasien : Posisi pasien telungkup di atas meja


pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang
lebih 35˚- 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan
kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi
meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit
di tekuk untuk fiksasi.
- Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
- Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika
kanan terlihat sedikit superposisi bila di bandingkan
dengan proyeksi PA dan tampak juga daerah sigmoid
dan colon asenden.
3) Proyeksi Left Anterior Oblique (LAO)

- Posisi pasien : Pasien ditidurkan telungkup di atas


meja pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang

10
lebih 35˚ - 45˚ terhadap meja pemeriksaan. Tangan
kiri di samping tubuh dan tangan di depan tubuh
berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki kanan
ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus.
- Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
- Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis
tampak sedikit superposisi bila dibanding pada
proyeksi PA, dan daerah colon descendens tampak.

4) Proyeksi Left Posterior Oblique (LPO)

- Posisi pasien : Pasien diposisikan supine kemudian


dirotasikan kurang lebih 35° - 45° terhadap meja
pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk bantalan
dan tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada
tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan
kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.
- Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
5) Proyeksi Right Posterior Oblique (RPO)

11
- Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan ke kanan kurang
lebih 35° - 45° terhadap meja pemeriksaan.Tangan
kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri
menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi
meja. Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit
ditekuk untuk fiksasi.
- Eksposi : Dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan
tahan napas.
- Kriteria : Menunjukkan tampak gambaran fleksura
lienalis dan colon ascendens.
6) Proyeksi Lateral

- Posisi pasien : Pasien diposisikan lateral atau tidur


miring
- Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan
nafas.

12
- Kriteria : Daerah rectum dan sigmoid tampak jelas,
rectosigmoid pada pertengahan radiograf.
7) Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD)

- Posisi pasien : Pasien diposisikan ke arah lateral atau


tidur miring ke kiri dengan bagian abdomen belakang
menempel dan sejajar dengan kaset.
- Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan
nafas.
- Kriteria : Menunjukkan bagian atas sisi lateral dari
colon ascendens naik dan bagian tengah dari colon
descendens saat terisi udara.
8) Proyeksi Antero Posterior Aksial

- Posisi pasien : Posisi pasien supine di atas meja


pemeriksaan.
- Eksposi : Dilakukan saat pasien ekspirasi penuh dan
tahan nafas.

13
- Kriteria : menunjukkan rektosigmoid di tengah film
dan sedikit mengalami superposisi dibandingkan
superposisi dibandingkan dengan proyeksi PA,
terlihat colon transversum dan kedua fleksura.
9) Proyeksi Postero Posterior Aksial

- Posisi pasien : Pasien tidur telungkup di atas meja


pemeriksaan
- Eksposi : Eksposi pada saat ekspirasi dan tahan
nafas.
- Kriteria : Tampak rektosigmoid ditengah film,
daerah rektosigmoid terlihat lebih sedikit mengalami
superposisi dibandingkan dengan proyeksi PA,
terlihat colon transversum dan kedua fleksura.
c. Gambaran Pemeriksaan Patologis Colon in Loop
1) Obstruksi Usus Besar
Obstruksi usus besar biasanya disebabkan oleh karsinoma
kolon (biasanya rektosigmoid) atau penyakit diverticular.
Penyebab:
a) Lumen: impaksi fekal.
b) Dinding usus:
- Neoplastik : karsinoma
- Inflamasi : penyakit Crohn, colitis ulseratif, penyakit
diverticular
c) Ekstrinsik
- Massa keganasan (pada kandung kemih atau pelvis)

14
- Volvulus
- Hernia
d) Gambaran Radiologis

Obstruksi usus besar


dengan kolon yang
mengalami distensi hingga
flexura splenikus (tanda
panah).

Prinsip dasar dalam mendiagnosis obstruksi pada usus


besar adalah mendeteksi dilatasi usus hingga satu level
di atas usus yang mengalami kolaps. Lokasi titik transisi
ini tidak selalu mudah diidentifikasi. Usus besar
mengalami distensi dengan penyebaran ke perifer
disertai gambaran haustrae yang jelas. Batas cairan yang
terlihat pada posisi tegak cenderung panjang, jika
dibandingkan dengan letaknya yang pendek pada
obstruksi usus halus.
2) Kolitis Ulceratif
Kolitis ulseratif, suatu penyakit inflamasi pada usus besar,
ditandai oleh kerusakan mukosa difus yang disertai ulserasi.
Reaksi inflamasi terbatas pada mukosa dan submukosa.
Keadaan autoimun tampaknya merupakan faktor penyebab,
namun etiologi pasti dari penyakit ini tetap belum diketahui.
a) Pemeriksaan Penunjang Radiologis
Suatu film polos abdomen kadang-kadang menunjukkan
segmen yang abnormal pada usus besar, terutama jika
terdapat komplikasi megakolon toksik. Kolonoskopi

