Anda di halaman 1dari 60

Laporan Kasus

HIPERTIROIDISME

Disusun Oleh :
Miranda Jamaiyah, S.Ked
NIM : 712021022

Pembimbing Klinik:
Prof. dr. Eddy Mart Salim, Sp. PD-KAI.

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT


MUHAMMADIYAH PALEMBANGFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul:

Hipertiroidisme
Oleh:
Miranda Jamiyah, S.Ked
NIM : 712021022

Telah dilaksanakan pada bulan Mei 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, M e i 2023
Pendidik Klinik

Prof. dr. Eddy Mart Salim, Sp. PD-KAI


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“Hipertiroidisme” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. Prof. dr. Eddy Mart Salim, Sp. PD-KAI. selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF/Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan
masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian telaah jurnal ini
2. Rekan-rekan co-assistant atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah artikelini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................ 3
2.1 Identifikasi Pasien ...................................................................... 3
2.2 Anamnesis................................................................................... 4
2.3 Pemeriksaan Fisik ....................................................................... 5
2.4 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 11
2.5 Resume ........................................................................................ 14
2.6 Diagnosis Banding ...................................................................... 14
2.7 Diagnosis Kerja ........................................................................... 14
2.8 Penatalaksanaan .......................................................................... 14
2.9 Prognosis ................................................................................... 15
2.10 Follow up ...................................................................................15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 17
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................. 45
BAB V KESIMPULAN .................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 55
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hormon tiroid merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid.
Hormon ini berperan dalam diferensiasi, pertumbuhan, metabolisme, dan
fungsi fisiologis hampir semua jaringan. Hormon utama yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) yang dibentuk pada
tiroglobulin. Pembentukan hormon tiroid diatur oleh Thyroid Stimulating
Hormone (TSH).1
Penyakit kelenjar tiroid termasuk penyakit yang sering ditemukan di
masyarakat. Salah satu penyakit pada kelenjar tiroid yaitu hipertiroid.
Penyakit ini merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan kedua
terbesar di Indonesia setelah diabetes mellitus. Gangguan fungsi tiroid ada
dua macam yaitu kekurangan hormon tiroid yang disebut Hipotiroid dan
kelebihan hormon tiroid yang disebut Hipertiroid. Hipertiroid adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan kadar hormon tiroid di dalam darah yang
disebabkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Penyebab terbanyak yang
dapat menimbulkan keadaan hipertiroid adalah penyakit Graves, yaitu sekitar
60-90 persen dari seluruh kasus hipertiroid di dunia. 2,8
Distribusi penyakit hipertiroid di seluruh dunia dan prevalensi tertinggi
terjadi pada wanita usia 30 - 40 tahun, pada anak-anak dan dewasa muda lebih
rendah, jarang pada anak usia kurang dari 5 tahun. Ratio wanita : pria = 7 : 1
pada daerah non endemik. Pada daerah endemik ratio tersebut lebih rendah.
Pada wanita umur 20-30 tahun. Berdasarkan hasil Riskesdas (2013),
prevalensi diabetes mellitus dan hipertiroid di Indonesia berturut-turut adalah
sebesar 1,5 dan 0,4 persen. Di Indonesia, kejadian hipertiroid berkisar 44%-
48% dari seluruh kelainan kelenjar tiroid yang ditemui dan telah diperkirakan
terdapat 12 juta kasus hipertiroid pada tahun 1960. 3,4
Berbagai manifestasi klinik yang muncul akibat penyakit ini dapat
mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Manifestasi klinik yang dirasakan

1
pasien dapat berupa gangguan psikiatrik seperti rasa cemas berlebihan dan
emosi yang mudah berubah, gangguan pencernaan berupa diare, hingga
gangguan kardiovaskuler berupa takikardi dan palpitasi. 5

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini:
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap
kasus Hipertiroidisme secara menyeluruh.
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi
laporan kasus Hipertiroidisme dengan pembimbing klinik.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus Hipertiroidisme terkait pada
kegiatan kepaniteraan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
tentang kasus Hipertiroidisme.

1.3.2 Manfaat Praktis


Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan).

