Anda di halaman 1dari 33

REFERAT RADIOLOGI

INVAGINASI (INTUSUSEPSI)
ANAK DAN DEWASA

Disusun oleh:
Bertvi Mayda Putri Andayani
(030.12.049)

Pembimbing :
dr. Ratna Gina R, Sp.Rad
dr. Inez Noviani I, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KARAWANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Invaginasi atau intususepsi yang merupakan keadaan masuknya suatu bagi usus ke bagian
usus lainnya merupakan suatu keadaan gawat darurat yang jika tidak ditangani dengan segera
dapat mengakibatkan mortalitas. Dari penelitian didapatkan jumlah mortalitas pada pasien yang
mendapat penanganan 10 jam setelah gejala timbul adalah sebanyak 10%, sedangkan penanganan
yang dilakukan 72 jam setelah gejala timbul dapat menyebabkan mortalitas sebanyak 60 %.
Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus, maupun
keduanya, dan yang paling sering terjadi adalah masuknya ileum terminal ke dalam sekum.Paling
banyak diderita oleh anak dibawah 2 tahun dengan gejala berupa nyeri kolik hebat dengan kram,
serta keluarnya darah disertai lendir dari anus.
Karena termasuk dalam kegawatdaruratan medis, maka perlu dilakukan penanganan secara
cepat yang dimulai dengan memperbaiki keadaan umum serta hidrasi pasien.Penanganan
selanjutnya yang dapat digunakan sekaligus untuk diagnostic invaginasi ini adalah dengan
melakukan pemeriksaan barium enema, dengan tujuan tekanan hidrostatik barium dapat
mendorong usus yang terjepit, sehingga dapat kembali seperti semula.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih jauh mengenai invaginasi termasuk di
dalamnya baik penyebab, gejala klinis, pemeriksaan penunjang ataupun tindakan-tindakan yang
harus dilakukan secara cepat agar penanganan dapat lebih efisien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
A. Usus Halus
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22
kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga
abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah
lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.9

Gambar 1 Usus Halus


Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum.
a. Duodenum
Bentuk melengkung seperti kuku kuda. Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari
pylorus sampai jejunum. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyak mengandung kelenjar brunner untuk memproduksi getah intestinum.
b. Jejunum
Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak disebelah kiri atas intestinum
minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium)
memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh
limfe dan saraf ke ruang atara lapisan peritoneum.

c. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum kurang jelas, panjangnya 4-5 m. merupakan
usus yang terletak disebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan
perantara lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula
ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak
masuk lagi ke dalam ileum.
Tabel 1 perbedaan jejunum dengan ileum

B. Usus Besar
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter,
terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong
6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam sigmoid.Pada sekum
terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.Katup ileosekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.10
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan
sigmoid.Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura
hepatica dan kiri disebut fleksura lienalis.

Gambar 2 Usus Besar


Usus besar terdiri dari tiga bagian utama yaitu sekum, kolon dan rektum seperti yang berikut:
a. Sekum
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal
apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi
jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga
divisi:

Kolon Ascenden: Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di


sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.

Kolon Transversum: Merentang menyilang abdomen di bawah hati dan


lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah
fleksura splenik.

Kolon Desenden: Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan


menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.

c. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm.
Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.

Gerakan

USUS HALUS

USUS BESAR

Bebas, kecuali duodenum

Kolon asenden dan desenden


terfiksir

Ukuran Lumen

Kecil

Besar

Mesenterium

Berjalan ke bawah menyilangTidak ada


linea mediana, menuju fossa iliaka
kanan, kec. Duodenum

Otot Longitudinal

Membentuk

lapisan

kontinyuTergabung dalam 3 pita =

sekitar usus

taenia coli

Kantong lemak

Tidak ada

Appendices epiploidae

Dinding

Halus

Sakuler

Plica

sirkularis

pada Ada

Tidak ada

Fili pada mukosa

Ada

Tidak ada

Jaringan limfoid

Ada

Tidak ada

mukosa

Tabel 2 perbedaan usus halus dengan usus besar

II. Definisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk
ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya
bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).1