15
lebih akurat untuk menilai penyakit, namun evaluasi
dengan barium enema tetap banyak dilakukan.
b) Gambaran Radiologis

Kolon yang terkena, hamper selalu melibatkan rectum


dan sigmoid, memperlihatkan pengaburan batas yang
pada keadaan normalnya tampak tegas. Mukosa tampak
granular disertai ulserasi yang dangkal dan berlanjut dari
rectum hingga kejauhan yang bervariasi dari kolon
proksimal, dan mungkin melibatkan seluruh kolon
(pankolitis). Hilangnya pola haustrae yang
diakibatkannya dengan perubahan fibrotic dapat
menimbulkan gambaran menyerupai tuba pada usus,
disebut dengan kolon “lead pipe / pipa timah” atau “hose
pipe / pipa karet”.
c) Komplikasi
- Kolon:
 Megakolon toksik: suatu film polos abdomen
dapat mendemostrasikan distensi usus yang jelas
dengan batas iregular, terutama pada kolon
transversa. Barium enema merupakan
kontraindikasi jika terdapat komplikasi ini.

16
 Perforasi usus: baik pada penyakit yang parah
maupun sekunder akibat megakolon toksik.
 Perdarahan: sering hebat.
 Karsinoma: insidensinya meningkat terutama jika
terdapat pankolitis dan penyakit telah terjadi lebih
dari 10 tahun.
 Pembentukan struktur: dapat multiple dengan tepi
yang rata.
- Ekstra kolon
 Sakroilitis
 Arteritis
 Uveitis
 Kolangitis sklerosa
d) Terapi
- Medis : steroid, pemberian secara sistemik dan local
pada usus besar; sulfasalazine dan obat-obat yang
terkait.
- Pembedahan : proktokolektomi total dengan
anastomosis ileoanal pada penyakit yang parah yang
disertai gejala berulang.

17
3) Polip Kolon
Polip kolon merupakan lesi massa terlokalisasi yang berasal
dari mukosa kolon dan menonjol ke dalam lumen. Polip ini
dapat memiliki dasar yang luas ( sesile) atau bertangkai
( pedunculated ) dan dapat terjadi di mana saja pada kolon.
Mayoritas polip merupakan adenoma jinak, terutama yang
memiliki tangkai yang kurus dan panjang.
a) Gambaran Radiologis

Polip kolon Polip sessile Polip sessile pada


bertangkai dengan dasar proyeksi yang
yang luas berisi barium

Sediaan usus metikulosa diperlukan karena sisa feses dan


mucus sangat mempengaruhi diagnosis yang tepat dari

18
lesi-lesi kolon. Pemeriksaan dengan barium enema
kontras ganda dapat memperlihatkan polip sebagai defek
pengisian pada proyeksi daerah yang terisi barium, atau
polip dapat dibatasi oleh barium pada proyeksi bagian
yang terisi udara.
b) Komplikasi
Keganasan pada kasus polip harus selalu dipikirkan jika
terdapat:
- Iregularitas pada bagian dasar atau perifer
- Lesi yang datar dengan dasar yang lebih luas
dibandingkan tingginya
- Bertumbuh pada pemeriksaan serial
- Ukuran polip > 10 mm
c) Terapi
Polip yang kecil dapat dipotong dan diangkat saat
kolonoskopi; perforasi dan perdarahan merupakan
komplikasi yang jarang dari prosedur ini; lesi yang lebih
besar membutuhkan reseksi pembedahan formal.
4) Karsinoma Kolon
Karsinoma kolon, biasanya suatu adenokarsinoma,
merupakan keganasan saluran pencernaan yang paling
umum, dengan lesi yang lebih besar pada daerah
rektosigmoid. Factor-faktor predisposisi meliputi sindrom
polyposis herediter, penyakit usus inflamasi kronis, riwayat
karsinoma kolon dalam keluarga, dan kemungkinan penyakit
akibat kebiasaan makan.
Pemeriksaan Penunjang Radiologis
- Sinar –X dada
- Film polos abdomen
- Barium enema atau kolonoskopi
- Urografi intravena (IVU) jika terdapat kecurigaan
adanya keterlibatan ureter

