Anda di halaman 1dari 65

TUGAS REFERAT RADIOLOGI

COLON IN LOOP DAN INTRA VENOUS PYELOGRAFI

Disusun Oleh :

Hilda Amiroh
17710025

Pembimbing :
dr. Tuty Sulistyowulan, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RSUD SIDOARJO


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmatdan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan

judul “Colon In Loop dan Intra Venous Pyelografi”. Referat ini di susun untuk

memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Radiologi RSUD Kabupaten

Sidoarjo.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pembimbing yang telah membantudan memberi dukungan dalam

penyelesaian tugas referat ini. Penulis juga mengharapkan bahwa referat ini dapat

memberikan manfaat bagi pengembangan pendidikan dokter muda RSUD

Kabupaten Sidoarjo khususnya dan pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga

kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan referat ini.

Sidoarjo, Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul .................................................................................................... 1
Kata Pengantar ................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Media Kontras ................................................................................. 6
2.2 Intravenous Pyelografi .................................................................... 8
2.3 Colon In Loop.................................................................................. 32

BAB III KESIMPULAN...................................................................................... 63


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 65

3
BAB I
PENDAHULUAN

Radiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang digunakan untuk melihat


tubuh manusia secara pancaran radiasi sinar x yang dipantulkan danditerima oleh
film yang ditampilkan dalam radiografi. Pada awalnya frekuensi yang dipakai
berbentuk sinar-x (x-ray) namun kemajuan teknologi modern memakai
pemindaian (scanning) gelombang sangat tinggi (ultrasonic) seperti
ultrasonography (USG) dan juga MRI (magnetic resonance imaging).
Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara
radiografi yang optimal dan baik dalam keadaan anatomis maupun fisiologis dari
suatu organ di dalam tubuh yang tidak dapat dilihat oleh mata secara langsung.
Radiologi ini biasanya digunakan sebagai penunjang suatu tindakan yang akan
dilakukan ataupun untuk mengetahui proses dan hasil dari perawatan ataupun
tindakan yang telah dilakukan yang tidak bisa diamati secara klinis.
Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat
diperiksa secara radiologi, bahkan setelah ditemukan media kontras yang berguna
memberikan gambaran opak pada struktur yang normal termasuk sistem vaskular,
sistem kolektivus ginjal, dan lumen sistem gastrointestinal untuk mendapatkan
informasi diagnostik lebih lanjut mengenai lesi fokal dalam tubuh.
Pada diagnostik pencitraan radiografi di kenal media kontras untuk
pemakaian sinar X. Media kontras yang di pergunakan untuk keperluan radiografi
adalah suatu bahan yang sangat radioopaq atau radiolusen apabila berinteraksi
dengan sinar X, sehingga dapat membedakan antara organ dan jaringan sekitarnya
Pada pemeriksaan radiologi traktus digestivus dapat di bagi atas 2
golongan, yaitu pemeriksaan tanpa kontras dan pemeriksaan dengan kontras.
Sedangkan cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat di lakukan dengan
berbagai cara, di antaranya yaitu: foto polos abdomen, pielografi inteavena,
angiografi renal, sistografi, ultrasonografi, dan CT-Scan. Intra Venous Pyelografi
merupakan salah satu pemeriksaan pada traktus urinalis yang menggunakan
kontras.

4
Dalam referat ini akan dibahas mengenaipemeriksaan radiografi dengan
menggunakan kontras antara lain pada traktus urinarius yaitu Intra Venous
Pyelografi(IVP) dan pada traktus gastrointestonal yaitu Colon In Loop.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Kontras
1. Definisi
Media Kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk
meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah
pencitraan diagnostic medik. Media kontras dipakai pada pencitraan dengan
sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasisinar-X (Bahan kontras positif) atau
menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negative dengan bahan dasar
udara atau gas). Pada diagnostik pencitraan dikenal media kontras untuk
pemakaian sinar X, media kontras paramagnetik untuk pemakaian resonansi
magnetik dan media kontras untuk ultrasonografi. Media kontras yang
dipergunakan untuk keperluan radiografi adalah suatu bahan yang sangat
radiopak atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar X, sehingga dapat
membedakan organ dan jaringan sekitarnya. Secara garis besar media kontras ini
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Media kontras negatif terdiri dari udara O2 dan CO2
b. Media kontras positif yang terdiri dari turunan barium (BaSO4 dan turunan
iodium (I).
2. Syarat-Syarat dari Bahan Kontras
a. Dalam konsentrasi yang rendah telah dapat membuat perbedaan densitas yang
cukup.
b. Tidak merupakan racun dalam tubuh.
c. Mudah cara pemakaiannnya.
d. Mudah dikeluarkan dari dalam tubuh/larut sehingga tidak mengganggu organ
tubuh yang lain.
e. Secara ekonomi tidak mahal dan mudah diperoleh.
3. Fungsi Kontras Media
a. Memperlihatkan bentuk anatomi dari bagian yang diperiksa.
b. Memperlihatkan fungsi organ yang diperiksa.

6
4. Jenis Media Kontras
a. Media kontras positif (opaque media)
Mediakontraspositifadalah media kontras yang mempunyai daya
serap radiasi yang lebih tinggi dari jaringan tubuh sehingga
menampilkan gambar yang terang (opaque).
b. Media kontras negatif (lucent media)
Media kontras negatif adalah media kontras yang mempunyai daya
serap radiasi lebih rendah dari jaringan tubuh sehingga menampilkan
gambaran gelap (lucent).
5. Klasifikasi
Media kontras dibedakan menjadi dua yakni media kontras positif
dan media kontras negatif. Bahan kontras yang dipakai pada pencitraan
dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras
positif) yakni media kontras yang memberikan efek gambaran opaque
(putih) dalam citra radiografi, sedangkan media kontras yang digunakan
untuk menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negatif)
memberikan efek gambaran lucent (hitam) dalam citra radiografi.
Ada dua jenis bahan baku dasar dari bahan kontras positif yang
digunakan dalam pemeriksaan dengan sinar-X yaitu barium dan iodium.
a. Media Kontras Non – Iodinated (Barium sulfat)
Bahan kontras barium sulfat, berbentuk bubuk putih yang tidak
larut. Bubuk ini dicampur dengan air dan beberapa komponen
tambahan lainnya untuk membuat campuran bahan kontras. Bahan ini
umumnya hanya digunakan pada saluran pencernaan, biasanya ditelan
atau diberikan sebagai enema. Setelah pemeriksaan, bahan ini akan
keluar dari tubuh bersama dengan feces.
b. Media Kontras Iodinated (mengandung Iodium)
Bahan kontras iodium bisa terikat pada senyawa organik (non-ionik) atau
sebuah senyawa ionik. Bahan-bahan ionik memiliki profil efek samping yang
lebih buruk. Senyawa-senyawa organik memiliki efek samping yang lebih
sedikit karena tidak berdisosiasi dengan molekul-molekul komponen. Banyak

