INVAGINASI (INTUSUSEPSI)
ANAK DAN DEWASA
Disusun oleh:
Bertvi Mayda Putri Andayani
(030.12.049)
Pembimbing :
dr. Ratna Gina R, Sp.Rad
dr. Inez Noviani I, Sp.Rad
BAB I
PENDAHULUAN
Invaginasi atau intususepsi yang merupakan keadaan masuknya suatu bagi usus ke bagian
usus lainnya merupakan suatu keadaan gawat darurat yang jika tidak ditangani dengan segera
dapat mengakibatkan mortalitas. Dari penelitian didapatkan jumlah mortalitas pada pasien yang
mendapat penanganan 10 jam setelah gejala timbul adalah sebanyak 10%, sedangkan penanganan
yang dilakukan 72 jam setelah gejala timbul dapat menyebabkan mortalitas sebanyak 60 %.
Adapun invaginasi itu sendiri dapat terjadi baik di usus besar, usus halus, maupun
keduanya, dan yang paling sering terjadi adalah masuknya ileum terminal ke dalam sekum.Paling
banyak diderita oleh anak dibawah 2 tahun dengan gejala berupa nyeri kolik hebat dengan kram,
serta keluarnya darah disertai lendir dari anus.
Karena termasuk dalam kegawatdaruratan medis, maka perlu dilakukan penanganan secara
cepat yang dimulai dengan memperbaiki keadaan umum serta hidrasi pasien.Penanganan
selanjutnya yang dapat digunakan sekaligus untuk diagnostic invaginasi ini adalah dengan
melakukan pemeriksaan barium enema, dengan tujuan tekanan hidrostatik barium dapat
mendorong usus yang terjepit, sehingga dapat kembali seperti semula.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih jauh mengenai invaginasi termasuk di
dalamnya baik penyebab, gejala klinis, pemeriksaan penunjang ataupun tindakan-tindakan yang
harus dilakukan secara cepat agar penanganan dapat lebih efisien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
A. Usus Halus
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22
kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga
abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah
lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.9
c. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum kurang jelas, panjangnya 4-5 m. merupakan
usus yang terletak disebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum dengan
perantara lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula
ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak
masuk lagi ke dalam ileum.
Tabel 1 perbedaan jejunum dengan ileum
B. Usus Besar
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter,
terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong
6,5 cm dalam sekum, dan berkurang menjadi 2,5 cm dalam sigmoid.Pada sekum
terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.Katup ileosekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.10
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan
sigmoid.Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura
hepatica dan kiri disebut fleksura lienalis.
c. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm.
Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.
Gerakan
USUS HALUS
USUS BESAR
Ukuran Lumen
Kecil
Besar
Mesenterium
Otot Longitudinal
Membentuk
lapisan
sekitar usus
taenia coli
Kantong lemak
Tidak ada
Appendices epiploidae
Dinding
Halus
Sakuler
Plica
sirkularis
pada Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Jaringan limfoid
Ada
Tidak ada
mukosa
II. Definisi
Invaginasi disebut juga intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk
ke dalam segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi / strangulasi. Umumnya
bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).1
III. Epidemiologi
Anak : yang paling lazim
pada usia 3 bulan 6 tahun. Kelainan ini jarang pada anak sebelum usia 3 bulan dan
frekuensi menurun setelah 36 bulan. Insidens bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran hidup.
Laki-laki berbanding perempuan adalah 4:1.3
Angka insidensi akurat dari invaginasi tidak tersedia untuk sebagian besar negara
berkembang, demikian juga di banyak negara maju. Di Afrika, tidak ada penelitian yang
melaporkan angka kejadian dari invaginasi. Di Asia dalam hal ini Taiwan dan Cina,
dilaporkan insidens dari invaginasi adalah 0,77 per 1000 kelahiran hidup. Di India, angka
kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada data yang menyebutkan
tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di
RS Umum Kuala Lumpur karena invaginasi per tahun. Di Indonesia, angka kejadian
invaginasi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan didapatkan angka yang berbeda, yaitu
masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun.2
Invaginasi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan frekuensinya
menurun dengan bertambahnya usia anak. Di Afrika, insiden puncak invaginasi muncul
antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8 bulan. 2 Umumnya invaginasi
ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika, tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki
dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio perbandingannya adalah 9:1. Di Timur
Tengah, perbandingan antara laki-laki dan perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1.2,3
Berdasarkan keterkaitan kejadian invaginasi dengan musim, didapatkan hasil
penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia.2 Invaginasi dilaporkan sebagai
suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan pertengahan
musim dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak munculnya gastroenteritis musiman
dan infeksi saluran napas atas.3 Di Afrika, insidens invaginasi meningkat pada 2 musim yaitu
akhir musim panas dan akhir musim dingin. Hal ini bersamaan dengan puncak insidens dari
infeksi saluran napas dan diare. Di Asia, salah satunya India, insidens invaginasi dilaporkan
meningkat pada musim panas.4 Di Thailand insidens invaginasi meningkat antara bulan
September dan Januari dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin
dan panas yang merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan
gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan
invaginasi.2
IV. Etiologi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini dicurigai
dapat
diidentifikasi
saat
pembedahan. 2
b. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya
kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau lead point seperti:
inverted
Meckels
diverticulum,
polip
usus,
leiomioma,
leiosarkoma,
hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus.5 Divertikulum
Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti peutz-jeghers
syndrome,
dan
duplikasi
intestinal.