19
- Ultrasonografi untuk mengetahui metastasis ke hati
- CT/MRI untuk menentukan staging dan pemeriksaan
praoperasi
a) Gambaran Radiologis

Karsinoma kolon
ascenden

Barium enema dapat memperlihatkan polip yang bersifat


ganas. Gambaran untuk tumor lanjut adalah:
- Karsinoma anular : secara dominan menginfiltrasi
dinding usus secara melingkar dan menyebabkan
penyempitan lumen yang ireguler, disertai deformitas
bentuk “apple core”. Tepi yang bergantungan
menimbulkan defek “berbentuk bahu”.
- Massa polipoid : menghasilkan defek pengisisan
intralumen, paling sering pada caecum.
b) Komplikasi
- Obstruksi: Kadang-kadang merupakan gejala yang
dikeluhkan pasien. Film polos abdomen dapat
melokalisasi ketinggian obstruksi. Pada kasus yang tidak
jelas, enema dengan kontras yang larut air dapat
menunjukkan obstruksi sebelum dilakukan
pembedahan.
- Perforasi: Sekunder akibat distensi usus yang
disebabkan oleh obstruksi tumor; dapat disertai
peritonitis.
- Pembentukan fistula: Akibat infiltrasi keganasan dari
struktur didekatnya.

20
c) Diagnosis Banding
- Penyakit diverticular : biasanya pada kolon sigmoid
- Penyakit Crohn : striktur dapat tunggal atau multiple
- Kolitis ulseratif ; striktur yang jinak atau ganas
berkembang setelah terdapat keterlibatan usus dalam
waktu yang lama
- Ekstrinsik : infiltrasi inflamasi atau neoplastic
- Radioterapi
- Tuberculosis
- Iskemia
5) Penyakit Diverticular
Penyakit diverticular merupakan kelainan umum yang
ditandai oleh hipertrofi otot polos kolon yang menyebabkan
terbentuknya penonjolan menyerupai kantung diantara serat-
serat otot yang menebal. Terdapat herniasi pada mukosa dan
submukosa pada tempat-tempat yang lemah pada dinding
usus. Sigmoid merupakan daerah yang paling sering terkena
(> 90%) namun dapat terbentuk diverticula dari setiap
bagian kolon. Diet rendah serat tampaknya merupakan
penyebab dari keadaan ini. Pemeriksaan Penunjang
Radiologis
- Barium enema
- Ultrasonografi, CT, dan angiografi mesentrika untuk
mengetahui komplikasi
a) Gambaran Radiologis

Abses karena
penyakit
divertikular

21
Pemeriksaan barium enema akan memperlihatkan
kantung yang keluar seperti penonjolan bulat yang rata
dari dinding usus. Divertikula memiliki ukuran yang
bervariasi, dari mulai hanya terlihat hingga berupa
kantung oval atau bulat berdiameter beberapa
sentimeter. Barium dapat menetap pada diverticula
untuk beberapa minggu karena tidak adanya mekanisme
pengosongan. Kolon sigmoid dapat sempit dan irregular,
dan kadangkadang penampakannya sangat sulit
dibedakan dari karsinoma.
b) Komplikasi
- Diverticulitis: proses inflamasi yang menyebabkan
serangan nyeri abdomen dan demam.
- Abses perikolik: perforasi pada diverticulum sering
menyebabkan abses perikolik terlokalisasi. Barium
enema dapat menunjukkan jalur sinus yang berasal dari
sigmoid hingga ke abses. Ultrasonografi atau CT dapat
menunjukkan pengumpulan cairan terlokalisasi, yang
dapat didrainase secara perkutan.
- Perforasi: perforasi bebas pada diverticulum atau abses
ke dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan
peritonitis fekal.
- Pembentukan fistula: dapat disebabkan oleh abses
yang rupture atau diverticulum yang meradang ke
dalam organ terdekat, yang paling sering adalah
kandung kemih (fistula vesikokolik), dengan
pneumaturia sebagai keluhan gejala. Fistula dapat
mengarah ke vagina, ureter, usus halus, kolon, atau
kulit.
- Perdarahan: kemungkinan akibat erosi pada arteri
dinding usus halus, sering dari diverticulum sebelah
kanan.