7
dari efek samping yang diakibatkan oleh larutan hiperosmolar yang diinjeksikan,
yaitu zat-zat ini membawa lebih banyak atom iodine per molekul. Semakin
banyak iodine, maka daya attenuasi sinar-X bertambah.
Media kontras yang berbasis iodium dapat larut dalam air dan tidak
berbahaya bagi tubuh. Konsentrasinya biasanya dinyatakan dalam mg I/ml.
Bahan kontras teriodinasi modern bisa digunakan hampir disemua bagian tubuh.
Kebanyakan diantaranya digunakan secara intravenous, tapi untuk berbagai
tujuan juga bisa digunakan secara intraarterial, intrathecal (tulang belakang) dan
intraabdominal.
6. Komplikasi Akibat Pemakaian Media Kontras
Komplikasi ini terdiri atas 3 golongan antara lain:
a. Komplikasi ringan seperti rasa panas, bersin-bersin mual dan rasa gatal
b. Komplikasi sedang seperti urtikaria, kulit kemerahan, muntah-muntah,
sesak nafasdan hipotensi
c. Komplikasi berat seperti edema laring, trombosis pembuluh darah,
henti jantung hingga kematian

B. Intravena Pyelografi (IVP)


1. Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius
Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih
terdiri dari dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih (
vesika urinaria ) dan satu buah uretra.

Gambar II.1. Anatomi traktus urinarius normal

8
a. Ginjal
Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak dipinggang, sedikit
dibawah tulang rusuk bagian belakang. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dibanding ginjal kiri. Mempunyai ukuran panjang 7 cm dan
tebal 3 cm. Terbungkus dalam kapsul yang terbuka kebawah. Diantara
ginjal dan kapsul terdapat jaringan lemak yangmembantu melindungi
ginjal terhadap goncangan.
Ginjal mempunyai nefron yang tiap – tiap tubulus dan
glomerulusnya adalah satu unit. Ukuran ginjal ditentukan oleh
sejumlah nefron yang dimilikinya. Kira – kira terdapat 1,3 juta nefron
dalam tiap – tiap ginjal manusia.

Gambar II.2 Anatomi Ginjal

Ginjal tersusun dari dua lapisan. Pada bagian lapisan luar


disebut sebagai korteks, sedangkan pada bagian lapisan dalam disebut
sebagai medula. Didalam korteks terdapat nefron-nefron dan di medula
terdapat banyak duktuli ginjal. Nefron terdiri dari:
1) Badan malpighi terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman.
Fungsinya sebagai tempat dimana terdapat alat penyaring darah.
2) Glomerulus adalah tempat penyaringan darah yang akan menyaring
air, garam, asam amino, glukosa, dan urea. Fungsinya
menghasilkan urin primer.

9
3) Kapsula bowman adalah semacam kantong/kapsul yang
membungkus glomerulus.Fungsi kapsula bowman adalah untuk
mengumpulkan cairan hasil penyaringan glomerulus.
4) Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan
kembali/reabsorpsi urin primer yang menyerap glukosa, garam, air,
dan asam amino. Fungsinya untuk menghasilkan urin sekunder
dengan kadar urea tinggi.
5) Lengkung henle adalah saluran berbentuk setengah lingkaran dan
menjadi penghubung antara tubulus kontortus proksimal dengan
tubulus kontortus distal. Fungsinya agar urin tidak kembali ke
tubulus kontortus proksimal.
6) Tubulus kontortus distal adalah tempat untuk melepaskan zat-zat
yang tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urin sekunder
(disebut proses augmentasi). Fungsinya untuk menghasilkan urin
sesungguhnya.
7) Tubulus kolektivus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal
yang menampung urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis
menuju kandung kemih. Fungsinya untuk mengumpulkan urin dari
beberapa tubulus kontortus proksimal lalu dibawa ke pelvis.

Gambar II.3 Proses Pembentukan Urin


Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang
merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah

10
vena dialirkan melalui vena sentralis yang bermuara ke vena cava
inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteri yaitu yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang-cabang dari arteri lain,
sehingga apabila terjadi kerusakan pada cabang arteri ini, berakibat
timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.

Gambar II.4 Vaskularisasi Ginjal

Fungsi Ginjal antara lain :


1) Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme
tubuh.
2) Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan.
3) Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan
oleh bagian tubulus ginjal.
4) Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
5) Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan
mematangkan sel-sel darah merah (SDM) di sumsum tulang
6) Hemostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan
komposisi air dalam darah.
b. Ureter
Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10
sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm.
Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot,
dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum

11
ginjal, dan letaknya menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari
rongga peritoneum dan di depan dari muskulus psoas dan prosesus
transversus dari vertebra lumbal dan berjalan menuju ke dalam pelvis dan
dengan arah oblik bermuara ke kandung kemih melalui bagian posterior
lateral. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah : perbatasan
antara pelvis renalis dan ureter ,tempat arteri menyilang arteri iliaka di
rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke buli-buli (intramural).

Untuk kepentingan radiologi dan pembedahan, ureter dibagi dua


bagian yaitu : ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari pelvis renalis
sampai menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika, mulai dari
persilangan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Selain itu secara
radiologis dibagi menjadi tiga bagian yaitu, ureter 1/3 proksimal mulai
dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum, ureter 1/3 medial mulai dari
batas atas sakrum sampai batas bawah sakrum,ureter 1/3 distal mulai batas
bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.

Gambar II.5 Sistem calyx, pelvis renalis dan ureter


c. Vesika Urinaria

Vesica urinaria atau buli-buli merupakan muskulus membrane


yang berbentuk kantong yang merupakan tempat penampungan urine yang
dihasilkan oleh ginjal, organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi).
Letaknya di dalam panggul besar, sekitar bagian postero superior dari

12
simfisis pubis. Bagian kandung kemih terdiri dari fundus (berhubungan
dengan rectal ampula pada laki-laki, serta uterus bagian atas dari kanalis
vagina pada wanita), korpus, dan korteks. Dinding kandung kemih terdiri
dari lapisan peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika muskularis (lapisan
otot), tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Kandung kemih bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya,
tergantung dari volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume
dari vesika urinaria adalah 350-500 ml.
Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara
(reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut
rugae (kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing dapat
membesar dan menampung jumlah urine yang banyak.
Secara anatomi bentuk buli-buli teridiri dari 3 permukaan, yaitu
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua
permukaan inferolateral, dan permukaan posterior.
Pada saat kosong, buli-buli terletak dibelakang simfisis pubis dan
pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan
diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf
aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medulla spinalis segmen
sakral S2-4. Hal ini menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher
buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadi proses miksi.

Gambar II.5 Anatomi Vesika Urinaria

13
d. Urethra
Urethra merupakan saluran urine dan produk sistem genitalia pria.
Urethra pria terbentang sekitar 23 cm dari cerviks vesika urinaria ke
meatus dan dibagi menjadi bagian anterior dan posterior.

