Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT SESSION

GNAPS

Disusun Oleh:

dr. Elang Muhammad Firdaus

Dokter Pendamping:

dr. Hj. Sumarmi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN

KABUPATEN KUNINGAN

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan suatu istilah untuk menunjukkan

gambaran klinis akibat perubahan-perubahan struktur dan faal dari peradangan akut

glomerulus. Gambaran klinis yang menonjol adalah kelainan dari urin (proteinuria,

hematuria, silinder eritrosit), penurunan LFG disertai oligouri, bendungan sirkulasi,

hipertensi, dan sembab. Meskipun penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi GNA

paling sering didapatkan pada anak berumur 5–15 tahun. Glomerulonefritis akut pasca infeksi

streptokokus (GNAPS) dapat terjadi secara epidemic atau sporadik. Perbandingan anak laki-

laki dan anak perempuan 2 : 1. Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis

lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus β

haemolyticus, sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud

adalah GNA pasca streptokokus atau GNAPS (1, 2).

Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan

menghancurkan sel darah merah, yaitu Streptococcus β haemolyticus jika kuman dapat

melakukan hemolisis lengkap, Streptococcus α haemolyticus jika melakukan hemolisis

parsial, dan Streptococcus Ɣ haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis. Streptococcus

β haemolyticus dapat dibagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A hingga T.

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) pada umumnya didahului infeksi

saluran nafas bagian atas atau infeksi kulit oleh kuman Streptococcus β haemolyticus grup A

dan kadang-kadang oleh grup C atau G. Galur yang dapat menyebabkan glomerulonefritis

akut ini disebut streptokokus nefritogenik (3, 4).

Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%

berakibat fatal. GNA merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Berikut ini akan dilaporkan

kasus seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang didiagnosis penyakit glomerulonefritis

Akut.

.
BAB II

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 12 tahun
Alamat : Kuningan
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 338-32-96
Masuk rumah sakit : 29 Juli 2020

1.2. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. M

Usia : 30 tahun

Alamat : Kuningan

Pekerjaan : Supir

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pernikahan ke :1

Penghasilan : Rp 1000.000,-

Nama ibu : Ny. I

Usia : 29 tahun

Alamat : Kuningan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD
Agama : Islam

Suku : Sunda

Pernikahan ke :1

Penghasilan : Rp 500.000,-

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ayah pasien serta dari
rekam medik pada tanggal 29 Juli 2020.

Keluhan Utama

Sesak yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang

Tiga minggu SMRS terdapat luka bernanah dan koreng-koreng di kedua tangan dan
kaki pasien. Luka tidak berdarah dan pasien tidak demam. Kemudian pasien berobat ke
puskesmas diberikan bubuk PK untuk dicampurkan ke air mandi. Setelah itu nanah mulai
mengering dan luka-luka membaik.

Satu minggu SMRS pasien mulai sering lelah. Pasien juga mengaku sesak saat
beraktivitas, seperti berjalan jauh. Wajah tampak sembab di pagi hari namun hilang di siang
hari. Selain itu pasien juga batuk berdahak tidak disertai pilek. Sejak 1 minggu SMRS buang
air kecil pasien lebih sedikit dan jarang daripada biasanya dan warna air seni pasien seperti
air cucian daging.

Tiga hari SMRS wajah pasien terlihat sembab, pasien juga tampak gelisah. Kedua
kaki pasien juga tampak bengkak dan sesak pasien bertambah jika berbaring, namun
membaik saat duduk. Batuk pasien juga semakin bertambah parah. Pasien berobat ke dokter
umum, diberi dua macam obat namun pasien tidak tahu namanya. Sesak pasien tidak
membaik setelah konsumsi obat tersebut.

Dua hari SMRS sesak pasien semakin bertambah, bahkan duduk juga tetap sesak dan
kedua kaki semakin bengkak. Kemudian pasien berobat ke klinik, di sana pasien diperiksa
urin. Urin pasien berwarnah kemerahan seperti air cucian daging dan dikatakan sakit ginjal,
kemudian pasien dirujuk ke RSUD 45 Kuningan.
Saat masuk IGD pasien tampak sesak saat duduk maupun tidur dan tampak gelisah.
Kedua kelopak mata, perut, dan kedua kaki pasien tampak bengkak. Pasien tidak demam,
buang air kecil berwarna kemerahan, dan belum buang air besar.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang serupa sebelumnya. Pasien pernah korengan
satu tahun sebelumnya, berobat di Puskesmas hingga sembuh. Kontak TB, alergi dan atopi
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit ginjal di keluarga disangkal.