Gambar 3 Usus normal dan


invaginasi (intususepsi)

III. Epidemiologi
Anak : yang paling lazim
pada usia 3 bulan 6 tahun. Kelainan ini jarang pada anak sebelum usia 3 bulan dan
frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insidens bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran hidup.
Laki-laki berbanding perempuan adalah 4:1.3

Angka insidensi akurat dari invaginasi tidak tersedia untuk sebagian besar negara
berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Di Afrika, tidak ada penelitian yang
melaporkan angka kejadian dari invaginasi. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina,
dilaporkan insidens dari invaginasi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka
kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan
tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di
RS Umum Kuala Lumpur karena invaginasi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian
invaginasi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu
masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun.2
Invaginasi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya
menurun dengan bertambahnya usia anak. Di Afrika, insiden puncak invaginasi muncul
antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan. 2 Umumnya invaginasi
ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki
dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah 9:1. Di Timur
Tengah, perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1.2,3
Berdasarkan keterkaitan kejadian invaginasi dengan musim, didapatkan hasil
penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia.2 Invaginasi dilaporkan sebagai
suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan
musim dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman
dan infeksi saluran napas atas.3 Di Afrika, insidens invaginasi meningkat pada 2 musim yaitu
akhir musim panas dan akhir musim dingin. Hal ini bersamaan dengan puncak insidens dari
infeksi saluran napas dan diare. Di Asia, salah satunya India, insidens invaginasi dilaporkan
meningkat pada musim panas.4 Di Thailand insidens invaginasi meningkat antara bulan
September dan Januari dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin
dan panas yang merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan
gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan
invaginasi.2

IV. Etiologi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai

sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-kadang terjadi setelah/selama


enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus. Gastroenteritis akut
yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus menjadi agen penyebabnya,
dimana pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan virus ini dalam feses sebanyak 37%.
Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati peninggian insidens adenovirus dalam feses
penderita invaginasi.5
Etiologi dari invaginasi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal.5
a. Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95 % invaginasi pada anak di bawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infantile idiophatic intussusceptions.5 Kepustakaan lain menyebutkan di Asia,
etiologi idiopatik dari invaginasi berkisar antara 42-100%.2
Definisi dari istilah invaginasi idiopatik bervariasi di antara penelitian
terkait invaginasi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik untuk
menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang
diketahui dapat menyebabkan invaginasi seperti diverticulum meckel atau polip
yang

dapat

diidentifikasi

saat

pembedahan. 2

Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi


jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi adenovirus
atau rotavirus.6
Invaginasi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori
untuk menjelaskan kemungkinan etiologi invaginasi idiopatik adalah bahwa hal
itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3
pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan
atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah
bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering
dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang
membesar adalah reaksi terhadap invaginasi atau sebagai penyebab invaginasi,
masih tidak jelas.7

b. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya
kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau lead point seperti:
inverted

Meckels

diverticulum,

polip

usus,

leiomioma,

leiosarkoma,

hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.5 Divertikulum
Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers
syndrome,

dan

duplikasi

intestinal.

Lead

point

lain

diantaranya

lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-Schnlein purpura,


trichobezoars

dengan

Rapunzel

syndrome,

caseating

granulomas

yang

berhubungan dengan tuberkulosis abdominal.6


Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak
yang berusia di atas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi,
yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat
gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama,
diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.5
Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti. Hanya
sekitar (5 10%) dapat ditemukan penyebab antara lain: divertikulum Meckel, polip
usus, dipublikasi usus, hematoma dinding usus, lymphoma ileum, lymphosarcoma,
Henoch-Schonlein purpura, mucocele, pankreas aberant, konstipasi, benda asing.
Invaginasi terjadi karena adanya kenaikan peristaltik usus yang berhubungan dengan
adanya perubahan pola makan dari makanan lunak ke yang lebih padat, pada keadaan
infeksi (enteristis akut), dan alergi. Invaginasi yang didasari adanya kelainan patologis
lain pada usus, lebih sering pada anak umur 2 tahun. Beberapa peneliti berpendapat
bahwa adanya infeksi adenovirus pada epitel usus mempunyai hubungan erat terhadap
terjadinya invaginasi ileo-caecal, sedangkan invaginasi pasca bedah sering disebabkan
oleh edema dinding usus, perlekatan-perlekatan dan peristaltik usus yang belum
teratur. Hypertrofi Payers Patches dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
invaginasi.8
Adanya perubahan flora usus sehingga timbul peristaltic yang meninggi.
Perubahan flora biasa terjadi pada usia 6-9 bulan sehubungan dengan perubahan
pola makan pada bayi. Pada saat ini peristaltic anak akan meningkat dan dapat
menyebabkan terjadinya invaginasi.

Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel Meckel,
limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric hematom merupakan
pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa.

V. Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering menyebabkan terjadinya invaginasi merupakan
lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segemen yang mengalami
adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya: 11
a. Entero-Enterika atau ileo-ileal (6,7%): Usus halus masuk ke dalam usus halus
b. Colo-Kolika (4,7%): Kolon masuk ke dalam kolon
c. Ileo-Colica (31,5%): Ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
d. Ileo-Sekal (39,5%): Ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi Ileo-Colica yang masuk naik ke kolon
asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.12

Gambar 4 Invaginasi ileo-sekal

Gambar 5 invaginasi ileo-colica

Gambar 6 invaginasi entero-enterica (ileo-ileal)

VI. Patogenesis
Patogenesis dari invaginasi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada
dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan
oleh adanya massa yang bertindak sebagai lead point atau oleh pola yang tidak teratur dari
peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan
berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal,
dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat,
menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi invaginasi ileocaecal.
Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu
dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan invaginasi.7
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam
lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan
mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi
obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana
ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa
intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan
dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.5,7
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan
venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa
usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis invaginasi yaitu BAB
darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool.5-7

Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu: 8


1.
Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian usus lain.
2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding usus
menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta
fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke
strangulasi usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi peritonitis.

Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada anak usia
kurang dari 2 tahun.

Gambar 7 ilustrasi patogenesis invaginasi


Pada awalnya Invaginasi menyebabkan obstruksi intestinal parsial yang mungkin
berkembang menjadi obstruksi komplit, diikuti proses oedem yang semakin bertambah,
sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut kembung dengan
gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hujau dan dehidrasi. 7 Pembuluh darah
menempel pada kolaps intussusception karena tekanan intra lumen yang meningkat dan
pembuluh darah tersebut mungkin avulse. Dindingnya menjadi edematous, iskemia dan
turgid. Ekstravasasi darah kedalam lumen dan fissura serosa. Adanya fibrin menandakan
lapisan-lapisan intestinal menyatu dan kemungkinan terjadi peritonitis terlokalisasi
sebagaimana terjadinya nekrosis pada dinding. Kadangkala devitalisasi usus terjadi karena
adanya kontaminasi dari ruang abdomen. Intussusception mungkin terjadi sebagai kejadian
agonal (seperti temuan-temuan incidential dan bukan penyebab kematian). Intussusception

agonal dapat dikembalikan dengan mudah dan berhubungan dengan inflamasi minimal,
dinding usus tidak edematous dan tidak terbentuk lapisan-lapisan fibrin dari usus yang
menyatu.3,6,8,13
Kontraksi yang kuat pada bagian bawah menyebabkan invaginasi dari bagian tersebut
ke bagian yang berdekatan yang kontraksinya lemah. Regio dari traktus gastrointestinal yang
menderita akan mengalami

perubahan diameter anatomi

(contoh :ileocolic

atau

gastroesophageal junction) yang akan mengalami resiko tinggi. Intussusseptio baik pada
obstruksi partial atau komplit dari traktus gastrointestinal dapat mengakibatkan hypovolemia
dan dehidrasi hal ini disebabkan karena gejala obstruksi yang timbul pada pasien invaginasi.
Vascular merupakan yang terutama, khususnya pada intussusceptum. Hubungannya dapat
berubah dari obstruksi limfatik dan vena menjadi obstruksi arteri yang mengakibatkan
nekrosa yang banyak. Terjadinya kerusakan pada pelindung mukosa mengakibatkan absorpsi
bakteri atau endotoxin dan akhirnya terjadilah shock.3,6,8,13
Invaginasi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian
proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas semakin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus
yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan
anti-peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah.
Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik mudah hilang oleh karena dinding usus
kehilangan kontraksinya.

