Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

KATARAK MATUR

Disusun oleh :
Dedy Nur Hidayat, S.Ked
202082007

Dosen Pembimbing Kepaniteraan:


dr. Sri Widiastuti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RSUD DR. JHON P. WANANE KABUPATEN SORONG
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PAPUA
FEBRUARI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ‘Katarak Matur’.
Penulisan tugas ini merupakan salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Papua di RSUD Dr. Jhon P. Wanane
Kabupaten Sorong dan RS Kasih Herlina.

Penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini karena mendapatkan bimbingan, saran,
serta masukkan dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada Universitas Papua dan Fakultas Kedokteran Universitas Papua, tempat penulis
menuntut ilmu. Terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Sri Widiastuti, Sp.M sebagai
pembimbing yang memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Terimakasih penulis
ucapkan juga kepada seluruh pihak di RSUD Dr. Jhon P. Wanane Kabupaten Sorong dan RS
Kasih Herlina yang senantiasa memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan
menerapkan ilmu selama menjalani kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Mata.
Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua penulis yang senantiasa mendukung dan
mendoakan penulis; serta rekan-rekan dokter muda yang bertugas di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata atas masukan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki kekurangan, sehingga saran dan kritik
yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Sorong, Februari 2023

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus ini diajukan oleh :

Nama Lengkap : Dedy Nur Hidayat

Nomor Induk Mahasiswa : 202082007

Program Studi : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Papua

Departemen : Ilmu Kesehatan Mata

Judul Laporan Kasus : Katarak Matur

TELAH DIPRESENTASIKAN DAN DISAHKAN


PADA TANGGAL : .................................................................................

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Sri Widiastuti, Sp.M

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul…................................................................................................................. i

Kata Pengantar…................................................................................................................. ii

Lembar Pengesahan….......................................................................................................... iii

Daftar Isi…........................................................................................................................... iv

Bab 1 – Ilustrasi Kasus…..................................................................................................... 1

1.1 Identitas Pasien...................................................................................................... 1


1.2 Anamnesis.............................................................................................................. 1
1.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................................. 2
1.4 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................... 4
1.5 Resume................................................................................................................... 5
1.6 Diagnosis ............................................................................................................... 5
1.7 Penatalaksanaan..................................................................................................... 5
1.8 Prognosis................................................................................................................ 6

Bab 2 – Tinjauan Pustaka….................................................................................................. 7

2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lensa................................................................ 7


2.2 Definisi Katarak..................................................................................................... 9
2.3 Epidemiologi Katarak............................................................................................ 10
2.4 Etiologi, Patofisiologi dan Patogenesis Katarak.................................................... 11
2.5 Penegakkan Diagnosis Katarak.............................................................................. 13
2.6 Tipe Katarak........................................................................................................... 14
2.7 Tatalaksana Katarak............................................................................................... 16
2.8 Prognosis Katarak.................................................................................................. 20
Bab 3 – Diskusi.................................................................................................................... 21

Bab 4 – Kesimpulan............................................................................................................. 23

Daftar Pustaka…................................................................................................................... 24

iv
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
Data pasien didapatkan sebagian besar dari autoanamnesis, pemeriksaan fisik,
pengamatan saat di ruang OK serta analisis dari rekam medik. Pengumpulan data dilakukan
pada tanggal 08 Februari 2023 di RS Kasih Herlina Kota Sorong.

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. LM
Rekam Medis : 089527
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 36 tahun
Tanggal Lahir : 12 Mei 1986
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen Protestan
Kewarganegaraan : Indonesia
Pembiayaan Kesehatan : BPJS Kesehatan
Alamat : Jl. Kamp. Mlaron, Distrik Konhir, Kabupaten Sorong, Papua
Barat Daya
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Penglihatan buram
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Kasih Herlina dengan keluhan penglihatan buram
sejak satu tahun yang lalu. Penglihatan buram dikeluhkan semakin lama semakin memberat
dan dirasakan terus menerus sepanjang hari, saat melihat dekat maupun jauh. Pasien awalnya
mengeluh penglihatan hanya seperti berkabut, namun semakin lama penglihatan mata kanan
semakin buram dan semakin sulit melihat. Penglihatan mata sebelah kiri juga berkabut dan
buram, namun tidak separah dibanding mata sebelah kanan. Sekitar tujuh bulan yang lalu,
pasien sudah berobat ke RS dan terdiagnosis katarak pada mata kanan, kemudian direncanakan
operasi namun karena pasien memiliki alasan pribadi sehingga pasien menunda operasi
tersebut. Penglihatan pasien semakin buram dan sulit melihat sejak satu minggu terakhir,
sehingga pasien memutuskan untuk kembali berobat ke RS dan bersedia untuk dioperasi
kataraknya. Pasien tidak memiliki keluhan lain seperti mata gatal, merah, nyeri, mata berair,
dan keluar kotoran air mata.
1
Riwayat Penyakit Dahulu :

• Diabetes Melitus (-)


• Hipertensi (-)
• Riwayat penyakit mata tertentu (-)
• Riwayat trauma (-)
• Riwayat penyakit lain: mag/dispepsia (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami sakit serupa dengan pasien.

