Anda di halaman 1dari 26

Pendahuluan

Intususepsi terjadi jika suatu bagian saluran cerna dimasuki oleh segmen
bagian bawahnya. Intususepsi ini merupakan penyebab obstruksi intestinum yang
paling lazim pada umur antara 3 bulan sampai 6 tahun; kelainan ini jarang pada
anak sebelum umur 3 bulan dan frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insiden
bervariasi dari 1 – 4 per 1000 kelahiran hidup. Laki -Laki berbanding perempuan
adalah 4 : 1 . Beberapa intususepsi akan membaik spontan atau mengalami
autoamputasi ; jika tidak diobati, kebanyakan akan menyebabkan kematian. 1

Intususepsi pertama kali digambarkan oleh Paul Barbette di Amsterdam


pada tahun 1674. Jonathan Hutchinson melaporkan operasi pertama intususepsi
yang berjalan sukses terhadap anak usia 2 tahun pada tahun 1873. Literatur lain
menyebutkan Wilson merupakan yang pertama sukses dalam melakukan terapi
pembedahan intususepsi pada tahun 1831. Di tahun 1876, Harald Hirschprung
menggambarkan pendekatan sistematik dengan reduksi hidrostatik. Di Amerika
Serikat, Ravitch mempopulerkan penggunaan reduksi barium enema untuk
mengatasi intususepsi.1

Estimasi insidensi akurat dari intususepsi tidak tersedia untuk sebagian


besar negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Irish (2011)
menyebutkan insiden intususepsi adalah 1,5-4 kasus per 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan usia, intususepsi paling banyak dialami oleh anak usia kurang dari 1
tahun dengan puncak usia 4-8 bulan. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling
banyak mengalami intususepsi dengan rasio yang berbeda di masing-masing
wilayah dimana rasio laki-laki dan perempuan untuk wilayah Asia adalah 9:1.
Berdasarkan keterkaitan kejadian intususepsi dengan musim, didapatkan hasil
penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia. Intususepsi
dilaporkan sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi,
musim panas, dan pertengahan musim dingin. Berdasarkan penelitian epidemiologi

1
intususepsi di Singapura tahun 1997-2004, insidensi intususepsi mengalami
penurunan dan tidak terkait dengan musim. 1

± 65% kasus intususepsi timbul pada bayi berusia kurang dari 1 tahun
dengan insiden puncak antara bulan kelima dan kesembilan kehidupan. Walaupun
keadaan ini bisa timbul pasca bedah, yang hanya melibatkan usus halus dalam 86%
demikian, atau bisa timbul pada anak yang lebih besar dengan lesi seperti polip atau
divertikulum meckel sebagai titik pembawanya. Biasanya intususepsi yang terjadi
pada bayi, tidak diketahui sebab pastinya. Pada anak di bawah usia 4 tahun , 95%
invaginasi dimulai pada atau dekat katup ileosekalis. 2

Penyebab kebanyakan intususepsi belum diketahui. Insidens musiman


memuncak pada musim semi dan musim gugur. Korelasi dengan infeksi adenovirus
telah dilaporkan , dan keadaan ini dapat mempersulit gastroenteritis. Disebutkan
bahwa plak Peyer yang membengkak di ileum dapat merangsang peristaltik usus
sebagai upaya untuk mengeluarkan massa tersebut ; sehingga menyebabkan
intususepsi. Pada umur puncak insidens keadaan ini, saluran cerna juga dimasuki
macam – macam makanan baru. Pada sekitar 5 – 10% penderita, dapat dikenali hal
– hal pendorong untuk terjadinya intususepsinya, seperti apendiks yang terbalik,
divertikulum Meckelli, polip usus, duplikasi, atau limfosarkoma. Jarang, keadaan
tersebut menjadi penyulit purpura Henoch – Schonlein, dengan hematoma
intramural yang berperan sebagai puncak intususepsi. Jarang, intususepsi terjadi
pascabedah dan juga selalu ileoileal. Intususepsi terjadi pada penderita kistik
fibrosis yang mengalami dehidrasi. Lesi luar biasa antara lain tumor metastase,
hemangioma, benda asing, infeksi parasit, dan tinja membantu (fecalith) ; mereka
dapat terjadi setelah kemoterapi kanker. Titik – titik pendorong lebih sering pada
penderita yang amat muda dan penderita yang tua. 2