22
6) Volvulus
- Volvulus
Volvulus merupakan terpuntirnya segmen usus yang
kemudian menyebabakan obstruksi.
- Torsi
Torsi menunjukkan adanya segmen yang terpuntir tanpa
disertai obstruksi.
- Volvulus lambung
Rotasi pada lambung terjadi baik pada bidang vertical atau
organoaksial (dari pylorus sampai ke kardia).
- Volvulus usus halus
Berbagai keadaan mesentrika dengan usus yang bergerak
memungkinkan rotasi dan puntiran yang abnormal,
menyebabkan obstruksi mekanis dengan kemungkinan
terjadi gangguan vascular.
- Volvulus caecal
Caecum terpuntir pada aksis panjangnya. Caecum yang
terdistensi dan terisi gas secara khas berubah posisi ke arah
atas dan ke kuadran atas kiri, dengan fossa iliaka kanan yang
kosong. Kolon distal yang sama sekali tidak terisi udara dan
dilatasi caecal dapat menimbulkan ancaman perforasi.
- Volvulus sigmoid
Volvulus sigmoid terjadi ketika terdapat rotasi pada sigmoid
di sekitar aksisnya, terutama pada lingkar (loop) yang sangat
panjang, yang menyebabkan obstruksi lingkar tertutup.
Obstruksi yang tidak dibebskan dapat menyebabkan
gangguan vascular, infark usus, atau perforasi. Pasien langka
dan psikistrik jangka panjang sangat rentan terhadap
keadaan ini.
a) Gambaran radiologis

23
Volvulus sigmoid
yang disertai
distensi sigmoid
yang luas

Lingkar (loop) sigmoid dapat menjadi sangat melebar


hingga mengisi seluruh abdomen. Sigmoid terlihat
sebagai U terbalik dengan tiga garis yang tampak jelas,
dua garis di dinding lateral dan sebuah garis di bagian
tengah yang dihasilkan oleh dua dinding dalam yang ada
di dekatnya, semua berkumpul ke dalam akar mesentrika
usus besar di pelvis. Barium enema menunjukkan adanya
obstruksi setinggi volvulus, dengan lumen usus yang
semakin mengecil dan memeberikan gambaran “bird’s
beak ”.
b) Terapi
Dekompresi melalui tuba rektal melewati segmen yang
terpuntir. Angka rekuirensi yang tinggi hingga 80%
sering membutuhkan reseksi pembedahan pada lingkar
usus yang berlebihan.

B. Intravenous Pyelografi (IVP)


1. Anatomi Traktus Urinarius
Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih
terdiri dari sepasang ginjal, sepasang ureter, vesika urinaria dan
uretra.
a) Ginjal

24
Ginjal merupakan sepasang organ retroperitoneum yang terletak
sepanjang batas musculus psoas di bawah diafragma dan dekat dengan
columna vertebralis. Ren dextra letaknya lebih rendah daripada ren sinistra
karena besarnya lobus hepatis dextra. Masing masing ren mempunyai facies
anterior dan posterior, margo medialis dan lateralis, extremitas superior dan
posterior. Bentuknya seperti kacang dengan sisi cekung ke arah medial. Pada
sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah,
sistem limfatik, sistem saraf dan ureter. Berat dan besar ginjal sangat
bervariasi, hal ini tergantung dari jenis kelamin, umur, dan ada tidaknya ginjal
di sisi yang lain. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis. Di sebelah
kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau adrenal/suprarenal yang berwarna
kuning. Ginjal dibatasi oleh otot-otot punggung serta tulang rusuk ke XI dan
XII pada bagian posterior. Bagian anterior oleh organ-organ intraperitoneal.
Ginjal kanan dibatasi oleh hepar, kolon, dan duodenum. Sedangkan yang kiri
oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon. Secara anatomis dibagi dua,

25
yaitu medula dan korteks. Didalam korteks terdapat nefron-nefron dan di
medula terdapat banyak duktuli ginjal. Nefron sendiri terdiri dari tubulus
kontortus proksimal, tubulus kontortus distalis, dan duktus koligentes.
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan
melalui vena sentralis yang bermuara ke vena cava inferior. Sistem arteri
ginjal adalah end arteri yaitu yang tidak mempunyai anastomosis dengan
cabang-cabang dari arteri lain, sehingga apabila terjadi kerusakan pada
cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang
dilayaninya.
b) Ureter