Riwayat Pengobatan :

Pasien sebelumnya sudah berobat ke Puskesmas maupun ke RS, terdiagnosis katarak. Sudah
direncanakan operasi sebelumnya (sekitar tujuh bulan yang lalu) namun pasien merasa belum
siap untuk operasi sehingga memilih untuk menundanya. Selama di rumah pasien tidak
melakukan pengobatan apapun terhadap keluhannya tersebut.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Kesan ekonomi cukup, keluarga mendukung kesembuhan pasien, dan pasien berobat dengan
memiliki jaminan kesehatan (BPJS).

Riwayat Kebiasaan :

Merokok (-), namun ketika dirumah sering terpapar asap rokok oleh anggota keluarga lain yang
merokok. Pasien memiliki hobi berkebun, sehingga sering terpapar panas matahari. Riwayat
penggunaan alkohol (-).

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Kompos mentis, GCS E4V5M6

Tanda Vital :

• Tekanan darah : 140/80 mmHg


• Nadi : 70 x/menit
• Respirasi : 18 x/menit
• SpO2 : 99%

2
• Suhu tubuh : 36,5 oC

Pemeriksaan Fisik Umum

• Kepala dan leher : Fokus pemeriksaan mata (data pemeriksaan di status

Oftalmologi)

• Thoraks : Tidak dilakukan


• Abdomen : Tidak dilakukan
• Ekstremitas : Tidak dilakukan

Status Oftalmologi
OD OS

Lensa keruh merata Lensa keruh sebagian

Status
Oculus Dextra Oculus Sinistra
Oftalmologi

Foto OD & OS
pasien

1/300 Visus 0,5/60

Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan

Tidak ada kelainan Parese/Paralyse Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Palpebra Tidak ada kelainan

3
Injeksi (-), sekret (-), edema (-) Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-), edema (-)

Tidak ada kelainan Sklera Tidak ada kelainan

Jernih, infiltrasi (-), perforasi (-), Jernih, infiltrasi (-), perforasi (-),
Kornea
sikatrik (-) sikatrik (-)

Jernih, dalam COA Jernih, dalam

Warna cokelat, simetris, sinekia Warna cokelat, simetris, sinekia


Iris
posterior (-), sinekia anterior (-) posterior (-), sinekia anterior (-)

Bulat, reguler, terletak di tengah, Bulat, reguler, terletak di tengah,


Pupil
diameter 3 mm, refleks pupil (+) diameter 3 mm, refleks pupil (+)

Keruh menyeluruh Lensa Keruh sebagian

Negatif Shadow Test Positif

Normal TIO (Palpasi) Normal

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Hematologi
Hemoglobin 12,4 L 14 – 16 P 12 – 15 g/dl
Eritrosit 5,1 L 4,5 – 5,5 P 4,0 – 5,0 Juta/mm3
Leukosit 6.700 6.000 – 9.000 /mm3
Diff Count
- Basofil - 0-1
- Eosinofil 3 1-3 %
- Stab 2 2-6 %
- Segmen 65 50 – 70 %
- Limfosit 28 20 – 40 %
- Monosit 2 2–4 %

4
Hematokrit 40,6 L 40 – 48 P 37 – 43 %
Trombosit 140.000 150.000 – 450.000 /mm3
Kimia darah
Glukosa Sewaktu 109 <140 mg/dl
Immunoserologi
HbsAg Negatif Negatif
SARS CoV-2 Non - Reaktif Non - Reaktif
Antigen

1.5 Resume
Wanita usia 36 tahun datang dengan keluhan mata buram sejak setahun yang lalu.
Buram terjadi perlahan diawali penglihatan berkabut, kemudian semakin lama semakin sulit
untuk melihat. Penglihatan mata kanan lebih buram dibandingkan mata kiri. Keluhan lain tidak
ada. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik (status oftalmologi), lensa mata kanan keruh
sepenuhnya, dan lensa mata kiri keruh sebagian. Visus mata kanan 1/300 dan mata kiri 0,5/60.
Shadow test mata kanan negatif, dan mata kiri positif.

1.6 Diagnosis

• Katarak matur OD
• Katarak Imatur OS

Diagnosis Banding

• OD :
o katarak hipermatur
o retinopati hipertensi
• OS :
o katarak insipien
o retinopati hipertensi

1.7 Penatalaksanaan

• SICS (Small incision cataract surgery) OD dan pemasangan IOL (Intra ocular
lens) OD.
• Teknik Anestesi : Local anesthesia.

5
• Edukasi:
o Menjelaskan pada pasien bahwa penglihatan buram yang dialaminya
karena pasien mengalami katarak.
o Menjelaskan bahwa pasien perlu dioperasi khususnya katarak pada mata
kanan nya, karena katarak tidak dapat disembuhkan dengan hanya minum
obat-obatan. Pasien juga akan diberikan lensa buatan pada matanya untuk
menggantikan lensa katarak.

Gambar 1.1. Dokumentasi operasi ekstraksi katarak matur OD, dengan teknik SICS (Small
incision cataract surgery), pemasangan IOL (Intra ocular lens) OD. Pasien diberikan
anestesi lokal. Gambar terakhir (ujung kanan bawah) adalah foto lensa katarak yang telah
diekstraksi dari mata kanan pasien.