Dibandingkan dengan reduksi terbuka intususepsi pada anak-anak, reduksi


laparoskopi dikaitkan dengan waktu yang lebih pendek dalam operasi, waktu yang
lebih singkat untuk pemberian nutrisi yang penuh, kurang perlu untuk narkotika
intravena, dan pelepasan dari rumah sakit yang cepat. Dalam review retrospektif,
yang termasuk 65 pasien yang diobati dengan laparoskopi dan 27 pasien yang

2
diobati dengan eksplorasi laparotomi selama periode 10-tahun, jumlah komplikasi
adalah serupa antara prosedur terbuka dan laparoskopi. (Dua puluh satu pasien yang
menjalani operasi laparoskopi diperlukan konversi ke prosedur terbuka. 2

Walaupun keadaan ini bisa timbul pasca bedah, yang hanya melibatkan usus
halus dalam 86% demikian, atau bisa timbul pada anak yang lebih besar dengan lesi
seperti polip atau divertikulum meckel sebagai titik pembawanya. Biasanya
intususepsi yang terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab pastinya. Pada anak di
bawah usia 4 tahun , 95% invaginasi dimulai pada atau dekat katup ileosekalis, 2

Dengan diagnosis dini, resusitasi cairan yang tepat, dan terapi, angka
kematian dari intususepsi pada anak-anak kurang dari 1%. Jika tidak diobati,
namun, kondisi ini adalah seragam fatal dalam 2-5 hari. 2

Definisi dan Klasifikasi

a.Definisi

Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus proksimal


berinvaginasi kedalam segmen distal serta kemudian di dorong ke distal oleh
peristaltik usus. Bagian yang masuk disebut sebagai intussuseptum dan bagian yang
menerima dikenali sebagai intussusepiens. 3

Gambar 1 : Anatomi

3
b.Klasifikasi
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :

1. Enterik : usus halus ke usus halus


2. Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum
dan menarik ileum di belakangnya . Valvula tersebut merupakan apex
dari intususepsi .
3. Kolokolika : kolon ke kolon
4. Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosaekalis ke kolon 3

Gambar 2 : Klasifikasi intususepsi

Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi


mengenai valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan
insidensi untuk masing – masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay
memberikan gambaran : 39% ileosekal , 31,5% ileokolika, 6,7 % enterik,
4,7 % kolokolika dan sisanya adalah bentuk – bentuk yang jarang dan tidak
khas.3

4
Epidemiologi
Di Netherland dan Jerman, ditemukan angka kejadian intusepsi di
bagian bedah anak 1.2–1.4% dari keseluruhan pasien ( usia populasinya
tidak di spesifikasi ). Di Australia , New Zealand dan Amerika Serikat ,
insiden intusepsi tidak berbeda jauh dari yang di temukan di Eropa 0.50 –
2.30 kasus per 1000 kelahiran hidup. Di china, insidensi yang dilaporkan
adalah 0.77 kasus per 1000 kelahiran hidup; dari Kuwait 0.50 kasus per
1000 kelahiran hidup. Amerika serikat memiliki angka insidens terendah ,
yaitu 0.24 kasus per 1000 anak > 1 tahun. Di Venezuela terdapat 0.33 kasus
per 1000 anak > 2 tahun . 4
Ada perbedaan yang mencolok pada etiologi invaginasi, antara anak
– anak dan dewasa. Pada anak – anak penyebab atau etiologi terbanyak
adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan. Penyebab
terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional
berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti – diare juga
berperan pada timbulnya invaginasi sedangkan pada dewasa penyebab
terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik
jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead pointnya dapat
ditemukan. Keadaan patologik ini terjadi pada lumen usus, yaitu suatu
neoplasma baik yang bersifat jinak dan ganas, seperti apa yang pernah
dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon. Ataupun
akibat hyperplasia kelenjar limfe usus halus ( Peyer’s patches / Kelenjar
limfe mesenterika ). Di Eropa , pembengkakan kelenjar limfe mesenterika
ditemukan 19–50% pada pasien yang di operasi atau di investigasi dengan
USG. Invaginasi yang terbanyak pada usus halus adalah neoplasma yang
bersifat jinak ( diverticle meckel’s, polip ). Etiologi lainnya yang
frekuensinya lebih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma,
diaarhea, riwayat pembedahan abdomen sebelumya, inflamasi pada
appendiks, dan trauma tumpul abdomen. 4

5
Gejala Klinis

Gejala klinis yang menonjol dari intususepsi adalah gejala yang terdiri dari:

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul.