Lead
point
lain
diantaranya
dengan
Rapunzel
syndrome,
caseating
granulomas
yang
Gerakan peristaltic yang berlebihan seperti pada polip usus, divertikel Meckel,
limfoma, hemangioma, leiomioma, leiosarkoma, dan mesenteric hematom merupakan
pencetus pada anak di atas usia 2 tahun atau orang dewasa.
V. Klasifikasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering menyebabkan terjadinya invaginasi merupakan
lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segemen yang mengalami
adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya: 11
a. Entero-Enterika atau ileo-ileal (6,7%): Usus halus masuk ke dalam usus halus
b. Colo-Kolika (4,7%): Kolon masuk ke dalam kolon
c. Ileo-Colica (31,5%): Ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens
d. Ileo-Sekal (39,5%): Ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus
minorisnya adalah katup ileosekal.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi Ileo-Colica yang masuk naik ke kolon
asendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.12
VI. Patogenesis
Patogenesis dari invaginasi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan pada
dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan
oleh adanya massa yang bertindak sebagai lead point atau oleh pola yang tidak teratur dari
peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan elektrolit berhubungan dengan
berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan motilitas intestinal yang abnormal,
dan mengarah pada terjadinya invaginasi. Beberapa penelitian terbaru pada binatang
menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada usus, suatu neurotransmitter penghambat,
menyebabkan relaksasi dari katub ileocaecal dan mempredisposisi invaginasi ileocaecal.
Penelitian lain telah mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu
dapat menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan invaginasi.7
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke dalam
lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal, dan
mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens. Apabila terjadi
obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit berjalan progresif dimana
ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon, akan dijumpai mukosa
intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan
dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi usus.5,7
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan gangguan
venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta laserasi mukosa
usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi klinis invaginasi yaitu BAB
darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool.5-7
Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada anak usia
kurang dari 2 tahun.
agonal dapat dikembalikan dengan mudah dan berhubungan dengan inflamasi minimal,
dinding usus tidak edematous dan tidak terbentuk lapisan-lapisan fibrin dari usus yang
menyatu.3,6,8,13
Kontraksi yang kuat pada bagian bawah menyebabkan invaginasi dari bagian tersebut
ke bagian yang berdekatan yang kontraksinya lemah. Regio dari traktus gastrointestinal yang
menderita akan mengalami
(contoh :ileocolic
atau
gastroesophageal junction) yang akan mengalami resiko tinggi. Intussusseptio baik pada
obstruksi partial atau komplit dari traktus gastrointestinal dapat mengakibatkan hypovolemia
dan dehidrasi hal ini disebabkan karena gejala obstruksi yang timbul pada pasien invaginasi.
Vascular merupakan yang terutama, khususnya pada intussusceptum. Hubungannya dapat
berubah dari obstruksi limfatik dan vena menjadi obstruksi arteri yang mengakibatkan
nekrosa yang banyak. Terjadinya kerusakan pada pelindung mukosa mengakibatkan absorpsi
bakteri atau endotoxin dan akhirnya terjadilah shock.3,6,8,13
Invaginasi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya
daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian
proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas semakin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus
yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan
anti-peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah.
Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik mudah hilang oleh karena dinding usus
kehilangan kontraksinya.
Nyeri perut tiba-tiba, yang hilang timbul dengan periode serangan setiap 10 sampai 20
2.
menit.