Riwayat penyakit serupa di keluarga disangkal.

Alergi, asma, dan atopi di keluarga disangkal.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Pemeriksaan antenatal teratur di bidan. Tidak ada riwayat sakit berat dan keputihan selama
kehamilan. Ibu pasien tidak pernah dirawat di RS selama hamil. Pasien lahir cukup bulan,
spontan. Berat badan saat lahir dan panjang lahir pasien tidak diingat oleh ayah pasien. Saat
lahir pasien langsung menangis, tidak terdapat kebiruan, pasien juga tidak tampak kuning dan
tidak ada kelainan bawaan.

Riwayat Tumbuh Kembang


Tengkurap : orang tua tidak ingat

Duduk : orang tua tidak ingat

Berdiri : orang tua tidak ingat

Berjalan : 12 bulan

Bicara : 12 bulan

Saat ini pasien kelas 6 SD dan tidak pernah tinggal kelas.

Kesan : tumbuh kembang dalam batas normal.


Riwayat Imunisasi

Ayah pasien tidak ingat imunisasi apa saja yang pernah diberikan pada anaknya, hanya
imunisasi polio saja yang diingat oleh ayah pasien. Namun menurut ayah pasien anaknya
mendapat imunisasi lengkap.
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Nutrisi

Pasien mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan


Usia 6 bulan sudah mulai makan bubur biskuit.
Usia 1 tahun pasien diberi nasi lunak dengan sayur dan lauk (makanan keluarga)
Sekarang makan biasa 3 kali sehari.

Kesan kuantitas dan kualitas cukup.

Riwayat keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Saudara pasien sehat.

Keadaan rumah dan lingkungan


Pasien dan keluarga pasien tinggal di lingkungan padat penduduk.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit berat, sesak (+), sianosis (-)
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 32 kg
Tinggi badan : 130 cm
LLA : 22 cm

Status Gizi :
 BB/U = 32/42 x 100% = 76,19 %
 TB/U = 130/151 x 100% = 86,09%
 BB/TB = 32/27,5 x 100% = 116%
 LLA = 22/23,2 = 94,8%
 Kesan gizi baik, perawakan pendek
Tanda vital : Tekanan darah 120/70 mmHg
Frekuensi nadi 120x/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi napas 30x/menit, reguler, kedalaman cukup,
napas cuping hidung (+), retraksi interkostal (+)
Suhu 36,5C
Kepala : deformitas (-)
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edem palpebra +/+,
pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga : serumen -/-
Leher : JVP 5+2 cmH2O, KGB tidak teraba
Paru : vesikuler +/+, rhonki +/+ basah halus tidak nyaring
wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (+)
Abdomen : datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, hepar teraba 5 cm di
bawah arcus costae kanan dan 7 cm di bawah processus
xiphoideus /limpa tidak teraba, BU(+) menurun, shifting
dullnes (+)
Punggung : nyeri ketok costovertebrae angle (CVA) -/-
Genitalia : penis ukuran 6 cm, edema skrotum (-), skrotum hiperemis
(-), nyeri (-)
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik, edema +/+ pitting

RESUME
Pasien anak laki-laki, usia 12 tahun, datang dengan keluhan sesak yang memberat
sejak 2 hari SMRS. Tiga minggu SMRS pasien luka bernanah di kulit kedua tangan dan kaki.
Satu minggu SMRS pasien sering lelah, sesak bila berjalan jauh, batuk (+) tanpa pilek. Wajah
sembab (+), buang air kecil jarang dan berwarna seperti air cucian daging. Tiga hari SMRS
wajah semakin bengkak, pasien tampak gelisah, kaki juga menjadi bengkak. Sesak (+) saat
berbaring, membaik jika duduk. Batuk semakin parah. Pada hari masuk RS pasien sesak saat
duduk maupun tidur, tampak gelisah, bengkak di kelopak mata, perut dan kedua kaki. BAK
pasien berwarna kemerahan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis, tampak sesak, napas cuping
hidung (+), retraksi intercostae (+), tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit
regular, isi cukup, frekuensi napas 30x/menit, suhu 36,30C, BB= 32 kg, TB 130 cm, LLA =
22 cm, kesan gizi normal, perawakan pendek. Didapatkan edema palpebra bilateral,
peningkatan tekanan vena jugular, ronkhi basah halus tidak nyaring di kedua lapang paru,
gallop pada auskultasi jantung, hepatomegali, ascites, dan pitting edem pada kedua kaki.