2. Muntah: Awalnya, muntah nonbilious dan refleksif, tapi ketika terjadi


obstruksi usus, muntah menjadi empedu.
3. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan
atas, kanan bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.

4. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly
stool.

5. Kelesuan: Hal ini dapat merupakan gejala tunggal intususepsi, yang


membuat diagnosis kondisi yang menantang 5

Nyeri perut merupakan gejala yang paling khas dan hampir selalu ada.
Dengan adanya serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan
mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama sekali . Diantara satu
serangan dengan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama
sekali bebas dari gejala. 5

Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah
muntah. Awalnya, muntah nonbilious dan refleksif, tapi ketika terjadi
obstruksi usus, muntah menjadi bilious. Setiap anak dengan muntah bilious
diasumsikan memiliki kondisi yang harus diperlakukan pembedahan
sampai terbukti sebaliknya. Beratnya gejala muntah tergantung pada letak
usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala
muntah. 5

Penonjolan massa deperti sosis di regio hipokondrium kanan dan


kekosongan di kuadran kanan bawah (tanda Dance). Massa ini sulit untuk

6
di deteksi dan sebaiknya diraba di antara spasm kolik, yaitu bila bayi tenang.
Distensi perut sering ditemukan jika obstruksi penuh. 5

Setelah 12 – 24 jam timbul defekasi yang disertai lendir dan darah


melalui rektum. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darah
dari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah
khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan. Pada
kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%,
muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa
abdomen pada 73% kasus . 5,6

Kelesuan adalah gejala yang relatif umum dengan intususepsi. Alasan


kelesuan terjadi tidak diketahui, karena kelesuan belum dijelaskan dan
dikaitkan dengan bentuk-bentuk obstruksi usus. Kelesuan dapat merupakan
gejala tunggal, yang membuatkan sulit untuk menegakkan diagnosis .
Pasien yang ditemukan memiliki proses usus yang lambat, setelah inisiasi
hasil pemeriksaan septik. 5

Pada kasus intususepsi kronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak
jelas dan membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini
terutama terdiri dari serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai
muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada banyak kasus ditemukan
pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang-kadang ini
juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan
adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat diraba pada
kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan. 6

7
Etiologi

Etiologi dari intususepsi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal(13).

1. Idiopatik

Menurut kepustakaan, 90-95 % intususepsi pada anak di bawah


umur satu tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga
digolongkan sebagai “infantile idiophatic intussusceptions”. Kepustakaan
lain menyebutkan di Asia, etiologi idiopatik dari intususepsi berkisar antara
42-100%.7

Definisi dari intususepsi ‘idiopatik’ bervariasi di antara penelitian


terkait intususepsi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah ‘idiopatik’
untuk menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari
usus yang diketahui dapat menyebabkan intususepsi seperti diverticulum
meckel atau polip yang dapat diidentifikasi saat pembedahan. 7

Intususepsi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu


teori untuk menjelaskan kemungkinan etiologi intususepsi idiopatik adalah
bahwa hal itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini
berasal dari 3 pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi
tertinggi dari kelenjar getah bening di mesenterium, dan (3) pembesaran
kelenjar getah bening sering dijumpai pada pasien yang memerlukan
operasi. Apakah Peyer patch yang membesar adalah reaksi terhadap
7
intususepsi atau sebagai penyebab intususepsi, masih tidak jelas.