Teraba masa tumor di daerah hipokondrium kanan dan membentang sepanjang colon
3.
tumor,oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias
intususepsi. Mengingat intususepsi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun,
sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan mulai
bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut
yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada muntah, buang
air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan intususepsi.
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group menegakkan sebuah
diagnosis klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini
membantu untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk
membuktikan apakah kasus tersebut adalah intususepsi.
a) Kriteria Mayor
1. Bukti adanya obstruksi saluran cerna
a. Riwayat muntah kehijauan
b. Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus abnormal
c. Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi usus halus
2. Inspeksi
a. Massa di abdomen
b. Massa di rectal
c. Prolapsus intestinal
d. Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa dari
jaringan lunak
3. Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena
a. Keluarnya darah per rectal
b. Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
c. Adanya darah ketika pemeriksaan rectum
b) Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan pola gas usus yang abnormal
Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu:
1. Level 1 definite (1 kriteria di bawah ini)
i. Kriteria pembedahan Invaginasi usus yang ditemukan saaat
pembedahan
ii.
tersebut
iii.
Kriteria autopsi invaginasi dari usus
2. Level 2 Probable ( 1 kriteria di bawah ini)
i. 2 kriteria mayor
ii. 1 kriteria mayor + 3 kriteria minor
3. Level 3 Possible
i. 4/> kriteria minor
A. Anamnesis
Pada penderita yang mengalami invaginasi keluhan-keluhan yang dapat didapatkan
pada saat anamnesis adalah:(14)
a. Sebelum sakit bayi atau anak ada riwayat pijat dan diberi makanan padat
padahal umur bayi dibawah 4 bulan.
b. Bayi yang awalnya sehat mendapatkan serangan nyeri perut yang terjadi
secara tiba-tiba dan berlangsung dalam beberapa menit
c. Serangan nyeri perut yang diikuti dengan muntah berisi cairan dan makanan
d. Lelah dan Lesu
e. Feses bercampur darah segar dan lendir
f.
Tabel 3 perbedaan manifestasi klinis invaginasi pada anak dan dewasa
Tanda dan gejala invaginasi
Anak
Dewasa
(intermiten),
biasanya
gejala :
sampai
ke
abdomen,
disertai hiperextensi
Feses yang bercampur darah dan
mukus
(kadang-kadang
berbentuk
Urgency
Muntah
42%)
Diare
Demam
Dehidrasi
Letargi
B. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami invaginasi adalah seperti yang
tertera berikut:6
a. Inspeksi
b. Auskultasi
Bising usus terdengar meninggi selama serangan kolik dan menjadi normal
kembali di luar serangan
c. Palpasi
Perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri
bawah
Perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut dances sign.
d. Perkusi
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan
diagnosis intususepsi, sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan
Gambar 9 tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian usus yang masuk ke
lumen usus proksimal
di
tengah-tengah
foto.
X-ray
ke
dalam
suatu
intralumen
Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa multiple air fluid
level, dilatasi loop usus atau minimal feses pada kolon. Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air
fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus.
barium keluar bersama feses dan udara. Pada orang dewasa diagnosis
preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada umumnya
diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan
kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga
diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium
enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun umumnya
diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan. 18
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisik. Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon,
barium enema mungkin dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan
didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari intususepsi dan suatu
cupshaped appearance pada barium ditempat ini. Ketika tekanan ditingkatkan,
sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi. Jika barium
dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring
appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau
semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat
obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan. 19
Gambar 12. A. colon in loop pada intususepsi, bagian usus masuk hingga fleksura lienalis. B.
intususepsi di daerah colon asenden
CUPPING SIGN
Gambar 13. Cupping sign atau Meniscus sign pada foto dengan barium enema
Ultrasonografi (USG)
Tujuan untuk melokalisir area usus yang mengalami invaginasi dan untuk
menyingkirkan diagnosis invaginasi. Positif palsu dihasilkan karena feces yang prominen,
Chrons disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign
atau doughnut sign pada potongan melintang invaginasi yang menunjukkan lapisan
konsentris dari usus. Halo hipoechoic dihasilkan oleh mesenterium dan dinding yang
oedem dari intussuscipien. Hiperechoic di sentral dihasilkan oleh permukaan mukosa,
submukosa, dan serosa dari intususceptum. Sedangkan gambaran berupa pseudo kidney
sign atau sandwich sign pada potongan longitudinal invaginasi menunjukkan gambaran
hiperechoic pada pusat yang diasumsikan sebagai bentuk tubular yang bersambung
dengan lumen usus dan ditutupi pada masing-masing sisi oleh intussusescpien yang
hipoechoic. Cairan intraperitoneal jarang ditemukan. Color Doppler sonografi dapat
mendetksi lebih awal iskemia. Keterbatasan paling besar dari USG adalah adanya udara
dalam usus yang mencegah transmisi dari sinar. Positif palsu dihasilkan karena feces yang
prominen, Chrons disease pada ileum terminal, volvulus, dan lain-lain.