1.8 Prognosis
• Quo Ad Vitam : ad bonam
• Quo Ad Sanam : ad bonam
• Quo Ad Functionam : ad bonam
• Quo Ad Komestikam : ad bonam

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lensa

Lensa merupakan struktur pada mata yang terletak di belakang iris dan di depan corpus
vitreum, serta dikelilingi processus ciliaris. Lensa memiliki struktur bikonveks dan transparan.
Lensa disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari corpus ciliare. Serat – serat tersebut
menyisip ke bagian ekuator kapsul lensa. Lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai
persarafan, sehingga nutrisi lensa diperoleh dari aqueous humor. Metabolisme lensa terutama
bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous. 1,2

Gambar 2.1. Anatomi lensa mata.3

Secara histologi, jaringan penyusun lensa sangat elastis, dan sifat elastis tersebut
semakin lama akan semakin menghilang ketika menua karena jaringan lensa mengeras. Lensa

7
memiliki tiga komponen utama, yaitu kapsul lensa (capsule), epitel lensa (epithelium), dan
serat lensa (lens fibers). Kapsul lensa memiliki tebal 10 – 20 µm, memiliki banyak komponen
proteoglikan dan kolagen tipe IV. Kapsul lensal berasal dari membran basal ektoderm
permukaan embrionik, sehingga kapsul lensa melindungi sel – sel di bawahnya dan
menyediakan tempat untuk perlekatan serat zonula. Epitel lensa subkapsular terdiri atas selapis
sel epitel kuboid dan hanya terdapat pada permukaan anterior lensa. Sisi basal sel epitel melekat
pada kapsul lensa, dan permukaan apikalnya memiliki interdigitasi yang mengikat epitel pada
serat lensa internal. Pada ujung posterior epitel ini, khususnya di dekat ekuator lensa, sel – sel
membelah membentuk sel baru dan berdiferensiasi menjadi serat lensa (lens fibers). Serat lensa
tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Setelah berkembang dari
sel punca epitel lensa, serat lensa berdiferensiasi dan akhirnya kehilangan inti serta organel
lainnya, dan terjadi peningkatan protein kristalin di sitoplasma sehingga sel akan memanjang.
Serat lensa yang matur (mature lens fibers) memiliki panjang 7 – 10 mm, lebar 8 – 10 µm, dan
teal 2 µm. Serat tersebut terkemas sangat rapat dan membentuk jaringan yang transparan
sehingga memungkinkan untuk terjadi pembiasan cahaya. 4

Gambar 2.2. Histologi lensa mata.5

Sel – sel epitel pada anterior sisi lensa memungkinkan untuk terjadinya transport aktif
- pasif nutrisi maupun elektrolit dari dan ke aqueous humor. Sedangkan pada posterior lensa
hanya memungkinkan terjadinya difusi pasif H2O dan zat terlarut. Aspek terpenting dari
fisiologi lensa adalah mekanisme yang mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, yang
sangat penting untuk transparansi lensa. Gangguan hidrasi seluler pada lensa dapat
menyebabkan kekeruhan.6

8
Gambar 2.3. Transport molekuler pada lensa.6

Peranan penting dari lensa adalah dapat membantu mengubah fokus objek sesuai
jaraknya, atau dikenal sebagai akomodasi. Perubahan regangan serat zonula yang menahan
lensa memungkinkan struktur elastis lensa untuk berubah menjadi lebih atau kurang bulat
(sferis). Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, bila terjadi kontraksi
akan mengendurkan tegangan zonula sehingga lensa menjadi lebih bulat, menghasilkan daya
dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek berjarak dekat. Sebaliknya, relaksasi
musculus ciliaris akan menghasilkan zonula semakin tegang, lensa semakin mendatar, daya
dioptri berkurang, dan memungkinkan untuk objek jarak jauh terfokus. Dengan bertambahnya
usia, lensa semakin padat dan kurang elastis sehingga kemampuan akomodasinya akan
berkurang.1,2

2.2 Definisi Katarak

Katarak merupakan keadaan penurunan kejernihan pada lensa yang menyebabkan


penurunan penglihatan. Katarak berasal dari bahasa Yunani yaitu Kataarhakies yang berarti
air terjun karena dahulu diperkurakan katarak terjadi akibat cairan yang membeku yang berasal
dari otak kemudian mengalir ke depan lensa. Sebagian besar katarak tidak dapat terlihat dengan
pengamatan sepintas sampai lensanya menjadi cukup keruh dan menyebabkan gangguan
penglihatan yang berat. Katarak imatur adalah katarak yang terjadi pada sebagian sisi lensa
(hanya sedikit opaque). Sedangkan pada katarak matur, seluruh bagian lensa sudah mengalami
katarak atau sudah mengalami kekeruhan seluruh sisi lensa.1,7

9
2.3 Epidemiologi Katarak

Katarak merupakan penyebab urutan kedua gangguan penglihatan terbanyak di seluruh


dunia (25,81%) setelah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (48,99%). Sedangkan terkait
kebutaan, katarak menempati urutan pertama (34,47 %) sebagai penyebab kebutaan di seluruh
dunia, diikuti dengan gangguan refraksi tidak terkoreksi (20,26%) dan glaukoma (8,30%).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 – 2016, katarak
merupakan penyebab utama kebutaan di Provinsi Papua Barat, dan merupakan 77,7%
penyebab kebutaan di Indonesia pada populasi udia >50 tahun.8