2. Kausal

Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat
itu terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian

8
makanan ini dicurigai sebagai penyebab terjadi intususepsi. Intususepsi
kadang-kadang terjadi setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai
akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut yang dijumpai pada
bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya,
dimana pengamatan 30 kasus intususepsi bayi ditemukan virus ini dalam
feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati
peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita intususepsi. 7

Pada penderita intususepsi yang lebih besar (lebih dua tahun),


adanya kelainan usus dapat menjadi penyebab intususepsi seperti : inverted
Meckel’s diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus(13).
Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip
seperti peutz-jeghers syndrom, dan duplikasi intestinal. Lead point lain
diantaranya lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-
Schönleinpurpura, trichobezoars dengan Rapunzelsyndrome, caseating gra
nulomas yang berhubungan dengan tuberkulosis abdominal). 7

Penyakit Intususepsi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang


biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat
gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama,
diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal. 7

Patogenesis

Intsusepsi akan menimbulkan gangguan pasase usus ( obstruksi )


baik partial maupun total dan stranggulasi .Proses terjadinya intususepsi
dimulai dengan infeksi virus adeno sehingga terjadi pembengkakan bercak
jaringan limfoid menyebabkan hiperperistaltik usus bagian proksimal yang
lebih mobil menyebabakan usus masuk ke dalam lumen usus distal
kemudian berkontraksi terjadi edema mengakibatkan terjadinya perlekatan
yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi intususepsi dan
menimbulkan beberapa gejala – gejala klinis.8

9
Infeksi virus adeno

Pembengkakan bercak jaringan limfoid

Peristaltik usus meningkat

Usus berinvaginasi ke dalam usus distal

Edema & Perdarahan mukosa Peregangan usus

Obstruksi usus Pemajanan reseptor nyeri

Akumulasi gas & cairan di dalam lumen

sebelah proksimal dari letak obstruksi Nyeri

Distensi

Muntah Kehilangan cairan & elektronik

Volume ECF menurun

Syok hipovolemik

Gambar 3 : Alur Patogenesis Intususepsi

10
Patogenesis dari intususepsi juga diyakini akibat sekunder dari
ketidakseimbangan pada dorongan longitudinal sepanjang dinding
intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan oleh adanya massa yang
bertindak sebagai pencetus atau oleh pola yang tidak teratur dari peristalsis
(contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan
berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal
yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa
penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada
usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub
ileocaecal dan mempredisposisi intususepsi ileocaecal. Penelitian lain telah
mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu
dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal
dengan intususepsi.8

Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus


terinvaginasi ke dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area
proximal dari intestinal, dan mengakibatkan intususeptum berproses
sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi obstruksi sistem
limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana
ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai
mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi
yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus. 8

Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit


mengakibatkan gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem,
hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari
terjadinya salah satu manifestasi klinis intususepsi yaitu BAB darah lendir
yang disebut juga red currant jelly stool. 8

11
Pemeriksaan Fisik :

a. Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.


b. Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan (
Sousage Like Sign )
c. Nyeri tekan (+)
d. Dancen sign (+)  Sensasi kekosongan padakuadran kanan bawah karena
masuknya sekum pada kolon ascenden
e. RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina
akibat invaginasi usus yang lama. 10

Pada pemeriksaan fisik, pasien biasanya kelihatan sehat dan cukup


makan. Intususepsi jarang berlaku pada anak-anak yang kekurangan gizi.
Pada anak ditemukan memiliki periode kelesuan bergantian dengan
tangisan yang kuat, dan siklus ini berulang setiap 15-30 menit. Bayi bisa
pucat, yg mengeluarkan keringat, dan hipotensi jika syok telah terjadi. 10

Hallmark penemuan fisik pada kelainan intususepsi adalah


penonjolan massa deperti sosis di regio hipokondrium kanan dan
kekosongan di kuadran kanan bawah (tanda Dance). Massa ini sulit untuk
di deteksi dan sebaiknya diraba di antara spasm kolik, yaitu bila bayi tenang.
Distensi perut sering ditemukan jika obstruksi penuh.10

Jika gangren usus dan infark terjadi, peritonitis dapat disarankan


berdasarkan kekakuan. Pada awal proses penyakit, darah dalam tinja adalah
tanda pertama dari gangguan suplai darah ke mukosa usus. Kemudian,
frank hematochezia dan tanda jelly stool yang klasik muncul. Demam dan
leukositosis adalah tanda-tanda akhir dan dapat menunjukkan gangren
transmural dan infark. 10

12
Pasien dengan intususepsi sering tidak memiliki tanda-tanda dan
gejala klasik, yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam penegakkan
diagnosis dan menyebabkan komplikasi penyakit yang lebih parah.
Mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi untuk intususepsi adalah
penting ketika mengevaluasi anak muda dari 5 tahun yang datang dengan
nyeri perut atau ketika mengevaluasi anak dengan HSP atau diskrasia
hematologi. 10

Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis


intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan
abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan
atau peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3). 10

2). Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen dapat menunjukkan padatan di daerah intususepsi .


Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke
kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan
gambaran air fluid level. Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi. 9,10

13
Gambar 4 : Foto Polos Abdomen pada penderita Intususepsi

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki


akurasi diagnostik 45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga
penggunaannya tidak diindikasikan jika ada fasilitas USG. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam Radiographic
Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan
posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis
atau menyingkirkan intususepsi. 10

Gambar 5 : Foto Polos Abdomen posisi left side down decubitus

14
b). Barium enema

Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan


bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak
gambaran cupping, coiled spring defek pengisian atau bentuk seperti
mangkuk di ujung barium , karena alirannya tersumbat oleh intususepsi
appearance. 10

Gambar 5 : Foto menggunakan barium enema

c). Ultrasonografi Abdomen

Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk


‘target’ atau ‘donat’ yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang
dipisahkan oleh cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut
dan ketebalan tepi lebih dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm
menunjukkan perlunya intervensi pembedahan. Pada tampilan logitudinal
tampak pseudokidney sign yang timbul sebagai tumpukan lapisan hipoekoik
dan hiperekoik. 10

Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan


untuk membantu mendiferensiasikan tipe dari intususepsi. Park et al (2007)

15
melaporkan bahwa intususepsi transien dari usus kecil lebih sering
terlokalisir pada kuadran kanan bawah atau region periumbilikal, memiliki
diameter anteroposterior yang lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki
garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs 0,53 cm), dan tidak memiliki nodus
limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan intususepsi ileocolic. 10

Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini,


dengan diameter anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi
ileoileal dan 3,7 cm pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-ratanya
berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm secara respektif. 10

Gambar 6 : Ultrasonografi Abdomen pada penderita Intususepsi

d). CT Scan

Intususepsi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran


klasik seperti pada USG yaitu target sign. Intususepsi temporer dari usus
halus dapat terlihat pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus
ini secara klinis tidak signifikan. 10

16
Gambar 7: CT Scan pada penderita Intususepsi

Diagnosis

Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang
yang ditandai dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri
disebabkan oleh iskemi segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama
kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi strangulasi yang
ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak
seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai
pada + 40%, darah makroskopis pada tinja dijumpai pada + 40% dan
pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus pada + 20% kasus.
Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran
pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala
paling awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya
mendapatkan intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut.
Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk
diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu
spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya
invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi
atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu timbulnya invaginasi sulit
ditentukan. 1,5,6

17
Muntah reflektif menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala
ini dijumpai pada ± 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering
dijumpai sebagai gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah
reflektif terjadi tanpa penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan
minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu
pertanda ada refluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah
anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu
gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada
90%. Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia . Dance’s Sign dan
Sousage Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis
pada tinja serta tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi
perforasi. Dance’s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus,
tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba
seperti batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal.
Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini
disebut sebagai Dance’s Sign.

Pemeriksaan colok dubur teraba seperti portio uteri, feces


bercampur lendir dan darah pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang
patognomonik. Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda
obstruksi dan masa di kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan
kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi
dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan
pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan
kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi
stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik. 1,5,6

Penatalaksanaan
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi,
penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah

18
komplikasi yang lebih lanjut. Selang lambung (Nasogastric tube) harus
dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi abdomen
sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan
yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan
pemasangan selang catheter untuk memantau ouput dari cairan.
Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat dilakukan. 7

Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk


diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak
pusat kesehatan. Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini
harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa panduan. Salah satunya
adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi ataupun
gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya,
semakin besar kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut. 7

Dasar pengobatan adalah :

1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.