Masalah
1. Dekompensatio coris NYHA class IV dengan edema paru ec overload cairan
2. Gagal ginjal akut ec GNAPS

Rencana
Rencana diagnosis
1. DPL
2. Kimia darah dan elektrolit
3. Urin lengkap
4. ASTO, C3
5. Foto rontgen thorax

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Perifer Lengkap (05 Februari 2019)
Pemeriksaan Hasil
Hb 12,6 (13 –16 g/dl)
Ht 38% (40 – 48 %)
Leukosit 22.400/ul (5000 – 10000/ul)
Diff count 0/0/4/81/15/0
Trombosit 447.000/ul (150.000 – 400.000/ul)
MCV 80 ( 82-92 fl)
MCH 26 (27-31 pg)
MCHC 33 (22-36 g/dl)
LED (laki-laki) 16 (0-10 mm)
Urinalisa (05 Februari 2019)
Pemeriksaan Hasil
Urinalisis
Sel epitel + (Positif)
Leukosit 10-13 (1-5/LPB)
Eritrosit Banyak (1-3/LPB)
Silinder + (Positif)
Kristal Negatif (negatif)
Bakteri + (Positif)
Berat jenis 1.030 (1.003-1.030)
pH 5.0 (4.5-8.0)
Protein +++ (Positif)
Glukosa Negatif (negatif)
Keton Negatif (negatif)
Darah/Hb +++ (Positif)
Bilirubin Negatif (negatif)
Urobilinogen 0.2 (0.1-1.0)
Nitrit + (Positif)
Leukosit esterase + (Positif)

Kimia Darah (05 Februari 2019)


Pemeriksaan Hasil
Ur 98 (10-50)
Cr 1,0 (0,5-1,5)
SGOT 170 (10-35)
SGPT 86 (10-36)
Albumin 3,0 (3,5- 4,8)
LFG hitung: 71,5 ml/menit/1,73 mm2

Elektrolit (05 Februari 2019)


Pemeriksaan Hasil
Na 134 (135-147)
K 4,6 (3,5-5,5)
Cl 106 (100-106)
Analisa gas darah (05 Februari 2019)
Pemeriksaan Hasil
pH 7,431 (7,35-7,45)
pCO2 23,4 (35-45)
pO2 76,7 (75-100)
SO2% 96,1
BE -8,8 (-2,5-2,5)
SBC 18,5
HCO3 15,7 (21-25)
TCO2 16,4 (21-27)

Foto thorax
Kesan edema paru, kardiomegali sulit dinilai karena inspirasi kurang.

Tatalaksana
Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari)
Oksigen 1-2 L/menit bila sesak
Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO
Furosemid 2 x 20 mg PO
Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam , diuresis balans negatif

Follow up
06/02/2019
S : Demam (-), batuk (-), muntah (-), sesak (-), sakit kepala (-)
O : keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis
Tidak ada sesak maupun sianosis
TD= 100/60, N= 120x/menit, reguler, isi cukup, R= 30x/menit, reguler, kedalaman
cukup, Suhu= 36,3C.
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edem palpebra -/-
THT : faring tidak hiperemis, T1-T1
Mulut : mukosa lembab
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N, turgor cukup, asites (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2” edema minimal
A : Dekompensatio cordis NYHA class IV ec overload cairan
Gagal ginjal akut ec GNAPS

P : Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari)
Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO
Furosemid 2 x 20 mg PO
Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam

07/02/2019
S : Demam (-), batuk (-), muntah (-), sesak (-), sakit kepala (-)
O : keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis
Tidak ada sesak maupun sianosis
TD= 100/70 mmHg di keempat ekstremitas, FN= 110x/menit, reguler, isi cukup,
FP= 24x/menit, reguler, kedalaman cukup, Suhu= 36C.
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edem palpebra -/-
THT : faring tidak hiperemis, T1-T1
Mulut : mukosa lembab
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N, turgor cukup, asites (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2” edema minimal
Laboratorium (07/02/2019)
C3 : 26 mg/dL (90-180)
ASTO : 350 IU/mL (<320)
A : Dekompensatio cordis NYHA class IV ec overload cairan
Gagal ginjal akut ec GNAPS

P : Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari)
Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO
Furosemid 2 x 20 mg PO
Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam
08/02/2019
S : Demam (-), muntah (-), sesak (-), sakit kepala (-), BAK lancar, bengkak berkurang
O : keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis
Tidak ada sesak maupun sianosis
TD= 100/70 mmHg di keempat ekstremitas, FN= 82x/menit, reguler, isi cukup,
FP= 24x/menit, reguler, kedalaman cukup, Suhu= 37C.
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, edem palpebra -/-
THT : faring tidak hiperemis, T1-T1
Mulut : mukosa lembab
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar lien tidak teraba, BU(+) N, turgor cukup, asites (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT< 2” edema -/-
Diuresis 18.00-06.00 > 1,2 ml/kg/jam
A : Gagal ginjal akut ec GNAPS
Riwayat dekompensatio cordis
P : Diet makanan biasa nefritis 1800 kal (protein 20 g /hari, garam 1 g/ hari)
Obat : Amoksisilin 3 x 500 mg PO
Furosemid 2 x 20 mg PO
Monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanactionam : bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindrom nefritik yang
ditandai dengan onset tiba-tiba hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
GNAPS adalah salah satu penyebab gross hematuria glomerular yang paling sering pada
anak-anak. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi, umumnya oleh kuman streptokokus β-
hemolitikus grup A di saluran nafas atas atau di kulit.

Etiologi dan Epidemiologi

Glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) muncul setelah infeksi pada


tenggorokan atau kulit oleh strain “nefritogenik” tertentu dari streptokokus β-hemolitikus
grup A. Faktor-faktor yang menyebabkan hanya strain tertentu yang menjadi nefritogenik
masih belum jelas. GNAPS biasanya muncul setelah faringitis streptokokal yang timbul
selama musim dingin/penghujan dan infeksi kulit atau pioderma selama musim panas,
sedangkan di daerah tropis infeksi kulit streptokokal dapat terjadi sepanjang tahun. Walaupun
secara epidemis nefritis telah ditemukan berhubungan dengan infeksi tenggorokan (serotipe
12) dan kulit (serotype 49), penyakit ini paling sering muncul secara sporadis.

GNAPS paling sering menyerang anak usia sekolah (5-12 tahun) dan jarang
menyerang anak usia kurang dari 3 tahun. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan
perbandingan 2:1.

Risiko munculnya glomerulonefritis akut tergantung apakah infeksi disebabkan oleh


strain nefritogenik, risiko serangan 10-15% dan dapat terjadi pada perjalanan infeksi
tenggorok atau kulit. Terdapat masa laten tertentu sebelum munculnya sindrom nefritis akut,
biasanya 1-2 minggu setelah faringitis streptokokus atau 3-6 minggu setelah pioderma
streptokokal.

GNAPS adalah salah satu penyebab hematuria glomerular terbanyak pada anak,
hanya dikalahkan oleh IgA nefropati. GNAPS merupakan glomerulonefritis akut pasca
infeksi yang paling sering ditemukan. Selain Streptokokus juga telah dibuktikan terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi stafilokokus, pneumokokus, coxsackie virus B,
echovirus tipe 9, influenza, dan mumps.

GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self-limiting, tetapi dapat juga


menyebabkan gagal ginjal akut. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5%
diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.

Patofisiologi
Kebanyakan bentuk glomerulonefritis akut dimediasi oleh proses imunologik. Pada
GNAPS, bukti-bukti menunjukkan bahwa kompleks imun, yang dibentuk oleh kombinasi
antibodi spesifik dan antigen streptokokus, terlokalisir di dinding kapiler glomerulus dan
mengaktivasi sistem komplemen. Sistem imun mungkin juga diaktivasi oleh antigen
steptokokal yang menempel ke struktur glomerulus dan berperan sebagai “planted antigen”
atau dengan perubahan antigen endogen.

Gambar 1. Patofisiologi GNAPS, terjadi penumpukan kompleks imun di subepitel glomerulus

Bermacam sitokin dan faktor imunitas seluler menginisiasi suatu respon inflamasi
yang bermanifestasi menjadi proliferasi seluler dan edema di glomerular.

Hanya beberapa strain streptokokus yang menyebabkan glomerulonefritis akut.


Penelitian yang dilakukan 50 tahun lalu menunjukkan identifikasi strain tertentu dari
streptokokus grup A yang nefritogenik. Yang lebih baru, streptokokus non-grup A, terutama
grup C, ditemukan juga menyebabkan glomerulonefritis.