Gambar 2.4. Katarak merupakan penyebab kedua terbanyak gangguan penglihatan dan
menjadi penyebab pertama terbanyak penyebab kebutaan di dunia.8

Gambar 2.5. Distribusi penyebab kebutaan pada penduduk umur > 50 tahun di 15 Provinsi di
Indonesia tahun 2014 – 2016. 8

CSR (Cataract Surgical Rate) adalah angka operasi katarak per satu juta populasi per
tahun, sedangkan CSC (Catarac Surgical Coverage) adalah jumlah orang yang telah menjalani
operasi katarak dibandingkan dengan jumlah orang yang memerlukan operasi katarak baik di
satu atau kedua matanya. CSC di Indonesia adalah sebesar 52,7% dengan tajam penglihatan
<3/60 (buta), 43,3% pada penderita katarak dengan tajam penglihatan <6/60 dan 25,6% pada

10
penderita dengan tajam penglihatan <8/18. CSR di Indonesia di perkirakan + 1.600, sedangkan
tarket CSR sesuai Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan di Indonesia tahun 2017
– 2030 adalah sebesar 2.000 – 3000 di tahun 2030. Laki – laki memiliki jumlah yang lebih
tinggi dibandingkan perempuan. Alasan utama penderita katarak di Indonesia belum di operasi
sangat bervariasi, antara lain jika di Papua Barat sebagian besar karena penderta tidak
mengetahui jika katarak bisa disembuhkan (43,5%).8

Gambar 2.6. Alasan belum operasi katarak di 15 Provinsi di Indonesia tahun 2014 – 2016. 8

2.4 Etiologi, Patofisiologi dan Patogenesis Katarak

Terdapat beberapa etiologi dari katarak, yaitu :9

a. Kongenital: berkaitan dengan nutrisi ibu saat kehamilan, infeksi (Rubella dan Rubeola),
dan defisiensi oksigenasi akibat perdarahan plasenta.
b. Usia: Katarak senilis, merupakan penyebab katarak yang paling umum terjadi.
c. Trauma
o Trauma tumpul : menyebabkan opasitas berbentuk bunga yang khas.
o Sengatan listrik: jarang terjadi, menyebabkan kekeruhan berwarna putih susu
disertai kepingan snowflakes like opacities yang menyebar pada lensa
o Radiasi ultraviolet (UV) : jika paparan terjadi secara intens, dapat menyebabkan
katarak atau mempermudah proses terjadinya suatu katarak. Selain itu dapat
memicu pengelupasan kapsul pada lensa anterior.
o Radiasi pengion: khususnya pada pasien dengan pengobatan tumor okular.
o Cedera kimia: lactose, galactose, thallium, naphthalene

11
d. Penyakit sistemik : Myotonic dystrophy, dermatitis atopi, dan neurofibromatosis tipe 2.
e. Penyakit endokrin : Diabetes melitus, hipoparatiroid, dan kreatinisme
f. Primary Ocular Diseases
o Uveitis anterior kronik : penyebab tersering katarak sekunder
o Glaukoma akut sudut tertutup : dapat menyebabkan opasitas abu-keputihan di
lensa anterior, glaukomflecken
o Miopia berat : opasitas pada subkapsular posterior lensa dan sklerosis nuklear
onset awal
o Herediter funsus dystrophies : misalnya retinitis pigmentosa, Leber congenital
amauroris, gyrate atrphy dan Stickler syndrom, dapat menyebabkan opasitas pada
anterior maupun posterior subkapsular lensa.
g. Obat – obatan : kortikosteroid dan inhibitor antikolinesterase dapat menyebabkan
opasitas anterior dan posterior subkapsular.
h. Diet yang buruk : defisiensi antioksidan dan vitamin
i. Alkoholisme
j. Merokok

Proses yang mendasari terjadinya katarak adalah degeneratif, terjadi denaturasi dan
koagulasi protein lensa yang terdapat dalam serat lensa (lens fibers). Mekanisme perubahan
struktur protein lensa tersebut berbeda – beda tergantung dari penyebabnya. Mekanisme yang
mendasari dapat berupa : 1) gangguan proses pertumbuhan lensa (terkait katarak kongenital);
2) metaplasia fibrosa epitel lensa (katarak subkapsular); 3) hidrasi kortikal antara serat lensa
(katarak kortikal); 4) Pengendapan pigmen tertentu. Semua proses tersebut akhirnya dapat
menyebabkan lensa menjadi keputihan, sehingga mengganggu penglihatan pasien. 9

Mekanisme lain pembentukan katarak adalah adanya oksidasi lipid membran, struktural
atau enzimatik protein, atau DNA oleh peroksida atau radikal bebas akibat sinar UV. Hal
tersebut dapat menyebabkan perubahan awal hilangnya transparansi lensa. Selain itu, seiring
bertambahnya usia akan terjadi peningkatan massa, ketebalan lensa, serta penurunan
kemampuan akomodasi. Lapisan serat korteks berbentuk konsentris, sehingga nukleus dari
lensa mengalami penekanan dan pergeseran (nuclear sclerosis). Kristalisasi (protein lensa)
adalah perubahan yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-
molecular-weight-protein. Hasil agregasi protein secara tiba-tiba mengalami fluktuasi indeks
refraktif pada lensa, menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan kejernihan lensa.7,10