Ureter merupakan saluran retroperitoneum yang menghubungkan


ginjal dengan vesika urinaria. Ureter berbentuk tabung kecil yang berfungi
mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya
terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot polos
sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik guna
mengeluarkan urine ke buli-buli. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum
ke buli-buli, secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran
diameternya relatif lebih sempit daripada di tempat lain, sehingga batu
atau benda-benda lain yang bersal dari ginjal seringkali tersangkut di
tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah : perbatasan
antara pelvis renalis dan ureter ,tempat arteri menyilang arteri iliaka di
rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke buli-buli (intramural). Untuk

26
kepentingan radiologi dan pembedahan, ureter dibagi dua bagian yaitu :
ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika, mulai dari persilangan vasa
iliaka sampai masuk ke buli-buli. Selain itu secara radiologis dibagi
menjadi tiga bagian yaitu, ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis
sampai batas atas sakrum, ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum
sampai batas bawah sakrum,ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum
sampai masuk ke buli-buli.
c) Vesika Urinaria

Vesika urinaria atau buli-buli merupakan organ otot yang


berfungsi sebagai resevoir utama traktus urinarius dan
mempunyai kapasitas 350-450 ml. Terdiri dari tiga lapis otot
destrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot
longitudinal, di tengah adalah otot sirkuler dan di luar juga
merupakan otot longitudinal. Pada dasar bulu-buli kedua muara
ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga
yang trigonum buli-buli.
Secara anatomi bentuk buli-buli teridiri dari 3 permukaan,
yaitu permukaan superior yang berbatasan dengan rongga
peritoneum, dua permukaan inferolateral, dan permukaan
posterior. Pada saat kosong, buli-buli terletak dibelakang

27
simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis
sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Bulibuli yang terisi
penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medulla spinalis segmen
sakral S2-4. Hal ini menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga
terjadi proses miksi.
d) Urethra
Urethra merupakan saluran urine dan produk sistem genitalia
pria. Urethra pria terbentang sekitar 23 cm dari cerviks vesika
urinaria ke meatus dan dibagi menjadi bagian anterior dan
posterior. Bagian anterior memiliki panjang 18-25 cm. Saluran
ini dimulai dari meatus urethra, pendulans urethra dan bulbus
urethra. Bagian posterior memiliki panjang 3-6 cm. Urethra
yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan urethra prostatika.
Bagian selanjutnya adalah urethra membranasea, yang
terpendek dari semua urethra, dan terdapat otot yang membentuk
sfingter. Sfingter ini bersifat volunteer, Sehingga kita dapat
menahan berkemih.
2. Fisiologi Traktus Urinarius
a) Ginjal
Fungsi ginjal antara lain:
- Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun.
- Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
- Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh.
- Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat
lain dalam tubuh.
- Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari
protein ureum, kreatinin dan amoniak.
b) Ureter

28
Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke
kandung kemih. Gerakan peristaltic mendorong urine melalui
ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam
bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih.
c) Kandung Kemih
Berfungsi sebagai penampung urine, kandung kencing
mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae
(kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing
dapat membesar dan menampung jumlah urine yag banyak.
d) Uretra
Berfungsi untuk transport urine dari kandung kencing ke
meatus eksterna, uretra merupakan sebuah saluran yang
berjalan dari leher kandung kencing ke lubang air.
3. Definisi Intravenous Pyelografi
Intravena Pyelography (IVP) atau dikenal juga dengan urografi
adalah foto yang dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria
melalui bahan kontras radioopaque. Pencitraan ini dapat
menunjukkan adanya kelainan anatomi dan kelainan fungsi ginjal.
4. Tujuan
Untuk mendapatkan gambaran radiografi dari letak anatomi dan
fisiologi serta mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter dan
buli.
5. Indikasi
- Benigna Prostatica Hyperplasi (pembesaran prostat jinak),
adalah suatu tumor prostate yang disebabkan oleh adanya
penyempitan atau obstruksi uretra
- Bladder calculi/vesico lithiasis/batu kandung kemih
- Polinephritis, adalah peradangan pada ginjal dan renal pelvis
yang disebabkan oleh pyogenic bakteri (pembentukan nanah)
- Ren calculi (batu pada ginjal), adalah kalkulus yang terdapat
pada ginjal atau pada parenchim ginjal.