Sedikitnya 2 antigen diisolasi dari streptokokus nefritogenik, zymogen (suatu


precursor dari exotoksin B) dan glyceraldehydes phosphate dehydrogenase (GNADH), telah
diidentifikasi dan dipercaya mampu menginisiasi respons imunologik. Fraksi tersebut
memiliki afinitas tertentu terhadap glomerulus dan telah terbukti menginduksi respons
antibodi. Hal ini membawa pada aktivasi sejumlah jalur mediator proinflamasi di glomerulus.

Walaupun infeksi streptokokus dihubungkan secara erat dengan GNAPS,


sesungguhnya mekanisme kerusakan pada ginjal masih dijabarkan secara tidak komplit.
Penelitian terbaru juga menunjukkan kemampuan dari SPEB dan NAPIr, suatu reseptor
plasmin streptokokal, untuk terikat dan mengaktivasi plasmin, dengan demikian menginisiasi
kaskade inflamasi.

Gambar 2. Etiopatogenesis GNAPS. Nefritogenisitas dari NAPIr-GAPDH streptokokus (kiri) diperkirakan berhubungan dengan aktivitas
pengikatan-plasmin yang mampu memicu reaksi inflamasi dan degradasi Membran Basal Glomerulus, kompleks ini menempati glomerulus
dengan plasmin, tapi tidak dengan IgG atau komplemen. SpeB dan zSpeB (kanan) dapat menginduksi immune-complex-mediated
glomerulonephritis ketika SpeB menempel dengan komplemen dan IgG dan tampak di tumpukan subepitelial, dimana merupakan
penampakan khas dari GNAPS.

Pada kebanyakan pasien dengan GN akut sedang-berat, terjadi penurunan filtrasi


glomerulus, dan kemampuan untuk mengekskresi garam dan air biasanya berkurang,
menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Volume cairan ekstraseluler yang
meningkat menyebabkan edema, dan juga berperan dalam hipertensi, anemia, kongesti
sirkulasi, dan ensefalopati.

Gambaran patologi

Seperti pada GN akut lain, ginjal terlihat membesar simetris. Pada mikroskop cahaya,
seluruh glomeruli tampak membesar dan bloodless dan menampakkan proliferasi sel
mesangial difus dengan pembesaran matriks mesangial.
Gambar 3. Glomerulus pasien GNAPS terlihat membesar dan perdarahan kurang dan menunjukkan proliferasi
mesangial dan eksudasi netrofil. (400x)

PMN sering ada di glomerulus selama masa awal penyakit. Kresentik dan inflamasi
intersisial mungkin dapat terlihat pada kasus sangat berat. Perubahan-perubahan ini tidak
spesifik untuk GNAPS. Mikroskopik imunofloresensi menampakkan deposit yang
bertumpuk-tumpuk dari immunoglobulin dan komplemen di membrane basalis glomerulus
dan di mesangial. Pada mikroskop electron, deposit electron-dense atau “humps” terlihat
pada sisi epitel membran basalis glomerulus.

Gambar 4. Mikroskop electron pada GNAPS memperlihatkan deposit electron dense (D) di sisi epitel (Ep) dari membrane
basalis glomerulus. PMN (P) tampak di dalam lumen (L) kapiler. BS = Bowman space. M = mesangium.

Gambar 5. Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas pada hematuria non-
glomerular: sel darah merah dalam bentuk dan ukuran yang seragam namun menunjukkan dua populasi sel
karena sejumlah kecil sel kehilangan pegmen hemoglobinnya.
Gambar 6: Gambaran mikroskopik sedimen urin memperlihatkan gambaran khas pada hematuria glomerular: sel
darah merah kecil dan bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan kandungan hemoglobin

Gambar 7: Microscopy of urinary sediment. A cast containing numerous erythrocytes, indicating


glomerulonephritis.

Manifestasi klinis

GNAPS paling sering terjadi pada anak berumur 5-12 tahun dan jarang sebelum usia
3 tahun. Pasien biasanya menunjukan gejala sindrom nefritis akut 1-2 minggu setelah
faringitis streptokokus atau 3-6 minggu setelah pioderma. Tingkat keparahan kerusakan
bervariasi dari hematuria mikroskopik asimtomatik dengan fungsi ginjal normal hingga gagal
ginjal akut. Pasien dapat juga mengalami ensefalopati dan/atau gagal ginjal yang disebabkan
oleh hipertensi atau hipervolemia. Ensefalopati dapat juga terjadi karena akibat langsung dari
efek toksik bakteri streptokokus di system saraf pusat. Edema biasanya disebabkan dari
retensi air dan garam dan sindrom nefrotik dapat muncul pada 10-20 % kasus. Gejala
nonspesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen/pinggang, dan demam umum terjadi.
Edema subglotis akut dan gangguan pernapasan juga pernah dilaporkan muncul.