12
2.5 Penegakkan Diagnosis Katarak

Penegakkan diagnosis lensa dapat dilakukan dengan anamnesis (mencari gejala


subjektif) dan pemeriksaan (mencari gejala objektif). Gejala subjektif yang diperoleh dari
anamnesis dapat berupa:7

a. Silau (glare).Merupakan salah satu dari gejala awal, dan memiliki tingkatan silau
bervariasi sesuai lokasi dan ukuran kekeruhan lensa.
b. Uniocular poliopia (penglihatan ganda dari suatu objek). Sering terjadi pada gejala
awal katarak. Terjadi akibat refraksi irregular oleh lensa yang menyebabka berbagai
indeks refraktif.
c. Coloured halos (lingkaran cahaya yang berwarna). Terjadi akibat kerusakan
penyebaran cahaya putih dalam spektrum warna karena adanya tetesan air dalam lensa.
d. Titik hitam pada bagian depan mata. Penglihatan titik hitam tersebut akan menetap
akibat kekeruhan lensa atau peningkatan densitas pada satu titik tertentu pada lensa.
Namun gejala ini hanya terjadi pada beberapa pasien.
e. Gambar kabur. Distorsi dari gambar dan penglihatan berkabut akan terjadi pada
stadium awal dari katarak. Penglihatan kabur tersebut akan semakin lama semakin
memberat karena lensa semakin keruh.
f. Kehilangan penglihatan. Gejala ini terjadi berangsur progresif.

Gejala objektif dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan. Beberapa hasil pemeriksaan pada
pasien katarak adalah sebagai berikut: 7

a. Pemeriksaan visus. Pasien dengan katarak akan mengalami penurunan visus, berkisar
6/9 sampai persepsi cahaya tergantung lokasi dan maturasi katarak.
b. Pemeriksaan iluminasi oblik. Pemeriksaan ini untuk menampakan warna dari lensa
dalam area pupil yang bervariasi dalam tipe katarak yang berbeda.
c. Pemeriksaan iris shadow. Ketika cahaya dari arah oblik menyidari pupil, bayangan
crescentric dari batas pupil dari iris akan membentuk kekeruhan keabu-abuan dari lensa,
sepanjang korteks bersih (clear korteks) tampak antara kekeruhan dan batas pupil.
Ketika lensa menjadi lebih transparan atau keruh sempurna, tidak ada iris shadow yang
terbentuk oleh karena itu adanya iris shadow adalah tanda dari katarak imatur.
d. Pemeriksaan oftalmoskopi direk. Lensa katarak parsial akan menunjukkan hasil
pemeriksaan berupa bayangan hitam yang berlawanan dengan cahaya merah pada

13
daerah katarak. Lensa katarak yang lengkap tidak menunjukkan cahaya merah karena
lensa sudah keruh sepenuhnya dan tidak dapat ditembus oleh cahaya.
e. Slit lamp. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pupil yang berdilatasi sempurna.
Pemeriksaan ini menunjukkan morfologi lengkap dari kekeruhan (tampat, ukuran,
bentuk, warna, dan kekerasan nukleus)

Diagnosis banding katarak yang perlu diperhatikan adalah pada katarak kongenital. Katarak
kongenital yang disertai dengan leukoria perlu untuk dibedakan dengan berbagai macam
kondisi lainnya yang mungkin juga dapat menyebabkan leukoria seperti retinoblastoma,
retinomatif pada prematuritas, hiperplastik primer vitreus persisten (PHPV), dan lain – lain.
Sedangkan katarak yang didapat dibedakan berdasarkan tingkat maturitas, dan juga penyebab
dasarnya agar dapat ditatalaksana sesuai dengan etiologinya. 7

2.6 Tipe Katarak

Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya (katarak didapat atau


katarak kongenital) dan berdasarkan maturitas atau kematangan. Katarak kongenital
merupakan katarak yang diperoleh sejak lahir, dan berkaitan dengan kurangnya nutrisi ibu saat
kehamilan, dan infeksi (Rubella dan Rubeola). Katarak didapat dapat dibagi lagi berdasarkan
etiologinya, yaitu katarak elektrik (akibat adanya aliran arus listrik yang melalui tubuh),
katarak radiasi (misalnya radiasi UV), katarak toksik (kortikosteroid – induced cataract),
katarak komplikata (akibat komplikasi penyakit sekunder, misalnya inflamasi maupun
keganasan), katarak metabolik (pada penderita diabetes melitus) dan katarak senilis. 1,7

Katarak senilis atau “katarak terkait usia” merupakan jenis katarak yang sering
dijumpai (90% pada usia >70 tahun). Katarak senilis terjadi karena adanya proses penuaan.
Walaupun demikian, proses terjadinya katarak dapat terjadi sejak sebelum usia lanjut,
diperberat karena adanya pengaruh multifaktorial seperti radiasi UV, faktor diet, krisis
dehidrasi, dan merokok. Berdasarkan tingkat maturitas dan prosesnya, katarak dapat
dikelompokkan menjadi: 7,11

a. Katarak insipien. Kekeruhan lensa berupa bercak tak beraturan. Kekeruhan biasanya
terletak di korteks anterior dan posterior. Proses degenerasi belum menyerap cairan
mata ke dalam lensa disertai kekeruhan ringan pada lensa.
b. Katarak imatur. Kekeruhan belum mencapai seluruh lapisan lensa, sehingga masih
ditemukan bagian yang jernih. Pada stadium ini dapat terjadi hidrasi korteks. Lensa
yang degeneratif mulai meningkat, sehingga meningkatkan tekanan osmotiknya dan