29
- Hidronefrosis, adalah distensi dari renal pelvis dan system
kalises dari ginjal yang disebabkan oleh obstruksi renal pelvis
atau ureter.
- Hipertensi ginjal (renal hypertension), adalah meningkatnya
tekanan darah pada ginjal melalui renal arteri.
- Obstruksi ginjal (renal obstruction), adalah obstruksi pada ginjal
yang disebabkan oleh batu, trombosis, atau trauma.
- Penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney disease), yaitu
suatu penyakit ginjal yang ditandai dengan banyaknya kista
yang tidak teratur pada satu atau kedua ginjal.
- Cystitis, yaitu peradangan pada vesika urinaria
6. Kontraindikasi
- Hipersensitif terhadap media kontras
- Tumor ganas
- Gangguan pada hepar
- Kegagalan jantung
- Anemia
- Gagal ginjal akut maupun kronik
- Diabetes, khususnya diabetes mellitus
- Pheochrocytoma
- Multiple myeloma
- Anuria (tidak adanya ekskresi dari urine)
- Perforasi ureter
7. Persiapan Pemeriksaan
a) Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan traktus urinarius perlu
dilakukan agar abdomen bebas dari bahan fekal dan udara yang
dapat menggangu gambaran ginjal. Persiapan pasien dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
- Melakukan diet makan dengan memakan makanan lunak
yang tidak berserat (bubur kecap) satu sampai dua hari
sebelum pemeriksaan.

30
- Untuk membersihkan kolon dari bahan fekal, penderita
dianjurkan meminum obat pencahar 12 sebelum
pemeriksaan.
- Selama berpuasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan
mengurangi berbicara untuk membatasi udara dalam usus.
- Pada pagi harinya pasien diberi 2 butir lavement.
- Pasien disuruh buang air kecil sebelum pemeriksaan dimulai.
- Kadar ureum dan kreatinin harus berada dalam keadan
normal
b) Persiapan Alat dan Bahan
Alat :
- Spuit 1 cc (untuk skin test)
- Spuit 3 cc (untuk persiapan obat emergency)
- Spuit 50 cc (untuk bahan kontras)
- Wing needle
- Jarum no 18
- Kapas alkohol
- Stuwing
- Gunting
- Plester
Bahan :
- Media Kontras ( contoh: iopamiro,ultravist)
- Obat-obatan emergency (contoh: antihistamin seperti
dipenhydramine)
8. Teknik Pemeriksaan
a) Foto Abdomen

31
Foto polos abdomen adalah pemotretan abdomen yang dibuat
sebelum dilakukan penyuntikan medis kontras. Tujuan
dibuatnya foto polos abdomen adalah :
- Untuk melihat persiapan penderita.
- Untuk menentukan faktor eksposi.
- Untuk mengetahui ketepatan posisi pasien.
- Untuk menilai organ-organ yang ada dalam abdomen secara
keseluruhan.
 Posisi Pasien : Pasien tidur terlentang diatas meja pemeriksaan
dengan kedua lengan di samping tubuh.
 Eksposi : dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas.
 Kriteria : Dapat menampakan organ abdomen secara
keseluruhan, tidak tampak pergerakan tubuh, kedua crista iliaka
simetris kanan dan kiri, gambaran vertebrae lumbal berada
dipertengahan radiograf.
b) Tes Sensitifitas
Tes sensitifitas adalah suatu uji kepekaan tubuh terhadap media
kontras. Tes ini dilakukan dengan cara memasukan media
kontras ke dalam tubuh pasien. Tujuan tes ini dilakukan untuk
mengetahui reaksi tubuh pasien terhadap media kontras. Secara
umum ada beb erapa cara dalam melakukan tes sensitifitas :
- Skin Test.
Memasukkan media kontras beberapa cc dibawah kulit
secara sub kutan kemudian ditunggu beberapa menit, jika

32
timbul benjolan merah berarti pasien sensitive terhadap
media kontras.
- Test Langsung.
Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra vena. Pada
pasien yang tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi
reaksi mayor atau minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan
gejala–gejala seperti : mual, gatal, mata menjadi merah,
sesak nafas, muka menjadi sembab. Reaksi mayor dapat
ditunjukkan dengan gejala–gejala seperti: kolaps pembuluh
darah tepi, kejang, dan denyut jantung berhenti keadaan ini
diikuti dengan badan terasa dingin.
c) Teknik memasukan kontras
Teknik pemasukan media kontras ke dalam tubuh pasien dapat
dilakukan dengan 2 cara :
- Secara Bolus Injeection.
Yaitu penyuntikan yang dilakukan dengan manual yaitu
menggunakan spuit. Kecepatan dari mendorong spuit pada
saat penyuntikan dapat dikontrol melalui :
 Besarnya jarum suntik
 Jumlah bahan kontras yang disuntikkan
 Kekentalan bahan kontras
 Kestabilan dari vena
 Kekuatan seseorang untuk mendorong spuit
- Secara Drip Infus
Metode drip infuse dilakukan pada penggunaan bahan
kontras yang jumlahnya banyak dan waktu pemasukannya
cukup lama. Pemasukan bahan kontras baisanya dilakukan
melalui drip infuse yang telah terpasang dengan kateter yang
telah terpasang pada pembuluh darah vena.
d) Foto 5 menit Setelah pemasukan media kontras