Bagian anterior memiliki panjang 18-25 cm. Saluran ini dimulai


dari meatus urethra, pendulans urethra dan bulbus urethra. Bagian
posterior memiliki panjang 3-6 cm. Urethra yang dikelilingi kelenjar
prostat dinamakan urethra prostatika. Bagian selanjutnya adalah urethra
membranasea, yang terpendek dari semua urethra, dan terdapat otot yang
membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat
menahan berkemih.

Gambar II.6 Anatomi urethra

2. Definisi Intravena Pyelografi (IVP)


IVP merupakan suatu tipe X-ray yang memvisualisasi ginjal dan
ureter setelah injeksi intravena bahan kontras. Setelah injeksi, kontras
bergerak melalui ginjal, ureter dan vesica urianria. Foto diambil dalam
beberapa interval waktu unuk melihat pergerakan ini. IVP dapat
memperlihatkan ukuran, bentuk dan struktur ginjal, ureter, dan vesica
urinaria. Juga untuk mengevaluasi fungsi ginjal, deteksi penyakit ginjal,
batu ureter dan vesica uriaria, pembesaran prostat, trauma dan tumor.

14
3. Tujuan
Untuk mendapatkan gambaran radiografi dari letak anatomi dan
fisiologi serta mendeteksi kelainan patologis dari traktus urinarius.

4. Indikasi dan Kontraindikasi


a. Indikasi:
1) Nephrolithiasis
2) Ureterolithiasis
3) Vesicolithiasis
4) Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
5) Kelainan kongenital (duplication of ureter and renal pelvis, ectopia
kidney, horseshoe kidney, malrotasi)
6) Hidronefrosis
7) Infeksitraktus urogenital
8) Massa atau tumor
9) Trauma
b. Kontraindikasi:
1) Hipersensitifitas terhadap bahan kontras.
2) Adanya kelainan kombinasi renal dan hepar.
3) Oligouria.
4) Kadar serum kreatinin (SK) lebih tinggi daripada 2,5 – 3 mg/100
mL.
5) IDDM dengan insufisiensi renal (SK > 1,5 mg/ 100 mL).
5. Persiapan Pemeriksaan
a. Persiapan Pasien:
1) Sehari sebelum pemeriksaan, pasien diminta untuk makan
makanan lunak tanpa serat (contoh : bubur), agar makanan tersebut
mudah dicerna oleh usus sehingga feses tidak keras
2) Makan terakhir pukul 19.00 (malam sebelum pemeriksaan) supaya
tidak ada lagi sisa makanan di usus, selanjutnya puasa sampai
pemeriksaan berakhir

15
3) Malam hari pukul 21.00 pasien diminta minum garam inggris
(Magnesium Sulfat) (1 bungkus + ¼ gelas air putih)
4) 8 jam sebelum pemeriksaan, pasien disarankan tidak minum untuk
menjaga kadar cairan
5) Selama persiapan pasien diminta tidak banyak berbicara dan tidak
merokok supaya tidak ada gas intestinal
6) Tujuan dilakukan hal-hal tersebut untuk membersihkan usus dari
udara dan feses yang dapat mengganggu visualisasi dari foto IVP
atau menutupi gambaran ginjal dan saluran-salurannya.
Namun banyak pula variasi pendekatan yang berguna, terutama
pada pasien-pasien dengan kebutuhan hidrasi yang cukup. Contohnya pada
pasien gagal ginjal, diabetes mellitus, serta pada pasien dengan keadaan
kritis (termasuk neonatus), persiapan dilakukan menyesuaikan kebutuhan
pasien dan menghindari dehidrasi.. Untuk bayi dan anak diberikan minum
mengandung karbonat, tujuannya untuk mengembangkan lambung dengan
gas. Usus akan berpindah, sehingga bayangan kedua ginjal dapat dilihat
melalui lambung yang terisi gas.

Gambar II.7Foto IVP dengan persiapan pasien yang baik (tidak tampak visualisasi udara
dan sisa makanan/faeces)

16
Gambar II.8Foto IVP dengan persiapan pasien yang kurang baik (tampak visualisasi udara
dan sisa makanan/faeces)

b. Persiapan Alat:
1) Spuit 1 cc (untuk skin test)
2) Spuit 3 cc (untuk persiapan obat emergency)
3) Spuit 50 cc (untuk bahan kontras)
4) Wings needle
5) Kapas alkohol
6) Tourniquet
7) Plester
8) Marker R/L dan marker waktu
9) Media kontras
10) Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
11) Baju pasien

17
Gambar II.9 Pemeriksaan Intravena Pyelografi (IVP)
c. Persiapan Bahan
Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan IVP adalah
berbahan iodium, dimana jumlahnyadisesuaikan dengan berat badan
pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

6. Cara Pemeriksaan
a. Lakukan foto plain BNO (Buik Nier Overzicht)
b. Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui
intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergi
c. Jika tidak ada reaksi alergi, penyuntikkan dapat dilanjutkan secara
perlahan dan menginstruksikan pasien untuk tarik nafas dalam lalu
keluarkan dari mulut guna meminimalkan rasa mual yang mungkin
dirasa pasien
d. Lakukan foto 5 menit post injeksi (posisi supine)
e. Lakukan foto 15 menit post injeksi (posisi supine)
f. Lakukan foto 30 menit post injeksi (posisi supine)

18
g. Pasien diminta untuk turun dari meja pemeriksaan untuk buang air
kecil (mengosongkan vesika urinaria dari media kontras), kemudian
difoto lagi post miksi (posisi supine)
h. Foto kontras IVP bisa saja dibuat sampai interval waktu berjam-jam
jika kontras belum turun

7. Tujuan Pembuatan Foto Plain BNO


a. Untuk menilai persiapan yang dilakukan pasien
b. Untuk melihat keadaan rongga abdomen khususnya traktus urinarius
secara umum
c. Untuk menentukan faktor eksposisi yang tepat untuk pemotretan
berikutnya sehingga tidak terjadi pengulangan foto

8. Alur Perjalanan Bahan Kontras


Bahan kontras yang disuntikkan melalui vena fossa cubiti akan
mengalir ke vena kapiler, vena subklavia, kemudian ke vena cava superior.
Selanjutnya, akan masuk ke atrium kanan jantung, kemudian ke ventrikel
kanan dan mengalir ke arteri pulmonalis. Kemudian mengalir ke vena
pulmonalis menuju atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri dan mengalir ke
aorta, terus menuju aorta desendens kemudian kedalam aorta abdominalis
dan masuk ke arteri renalis dan mulai memasuki korteks ginjal.