14
mulai terjadi peningkatan penyerapan cairan mata, sehingga lensa mulai mencembung.
Penglihatan mulai berkurang. Pada tahapan ini, shadow test menunjukkan hasil positif.
c. Katarak matur. Kekeruhan terjadi seluruh masa lensa. Hal ini terjadi karena deposisi
ion Ca yang menyeluruh. Tekanan cairan dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang
dengan cairan dalam mata. Kekeruhan lensa jangka panjang akan menyebabkan
kalsifikasi lensa. Tajam penglihatan sangat turun, dan bahkan hanya bisa membedakan
persepsi cahaya. Shadow test pada katarak matur adalah negatif.
d. Katarak hipermatur. Katarak telah mengalami degenerasi lanjut sehingga lensa dapat
menjadi keras atau lembek, bahkan mulai mencair. Lensa dapat keluar dari kapsul,
mengecil, berwarna kuning dan kering. Bila katarak masih berlanjut disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks
akan menjadi bentuk seperti kantong susu disertai nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa (katarak Morgagni).

Tabel 2.1. Maturitas lensa katarak. 7,11

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air


masuk) / keluar)
intumesen

COA Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka

Shadow test (-) (+) (-) Pseudopositif

11
Klasifikasi katarak juga dapat berdasarkan lokasi kekeruhannya di lensa, yaitu:

a. Katarak nuklearis. Dintadai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa
menjadi kuning atau xokelat secara progresif. Nukleus lensa mengalami pergeseran
progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi (miopisasi). Miopisasi
menyebabkan penderita presbiobi dapat membaca dekat tanpa menggunakan kacamata,
kondisi ini disebut sebagai second sight.

15
b. Katarak kortikal. Berkaitan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein pada sel-sel
serat lensa. Pemeriksaan slitlamp dapat melihat ada tidaknya vakuola degenerasi
hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa
mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.
c. Katarak subkapsuler. Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaan slitlamp ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks subkapsular
posterior.

2.7 Tatalaksana Katarak

Sebagai dokter umum yang bekerja di Fasilitas Kesehatan Primer, ketika menemukan
pasien katarak maka perlu dirujuk ke dokter spesialis mata. Penatalaksanaan katarak adalah
dengan tindakan operasi, yaitu mengeluarkan lensa yang keruh dan menggantinya dengan lensa
tanam intraokular. Indikasi operasi katarak adalah sebagai berikut.7,10

a. Meningkatkan ketajaman penglihatan; merupakan indikasi yang paling sering untuk


operasi katarak. Khususnya jika katarak yang dialami pasien sudah sampai
mengganggu untuk melakukan aktivitas sehari – hari.
b. Indikasi medis; misalnya glaukoma fakolitik atau glaukoma fakomorfik. Operasi
katarak dapat dilakukan untuk meningkatkan kejernihan dari media penglihatan yang
dibutuhkan dalam konteks proses patologi pada fundus (misalnya retinopatidiabetik)
yang membutuhkan pengawasan atau penanganan dengan laser fotokoagulasi.
c. Indikasi kosmetik; jarang dilakukan, kecuali jika katarak sudah dalam keadaan matur.
Umumnya bertujuan agar pupil kembali berwarna hitam.

Sebelum melakukan operasi katarak, diperlukan beberapa persiapan. Persiapan yang dapat
dilakuakan sebelum operasi katarak adalah :1) biometri, pengukuran ultrasound pada panjang
mata dan keratometri untuk mengukur kurvatur kornea, serta menjumlahkan kekuatan dari
implant untuk dimasukkan ke mata selama pembedahan; 2)memastikan masalah kesehatan
umum dalam keadaan stabil (hipertensi, diabetes melitus, penyakit pernapasan); 3) beberapa
pengobatan meningkatkan insidens perdarahan, warfarin tidak dianjurkan untuk dihentikan,
tetapi INR harus dibawah 3, Aspirin harus dihentikan seminggu setelah operasi; 4) informed
consent pada pasien untuk hasil yang diharapkan dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
dari operasi. 7

16
Teknik dan pilihan pembedahan pada operasi katarak terdapat beberapa jenis, yaitu ICCE
(Intracapsular Cataract Extraction), ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction), SICS
(Small Incision Cataract Surgery), dan Phaco Emulsification. 7

a. ICCE (Intracapsular Cataract Extraction)


Merupakan teknik pembedahan dengan cara mengeluarkan selurun lensa bersama kapsul.
Teknik ini dapat dilakukan pada zonula zinni yang telah rapuh atau berdegenerasi dan
mudah putus. Teknik ini tidak digunakan pada pasien yang lebih muda dimana zonula
masih kuat. ICCE juga diindikasikan untuk subluksasi dislokasi lensa. 7

Gambar 2.7. Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan. (A) Jahitan
pada muskulus rektus superior; (B) Flap konjungtiva; (C) Membuat alur; (D) Memotong
bagian kornea – skleral; (E) Iridektomi peripheral; (F) Ekstraksi kriolens;(G) & (H)
insersi IOL Kelman multifex pada bilik mata depan; (I) Jahit kornea – skleral. 7
b. ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction)
Pengeluaran isi lensa (epithelium, korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang
dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Indikasi teknik
ECCE adalah sebagai pilihan operasi untuk semua tipe dari dewasa sampai anak-anak