33
5 menit post injeksi kontras

Adalah pemotretan yang dilakukan 5 menit setelah penyuntikan


media kontras. Tujuan dari pemotretan ini adalah untuk melihat
fungsi kedua ginjal dalam menyerap dan mensekresikan media
kontras.

34
e) Foto 15 menit setelah pemasukan media kontras

15 menit post injeksi kontras

Tujuan foto 15 menit ini adalah untuk melihat pengisian media


kontras pada ureter.
f) Foto 30 menit setelah pemasukan media kontras

Tujuan pemotretan ini adalah untuk melihat pengisian ureter dan


kandung kencing.
g) Foto Post Miksi

Adalah pemotretan yang dilakukan apabila kandung kemih telah


terisi penuh dan setelah pasien buang air kecil terlebih dahulu.
Tujuan dari pemotretan adalah untuk melihat kemampuan
kontraksi kandung kemih setelah media kontras dikeluarkan
h) Alur Perjalanan Bahan Kontras
Bahan kontras yang disuntikkan melalui vena fossa cubiti akan
mengalir ke vena capilaris, vena subclavia, kemudian ke vena

35
cava superior. Dari VCS bahan kontras akan masuk ke atrium
kanan jantung, kemudian ke ventrikel kanan dan mengalir ke
arteri pulmonalis. Kemudian mengalir ke vena pulmonalis
menuju atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri dan mengalir ke
aorta, terus menuju aorta desendens kemudian kedalam aorta
abdominalis dan masuk ke arteri renalis dan mulai memasuki
korteks ginjal
9. Gambaran Patologis Pemeriksaan IVP
a) Nefrolithiasis

Batu ginjal dan batu stughorn

Nefrolithiasis atau batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal


kemudian berada di kaliks, infudibulum, pelvis ginjal, dan
bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga
disebut batu Staghorn. Secara radiologi batu dapat radioopaq
atau radiolusen. Sifat radioopaq dapat terbentuk dari berbagai
jenis batu, sedangkan radiolusen bisanya batu jenis asam urat
murni.

36
b) Ureterolithiasis

ureterolithiasis Hydroureter dan hydronefrosis

Merupakan penyumbatan saluran ureter oleh batu karena


pengendapatan garam urat, oksalat atau kalsium. Batu tersebut
dapat terbentuk di ginjal yang kemudian dapat turun ke ureter,
sehingga apabila tidak bisa lolos ke vesika urinaria maka akan
menimbulkan kolik, bahkan obstruksi kronis berupa
hidroureter atau hidronefrosis.
Apabila batu radioopaq maka akan terlihat gambaran batu
opaque di ureter, sedangkan apabila radiolusen akan terlihat
penyempitan ureter, sumbatan ureter, gambaran ureter yang
melebar, atau bahkan tidak adanya gambaran ureter karena
tidak adanya fungsi ginjal.
c) Vesikolithiasis

37
Vesikolithiasis

Sering terjadi pada pasien dengan gangguan miksi. Dapat


terjadi karena pemakaian kateter dalam waktu lama, atau
adanya benda asing yang secara tidak sengaja masuk ke dalam
buli-buli adalah inti dari terbentuknya batu. Dapat pula berasal
dari batu ginjal atau ureter yang turun. Ciri khasnya adalah batu
yang terbentuk dapat bertumpuk atau berlapis.
d) Benign Prostatic Hyperplasia

Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi


prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine
dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. Etiologi
dari BPH adalah:
 Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena
perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen oleh
karena ketidakseimbangan endokrin.
 Faktor umur / usia lanjut.
 Unknown / tidak diketahui secara pasti.