Tanda kardinal yang khas terdiri dari :

1. Hematuria dengan urin berwarna teh/cucian daging tanpa disertai disuria,

2. Edema terutama periorbital dan dapat juga seluruh tubuh,

3. Hipertensi,

4. Oliguria / anuria.
Dapat disertai dengan tanda-tanda sindrom nefrotik seperti proteinuria dan hipoalbuminemia.
Selain itu karena komplikasinya dapat terjadi tanda-tanda kongesti dan ensefalopati.

Gambar 5. Urin pada GNAPS. Berwarna teh tua.

Fase akut biasanya menyembuh sendiri dalam 6-8 minggu. Walaupun ekskresi protein
urin dan hipertensi biasanya normal dalam 4-6 minggu setelah onset, hematuria mikroskopik
dapat bertahan hingga 1-2 tahun.

Diagnosis

Dari urinalisis didapatkan eritrosit, biasanya bersama dengan silinder eritrosit,


proteinuria, dan lekosit PMN. Anemia normositik yang ringan mungkin dapat terjadi karena
hemodilusi dan hemolisis ringan. Serum C3 menurun pada fase akut dan akan kembali
normal dalam 6-8 minggu.

Konfirmasi diagnosis membutuhkan adanya bukti yang jelas tentang infeksi


streptokokus yang invasive. Kultur tenggorok yang positif dapat mendukung diagnosis atau
menunjukkan keadaan karier. Di sisi lain, peningkatan antibodi terhadap antigen streptokokal
memastikan adanya infeksi streptokokus. Penting untuk diketahui titer antistreptolisin O
(ASTO) biasanya meningkat setelah infeksi faring namun jarang meningkat setelah infeksi
kulit pioderma. Titer antibodi tunggal yang paling baik untuk menunjukkan adanya infeksi
streptokokus di kulit adalah deoxyribonuclease (DNase) B antigen. Tes streptozim
merupakan suatu pemeriksaan alternative untuk mendeteksi antibody terhadap streptolysin O,
DNase B, hyaluronidase, streptokinase, dan nicotinamide-adenine dinucleotidase
menggunakan tes slide aglutinasi.

Diagnosis secara klinis GNAPS dapat ditegakkan pada seorang anak dengan sindrom
nefritis akut (gross hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal), bukti infeksi
strptokokus sebelumnya, dan C3 serum yang rendah. Walaupun begitu, penting untuk
memikirkan diagnosis lain seperti SLE dan eksaserbasi akut glomerulonefritis kronik. Renal
biopsi hanya dipertimbangkan bila terdapat gagal ginjal akut, sindrom nefrotik, tidak adanya
bukti infeksi streptokokal, atau komplemen serum yang normal. Biopsi ginjal juga
dipertimbangkan bila hematuria dan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, dan/atau C3 serum
bertahan lebih dari 2 bulan.

Diagnosis banding GNAPS termasuk beberapa penyebab hematuria yang lainnya,


seperti misalnya IgA nefropati. Glomerulonefritis akut juga dapat mengikuti infeksi
stafilokokus koagulase-positif dan koagulase-negatif, Streptococcus pneumonia, dan bakteri
gram negative. Dan juga, endokarditis bacterial dapat menimbulkan glomerulonefritis
hipokomplementik dengan gagal ginjal. Akhirnya, glomerulonefritis akut dapat timbul
setelah jamur tertentu, rickettsia, dan penyakit virus, terutama influenza.

Komplikasi

Komplikasi akut dari penyakit ini disebabkan terutama karena hipertensi dan
disfungsi ginjal akut. Hipertensi terdapat pada 60% pasien dan dapat dihubungkan dengan
ensefalopati hipertensi pada 10% kasus. Komplikasi lain termasuk gagal jantung,
hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang, dan uremia.

Pencegahan

Antibiotik sistemik pada awal infeksi faringitis streptokokus dan pioderma tidak
mengurangi resiko glomerulonefritis. Anggota keluarga dari pasien dengan GN akut harus
dikultur untuk streptokokus β-hemolitikus grup A dan harus diobati bila kulturnya positif.