Gambar 8 Bagan perjalanan invaginasi


VIII. Diagnosis
Diagnosis invaginasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang.
Terdapat gejala khas yang biasa disebut sebagai trias gejala, yaitu:14
1.

Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap 10 sampai 20

2.

menit.
Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang sepanjang colon

3.

transversum yang dapat teraba saat pasien dalam keadaan tenang.


Buang air besar bercampur darah dan lendir.
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya

tumor,oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias
intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun,

sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai
bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut
yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang
air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group menegakkan sebuah
diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini
membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk
membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.
a) Kriteria Mayor
1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna
a. Riwayat muntah kehijauan
b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus abnormal
c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi usus halus
2. Inspeksi
a. Massa di abdomen
b. Massa di rectal
c. Prolapsus intestinal
d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa dari
jaringan lunak
3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena
a. Keluarnya darah per rectal
b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum
b) Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan pola gas usus yang abnormal
Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu:
1. Level 1 definite (1 kriteria di bawah ini)
i. Kriteria pembedahan Invaginasi usus yang ditemukan saaat
pembedahan

ii.

Kriteria radiologi air enema atau liquid contrast enema invaginasi


dengan manifestasi spesifik yang dapat dibuktikan dengan enema

tersebut
iii.
Kriteria autopsi invaginasi dari usus
2. Level 2 Probable ( 1 kriteria di bawah ini)
i. 2 kriteria mayor
ii. 1 kriteria mayor + 3 kriteria minor
3. Level 3 Possible
i. 4/> kriteria minor

A. Anamnesis
Pada penderita yang mengalami invaginasi keluhan-keluhan yang dapat didapatkan
pada saat anamnesis adalah:(14)
a. Sebelum sakit bayi atau anak ada riwayat pijat dan diberi makanan padat
padahal umur bayi dibawah 4 bulan.
b. Bayi yang awalnya sehat mendapatkan serangan nyeri perut yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung dalam beberapa menit
c. Serangan nyeri perut yang diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan
d. Lelah dan Lesu
e. Feses bercampur darah segar dan lendir
f.
Tabel 3 perbedaan manifestasi klinis invaginasi pada anak dan dewasa
Tanda dan gejala invaginasi
Anak

Dewasa

Nyeri abdomen berat yang hilang


timbul

(intermiten),

biasanya

berlangsung tiap 15-20 menit. Pada

gejala :

saat serangan, anak mengangkat kedua


tungkainya

sampai

ke

abdomen,

disertai hiperextensi
Feses yang bercampur darah dan
mukus

(kadang-kadang

sebagai feses currant jelly)

berbentuk

Tidak spesifik tetapi biasanya terdapat


Nyeri abdomen intermiten / kronik (7090%)

Perubahan pola defekasi

Urgency

Perdarahan rektum (30%)

tegang pada abdomen (10-40%)

Pembengkakan abdomen, teraba massa

Perut kembung, Distended abdomen

shiffting mass atau sausage shape (24-

Muntah

42%)

Diare

Nausea, vomit (80%)

Demam

Penurunan Berat badan (10%)

Dehidrasi

Akut (24 jam), intermiten / kronik (5


tahun)

Letargi

B. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami invaginasi adalah seperti yang
tertera berikut:6
a. Inspeksi

Os kelihatan lemah dan lesu

b. Auskultasi

Bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik dan menjadi normal
kembali di luar serangan

c. Palpasi

Perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri

bawah

teraba suatu massa tumor berbentuk curved sausage

Perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign.

d. Perkusi

Pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong.

e. Pemeriksaan Rectal Toucher

Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa


seperti portio(pseudoportio)

Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

C. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan
diagnosis intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan

abnormalitas elektrolit yang berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau


peningkatan jumlah leukosit (leukositosis >10.000/mm3).15
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau USG akan
sangat membantu dalam menegakkan diagnose invaginasi. Foto abdomen 3
posisi biasanya normal, kadang didapatkan gambaran dilatasi ringan bagian
proksimal usus atau tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan
bawah. Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-tanda
ileus obstruktif dan bayangan massa.16

Foto Polos Abdomen

Gambaran foto polos sebagai berikut: 17


1. Tanda-tanda obstruksi mekanik usus halus bagian distal, kadang-kadang
tampak sebagai bayangan meyerupai sosis dibagian tengah abdomen.
Multipel air fluid level dan tidak ada bayangan udara pada bagian distal
usus.
2. Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan bayangan dari
usus yang masuk ke lumen usus yang lain

Gambar 9 tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang masuk ke
lumen usus proksimal

Gambar 10 invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda obstruksi

Gambar 11. Jaringan lunak yang berbentuk


sosis

di

tengah-tengah

foto.

X-ray

menunjukkan opasitas jaringan lunak yang


besar di kuadran kanan atas yang tampaknya
menonjol

ke

dalam

suatu

(mungkin kolon transversum).

intralumen

Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa multiple air fluid
level, dilatasi loop usus atau minimal feses pada kolon. Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air
fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus.

Barium enema (Colon in loop)


Colon In loop berfungsi sebagai : 16

Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi


Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda obstruksi
dan kejadian <24 jam.
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus

barium keluar bersama feses dan udara. Pada orang dewasa diagnosis
preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya
diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan
kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga
diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium
enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya
diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan. 18
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon,
barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan
didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu
cupshaped appearance pada barium ditempat ini. Ketika tekanan ditingkatkan,
sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium
dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring
appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau

semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat
obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan. 19

Gambar 12. A. colon in loop pada intususepsi, bagian usus masuk hingga fleksura lienalis. B.
intususepsi di daerah colon asenden

CUPPING SIGN

Gambar 13. Cupping sign atau Meniscus sign pada foto dengan barium enema

Ultrasonografi (USG)
Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi dan untuk

menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan karena feces yang prominen,
Chrons disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign
atau doughnut sign pada potongan melintang invaginasi yang menunjukkan lapisan
konsentris dari usus. Halo hipoechoic dihasilkan oleh mesenterium dan dinding yang
oedem dari intussuscipien. Hiperechoic di sentral dihasilkan oleh permukaan mukosa,
submukosa, dan serosa dari intususceptum. Sedangkan gambaran berupa pseudo kidney
sign atau sandwich sign pada potongan longitudinal invaginasi menunjukkan gambaran

hiperechoic pada pusat yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang bersambung
dengan lumen usus dan ditutupi pada masing-masing sisi oleh intussusescpien yang
hipoechoic. Cairan intraperitoneal jarang ditemukan. Color Doppler sonografi dapat
mendetksi lebih awal iskemia. Keterbatasan paling besar dari USG adalah adanya udara
dalam usus yang mencegah transmisi dari sinar. Positif palsu dihasilkan karena feces yang
prominen, Chrons disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.

Gambar 14. Longitudinal sonography menunjukkan gambaran sandwich sign

Gambar 15 Transverse sonography menunjukkan gambaran doughnut sign

Gambar 16. Tampak gambaran doughnut sign, serta tampak target sign atau pseudokidney

Gambar 13. Targets appearance atau gambaran donat pada irisan melintang invaginasi
pemeriksaan USG

Gambar 14. A. irisan melintang dan B. irisan memanjang dari invaginasi pada USG

CT Scan
Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada orang dewasa.
Gambaran terbaik adalah apa yang disebut sebagai gambaran usus-dalam-usus, di
mana lapisan usus yang banyak membentuk cincin konsentris (CT setara dengan
target sign pada ultrasonografi) ketika dicitrakan dari sudut kanan ke lumen, dan
gambaran jaringan lunak seperti sosis ketika dicitrakan longitudinal.