17
kecuali jika ada kontra indikasi. Kontra indikasi absolut untuk ECCE adalah subluksasi
dan dislokasi lensa. 7

Gambar 2.8. Teknik operasi ECCE + implatansi IOL pada bilik mata belakang. (A)
Kapsulotomi anterior dengan teknik Can-opener; (B) Pengeluaran kapsul anterior; (C)
Memotong bagian kornea – skleral; (D) Pengeluaran nukleus (metode pressure and
counter – pressure); (E) Aspirasi korteks; (F) Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata
belakang; (G) Insersi PCIOL superior haptic; (H) Putar IOL; (I) Jahit kornea – skleral. 7
c. SICS (Small Incision Cataract Surgery)
Merupakan modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular. SICS menjadi salah satu
teknik pilihan yang digunakan dalam operasi katarak dengan penanaman lensi intraokuler.
Luka insisi yang dilakukan lebih kecil jika dibandingkan ECCE. Berbeda dengan ECCE,
luka insisi pada SICS dibuat lebih ke arah sklera dan dengan membuat terowongan dari
sklera ke kornea untuk kemudian menembus bilik mata depan. Pemasangan IOL pada
SICS sudah menjadi baku emas untuk tindakan opersi dengan teknik SICS. 7,10

18
Gambar 2.9. Teknik operasi SICS. (A) Jahit muskulus rectus superior; (B) Flap
konjungtiva dan buka sklera; (C, D, E) Insisi sklera ekterna dan membuat insisi
terowong; (F) terowong sklerakornea dengan pisau berbentuk bulan sabit; (G) Insisi
kornea interna; (H) Side port entry; (I) CCC besar; (J) hydrodissection; (K) Prolapsus
nukleus pada bilik mata depan; (L) Irigasi nukleus dengan wire vectis; (M) Aspirasi
korteks; (N) Insersi inferior heptic IOL pada bilik mata depan; (O) Insersi superior haptic
PCIOL; (P) Putar IOL; (Q) Reposisi dan konjungtival flap. 7
d. Phaco Emulsification.
Merupakan teknik ekstraksi katarak ekstra kapsular yang paling sering digunakan. Teknik
ini menggunakan fibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras

19
hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran
sekitar 3 mm. Keuntungan yang diperoleh adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali,
menghindari penjahitan, perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea lebih
rendah dan mengurangi peradangan intraokuler pasca operasi. 7

Gambar 2.10. Teknik operasi fakomulsifikasi. (A) Membuat kurvalinier capsulirhexis;


(B) Lakukan hidrodiseksi; (C)Hidrodelineasi; (D, E) Emulsifikasi nukleus menggunakan
alat dan teknik conquer (menghancurkan 4 kuadran); (F) Aspirasi korteks.7

Tindakan operasi katarak juga memiliki komplikasi. Komplikasi tersebut dapat dibagi
menjadi komplikasi intraoperatif, komplikasi early post operatif, dan komplikasi late post
operatif. Komplikasi intraoperatif yang dapat terjadi yaitu perdarahan suprakoroid, perforasi
okuli, cyclodialisis (korpus siliaris lepas dari insersinya), conjungtival balloning, ablasio
membran dercement, dan ruptur kapsul posterior serta hilangnya cairan vitreus. Komplikasi
early post operatif terdiri atas endophtalmitis (timbul 2 mingggu post operasi), edema kornea,
dan uveitis. Komplikasi late post operatif yaitu Ablasio retina (jarang terjadi), kesalahan
refraktif setelah operatif, edema makular cystoids, dan glaukoma. 7

2.8 Prognosis Katarak

Katarak dapat disembuhkan dengan pembedahan. Dengan teknik bedah yang mutakhir,
komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang terjadi. Hasil pembedahan menunjukkan hasil
yang baik mencapai 95%. Sehingga prognosis quo ad vitam, quo ad sanationam, quo ad
functionam adalah ad bonam. Namun demikian, terdapat pasien yang telah mengalami
kerusakan retina atau mengalami komplikasi pascaoperasi serius tidak dapat dapat mencegah
perbaikan visual yang signifikan, misalnya glaukoma, ablasi retina, perdarahan intraokular,
atau infeksi.7

20
BAB 3

DISKUSI

Diagnosis katarak matur pada kasus ini ditegakkan berdasarkan hasil anamnasis dan
pemeriksaan (visus, slit lamp, dan shadow test). Pasien mengeluhkan pandangan buram sejak
satu tahun yang lalu, diawali penglihatan berkabut, kemudian secara progresif pasien semakin
sulit melihat. Bahkan saat pemeriksaan visus pasien adalah 1/300 OD dan O,5/60 OS.
Berdasarkan teori, distorsi dari gambar dan penglihatan berkabut akan terjadi pada stadium
awal dari katarak. Penglihatan kabur tersebut akan semakin lama semakin memberat karena
lensa semakin keruh.1,7 Secara progresif, semakin keruhnya lensa mata akan menyebabkan
semakin berkurangnya penglihatan. Selain itu, pada kasus ini pasien ketika di rumah terpapar
asap rokok oleh anggota keluarga lain yang merokok. Pasien juga memiliki hobi berkebun,
sehingga sering terpapar panas matahari. Berdasarkan teori, asap rokok dan radiasi sinar UV
dapat memicu terjadinya katarak. Adanya asap rokok dan radiasi sinar UV dapat memicu
radikal bebas, yang dapat menyebabkan oksidasi lipid membran dan denaturasi protein yang
dapat mempermudah kekeruhan pada lensa mata.7,9

