Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

BLOK 12
PENILAIAN STATUS GIZI

Pembimbing Praktikum :
dr. Syarif Husin

Disusun Oleh :
Nama : M. Ath Thaariq Prasetiyo

NIM : 04101401077

PDU Non Reguler 2010

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2012
Tuan A 45th, TB: 160 cm, BB: 42kg, datang dengan keluhan batuk darah disertai sesak
nafas. RR: 30x/menit.Melalui pemeriksaan Tuan A didiagnosis Tuberkulosis Aktif dan
dirawat bedrest di RS.

Pertanyaan :

1. Tentukan status gizinya ?


2. Tentukan status metaboliknya?
3. Tentukan kebutuhan kalorinya ?
4. Berapa proporsi makronutrient dan mikronutrient nya?
5. Bentuk makanan yang bisa diberikan pada pasien?
6. Edukasi apa yang perlu dilakukan?

Tujuan Penatalaksanaan :

Mengendalikan anoreksia
Memperbaiki fungsi paru
Mengendalikan penurunan Berat Badan

Subjektif :

Anamnesis : identitas pasien, riwayat penyakit umum :

Faktor resiko : perokok? Infeksi?


Keluhan : lemah, sesak nafas
Riwayat gizi

Objektif

Pemeriksaan fisik : keadaan umum, lemah, sesak nafas


Antropometri : BB, TB
Laboratorium : sesuaikan dengan faktor resiko (darah rutin, analisis gas darah)
Pemeriksaan fungsional : tes fungsi paru, tes fungsional kekuatan otot
Analisis asupan : dietary history
Pemeriksaan penunjang : foto radiologis

Assessment

Status gizi
Status metabolik

Planning

Penatalaksanaan terapi nutrisi

a. Komposisi nutrisi
Cairan sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan (25-40 mL/kgBB/hari)
Energi : KET = KEB + FS + AF
KET : Kebutuhan Energi Total
KEB : Kebutuhan Energi Basal
FS : Faktor Stress
AF : Aktivitas Fisik

Makronutrien
Karbohidrat : 35-50% dari total kalori
Protein : 15-20% dari total kalori
Lemak : 30-40% dari total kalori
Pada pemberian IV, glukosa maksimal 4-5mg/kgBB/menit

Mikronutrien : Vitamin B1, B6, B12, Vit.C, Vit.A, Fe


b. Metode pemberian nutrisi (Parenteral oral enteral)
c. Bentuk nutrisi : oral (makanan lunak)

Monitoring dan evaluasi

Monitoring : jika asupan tidak adekuat, modifikasi komposisi nutrient dan bentuk makanan

Evaluasi:

Penilaian keadaan umum : fisik, lemah, sesak nafas


Analisis asupan : pola makan, recall 24 jam
Penilaian status gizi
Penilaian status gastroinstestinal : analisis gas darah, pada penderita intoleransi
glukosa monitor glukosa darah

Edukasi :

Bentuk makanan lunak


Porsi kecil dan sering
Istirahat sesudah makan
Motivasi penderita mengkonsumsi makanan sesuai anjuran

1. Status Gizi
Pengertian : keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah
asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh
untuk berbagai fungsi biologis : pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas,
pemeliharaan kesehatan, dan lain-lain.

Indikator status gizi :


Tanda-tanda yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan keseimbangan
antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh : contoh : pertumbuhan fisik
ukuran tubuh antropometri (berat badan, tinggi badan, dan lainnya)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (kg)
dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan tidak terikat pada jenis
kelamin. IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak tubuh total
sehingga dapat dengan mudah mewakili kadar lemak tubuh. (Hill, 2005)
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas.
IMT tidak diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan.
Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit)
lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali. (Supariasa, 2001).