Tata laksana

Tata laksana ditujukan untuk menangani efek akut dari penurunan fungsi ginjal dan
hipertensi. Walaupun pemberian 10 hari antibiotic sistemik dengan penisilin dianjurkan untuk
membatasi penyebaran organism nefritogenik, terapi antibiotic tidak memperngaruhi
perjalanan penyakit dari glomerulonefritis. Pembatasan garam, dieresis, dan farmakoterapi
dengan antagonis kalsium, vasodilator, atau ACE-inhibitor adalah terapi standar yang
digunakan untuk menangani hipertensi.

Prognosis

Penyembuhan sempurna terdapat pada >95% anak dengan GNAPS. Mortalitas dari
fase akut dapat dicegah dengan penanganan yang tepat dari gagal ginjal akut, gagal jantung,
dan hipertensi. Jarang terjadi, fase akut sangat berat dan membawa pasien pada hialinisasi
glomerular dan insufisiensi ginjal kronik. Walaupun begitu diagnosis GNAPS harus
dipertanyakan pada pasien dengan disfungsi ginjal kronik karena diagnosis lain seperti
glomerulonefritis membranoproliferatif mungkin muncul. Rekurensi sangat jarang terjadi.
BAB IV

ANALISIS KASUS

Aspek diagnosis
Pasien anak laki-laki, usia 12 tahun, datang dengan keluhan sesak yang memberat
sejak 2 hari SMRS. Tiga minggu SMRS pasien luka bernanah di kulit kedua tangan dan kaki.
Satu minggu SMRS pasien sering lelah, sesak bila berjalan jauh, batuk (+) tanpa pilek. Wajah
sembab (+), buang air kecil jarang dan berwarna seperti air cucian daging. Tiga hari SMRS
wajah semakin bengkak, pasien tampak gelisah, kaki juga menjadi bengkak. Sesak (+) saat
berbaring, membaik jika duduk. Batuk semakin parah. Dua hari SMRS sesak bertambah. Satu
hari SMRS pasien cek darah dan foto roentgen thorax di RSU Cengkareng dikatakan terdapat
penyakit ginjal dan paru. Pasien diberi obat suntik dan bengkak kemudian berkurang, pasien
direncanakan dirawat di RSU Cengkareng tetapi karena kamar penuh pasien dirujuk ke RS
Tarakan yang juga penuh lalu akhirnya ke RSCM. Pada hari masuk RS pasien sesak saat
duduk maupun tidur, tampak gelisah, bengkak di kelopak mata, perut dan kedua kaki. BAK
pasien berwarna kemerahan. Di IGD RSCM pasien diberi furosemide dan amoxycilin.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien compos mentis, tampak sesak, napas cuping hidung
(+), retraksi intercostae (+), tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 120x/menit regular,
isi cukup, frekuensi napas 30x/menit, suhu 36,30C, BB= 32 kg, TB 130 cm, LLA = 22 cm,
kesan gizi normal, perawakan pendek. Didapatkan edema palpebra bilateral, peningkatan
tekanan vena jugular, ronkhi basah halus tidak nyaring di kedua lapang paru, gallop pada
auskultasi jantung, hepatomegali, asites, dan pitting edem pada kedua kaki.
Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah tepi didapatkan anemia mikrositik
hipokrom, leukositosis dengan dominasi netrofil segmen, trombositosis, dan terdapat
peningkatan LED. Dari urinalisis didapatkan sel epitel, leukosituria, hematuria, bakteriuria,
proteinuria, nitrit dan leukosit esterase positif. Dari pemeriksaan kimia darah didapatkan
peningkatan kadar ureum, SGOT, SGPT, dan hipoalbuminemia. Dari nilai kreatinin
didapatkan LFG hitung sebesar 71,5 mL/menit/1,73 m 2. Dari pemeriksaan gas darah
didapatkan kesan asidosis metabolik terkompensasi penuh.
Dari data di atas didapatkan sesak yang memberat, awalnya sesak memberat dengan
aktivitas, terdapat orthopnea, dan akhirnya sesak terjadi saat pasien sedang istirahat. Gejala
sesak pasien merupakan gejala khas gejala gagal jantung, yaitu gagal jantung kongestif
fungsional kelas IV, ditambah adanya ronkhi basah halus tidak nyaring pada kedua lapang
paru dan edema paru semakin menguatkan diagnosis gagal jantung kelas IV.
Pasien tampak sesak dan gelisah, ditambah adanya ronkhi basah halus tidak nyaring
pada kedua lapang paru, saturasi oksigen darah yang turun, dan hasil foto rontgen toraks
menunjukkan adanya edema paru sebagai komplikasi gagal jantung.
Diagnosis glomerulonefritis akut pasca streptokokus ditegakkan atas dasar
didapatkannya infeksi kulit pada 10-21 hari sebelum timbul glomerulonefritis, kencing
berwarna kemerahan, sembab pada mata, dan bengkak pada kaki. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan tanda retensi cairan berupa pitting edem di kaki, asites di perut, dan edema
palpebra serta gejala gagal jantung dan edema paru. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia mikrositik hipokrom akibat kehilangan darah dari ginjal, leukositosis dan
peningkatan LED yang menunjukkan adanya infeksi, dominasi netrofil segmen menunjukkan
kemungkinan infeksi bakteri. Sedangkan dari urinalisis didapatkan proteinuria yang
menyebabkan hipoalbuminemia yang juga menyebabkan edema, hematuria yang
menyebabkan anemia, leukosituria, bakteriuria, nitrit, dan leukosit esterase menunjukkan
adanya infeksi saluran kemih. Diagnosis GNAPS diperkuat dengan pemeriksaan kadar C3
yang menurun dan ASTO yang meningkat.
Gagal ginjal akut pada pasien ditegakkan berdasarkan adanya riwayat BAK yang
sedikit jumlahnya, gejala overload cairan dan diagnosis GNAPS sebagai penyebab gagal
ginjal akut. Dari laboratorium didapatkan penurunan laju filtrasi glomerulus, peningkatan
ureum dan asidosis metabolik yang terkompensasi.
Pada pasien ini GNAPS menyebabkan terjadinya gagal ginjal. Gagal ginjal membuat
terjadinya overload cairan yang akhirnya mengakibatkan gagal jantung kongestif fungsional
kelas IV dan edema paru.