19
Gambar II.10 A. Foto BNO; B. 1 menit post injeksi; C. 5 menit post injeksi; D. 15 menit
post injeksi; E. 30 menit post injeksi;
F. Menit post injeksi; G. Post miksi

9. Gambaran Radiologi dan Penilaian


a. Foto BNO : menilai persiapan pasien (tidak tampak visualisasi udara
dan sisa makanan/feses)
b. 5 menit pertama: menilai fungsi sekresi dan eksresi ginjal. Fungsi
sekresi dikatakan baik apabila tampak kontur ginjal dengan jelas
karena nefron-nefron ginjal terisi kontras dengan baik. Fungsi ekskresi
dikatakan baik apabila kontras telah mengisi sistem pelvicalyces.
c. 15 menit: menilai drainase ureter, apakah kedua ureter telah terisi
kontras dan sebagian vesika urinaria juga terisi kontras. Kemudian
juga dinilai bentuk calyx apakah ada pelebaran, normalnya berbentuk
cupping.

20
Gambar II.11 Fase Nefrogram

Gambar II.12 Fase Ureter


d. 30 menit: menilai vesika urinaria, seluruh vesika urinaria terisi kontras
dan dinilai apakah ada :
1) Filling defect: untuk menilai apakah ada vesika urinaria yang
tidak terisi oleh kontras untuk menilai apakah ada massa di buli-
buli.
2) Additional shadow: kelainan organ yang menyebabkan
permukaan organ bertambah dan kontras mengisi permukaan
tersebut, seperti divertikulosis.

21
3) Indentasi: kontras mengisi seluruh vesika urinaria namun terlihat
bayangan suram yang merupakan penekanan massa di luar organ.

Gambar II.13 Fase Vesika Urinaria


e. Post void (PV): menilai residu urin, normalnya residu urin minimal.

Gambar II.14 Foto Post Miksi

22
10. Patologi
a. Nefrolithiasis
Nefrolithiasis atau batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan
bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu Staghorn.
Secara radiologi batu dapat radioopaq atau radiolusen. Sifat
radioopaq dapat terbentuk dari berbagai jenis batu, sedangkan
radiolusen biasanya batu jenis asam urat murni.

Gambar II.15 Batu ginjal

Gambar II.16 Batu staghorn

23
b. Ureterolithiasis
Merupakan penyumbatan saluran ureter oleh batu karena
pengendapan garam urat, oksalat atau kalsium. Batu tersebut dapat
terbentuk di ginjal yang kemudian dapat turun ke ureter, sehingga apabila
tidak bisa lolos ke vesika urinaria maka akan menimbulkan kolik, bahkan
obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis. Apabila batu
radioopaq maka akan terlihat gambaran batu opaque di ureter, sedangkan
apabila radiolusen akan terlihat penyempitan ureter, sumbatan ureter,
gambaran ureter yang melebar, atau bahkan tidak adanya gambaran ureter
karena tidak adanya fungsi ginjal.

Gambar II.17 Batu ureter

c. Vesikolithiasis
Vesikolitiasis merupakan kondisi dimana terdapat batu atau material kalsifikasi
didalam buli-buli. Gangguan tersebut dapat terjadi akibat stasis urin tanpa kelainan
anatomi, striktur, infeksi ataupun adanya benda asing didalam urin. Adanya batu pada
traktus urinarius bagian atas tidak menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu buli-
buli. Vesikolitiasis bukan merupakan penyebab umum penyakit tetapi vesikolitiasis
dapat memberikan suatu kondisi tidak nyaman dan gejala spesifik. Pada umumnya
komposisi batu terdiri dari batu infeksi (struvit), ammonium asam urat dan kalsium
oksalat.Sering terjadi pada pasien dengan gangguan miksi. Dapat terjadi
karena pemakaian kateter dalam waktu lama, atau adanya benda asing

24
yang secara tidak sengaja masuk ke dalam buli-buli adalah inti dari
terbentuknya batu. Dapat pula berasal dari batu ginjal atau ureter yang
turun. Ciri khasnya adalah batu yang terbentuk dapat bertumpuk atau
berlapis.

Gambar II.18 Batu buli-buli


d. Tumor Buli
Ca buli adalah kanker yang ditandai dengan adanya total hematuriatanpa
disertai rasa nyeri dan bersifat intermiten. Pada karsinoma yang telah
mengadakan infiltratif tidak jarang menunjukkan adanya gejala iritasi dari
buli - buli seperti disuria, polakisuria, frekuensi dan urgensi dan juga biasa
dengan keluhan retensi oleh bekuan darah.

25
Gambar II.19 Tumor Buli-Buli

e. Benign Prostat Hyperplasia (BPH)


Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi
prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam
kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine dapat mengakibatkan
hidronefrosis dan hidroureter. Menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong
tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
1) Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen oleh karena ketidakseimbangan
endokrin.
2) Faktor umur / usia lanjut.
3) Unknown / tidak diketahui secara pasti.

26
Gambar II.20Benign Prostat Hyperplasia (BPH)

f. Hydronephrosis
Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ginjal dan kaliks ginjal pada
salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran
normal urine menyebabkan urine mengalir balik, sehingga tekanan diginjal
meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan
balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah
satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja
yang rusak
Hidronefrosis biasanya disebabkan oleh sumbatan pada sambungan
ureteropelvik. Selain itu, hidronefrosis juga bisa disebabkan beberapa
faktor, seperti:
1) Masuknya ureter ke dalam pelvis renalis yang terlalu tinggi
2) Adanya batu dalam pelvis renalis
3) Lilitan pada sambungan ureteropelvik yang disebabkan
bergesernya ginjal ke bawah
4) Penekanan pada ureter oleh tumor, jaringan fibrosa, arteri atau
vena yang letaknya abnormal.
5) Hidronefrosis selama kehamilan terkadang disebabkan oleh
pembesaran rahim menekan ureter. Kondisinya akan memburuk
bila terjadi perubahan hormonal karena mengurangi kontraksi

27
ureter yang normalnya mengalirkan urin ke kandung kemih.
Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun
sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar.

Gambar II.20 Hidronefrosis

Gambar II.21Grading hidronefrosis


Ada 4 grade hidronefrosis, yaitu:
☼ Hidronefrosis derajat 1. Calyces berbentuk blunting (tumpul)
☼ Hidronefrosis derajat 2. Calyces berbentuk flattening (mendatar)
☼ Hidronefrosis derajat 3. Calyces berbentuk clubbing(menonjol)

28
☼ Hidronefrosis derajat 4. Calyces berbentuk
ballooning(menggembung)

Gambar II.22 Hidronefrosis Grade I

29
Gambar II.22 Hidronefrosis Grade II

Gambar II.23Hidronefrosis Grade III

30
Gambar II.24Hidronefrosis Grade IV

C. Colon In Loop
1. Anatomi dan Fisiologi Colon
Usus besar atau colon adalah sambungan dari usus halus yang
merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter
terbentang dari caecum sampai canalis ani.Diameter usus besar lebih besar
daripada usus halus. Diameter rata-ratanya sekitar 2,5 inchi. Tetapi makin
mendekati ujungnya diameternya makin berkurang.
Usus besar dibagi menjadi caecum, appendiks vermivormis, colon
ascendens, colon transversal, colon descendens, colon sigmoideum (colon
pelvicum), rectum dan anus.
a. Caecum
Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang
menonjol ke bawah pada regio iliaca kanan, di bawah junctura