2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang
nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi. 7

Keberhasilan penatalaksaaan intususepsi ditentukan oleh cepatnya


pertolongan diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan
pertama, maka akan memberikan prognosa yang lebih baik. 7

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan


anak sejak dahulu mencakup dua tindakan :

19
Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus
menggunakan kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali
keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang
keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976. 7

Reduksi manual (milking) dan reseksi usus


Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu,
angka lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah
lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan
sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera
dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal
interspina merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan
selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual
dengan milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung
kepada ketrampilan dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan
apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila
viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai
penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose “end to
end” apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan
exteriorisasi atau enterostomi. 7

Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan.


Diagnosis pada saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang
mengenai kolon sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu
keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan
reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari
usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan
kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan
reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik,
tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975

20
cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada
keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan. 7

1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti
penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum
seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit, 7

2.Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi,
karena kausa terbanyak intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan
neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose
segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu
neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas. 7

Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen
usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm
dari lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya
tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada
kasus retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat
dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang
kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada
pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya
sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose . 7

21
3. Pasca Operasi

 Hindari Dehidrasi
 Pertahankan stabilitas elektrolit
 Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
 Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas
usus. 7

Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya
adalah besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan
reseksi. Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba
dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema,
reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90).
Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya
dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari
/ memperkecil timbulnya short bowel syndrom.

Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:


1. Adanya reseksi usus yang etensif
2. Diaarhea
3. Steatorhe
4. Malnutrisi

Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan
gangguan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2
meter atau kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1
meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat.

22
Prognosis

Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat


fatal; kesempatan sembuh terkait langsung dengan lamanya intususepsi
sebelum reduksi . Kebanyakan bayi sembuh jika intususepsi direduksi
dalam 24 jam pertama, tetapi angka mortalitas meningkat dengan cepat
setelah waktu ini , terutama setelah hari kedua. Reduksi spontan selama
persiapan untuk operasi tidak jarang terjadi.

Angka kesembuhan pascareduksi intususepsi dengan enema barium


adalah sekitar 10% dan dengan reduksi bedah sekitar 2 - 5 % ; tidak pernah
terjadi setelah dilakukan reaksi bedah . Tidak mungkin intususepsi , yang
disebabkan oleh suatu lesi seperti limfosarkoma , polip atau divertikulum
Meckelli, akan berhasil direduksi dengan enema barium . Dengan terapi
bedah yang adekuat, reduksi dengan operasi sangat mengurangi angka
mortalitas pasa kasus dini. 1

Diagnosis Banding

1. Gastroenteritis, bila diikuti dengan intususepsi dapat ditandai jika


dijumpai perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.

2. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa


nyeri.

3. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta


adanya obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut,
tenesmus dan demam.

4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.

5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi


berulang kali dan pada colok dubur didapati hubungan antara

23
mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada intususepsi didapati
adanya celah. 11

24
KEPUSTAKAAN

1. Nelsson. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2000. Hal


1319 – 1321

2. Hanz-Iko Huppertz Prof. Dr , Montse Soriano-Gabarro MD, MSc ,


Elisabetta Franco Prof , Urlich Desselberger MD, Judith Wolleswinkel-van
den Bosch PhD , Carlo Giaquinto MD ,et all. Intussusception Among Young
Children in Europe. The Pediatric Infectious Disease Journal , 2006 January
25 (1) 22-27.
3. Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques.
Townsend CM & Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.

4. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al.
The epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to
2004. Ann Acad Med Singapore 2006;35:674-9.

5. Fallan ME. Intussusception in Pediatric Surgery, Ashcraft KW, Holder TM


(eds). 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 2005.

6. Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographer’s perspective.


JDMS 19:231-238. Jul-Aug. 2003.

7. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children:


Incidence, Clinical Presentation and Management: A Global Perspective.
Geneva, Switzerland: World Health Organization, 2002.

8. Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of


delayed presentation. Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8

9. Gabriel Conder , John Rendre, et all. Abdominal Radiology –


Intussusception , Cambrige University Press

25
10. Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang, Kan JH. Radiographic evaluation of
intussusception: utility of left side down decubitus view. RSNA 2008;248:3.

11. [Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan 13
[disitasi tanggal 2013 Des 25]; dapat diakses pada :
URL: http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#showall

26

Anda mungkin juga menyukai