38
Prostat terletak disebelah inferior buli-buli membungkus uretra
posterior. Bentuk seperti biji kenari dan berat normalnya
sekitar 20 gram. Prostat dalam beberapa zona, antara lain zona
perifer, zona central, zona transisional, zona fibromusculer
anterior, dan zona periuretra. Bila mengalami pembesaran
maka akan membuat buntu uretra pars prostatika dan
menghambat keluarnya urine. Sebagian besar hyperplasia
prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan karsinoma
prostat berasal dari zona perifer.
e) Hidronefrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah
satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi. Obstruksi pada
aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik,
sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di
uretra atau kandung kemih, tekanan baik akan mempengaruhi
kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja
yang rusak Hidronefrosis biasanya disebabkan oleh sumbatan
pada sambungan ureteropelvik. Selain itu, hidronefrosis juga
bisa disebabkan beberapa faktor, seperti:
• Masuknya ureter ke dalam pelvis renalis yang terlalu tinggi
• Adanya batu dalam pelvis renalis
• Lilitan pada sambungan ureteropelvik yang disebabkan
bergesernya ginjal ke bawah
• Penekanan pada ureter oleh tumor, jaringan fibrosa, arteri
atau vena yang letaknya abnormal.
• Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter.
Ada 4 grade hidronefrosis,
 a) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk
blunting, alias tumpul.
 b) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk
flattening, alias mendatar.

39
 c) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk
clubbing, alias menonjol.
 d) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk
ballooning, alias menggembung

Grade 1 Grade 2

Grade 3 Grade 4

40
BAB III
Kesimpulan
Pemeriksaan Radiologi merupakan pemeriksaan dibidang medis yang sangat
penting untuk menegakan diagnosa suatu penyakit dan sebagai terapi.
Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang dari radiologi yang bertujuan untuk
membantu pemeriksaan dalam bidang kesehatan, yaitu untuk menegakkan diagnosa
suatu penyakit melalui pembuatan gambar yang disebut dengan radiograf.
Pada saat ini pemeriksaan radiologi telah berkembang, Pemeriksaan radiologi
secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu pemeriksaan radiologi tanpa
kontras dan pemeriksaan radiologi yang menggunakan bahan kontras. Media
kontras dapat digunakan pada pemeriksaan menggunakan sinar X-ray maupun CT
Scan. Media kontras merupakan suatu bahan yang dapat memberikan gambaran
lebih jelas pada suatu organ, media kontras bersifat sangat radioopaq atau
radiolusen jika berinteraksi dengan sinar X. Salah satu pemeriksaan yang sering
dilakukan menggunkan kontras yaitu pada traktus digestivus dan traktus urinarius.
Colon In Loop adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari usus besar
dengan menggunakan media kontras secara retrograde yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu
menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon. Intravena
pyelografi (IVP) adalah pemeriksaan foto rontgen dengan cara memasukkan zat
kontras melalui sebuah vena yang kemudian akan mengisi traktus urinarius.
Indikasi dari IVP adalah bila ada kecurigaan patologis pada traktus urinarius.
Keuntungan dari IVP adalah kita bisa mendapatkan informasi yang terperinci untuk
membantu diagnosa dan terapi pada kelainan kelainan traktus urinarius.
Kerugiannya adalah bila terjadi komplikasi dari bahan kontras yang diberikan dan
adanya efek radiasi.

41
Daftar Pustaka

Ana Majdawati. 2009. Peran Pemeriksaan Barium Enema pada Penderita


Megakolon Congenital (Hirschprung Diseases). Mutiara Medika. Vol. 9 No.
2:64-72, Juli 2009
Bruce W. Long. 2016. Merrill’s Atlas of Radiographic Positioning and Procedure.
Volume 2. Edisi 13. Elsevier. USA
Dwi Rochmayati. 2014. Gambaran Opasitas Ginjal Fase Nephrogram Dengan
Perbedaan Ureum Kreatinin Pada Penderita Yang Menjalani Pemeriksaan
Intravena Pyelography. ISSN: 1829-5754, Vol. 10, No. 2, Mei 2014
John P. Lampignano. 2018. Radiographic Positioning and Related Anatomy. Edisi
8. Mosby. USA
Patrick C.D. et all. 2015. Gambaran Ultrasonografi Batu Empedu Pada Pria &
Wanita Di Bagian Radiologi Fk Unsrat Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Oktober 2012- Oktober 2014. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015
Zakaria Iskandar. 2007. Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi
Invaginasi. Jurnal Kedoktemn Syuh Kuala. Volume 7 Nomor 2 Agustus
2007

42

Anda mungkin juga menyukai