31
ileocaecalis. Appendiks vermiformis berbentuk seperti cacing dan
berasal dari sisi medial usus besar. Panjang caecum sekitar 6 cm dan
berjalan ke caudal.
b. Colon ascendens
Colon ascendens berjalan ke atas dari caecum ke permukaan
inferior lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan.
Setelah sampai ke hati, colon asenden membelok ke kiri, membentuk
fleksura coli dekstra (fleksura hepatika). Colon ascendens ini terletak
pada regio illiaca kanan dengan panjang sekitar 13 cm.
c. Colon transversum
Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis
dari fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon
transversum membentuk lengkungan seperti huruf U. Pada posisi
berdiri, bagian bawah U dapat turun sampai pelvis. Colon transversum,
waktu mencapai daerah limpa, membelok ke bawah membentuk
fleksura coli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi colon
descendens.
d. Colon descendens
Colon descendens terletak pada regio illiaca kiri dengan
panjang sekitar 25 cm. Colon descendens ini berjalan ke bawah dari
fleksura lienalis sampai pinggir pelvis membentuk fleksura
sigmoideum dan berlanjut sebagai colon sigmoideum.
e. Colon sigmoideum
Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon
sigmoideum merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon
sigmoideum bersatu dengan rectum di depan sakrum.
f. Rectum
Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
merupakan lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di
depan caecum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis.

32
Setelah itu rektum berlanjut sebagai anus dalam perineum. Menurut
Pearce (1999), rektum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus
besar, dimulai pada colon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus
yang dijaga oleh otot internal dan eksternal.

Gambar II.25 Usus besar/colon


2. Fungsi usus besar adalah :
a. Absorbsi air dan elektrolit
b. Sekresi mukus
c. Menghasilkan bakteri
d. Defekasi
3. Definisi Colon In Loop
Pemeriksaan radiografi dari usus besar (colon) dengan
menggunakan bahan kontras yang dimasukkan per anal. Pemeriksaan ini
termasuk barium enema dan memerlukan persiapan pasien.
4. Tujuan Colon In Loop
Untuk menggambarkan usus besar yang berisi media kontras,
sehingga dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang
terjadi baik pada mukosanya maupun yang terdapat pada lumen.

33
5. Indikasi dan Kontraindikasi Colon In Loop
a. Indikasi
Pemeriksaan colon in loop diperlukan pada kasus-kasus yang
secara klinis diduga terdapat kelainan pada kolon, yaitu pasien dengan:
1) Hematochezia
2) Umum: obstipasi kronis, perubahan pola defekasi.
Indikasi menurut klinis yaitu untuk mendiagnosis penyakit
pada kolon baik itu karena kongenital, infeksi, trauma, neoplasia,
maupun metabolik, yang meliputi kolitis, neoplasma benigna
(adenoma, lipoma), neoplasma maligna (karsinoma), divertikel, polip,
invaginasi, stenosis usus, ileus obstruksi letak rendah (misalnya
volvulus), atresia ani, tumor intraabdominal di luar kolon.
b. Kontraindikasi
Pemeriksaan colon in loop tidak boleh dilakukan saat:
1) Perforasi
2) Kolitis berat dimana dinding kolon menjadi sangat tipis dan
ditakutkan dapat terjadi perforasi, necrotizing enterocolitis (NEC),
dll.
3) Ileus paralitik
6. Persiapan Pemeriksaan Colon In Loop
1. Persiapan Pasien:
1) 48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
serat
2) 11 jam sebelum pemeriksaan minum garam inggris (Magnesium
Sulfat) (1 bungkus + ¼ gelas air putih)
3) 8 jam sebelum pemeriksaan, pasien disarankan tidak minum untuk
menjaga kadar cairan
4) Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
5) 30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 – 1
mg/oral untuk mengurangi pembentukan lendir

34
6) 15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan
untuk mengurangi peristaltik usus
7) Selama persiapan pasien diminta tidak banyak berbicara dan tidak
merokok supaya tidak ada gas intestinal
2. Persiapan Alat:
1) Pesawat sinar – x yang dilengkapi fluoroskopi
2) Kaset dan film sesuai kebutuhan
3) Marker
4) Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan rectal
tube
5) Sarung tangan
6) Penjepit atau klem
7) Spuit
8) Kain pembersih
9) Apron
10) Tempat mengaduk media kontras
11) Kantong barium disposable
3. Persiapan Bahan
Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan colon ini
menggunakan barium sulfat dan air sebagai pelarut, dengan
perbandingan antara barium sulfat yang digunakan adalah 1 : 8 dengan
jumlah larutan sebanyak 800 ml. Banyaknya (ml) larutan sangat
bergantung pada panjang pendeknya kolon.
4. Cara Pemeriksaan Colon in Loop
a. Metode pemasukan media kontras
1) Metode kontras tunggal
Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah
caecum. Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan
informasi yang lebih jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri
serta dibuat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian
usus dengan proyeksi antero posterior. Pasien diminta untuk buang

35
air besar, kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero
posterior.
2) Metode kontras ganda
1) Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.
Merupakan pemeriksaan Colon in Loop dengan
menggunakan media kontras berupa campuran antara BaSO4
dan udara. Barium dimasukkan kira-kira mencapai fleksura
lienalis kemudian kanula diganti dengan pompa. Udara
dipompakan dan posisi pasien diubah dari posisi miring ke kiri
menjadi miring ke kanan setelah udara sampai ke fleksura
lienalis. Tujuannya agar media kontras merata di dalam usus.
Setelah itu pasien diposisikan supine dan dibuat radiograf.
2) Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.
(1). Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke
dalam lumen colon, sampai mencapai pertengahan kolon
transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan
mengubah posisi penderita.
(2). Tahap pelapisan
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar
larutan BaSo4 mengisi mukosa colon.
(3). Tahap pengosongan
Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu
dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
(4). Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke
lumen kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan
(1800- 2000 ml) karena dapat menimbulkan kompikasi lain,
misalnya refleks vagal yang ditandai dengan wajah pucat,
pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin dan pusing.
(5). Tahap pemotretan

36
Pemotretan dilakukan bila seluruh colon telah
mengembang sempurna.

5. Proyeksi Radiograf
a. Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)
1) Posisi pasien : pasien diposisikan supine/prone di atas meja
pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat
pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus di
samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.
2) Kriteria : menunjukkan seluruh colon terlihat, termasuk fleksura
dan colon sigmoid.

37
Gambar II.27 Posisi pasien AP dan PA dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon in Loop

b. Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)


1) Posisi pasien : posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan
kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35˚- 45˚ terhadap
meja pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan
tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.

38
Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk
fiksasi.
2) Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan terlihat
sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA dan
tampak juga daerah sigmoid dan colon asenden.