Gambar 15. CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (target sign)

IX. Penatalaksanaan
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan
lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang
lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan
distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan
yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter
untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat
dilakukan.Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa
maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk
meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi

ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar
kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.
A. Tindakan Non Operatif
Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan
sejak dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi
hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah
menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat
pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium
memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal.
Pelaksanaannya memperhatikan Rule of three yang terdiri atas: (1)
reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh
lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh
lebih dari 3 menit. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan
tekanan hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas
melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 4595% dengan kasus tanpa komplikasi. Selain penggunaan fluoroskopi sebagai
pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan
kontras

soluble

dengan

perbandingan

9:1)

dengan

panduan

USG.

Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung pada kemampuan


expertise USG dari pelakunya.
Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan:8
1. Pengisian Barium yang penuh pada caecum sampai ileum terminal
2. Hilangnya masa di perut yang sebelumnya teraba
3. Nyeri perut menghilang
4. Keluarnya Barium disertai feces dan flatus pada proses evakuasi dari
Barium
5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita
Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal bila: 8
1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak berhasil
2. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi.

Sedangkan kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan Barium


enema adalah: 8
1. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai dengan defance
musculair, nyeri, nadi cepat, panas dan lekositosis akibat nekrose usus,
perforasi atau toksik.
2. Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus obstruktif
3. Distensi abdomen.
4. Rontgenologis terdapat udara bebas atau cairan bebas dalam rongga
abdomen.
5. Umur penderita lebih dari 14 tahun
6. Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari 24 jam
7. Keadaan umum penderita sangat jelek
Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Morbiditasnya kecil
Komplikasi akibat pembiusan dan pembedahan dapat dihindarkan
Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan
Perawatan menjadi lebih singkat
Biaya lebih murah

Sedangkan kerugiannya:
1. Angka kekambuhan lebih tinggi
2. Adanya penyebab invaginasi yang kecil dapat tak terlihat
3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian ileo-colica dapat tereponir
sedangkan bagian ileo ileal tak tereponir oleh karena adanya ileocaecal valve
4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan reposisi /
pada reposisi yang tak sempurna
Teknik

non

pembedahan

ini

memiliki

beberapa

keuntungan

dibandingkan dengan reduksi secara operatif. Diantaranya yaitu : penurunan


angka morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah sakit.

Pneumatic Reduction.
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun
1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980.
Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam

rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi
dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini
bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari
radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi
lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik.
Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan
kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg
(maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan
berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos. Jika tidak
terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati
usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara
akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.Untuk melengkapi prosedur
ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright views) harus dilakukan
untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
B. Tindakan Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila usia penderita lebih dari 1 tahun, reposisi
dengan Ba-enema maupun dengan pneumatic gagal, terjadi invaginasi yang berulang,
terdapat penyebab invaginasu yang spesifik, terdapat nekrosis usus, perforasi ataupun
peritonitis.
Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual yaitu reduksi intraabdominal
invaginasi bila mungkin direduksi intraabdominal dengan melakukan milking mulai
dari usus distal sampai ke usus bagian proksimal. Milking merupakan suatu tindakan
pembedahan

dengan

cara

melakukan massage manual

dengan

mendorong

inavaginatum secara perlahan dan terus menerus tanpa tarikan dari distal usus yang
mengalami invaginasi ke arah proksimal sampai terjadinya reduksi ke posisi
normalnya. Milking dilakukan secara perlahan terutama pada bagian proksimal usus
yang invaginasi.20
Tindakan operasi merupakan penatalaksanaan standar pada invaginasi yang
terjadi pada dewasa tanpa didahului oleh tindakan reduksi. Reseksi usus dilakukan
apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas
usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Batas
reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat,

pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi. Setelah usus direseksi
dilakukan anastomose end to end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin
maka dilakukan enterostomi.20

C. Perawatan pasca operasi


Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada
saluran cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari
intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi
intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube.
Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh
pasca operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali
pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi
lebih lama.5
X. Komplikasi
Beberapa hal yang dapat terjadi apabila invaginasi atau intususepsi ini dibiarkan tanpa
penanganan sesegera mungkin dapat mengalami berbagai macam komplikasi. Hal ini
biasanya disebabkan oleh karena penanganan yang kurang cepat dan tidak tepat. Golden time
penanganan invaginasi adalah <24 jam. Lebih dari 24 jam maka akan mengalami komplikasi
sebagai berikut:

Enterocolitis
Perforasi
Anemia
Sepsis
Penurunan kesadaran
Kematian

XI. Prognosis
Faktor penentu prognosis adalah diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi penderita waktu datang
di rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan diagnosa dan tindakan
menyebabkan progosa yang jelek dan tingginya angka kematian. Penderita invaginasi
yang tidak diobati hampir semua meninggal. Angka kematian sangat bervariasi,

tergantung dari kondisi penderita sewaktu datang, penanganan yang cepat dan lamanya
menderita/mengalami invaginasi, yaitu berkisar antara 0%-50%. Beberapa penulis
melaporkan angka kematian hampir 0% jika pengobatan dilakukan dalam 24 jam
pertama dan meningkat jika penanganan dilakukan setelah 24 jam. Angka kekambuhan
invaginasi umumnya rendah. Angka rekurensi dari invaginasi untuk reduksi nonoperatif
dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%..6
Kematian disebabkan oleh invaginasi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak
sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan invaginasi tetap
tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk
datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala,
dan memiliki tingkat intervensi bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi..2
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan
studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang
ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama.2

BAB III
KESIMPULAN
Invaginasi merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang perlu penanganan sesegera
mungkin. Invaginasi ataupun intususepsi umumnya dapat mengenai anak-anak. Namun
demikian, invaginasi dapat pula dialami oleh beberapa orang dewasa karena penyebab

tertentu yang telah diketahui etiologinya. Invaginasi dapat ditegakkan dengan melakukan
diagnosis dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang yang
tepat. Dalam hal ini, pemeriksaan penunjang radiologi yang digunakan yaitu dengan foto
polos abdomen, barium enema (colon in loop), USG dan CT-Scan. Sedangkan untuk
penatalaksanaannya untuk bayi dan anak-anak dapat dilakukan tindakan non-operatif dan
untuk dewasa adalah dengan tindakan operratif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Intussusception.
2015.
Available
at:
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/intussusception/home/ovc-20166951. Accessed june 3, 2016.
2. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence, Clinical
Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva, Switzerland: World
Health Organization, 2002

3. Wyllie R. Ileus, adhesi, intususepsi dan obstruksi lingkar-tertutup. In: Nelson WE,
Behrman RE, Kliegman R dan Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC;2012.p
1319-21.
4. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The
epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann Acad
Med Singapore 2006;35:674-9.
5. Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya gejala
klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita invaginasi
yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan.
2011.
6. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. 2011. Medscape Reference [serial online]
Available
from:
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/937730th
overview#showall. (Accessed: june 4 , 2016)
7. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [Online] 2012 Jan 13 [cited 2016
June 4]
8. Iskandar Z, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.
Jakarta:EGC;2012.p.99-107.
9. Snell RS. Abdomen: bagian II cavitas abdomen. Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran,6th ed. Jakarta:EGC;2012. Hal 206-77
10. Faiz O dan Moffat D. At A Glance Series Anatomi. Jakarta: Erlangga ;2003.
11. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G, Vassiliou S, et
al. 2009. Intussusception of the bowel in adults: a review. World Journal
Gastroenterology.
12. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004
13. Kartono D. Invaginasi in Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S, Pusponegoro
AD, et al. Tangerang: Binarupa Aksara; 2005.
14. Schwartz. Principle of Surgery. 9ed. Mc-Graw Hill. US. 2010
15. Ignacio RC, Fallat ME. 2010. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP, editors.
Ashcrafts pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; p.2
16. Zakaria, Iskandar. Peranan Radiologi dalam Diagnosis dan Terapi Invaginasi. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala Volume 7. 2007.
17. Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit
FKUI.2008. p 245-253, p 256-258, p 415-416.
18. Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang. Radiographic Evaluation of Intussusception:
Utility of Left-Side-Down Decubitus View. RSNA:Vol 248. 2008.
19. Gabriel Conder , John Rendre, et all. Abdominal Radiology Intussusception ,
Cambrige University Press. 2009.
20. Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques. Townsend CM
& Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010

Anda mungkin juga menyukai