Disusun Oleh:
Siti Latifah, S. Kep
P1905035
Disusun oleh:
Siti Latifah, S. Kep
P1905035
Telah Disahkan :
Hari :
Tanggal
A. PENGERTIAN
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus
masuk ke dalam segmen lainnya yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi.
Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal
(intususepien) (Wong, 2010).
Invaginasi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan
merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, invaginasi adalah masuknya
segmen usus proksimal kerongga lumen usus yang lebih distal sehingga
menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Definisi lain Invaginasi
atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment
usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian proksimal yang
mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal (intussucipient),
tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd Paling sering
masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan
intususipien yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain.
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai
kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli,
Polyp, Hemangioma. Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor
yang menyebabkannya. Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah 3 : 2,
pada orang tua sangat jarang dijumpai. Daerah yang secara anatomis paling mudah
mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk
dengan mudah ke dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan
obstruksi usus baik partiil maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah
ileosekal, dan lebih jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-
anak. Pada kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang
jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum (Betz, 2015)
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak
ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70%
kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering
dijumpai pada ileosekal. Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta
tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci.
Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak-
anak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan
sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen
oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead
poinnya dapat ditemukan.
B. ANATOMI FISIOLOGIS
Usus Halus
Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Panjang
duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah
yejunum. Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia dewasa
adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan jejunum adalah ligamentum treits ( Price
& Wilson, 2016)
C. KLASIFIKASI
Invaginasi dibedakan dalam 4 tipe :
1. Enterik adalah usus halus ke usus halus
2. Ileosekal adalah valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan
menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari
intususepsi.
3. Kolokolika adalah kolon ke kolon.
4. Ileokoloika adalah ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan 5%
kasus obstruksi usus disebabkan karena invaginasi. Biasanya terdapat tumor pada
apex intussuception, pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus
besar. Tumor usus halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian proksimal
dan terminal ileum. Distal yejunum dan proksimal ileum relatif jarang (Leaper 89)
dan terbanyak di temukan di terminal ileum. Tumor usus halus merupakan 1-5%
tumor di dalam saluran pencernaan makanan, hanya 10 % yang akan menimbulkan
gejala-gejala antara lain perdarahan, penyumbatan atau invaginasi. Perbandingan
tumor jinak dan tumor ganas adalah 10 : 1. Tumor jinak usus halus biasanya
adenoma, leyomiomalipoma, hemangioma, ployposis. Sedangkan tumor ganas
biasanya carcinoma, carcinoid tumor, sarcoma, tumor metastase (Betz, 2015).
D. ETIOLOGI
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik
obstruksi paralitik.
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. Sebab didalam lumen usus
2. Sebab pada dinding usus
3. Sebab diluar dinding usus
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus
halus letak rendah dan obstruksi usus besar.
Berdasarkan waktunya dibagi :
1. Acut intestinal obstruksi
2. Cronik intestinal obstruksi
3. Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di
usus besar.
Etiologi obstruksi usus halus menurut Price & Wilson, (2016) adalah :
1. Hernia 6. batu empedu
2. Neoplasma 7. imflamasi
3. Intussusception 8. strictura
4. volvulus 9. cystic fibrosis
5. benda asing 10. hematoma
Menurut Wong. (2010), 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat
idiopatik. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal
berupa hipertrophi jaringan limfoid akibat infeksi virus (limfadenitis) yang mengkuti
suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini menimbulkan
pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena à
obstruksi intestinal perdarahan. Penebalan ini merupakan titik permulaan invaginasi.
Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip,
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik
pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair
ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab invaginasi
Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang
jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic
intususeption.
Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada
usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada
orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi, seta tidak banyak tulisan yang
membahas tentang invaginasi pada orangtua secar rinci (Betz, 2015)
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat
tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga
berperan pada timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran
pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu
penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian
bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 – 9 bulan,
hampir 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari
wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi menjadi
suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh
darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal
mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih
dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul
perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai
suatu agar-agar jeli darah.
Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya
insidensi disentri dan amubiasis. Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias
invaginasi. Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan
ditemukan pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan
sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah
pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa
usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen
usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan sepsis.
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen
usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang
pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak
intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak, 12/25 kasus
sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi
lainnya yang frequensiny labih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma,
diarea , riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga
pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan
karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan
idiopatik .
Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang
terjadi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira
95% kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab
organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna.
Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan
terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya
mengenai kolon saja (Price & Wilson, 2016).
E. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang, menurut angka
yang pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen
dan 3% dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus
obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan
angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan
umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah
dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien
ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan .
Desai pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum,
14% lead pointnya pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.
Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun.
Insidensi tertinggi dari inttususepsi terdapat pada usia dibawah 2 tahun, 69% dari
1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang dari 1 tahun. (Price & Wilson,
2016).
F. PATOFISIOLOGI
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa
pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu
bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau
kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral
keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan
khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca
gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya
akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran
darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada
intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan
dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan
dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan
menimbulkan perembesan lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng
usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren
dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari
intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen
tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi
(Wong, 2010).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil
maupun total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil
menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang
menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi
perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi
G. PATHWAY
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.
2. Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
3. Nyeri tekan (+)
4. Dancen sign (+) Sensai kekosongan pada kuadran kanan bawah karena
masuknya sekum pada kolon ascenden
5. RT : pseudoportio (+), lender darah (+) sensasi seperti portio vagina akibat
invaginasi usus yang lama
Radiologis :
1. Foto abdomen 3 posisi
a. Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus)
b. Colon In loop berfungsi sebagai :
1) Terapi Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda
obstruksi dan kejadian < 24 jam
2) Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus
barium keluar bersama feses dan udara.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di
kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG
membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada
potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal
invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan
dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
Gejala Invaginasi :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping
pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) à
currant jelly stool
Obstruksi usus ada 2 :
1. Mekanis usus tertutup
2. Fungsional usus terbuka akibat peristaltik hilang
I. PENATALAKSAAN MEDIS
Dasar pengobatan adalah :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
memberikan prognosa yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak
dahulu mencakup dua tindakan :
1. Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan
oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun
1976.
2. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka
lekosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang
ditandai dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang
berat sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk
suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan
standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi
tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking
harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan
dan pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang
tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus
direseksi dilakukan anastomose “end to end” apabila hal ini memungkinkan,
bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada
saat pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon
sangat besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena
itu ahli bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah
melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan
usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami
nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan. Pada
kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi.
Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan
mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
a. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti
penangan pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan
umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit
elektrolit
b. Intra Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi,
karena kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan
neoplasma maka tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose
segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya, baik itu
neoplasma yang bersifat jinak maupun yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1) Ruptur dinding usus selama manipulasi
2) Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3) Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4) Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5) Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi – tepi segmen usus
yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari
lesi, kemudian dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead
pointnya tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu
juga pada kasus retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan
reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada usus
halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan
juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen
sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose .
c. Pasca Operasi
1) Hindari Dehidrasi
2) Pertahankan stabilitas elektrolit
3) Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
4) Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu
motilitas usus
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan pada system pencernaan : invagasi (NANDA, 2018-
2020)
A. Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik secara rutin
1. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga
tentang gejala.
2. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi
3. Observasi perilaku anak
4. Observasi adanya manifestai intususepsi:
a. Nyeri abdomen akut tiba-tiba
b. Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
c. Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode
nyeri
d. Muntah
e. Letargi
f. Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan
mucus )
g. Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
h. Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
i. Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas
j. Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
k. Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis
5. Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis:
a. diare
b. anoreksia
c. penurunan berat badan
d. muntah (kadang-kadang )
e. nyeri periodic
f. nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar )
B. Diagnosa Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
C. Intervensi Post Operasi
Diagnosa NOC NIC DAN RASIONSL
Nyeri Tujuan : Pasien tidak mengalami Menejemen Nyeri
berhubungan nyeri, antara lain penurunan nyeri 1. Kaji nyeri secara komprehensif
dengan prosedur pada tingkat yang dapat diterima (lokasi, durasi, frekuensi,
invasif. anak Kriteria hasil : intensitas nyeri).
1. Anak tidak menunjukkan Rasional: membantu
tanda-tanda nyeri mendiagnosa etiologi perdarahan
2. Nyeri menurun sampai tingkat dan terjadinya komlikasi.
yang dapat diterima anak 2. Berikan analgesia sesuai
3. Skala : ketentuan.
Ekstream Rasional: memudahkan istirahat
Berat dan menurunkan rasa sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2016. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisike-3. Jakarta : EGC
Dongoes, Merillynn. 2012. Nursing care plans. Guidelines for planing and
documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati.
Jakarta. EGC
Prince A Sylvia & Wilson. 2015. Patofisiology Clinical Concept. Jakarta. Peter
Anugrah EGC
Suriadi & Rita Yuliani. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 3. Jakarta. EGC
Wong D. L., Huckenberry M.J. 2010. Wong’s Nursing care of infants and children.
Mosby Company, St Louis Missouri
Wong D. Dan Whalley. 2010. Clinical Manual Of Pediatric Nursing. 4th edition.
Lippincott: Philadelphia