Gambar II.28 Posisi pasien RAO dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop

c. Proyeksi Left Anterior Obliq (LAO)


1) Posisi pasien : pasien ditidurkan telungkup di atas meja
pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang lebih 35˚ - 45˚ terhadap
meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di
depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki kanan
ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus.
2) Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak sedikit
superposisi bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah colon
descendens tampak.

39
Gambar II.29 Posisi pasien LAO dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon in Loop

d. Proyeksi Left Posterior Obliq (LPO)


1) Posisi pasien : pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan
kurang lebih 35 - 45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri
digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus
sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.

40
Gambar II.30 Posisi pasien LPO dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon in Loop

e. Proyeksi Right Posterior Obliq (RPO)


1) Posisi pasien : posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan
kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35 - 45 terhadap
meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan
tangan kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja.
Kaki kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk
fiksasi.
2) Kriteria : menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan
colon ascendens.

41
Gambar II.31 Posisi pasien RPO dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon in Loop

f. Proyeksi Lateral
1) Posisi pasien : pasien diposisikan lateral atau tidur miring.
2) Kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid
pada pertengahan radiograf.

42
Gambar II.31 Posisi pasien Lateral dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon in Loop
g. Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD)
1) Posisi pasien : pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring
ke kiri dengan bagian abdomen belakang menempel dan sejajar
dengan kaset.
2) Kriteria : menunjukkan bagian atas sisi lateral dari colon ascendens
naik dan bagian tengah dari colon descendens saat terisi udara.

43
Gambar II.32 Posisi pasien LLD dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon in Loop

h. Proyeksi Antero Posterior Aksial


1) Posisi pasien : posisi pasien supine di atas meja
pemeriksaan.Kriteria : menunjukkan rektosigmoid di tengah film
dan sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan proyeksi
antero posterior, tampak juga kolon transversum.

44
Gambar II.32 Posisi pasien AP Aksial dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon in Loop
i. Proyeksi Postero Anterior Aksial
1) Posisi pasien : pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan
2) Kriteria : tampak rektosigmoid ditengah film, daerah rektosigmoid
terlihat lebih sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan
proyeksi PA, terlihat colon transversum dan kedua fleksura.

45
Gambar II.33 Posisi pasien PA Aksial dan hasil radiograf
pada pemeriksaan Colon In Loop

6. Gambaran Radiologi Colon In Loop Normal

Gambar II.34 Colon in Loop dengan Metode Kontras Ganda

7. Patologi
Obstruksi usus besar biasanya disebabkan oleh:
1) Lumen : impaksi fekal
2) Dinding usus :
1) Neoplastik : karsinoma
2) Inflamasi : penyakit crohn, colitis ulseratif, penyakit
divertikular

46
3) Ekstrinsik
1) Massa keganasan (pada kandung kemih atau pelvis)
2) Volvulus
3) Hernia

a. Kolitis Ulseratif
Suatu penyakit inflamasi pada usus besar, ditandai oleh
kerusakan mukosa difus yang disertai ulserasi. Reaksi inflamasi
terbatas pada mukosa dan submukosa. Keadaan autoimun tampaknya
merupakan faktor penyebab, namun etiologi pasti dari penyakit ini
tetap belum diketahui.
1) Pemeriksaan Penunjang Radiologis
Suatu film polos abdomen kadang-kadang menunjukkan
segmen yang abnormal pada usus besar, terutama jika terdapat
komplikasi megakolon toksik. Kolonoskopi lebih akurat untuk
menilai penyakit, namun evaluasi dengan barium enema tetap
banyak dilakukan.
2) Gambaran Radiologis
Kolon yang terkena, hampir selalu melibatkan rectum dan
sigmoid, memperlihatkan pengaburan batas yang pada keadaan
normalnya tampak tegas. Mukosa tampak granular disertai ulserasi
yang dangkal dan berlanjut dari rectum hingga kejauhan yang
bervariasi dari kolon proksimal, dan mungkin melibatkan seluruh
kolon (pankolitis). Hilangnya pola haustrae yang diakibatkannya
dengan perubahan fibrotik dapat menimbulkan gambaran
menyerupai tuba pada usus, disebut dengan kolon “lead pipe/pipa
timah” atau “hose pipe/pipa karet”.

47
Gambar II.35 Kolitis Ulseratif

4) Komplikasi
a) Kolon :
 Megakolon toksik : suatu film polos abdomen dapat
mendemostrasikan distensi usus yang jelas dengan batas
iregular, terutama pada kolon transversa. Barium enema
merupakan kontraindikasi jika terdapat komplikasi ini.
 Perforasi usus : baik pada penyakit yang parah maupun
sekunder akibat megakolon toksik.
 Perdarahan : sering hebat.
 Karsinoma : insidensinya meningkat terutama jika terdapat
pankolitis dan penyakit telah terjadi lebih dari 10 tahun.
 Pembentukan struktur : dapat multiple dengan tepi yang
rata.
b) Ekstrakolon :
 Sakroilitis
 Arteritis
 Uveitis
 Kolangitis sklerosa

48
b. Crohn’s Disease
Suatu penyakit inflamasi kronik di saluran cerna yang sering
relaps dan penyebabnya tidak jelas, dapat mengenai seluruh bagian
saluran pencernaan, namun yang paling sering adalah usus halus dan
kolon.
1) Pemeriksaan Penunjang dan Gambaran Radiologis
Peranan x-foto polos dalam mengevaluasi Crohn’s disease
adalah terbatas. Dua keunggulan utama x-foto polos adalah
memastikan adanya obstruksi usus dan mengevaluasi adanya
pneumoperitoneum sebelum dilakukannya pemeriksaan radiologis
lanjutan. Melalui x-foto polos dapat pula diketahui adanya
sacroiliitis atau batu ginjal oksalat yang mungkin terjadi pada
penderita Crohn’s disease.
Pemeriksaan barium enema kontras ganda bermanfaat
dalam mendiagnosis penyakit inflamasi usus dan untuk
membedakan antara Crohn’s disease dengan kolitis ulseratif,
khususnya pada tahap dini penyakit. Pada pemeriksaan kontras
ganda, Crohn’s disease tahap dini ditandai dengan adanya ulkus
aptosa yang tersebar, yang terlihat sebagai bintik-bintik barium
yang dikelilingi oleh edema yang radiolusen. Ulkus-ulkus aptosa
seringkali terpisah oleh jaringan usus yang normal dan terlihat
sebagai skip lesions.
Gambaran ini patognomonik dari Crohn’s disease.
Sebagaimana inflamasi menembus lapisan submukosa dan
muskularis, ulkus-ulkus tersebut terpisah satu sama lain oleh
edema pada dinding usus dan pada pemeriksaan dengan kontras
terlihat gambaran pola-pola “cobblestone” atau nodular, yaitu
pengisian kontras pada lekukan ulkus yang terlihat radioopaque
dikelilingi mukosa usus yang radiolusen.