Aspek terapi
Pada pasien ini diberikan makan berupa makanan biasa karena pasien masih bisa
makan dengan biasa dengan kalori 1800 kkal (protein 20g/hari, garam 1g/hari).
Pada pasien diberikan Amoksisilin 3 x 500 mg per oral selama 10 hari untuk
mengeradikasi kuman streptokokus. Walaupun pemberian antibiotik tidak mempengaruhi
perjalanan penyakit, namun pemberian antibiotik tetap baik untuk dilakukan untuk
membatasi penyebaran kuman nefritogenik dan juga eradikasi kuman dan antigen yang
beredar
Gagal ginjal pada pasien ditatalaksana dengan diuretik furosemid 2 x 20 mg PO (2-4
mg/ kg) dibantu dengan retstriksi cairan sebanyak insensible water loss ditambah jumlah
cairan yang dikeluarkan lewat urin pada hari itu. Selanjutnya diberikan tatalaksana yang
sesuai bila didapatkan kelainan elektrolit maupun asidosis metabolik.
Dilakukan juga monitor keadaan umum untuk mengawasi kemungkinan komplikasi
GNAPS, tanda vital terutama untuk menilai tekanan darah. Selain itu juga penjelasan
mengenai penyakitnya, sehingga compliance pasien baik dan tingkat kesembuhannya tinggi.
Pada keluarga pasien disarankan melakukan swab tenggorok untuk mengetahui kemungkinan
karier streptokokus pada keluarga. Bila hasilnya positif, keluarga juga perlu diobati.

Aspek prognosis
Prognosis quo ad vitamnya bonam karena GNAPS 95% pasien dapat sembuh sendiri. Pada
pasien juga tidak terdapat edema dan hipertensi yang memungkinkan terjadinya komplikasi
lebih lanjut. Prognosis quo ad functionamnya bonam karena penyakit ini akan sembuh sendiri
dan fungsi ginjal pada pasien juga normal. Prognosis quo ad sanactionamnya bonam karena
rekurensi penyakit ini sangat jarang ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Davis ID, Avner ED. Conditions Particularly Associated with Hematuria. In:
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.
Pennsylvania: Saunders; 2004.
2. Hay WW, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis &
Treatment. 18th edition. New York: McGraw Hill; 2006.

3. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/980685-overview


4. Diunduh dari: http://www.nature.com/ki/journal/v71/n11/fig_tab/5002169f2.html
5. Diunduh dari:
http://www.health.nt.gov.au/library/scripts/AcutePostStreptococcalGlomerulonephriti
s.pdf
6. Diunduh dari: http://www.merck.com/mmpe/sec17/ch226/ch226h.html
7. Diunduh dari: http://www.nlm.nih.gov/MEDLINEPLUS/ency/article/000503.htm

Anda mungkin juga menyukai