Gambar 16. Tampak gambaran doughnut sign, serta tampak target sign atau pseudokidney
Gambar 13. Targets appearance atau gambaran donat pada irisan melintang invaginasi
pemeriksaan USG
Gambar 14. A. irisan melintang dan B. irisan memanjang dari invaginasi pada USG
CT Scan
Modalitas pilihan untuk penilaian dan keluhan abdomen akut pada orang dewasa.
Gambaran terbaik adalah apa yang disebut sebagai gambaran usus-dalam-usus, di
mana lapisan usus yang banyak membentuk cincin konsentris (CT setara dengan
target sign pada ultrasonografi) ketika dicitrakan dari sudut kanan ke lumen, dan
gambaran jaringan lunak seperti sosis ketika dicitrakan longitudinal.
IX. Penatalaksanaan
Pada bayi maupun anak yang dicurigai intususepsi atau invaginasi, penatalaksanaan
lini pertama sangat penting dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Selang
lambung (Nasogastric tube) harus dipasang sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan
distensi abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya. Setelah itu, rehidrasi cairan
yang adekuat dilakukan untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan selang catheter
untuk memantau ouput dari cairan. Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah dapat
dilakukan.Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa
maupun terapi reduksi lini pertama pada intususepsi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk
meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi
ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin besar
kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.
A. Tindakan Non Operatif
Hydrostatic Reduction
Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan signifikan
sejak dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi
hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah
menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat
pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium
memiliki potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal.
Pelaksanaannya memperhatikan Rule of three yang terdiri atas: (1)
reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh
lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh
lebih dari 3 menit. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan
tekanan hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas
melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 4595% dengan kasus tanpa komplikasi. Selain penggunaan fluoroskopi sebagai
pemandu, saat ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara air dan
kontras
soluble
dengan
perbandingan
9:1)
dengan
panduan
USG.
Morbiditasnya kecil
Komplikasi akibat pembiusan dan pembedahan dapat dihindarkan
Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan
Perawatan menjadi lebih singkat
Biaya lebih murah
Sedangkan kerugiannya:
1. Angka kekambuhan lebih tinggi
2. Adanya penyebab invaginasi yang kecil dapat tak terlihat
3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian ileo-colica dapat tereponir
sedangkan bagian ileo ileal tak tereponir oleh karena adanya ileocaecal valve
4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan reposisi /
pada reposisi yang tak sempurna
Teknik
non
pembedahan
ini
memiliki
beberapa
keuntungan
Pneumatic Reduction.
Reduksi udara pada intususepsi pertama kali diperkenalkan pada tahun
1897 dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980.
Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam
rectum. Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi
dan 110-120 mmHg untuk anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini
bahwa metode ini lebih cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari
radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan tingkat reduksi
lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik.
Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan
kateter, dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg
(maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan
berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos. Jika tidak
terdapat intususepsi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati melewati
usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara
akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.Untuk melengkapi prosedur
ini, foto post reduksi (supine dan decubitus/upright views) harus dilakukan
untuk mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
B. Tindakan Operatif
Tindakan operatif dilakukan apabila usia penderita lebih dari 1 tahun, reposisi
dengan Ba-enema maupun dengan pneumatic gagal, terjadi invaginasi yang berulang,
terdapat penyebab invaginasu yang spesifik, terdapat nekrosis usus, perforasi ataupun
peritonitis.
Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual yaitu reduksi intraabdominal
invaginasi bila mungkin direduksi intraabdominal dengan melakukan milking mulai
dari usus distal sampai ke usus bagian proksimal. Milking merupakan suatu tindakan
pembedahan
dengan
cara
dengan
mendorong
inavaginatum secara perlahan dan terus menerus tanpa tarikan dari distal usus yang
mengalami invaginasi ke arah proksimal sampai terjadinya reduksi ke posisi
normalnya. Milking dilakukan secara perlahan terutama pada bagian proksimal usus
yang invaginasi.20
Tindakan operasi merupakan penatalaksanaan standar pada invaginasi yang
terjadi pada dewasa tanpa didahului oleh tindakan reduksi. Reseksi usus dilakukan
apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas
usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Batas
reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat,
pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi. Setelah usus direseksi
dilakukan anastomose end to end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin
maka dilakukan enterostomi.20
Enterocolitis
Perforasi
Anemia
Sepsis
Penurunan kesadaran
Kematian
XI. Prognosis
Faktor penentu prognosis adalah diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi penderita waktu datang
di rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan diagnosa dan tindakan
menyebabkan progosa yang jelek dan tingginya angka kematian. Penderita invaginasi
yang tidak diobati hampir semua meninggal. Angka kematian sangat bervariasi,
tergantung dari kondisi penderita sewaktu datang, penanganan yang cepat dan lamanya
menderita/mengalami invaginasi, yaitu berkisar antara 0%-50%. Beberapa penulis
melaporkan angka kematian hampir 0% jika pengobatan dilakukan dalam 24 jam
pertama dan meningkat jika penanganan dilakukan setelah 24 jam. Angka kekambuhan
invaginasi umumnya rendah. Angka rekurensi dari invaginasi untuk reduksi nonoperatif
dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%..6
Kematian disebabkan oleh invaginasi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak
sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan invaginasi tetap
tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk
datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala,
dan memiliki tingkat intervensi bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi..2
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan
studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang
ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama.2
BAB III
KESIMPULAN
Invaginasi merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang perlu penanganan sesegera
mungkin. Invaginasi ataupun intususepsi umumnya dapat mengenai anak-anak. Namun
demikian, invaginasi dapat pula dialami oleh beberapa orang dewasa karena penyebab
tertentu yang telah diketahui etiologinya. Invaginasi dapat ditegakkan dengan melakukan
diagnosis dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang yang
tepat. Dalam hal ini, pemeriksaan penunjang radiologi yang digunakan yaitu dengan foto
polos abdomen, barium enema (colon in loop), USG dan CT-Scan. Sedangkan untuk
penatalaksanaannya untuk bayi dan anak-anak dapat dilakukan tindakan non-operatif dan
untuk dewasa adalah dengan tindakan operratif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Intussusception.
2015.
Available
at:
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/intussusception/home/ovc-20166951. Accessed june 3, 2016.
2. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence, Clinical
Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva, Switzerland: World
Health Organization, 2002
3. Wyllie R. Ileus, adhesi, intususepsi dan obstruksi lingkar-tertutup. In: Nelson WE,
Behrman RE, Kliegman R dan Arvin AM. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC;2012.p
1319-21.
4. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The
epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann Acad
Med Singapore 2006;35:674-9.
5. Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya gejala
klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada penderita invaginasi
yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Medan.
2011.
6. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. 2011. Medscape Reference [serial online]
Available
from:
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/937730th
overview#showall. (Accessed: june 4 , 2016)
7. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [Online] 2012 Jan 13 [cited 2016
June 4]
8. Iskandar Z, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi.
Jakarta:EGC;2012.p.99-107.
9. Snell RS. Abdomen: bagian II cavitas abdomen. Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran,6th ed. Jakarta:EGC;2012. Hal 206-77
10. Faiz O dan Moffat D. At A Glance Series Anatomi. Jakarta: Erlangga ;2003.
11. Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G, Vassiliou S, et
al. 2009. Intussusception of the bowel in adults: a review. World Journal
Gastroenterology.
12. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004
13. Kartono D. Invaginasi in Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S, Pusponegoro
AD, et al. Tangerang: Binarupa Aksara; 2005.
14. Schwartz. Principle of Surgery. 9ed. Mc-Graw Hill. US. 2010
15. Ignacio RC, Fallat ME. 2010. Intussusception. In: Holcomb GW, Murphy JP, editors.
Ashcrafts pediatric surgery. 5th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; p.2
16. Zakaria, Iskandar. Peranan Radiologi dalam Diagnosis dan Terapi Invaginasi. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala Volume 7. 2007.
17. Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit
FKUI.2008. p 245-253, p 256-258, p 415-416.
18. Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang. Radiographic Evaluation of Intussusception:
Utility of Left-Side-Down Decubitus View. RSNA:Vol 248. 2008.
19. Gabriel Conder , John Rendre, et all. Abdominal Radiology Intussusception ,
Cambrige University Press. 2009.
20. Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques. Townsend CM
& Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010