49
Gambar II.36 Pemeriksaan barium enema kontras ganda pada
Crohn’s disease dengan ulkus aptosa

Gambar II.37Pemeriksaan barium enema kontras ganda pada


Crohn’s disease memperlihatkan ulserasi, inflamasi, dan
penyempitan lumen colon

Kadang-kadang terjadi inflamasi transmural yang berakibat


pengecilan diameter lumen usus dan distensinya menjadi terbatas.
Hal ini tampak sebagai “string sign”.

50
Gambar II.37 Pemeriksaan small-bowel follow-through dengan fokus pada
ileum terminalis, membentuk “cobblestone appearance”

Gambar II.38 Pemeriksaan small-bowel follow-through dengan fokus pada


ileum terminalis memperlihatkan beberapa penyempitan dan striktura,
gambaran “string sign”

c. Polip Kolon
Polip kolon merupakan lesi massa terlokalisasi yang berasal
dari mukosa kolon dan menonjol ke dalam lumen. Polip ini dapat
memiliki dasar yang luas (sesile) atau bertangkai (pedunculated) dan

51
dapat terjadi di mana saja pada kolon. Mayoritas polip merupakan
adenoma jinak, terutama yang memiliki tangkai yang kurus dan
panjang.
1) Gambaran Radiologis
Sediaan usus metikulosa diperlukan karena sisa feses dan
mukus sangat mempengaruhi diagnosis yang tepat dari lesi-lesi
kolon. Pemeriksaan dengan barium enema kontras ganda dapat
memperlihatkan polip sebagai defek pengisian pada proyeksi
daerah yang terisi barium, atau polip dapat dibatasi oleh barium
pada proyeksi bagian yang terisi udara.

Gambar II.39 Polip kolon bertangkai

52
Gambar II.39 Polip sessile

Gambar II.40 Polip sessile pada proyeksi yang berisi barium

2) Komplikasi
Keganasan harus selalu dipikirkan jika terdapat :
a) Iregularitas pada bagian dasar atau perifer
b) Lesi yang datar dengan dasar yang lebih luas dibandingkan
tingginya
c) Bertumbuh pada pemeriksaan serial
d) Ukuran polip > 10 mm
3) Terapi
Polip yang kecil dapat dipotong dan diangkat saat kolonoskopi;
perforasi dan perdarahan merupakan komplikasi yang jarang dari
prosedur ini; lesi yang lebih besar membutuhkan reseksi pembedahan
formal.
d. Karsinoma Kolon
Karsinoma kolon, biasanya suatu adenokarsinoma, merupakan
keganasan saluran pencernaan yang paling umum, dengan lesi yang lebih
besar pada daerah rektosigmoid. Faktor-faktor predisposisi meliputi
sindrom polyposis herediter, penyakit usus inflamasi kronis, riwayat

53
karsinoma kolon dalam keluarga, dan kemungkinan penyakit akibat
kebiasaan makan.
1) Pemeriksaan Penunjang Radiologis:
a) Sinar –X dada
b) Film polos abdomen
c) Barium enema atau kolonoskopi
d) Urografi intravena (IVU) jika terdapat kecurigaan adanya
keterlibatan ureter
e) Ultrasonografi untuk mengetahui metastasis ke hati
f) CT/MRI untuk menentukan staging dan pemeriksaan praoperasi

Gambar II.41 Karsinoma Colon Ascendens

54
Gambar II.42“Apple Core Appearance”
pada Kanker Rectosigmoid

2) Gambaran Radiologis
Barium enema dapat memperlihatkan polip yang bersifat ganas.
Gambaran untuk tumor lanjut adalah :
a) Karsinoma anular : secara dominan menginfiltrasi dinding usus
secara melingkar dan menyebabkan penyempitan lumen yang
ireguler, disertai deformitas bentuk “apple core”. Tepi yang
bergantungan menimbulkan defek “berbentuk bahu”.
b) Massa polipoid : menghasilkan defek pengisisan intralumen, paling
sering pada caecum.
3) Komplikasi:
a) Obstruksi : kadang-kadang merupakan gejala yang dikeluhkan
pasien. Film polos abdomen dapat melokalisasi ketinggian
obstruksi. Pada kasus yang tidak jelas, enema dengan kontras yang
larut air dapat menunjukkan obstruksi sebelum dilakukan
pembedahan.
b) Perforasi : sekunder akibat distensi usus yang disebabkan oleh
obstruksi tumor; dapat disertai peritonitis.
c) Pembentukan fistula : akibat infiltrasi keganasan dari struktur
didekatnya.

55
4) Diagnosis Banding:
a) Penyakit divertikular : biasanya pada kolon sigmoid
b) Penyakit Crohn : striktur dapat tunggal atau multiple
c) Kolitis ulseratif : striktur yang jinak atau ganas berkembang setelah
terdapat keterlibatan usus dalam waktu yang lama
d) Ekstrinsik : infiltrasi inflamasi atau neoplastic
e) Radioterapi
f) Tuberculosis
g) Iskemia
e. Penyakit Divertikular
Penyakit divertikular merupakan kelainan umum yang ditandai
oleh hipertrofi otot polos kolon yang menyebabkan terbentuknya
penonjolan menyerupai kantung diantara serat-serat otot yang menebal.
Terdapat herniasi pada mukosa dan submukosa pada tempat-tempat yang
lemah pada dinding usus. Sigmoid merupakan daerah yang paling sering
terkena (> 90%) namun dapat terbentuk diverticula dari setiap bagian
kolon. Diet rendah serat tampaknya merupakan penyebab dari keadaan ini.
1) Pemeriksaan Penunjang Radiologis:
a) Barium enema
b) Ultrasonografi, CT, dan angiografi mesentrika untuk mengetahui
komplikasi
2) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan barium enema akan memperlihatkan kantung
yang keluar seperti penonjolan bulat yang rata dari dinding usus.
Divertikular memiliki ukuran yang bervariasi, dari mulai hanya terlihat
hingga berupa kantung oval atau bulat berdiameter beberapa
sentimeter. Barium dapat menetap pada divertikular untuk beberapa
minggu karena tidak adanya mekanisme pengosongan. Kolon sigmoid
dapat sempit dan irregular, dan kadang-kadang penampakannya sangat
sulit dibedakan dari karsinoma.

56
Gambar II.43Penyakit Divertikular

3) Komplikasi:
a) Diverticulitis : proses inflamasi yang menyebabkan serangan
nyeri abdomen dan demam.
b) Abses perikolik : perforasi pada diverticulum sering
menyebabkan abses perikolik terlokalisasi. Barium enema
dapat menunjukkan jalur sinus yang berasal dari sigmoid
hingga ke abses. Ultrasonografi atau CT dapat menunjukkan
pengumpulan cairan terlokalisasi, yang dapat didrainase secara
perkutan.
c) Perforasi : perforasi bebas pada diverticulum atau abses ke
dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan peritonitis fekal.
d) Pembentukan fistula : dapat disebabkan oleh abses yang
rupture atau diverticulum yang meradang ke dalam organ
terdekat, yang paling sering adalah kandung kemih (fistula
vesikokolik), dengan pneumaturia sebagai keluhan gejala.
Fistula dapat mengarah ke vagina, ureter, usus halus, kolon,
atau kulit.
e) Perdarahan : kemungkinan akibat erosi pada arteri dinding usus
halus, sering dari diverticulum sebelah kanan.