Penentuan maturitas katarak dapat ditentukan dengan pemeriksaan slit lamp dan
shadow test. Hasil pemeriksaan slit lamp pada katarak matur adalah adanya kekeruhan lensa
yang sepenuhnya. Pada pemeriksaan shadow test, katarak matur memiliki hasil yang negatif,
sedangkan katarak imatur memiliki hasil positif. Pada katarak imatur, ketika cahaya dari arah
oblik menyidari pupil, bayangan crescentric dari batas pupil dari iris akan membentuk
kekeruhan keabu-abuan dari lensa, sepanjang korteks bersih (clear korteks) tampak antara
kekeruhan dan batas pupil. Ketika lensa menjadi lebih transparan atau keruh sempurna, tidak
ada iris shadow yang terbentuk oleh karena itu pada katarak matur hasil shadow test menjadi
negatif.1,7,9 Teori tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan shadow test pada kasus ini, pada
mata kanan pasien hasil shadow test negatif (katarak matur OD), dan hasil shadow test positif
pada mata kiri (katarak imiatur OS).

Edukasi terkait rencana tatalaksana katarak menjadi sangat penting dilakukan. Karena
berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, sebagian besar kasus katarak di Papua Barat tidak
dioperasi karena masyarakat tidak mengetahui bahwa katarak dapat disembuhkan. 8 Pasien ini
telah diedukasi bahwa katarak dapat disembuhkan dengan operasi. Namun operasi juga tidak
menutup kemungkinan adanya komplikasi yang dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang
biasanya dapat timbul walaupun jarang terjadi adalah perdarahan suprakoroid, perforasi okuli,

21
dan endoftalmitis. Katarak memiliki prognosis yang baik ketika dilakukan pembedahan. Hasil
pembedahan katarak menunjukkan hasil yang baik mencapai 95%.7

22
BAB 4

KESIMPULAN

Katarak merupakan keadaan penurunan kejernihan pada lensa yang menyebabkan


penurunan penglihatan. Katarak merupakan penyebab urutan kedua gangguan penglihatan
terbanyak di seluruh dunia dan penyebab kebutaan pertama di seluruh dunia. Penyebab banyak
kasus katarak tidak dioperasi di Papua Barat adalah banyak yang belum mengetahui bahwa
katarak dapat disembuhkan dengan operasi. Edukasi yang baik kepada masyarakat khususnya
kepada pasien katarak masih perlu dilakukan agar kualitas hidup pasien katarak menjadi lebih
baik.

Katarak matur merupakan katarak dengan lensa yang sudah mengalami kekeruhan
sepenuhnya. Katarak matur sudah memenuhi indikasi untuk dilakukan operasi katarak untuk
memperbaiki visus pada pasien. Teknik pembedahan katarak dapat berupa ICCE, ECCE, SICS,
dan Phaco Emulsification. Walaupun memiliki hasil yang baik, perlu diingat bahwa setiap
tindakan medis berisiko terjadinya komplikasi. Komplikasi katarak dapat berupa komplikasi
intraoperatif (misalnya perdarahan suprakoroid), komplikasi early post operatif (misalnya
endoftalmitis), dan komplikasi late post operatif (misalnya kesalahan refraktif). Prognosis
katarak jika ditatalaksana dengan tepat secara umum baik.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology. 9th ed. New York :
McGraw Hill Education; 2018.
2. Wineski LE. Snell’s clinical anatomy by regions. 10th ed.Philadelphia:Wolters
Kluwer;2019.
3. Netter FH. Atlas of human anatomy. 6thed. Philadelphia : Elsevier;2014.
4. Mescher AL. Junqueira’s basic histology : text and atlas. 15th ed. New York : McGraw-Hill
Education; 2018.
5. Ovalle Wk, Nahirney PC. Netter’s essential histology. 3nded. Philadelphia : Elsevier; 2021.
6. American Academy of Ophthalmology. Chapter 3: biochemistry and physiology. American
Academy of Ophthalmology (AAO); c2023. Available from:
https://www.aao.org/bcscsnippetdetail.aspx?id=68253eba-79b7-4cae-8af4-5169bd16c0a9
7. Syawal R, Amir SP, Akib MNR, Maharani RN, Kusumawardhani SI, Razak HH, et al. Buku
ajar bagian ilmu kesehatan mata – panduan klinik dan skill program profesi dokter. Makassar
: Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia; 2017.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Gangguan Penglihatan. Jakarta : Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2018.
9. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. [Updated 2022 Jul 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539699/
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01/Menkes/557/2018
Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Katarak pada Dewasa.
11. Astari. Katarak : klasifikasi, tatalaksana, dan komplikasi operasi. CDK-269 [internet]. 2018
[cited 2023 Feb 03]; 45 (10): 748 – 52 p.

24

Anda mungkin juga menyukai