Untuk mengukur status Gizi dapat menggunakan rumus berikut :


BMI : BB/TB2 (dalam satuan Meter)
Pada tuan A
= 42/1,62 = 16,40

Dengan BMI = 16,40 maka dapat di simpulkan bahwa status gizi Tuan A adalah
buruk atau kurang berat badan tingkat berat. Kriteria ini dipenuhi berdasarkan
kriteria Depkes.

BMI Kategori Keadaan


<17 Kurang berat badan tingkat berat Kurus
17-18.5 Kurang berat badan tingkat ringan Kurus
18.5-25 - Normal
Kelebihan berat badan tingkat
25-27 Gemuk
ringan
>27 Kelebihan berat badan tingkat berat Gemuk

2. Status Metabolik
Untuk menentukan status metabolik seseorang harus dilakukan pemeriksaan pH
darah melalui pemeriksaan analisis gas darah dan didukung dengan sign dan
symptoms dari pasien itu sendiri.

Penentuan analisa gas darah (AGD) secara difinitif lingkup pertukaran gas
pulmonalis,pengukuran langsung nilai contoh darah arteri.Analisa gas darah (AGD)
memungkinkan untuk pengukuran pH, oksigenasi,kadar CO2, kadar Bikarbonat,
Saturasi O2 dan kelebihan atau kekurangan basa. Analisa Gas darah (AGD) di
indikasikan untuk mengkaji sifat, rangkaian, berat gangguan metabolik dan
pernapasan,keseimbangan asam basa, terapi oksigen, serta untuk mendapatkan
contoh darah arteri untuk analisa laboratorium terutama untuk analisa gas darah.

Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan
pendekatan yang sistematis.

Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis


Peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis.

Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi :

a. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi
dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
b. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan
pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme
kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi.
Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup
waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan
penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
c. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai
penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau
gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai
dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
d. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal
dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi
dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
e. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--
7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
f. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan
kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama.
g. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta
pH lebih dari 7,50.
h. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg
walau telah diberikan oksigen yang adekuat
i. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal.
j. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada
bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran
darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

3. Kebutuhan Kalori
KEB (Kebutuhan Energi Basal)
laki-laki (Formula Harris Benedict)
KEB = 66,5 + 13,7 (BB) + 5,0 (TB) 6,8 (U)
= 66,5 + 13,7 (42) + 5,0 (160) 6,8 (45)
= 66,5 + 575,4 + 800 306
= 1135,9 kalori atau bisa d bulatkan menjadi 1136 kalori

FS (Faktor Stress)

Derajat stress ringan 10-30%


Derajat stress sedang 31-50%
Derajat stress berat 51%
Keluhan Tuan A yaitu sesak nafas dan batuk berdarah digolongkan ke dalam stress
ringan, sehingga besarnya faktor stress untuk keluhan tuan A adalah 10-30%.

Dalam kasus FS Tn.A termasuk dalam derajat stress ringan.

FS = 30% dari KEB

= 30% x 1136 kalori

= 340.8 kalori

AF (Aktivitas Fisik)

bila pasien harus di tempat tidur, aktivitas fisik 10%;


bila tidak di tempat tidur, aktivitas fisik adalah 20%.
Dalam kasus, Tn. A dalam keadaan bedrest, maka aktivitas fisiknya 10%

AF = 10% dari KEB

= 10% x 1136 kalori

= 113,6 kalori

Dari KEB, FS, dan AF maka kita dapat menentukan besar KET (Kebutuhan Energi
Total), dengan rumus :