57
f. Volvulus
1) Volvulus
Volvulus merupakan terpelintirnya segmen usus yang
kemudian menyebabkan obstruksi.
2) Torsi
Torsi menunjukkan adanya segmen yang terpuntir tanpa
disertai obstruksi.
3) Volvulus lambung
Rotasi pada lambung terjadi baik pada bidang vertical atau
organoaksial (dari pylorus sampai ke kardia).
4) Volvulus usus halus
Berbagai keadaan mesentrika dengan usus yang bergerak
memungkinkan rotasi dan puntiran yang abnormal, menyebabkan
obstruksi mekanis dengan kemungkinan terjadi gangguan vascular.
5) Volvulus caecal
Caecum terpuntir pada aksis panjangnya. Caecum yang
terdistensi dan terisi gas secara khas berubah posisi ke arah atas dan ke
kuadran atas kiri, dengan fossa iliaka kanan yang kosong. Kolon distal
yang sama sekali tidak terisi udara dan dilatasi caecal dapat
menimbulkan ancaman perforasi.

6) Volvulus sigmoid
Volvulus sigmoid terjadi ketika terdapat rotasi pada sigmoid di
sekitar aksisnya, terutama pada lingkar (loop) yang sangat panjang,
yang menyebabkan obstruksi lingkar tertutup. Obstruksi yang tidak
dibebskan dapat menyebabkan gangguan vascular, infark usus, atau
perforasi. Pasien langka dan psikistrik jangka panjang sangat rentan
terhadap keadaan ini.

58
Gambar II.45Bird’s beak

1) Gambaran Radiologis
Lingkar (loop) sigmoid dapat menjadi sangat melebar hingga
mengisi seluruh abdomen. Sigmoid terlihat sebagai U terbalik dengan
tiga garis yang tampak jelas, dua garis di dinding lateral dan sebuah
garis di bagian tengah yang dihasilkan oleh dua dinding dalam yang
ada di dekatnya, semua berkumpul ke dalam akar mesentrika usus
besar di pelvis. Barium enema menunjukkan adanya obstruksi setinggi
volvulus, dengan lumen usus yang semakin mengecil dan memberikan
gambaran “bird’s beak”.
g. Hirschsprung Disease
Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana
tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon.
Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi
dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic
Aganglionois (TCA). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan
hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional
dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon

59
yang lebih proksimal. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini
tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan
ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat
defisiensi ganglion. Gambaran radiologi nya tampak aganglion pada
area colon dengan dilatasi usus di daerah proksimal.

Gambar II.46 Hirchsprung disease

h. Myoma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-
sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma
uteri disebut juga dengan leimioma uteri atau fibromioma uteri. Mioma
ini berbentuk padat karena jaringan ikat dan otot rahimnya dominan.
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang paling umum dan
sering dialami oleh wanita. Neoplasma ini memperlihatkan gejala
klinis berdasarkan besar dan letak mioma.

60
Gambar II.47 Myoma Uteri
Intususepsi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus
masuk ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi /
strangulasi.Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian
distal (intususepien). Pada pemeriksaan radiologi Barium Enema dikerjakan untuk
tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan bila gejala – gejala klinik
meragukan, pada barium enema akan tampak gambaran cupping, coiled spring
appearance.

61
Gambar II. 48 Intususepsi

62
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Radiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang digunakan untuk melihat


tubuh manusia secara pancaran radiasi sinar x yang dipantulkan danditerima
oleh film yang ditampilkan dalam radiografi. Pada saat ini hampir semua
organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat diperiksa secara radiologi, untuk
mendapatkan informasi diagnostik lebih lanjut mengenai lesi fokal dalam
tubuh.
Media kontras yang dipergunakan untuk keperluan radiografi adalah suatu
bahan yang sangat radiopak atau radiolusen apabila berinteraksi dengan sinar
X, sehingga dapat membedakan organ dan jaringan sekitarnya. Intravena
Pyelografi (IVP) dan Colon In Loop (CIL) adalah contoh pemeriksaan yang
menggunakan media kontras. IVP merupakan suatu tipe X-ray yang
memvisualisasi ginjal dan ureter setelah injeksi intravena bahan kontras
sedangkan CIL merupakan pemeriksaan radiografi dari usus besar (colon)
dengan menggunakan bahan kontras yang dimasukkan per anal dan
pemeriksaan ini termasuk barium enema dan memerlukan persiapan pasien.

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Kathleen a. Calendra, W.Daniel J, Richard JG. Inflammatory Bowel Disease.


M.Gracey, Valerie B, editor Pediatric gastroenterology and hepatology. Edisi
ke-3. Boston: Blackwell,1993. Hlm 859-879.
2. Hyams J. Inflammatory Bowel Disease. Richard EB, Robert MK, Hal BJ,
editor. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders;
2004. Hal 1248-1255
3. William A Rowe. Inflammatory Bowel Disease. Htttp://www.emedicine.com
4. V.Alin Botoman, Gregory F. Bonner, Daniella A. Bootman. Management of
Inflammatory Bowel Disease. http//www.aafp.org/
5. Doug Knutson, Gregg G, HAnonim.IntravenousPyelogram(IVP).Diunduhdari
http:/www.radiologyinfo.org/en/photocat/gallery2.cfm?pg=ivp.
6. Rasad, Sjahriar, Radiologi Diagnostik edisi kedua, Balai penerbit FKUI,
Jakarta, 2009.
7. Bontrager,2001.,Text Book of Radiographic Positioning and Related
Anatomy,edisi ke-5,Mosby Inc,St.Louis,Amerika.
8. Lee Jr FT,Thornbury JR.The Urinary Tract.Dalam : Juhl JH,Crummy
AB,Kuhlman JE.Essentials of radiologic imaging,7th Ed.Lippincott-Raven
Publishers ;24
9. Mark,H.,Swartz., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku
Kedokteran,Jakarta. olly C. Management of Crohn Disease.
http//www.aafp.org.
10. Bontrager, 2001., Tex Book of Radiographic Positioning and Related
Anatomy, Edisi ke-5, Mosby Inc, St. Louis, Amerika.
11. Corwin, E.J., 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih Bahasa dr. Brahm U. P.,
EGC.Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
12. Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih Bahasa Dr. M.
Jauhari W., Edisi 17, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
13. Mark, H., Swarzt., 1995, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.

64
14. Pearce, E.C., 1999, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
15. Rasad, S., 1992, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
16. Snell, R.S, 1998, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Bagian ke-
2, Edisi ke-3, Alih Bahasa : Pharma (dkk), Editor : Oswari, EGC Penerbit
Buku Kedokteran, Jakarta.

65

Anda mungkin juga menyukai