KET = KEB + FS + AF

= 1136 + 340,8 + 113,6

= 1590.4 kalori atau dapat dibulatkan menjadi 1600 kalori

4. Komposis Makro dan Mikronutrient


Pasien dengan penyakit TB aktif dan sedang sesak nafas sebaiknya diberikan
asupan makronutrien yang mengandung tinggi kadar lemak. Orang dengan
konsumsi oksigen tinggi dan produksi karbondioksida yang tinggi tidak boleh
diberikan asupan nutrisi kaya karbohodrat. Hal ini dikarenakan RQ lemak < RQ
karbohidrat. Hasil akhir metabolisme karbohidrat adalah karbondioksida sehingga
akan terjadi penumpukkan karbondioksida dan dapat menyebabkan sesak nafas
yang bertambah hebat. Oleh karena itu, komposisi makronutrien yang dianjurkan
adalah:
Karbohidrat = 40% dari kebutuhan energy total
= 40% x 1800 = 720 kalori
= 720 kalori 4
= 180 gram
Protein = 20% dari kebutuhan energy total
= 20% x 1800 = 360 kalori
= 360 kalori 4
= 90 gram
Lemak = 40% dari kebutuhan energy total
= 40% x 1800 = 720 kalori
= 720 kalori 9
= 80 gram
Sementara itu, komposisi makronutrien yang dibutuhkan adalah:
Vitamin B1, B6 dan B12
Vitamin ini perlu ditambah dalam support terapi pada pengobatan OAT,
karena berperan dalam siklus Krebs. Hasil akhir siklus Krebs adalah
oksigen. Jadi, dapat menambah supplai oksigen kepada pasien ini.
Vitamin C
Vitamin C dapat diberikan karena vitamin C dapat membantu reepitelisasi
epitel saluran nafas yang rusak akibat adanya infeksi M. tuberculosis.
Vitamin A (karetenoid)
Karetenoid berperan dalam proses imunologi. Selain itu, vitamin A dapat
meningktakan kekuatan inspirasi dan ekspirasi.
Fe
Zat besi (Fe) sangat berperan dalam kasus ini, karena Tuan A mengalami
hemoptisis sehingga besar kemungkinan banyak darah yang hilang dan
menimbulkan dugaan anemia.

5. Bentuk Makanan yang bisa diberikan


Metode pemberian nutrisi :

Cara : parenteral (infuse), oral, dan enteral (NGT)


Setelah tidak sesak nafas = berikan per oral

Oral : porsi kecil dan sering

Jika kesulitan oral, berikan parenteral

Bentuk nutrisi : bentuk makanan


Oral : makanan lunak

Monitoring : pemberian sesuai keadaan pasien. Jika tidak adekuat


modifikasi komposisi nutrient dan bentuk makanan.
Evaluasi :
o Penilaian keadaan umum
o Analisis asupan
o Penilaian status gizi
o Penilaian status gastrointestinal

6. Edukasi
Edukasi yang perlu diberikan kepada Tuan A adalah:
Menganjurkan Tuan A untuk makan makanan dengan bentuk lunak
Porsi makanan yang dianjurkan kecil dan sering
Istirahat sesudah makan
Menganjurkan Tuan A mengonsumsi makanan yang bersih
Motivasi Tuan A untuk mengonsumsi makanan sesuai anjuran
Mengingatkan Tuan A untuk mengonsumsi obat OAT secara teratur
Mengajarkan Tuan A cara mengonsumsi obat OAT tersebut
Menginformasi Tuan A tentang efek samping obat OAT tersebut dan cara
mengatasinya.

Efek samping Cara mengatasinya


Anoreksia, mual, nyeri perut (ringan) Konsumsi OAT pada malam hari
Nyeri sendi Pemberian aspirin dan allopurinol
Rasa terbakar di kaki (gangguan saraf Vitamin B6 100 mg/hari
tepi)
Urin berwarna merah/ orange Reassurance
Rasa gatal dan rash pada kulit (berat) Stop konsumsi OAT
Tuli Stop konsumsi Streptomisin dang anti
dengan Ethambutol
Nistagmus dan vertigo Stop konsumsi Streptomisin dang anti
dengan Ethambutol
Ikterik Stop OAT
Penurunan kesadaran Stop OAT
Gangguan penglihatan Stop Ethambutol
Shock, purfura, GGA Stop Rifampisin

Anda mungkin juga menyukai