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi Pasien


No. RM : 68.52.56
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/Umur : 5 Juni 1975/ 48 tahun
Alamat : Jl. Manunggal, Lorong Beringin 2 RT 31,
Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II,
Kota Palembang, Sumatera Selatan
Nomor telpon : 088286831476
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Status perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Ruangan : Ahmad Dahlan
Dokter pemeriksa : dr.Adhi Permana, Sp.PD-KGH
Tanggal MRS : 30 April 2023
Tanggal Pemeriksaan : 3 Mei 2023

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RS Muhammadiyah Palembang
dengan keluhan berdebar-debar sejak ±4 hari SMRS.

b. Riwayat Perjalan Penyakit


Pasien datang ke IGD RS Muhammadiyah Palembang
dengan keluhan jantung berdebar yang dialaminya sejak ±4 hari
SMRS yang dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan
tersebut disertai dengan tangan sering gemetaran, lemas sepanjang
hari teutama setelah beraktifitas, mudah berkeringat walaupun

3
cuaca tidak panas sehingga tangan menjadi lembab dan pasien
menyukai cuaca yang dingin, sesak nafas yang hilang timbul dan
tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu ataupun aktivitas, dan juga
bengkak pada leher sehingga nyeri saat menelan makanan. Selain
itu pasien mengeluh nyeri pada ulu hati dan mual. Keluhan
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, mata yang
menonjol, sulit menutup kelopak mata, adanya gerakan otot
abnormal disangkal. BAB dan BAK normal. Tidak ada keluhan saat
menstruasi. Keluhan perasaan mudah cemas dan nyeri dada
disangkal.
Keluhan tersebut sudah ada sejak ±20 tahun yang lalu dan
pasien pernah di diagnosis hipertiroid oleh dokter dan rutin
mengonsumsi obat untuk menurunkan kadar tiroid nya. Namun, 1
tahun terakhir saat pasien kontrol kembali ke dokter, pasien
dinyatakan telah sembuh sehingga tidak mengonsumsi obat lagi.
Hingga saat ini keluhan pasien muncul kembali.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat hipertiroid sejak ±20 tahun yang lalu
- Riwayat Hepatitis tidak ada.
- Riwayat penyakit hipertensi tidak ada.
- Riwayat penyakit jantung tidak ada.
- Riwayat penyakit lambung ada sejak ±1 tahun yang lalu
- Riwayat penyakit diabetes melitus tidak ada.
- Riwayat penyakit asma tidak ada.
- Riwayat penyakit alergi tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat Hepatitis tidak ada.
- Riwayat penyakit hipertensi tidak ada.
- Riwayat penyakit jantung tidak ada.
- Riwayat penyakit lambung tidak ada.

4
- Riwayat penyakit diabetes melitus tidak ada.
- Riwayat penyakit asma tidak ada.
- Riwayat penyakit alergi tidak ada.

e. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki riwayat merokok. Konsumsi kopi dan
teh jarang. Riwayat minum jamu- jamuan dan alkohol tidak ada.
Pasien rutin mengonsumsi obat hipertiroid sebelumnya dan
berhenti mengonsumsi obat tersebut ±1 tahun belakangan ini.

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien saat ini merupakan ibu rumah tangga.

2.3 Pemeriksaan fisik


a. Keadaanumum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Berat badan : 50 kg
4. Tinggi badan : 158 cm
5. Keadaan Gizi : Normoweight (IMT = 20)
6. Bentuk tubuh : Atletikus
7. Tekanan darah : 120/70 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 92 kali permenit
- Irama : Ireguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Cukup
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 20 kali permenit
- Irama : Reguler
- Tipe : Thoraco-abdominal

5
10. Temperatur : 36, 8°C

b. Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocepali
- Rambut : Hitam, tidak rontok, tidak mudah dicabut
- Wajah : Moonface (-)
- Ekspresi : Sesuai
- Deformasi : Tidak ada
- Perdarahan Temporal: Tidak ada
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Bising : Tidak ada

2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : (-/-)
- Endophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Palpebra : Edema periorbital (+/+)
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor, refleks cahaya ada kiri dan kanan
(+/+)
- Pergerakan mata : Kesegala arah baik

3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang Telinga : Lapang
- Serumen : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada
- Gangguan Pendengaran : Tidak ada

4. Pemeriksaan Hidung :
- Deforrmitas : Tidak ada

6
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Septum Deviasi : Tidak ada

5. Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan:


- Bibir : Sianosis tidak ada
- Gigi-geligi : Lengkap
- Gusi : Hiperemis (-/-), Normal.
- Lidah : Sariawan tidak ada, atrofi papil lidah tidak
ada, bercak putih atau kuning tidak ada.
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Normal
- Bau pernafasan : Normal
- Selaput lendir : Normal

6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, benjolan (+)
- Palpasi : Struma (+) nodular bilateral, ukuran 5x2 cm,
batas tegas, permukaan datar tidak berdungkul dan tidak hangat,
terfiksasi, Pembesaran KGB (-)
- Auskultasi : Bruit tiroid (-)
- JVP : 5-2cm H2O
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Tumor : Tidak ada

7. Kulit
- Warna : Sawo matang
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Jaringan parut : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada

7
- Sianosis : Tidak ada
- Pucat pada telapak tangan : Tidak ada
- Pucat pada telapak kaki : Tidak ada
- Turgor : Normal (CRT < 2 detik)
- Lembab : Ada
- Hangat : Ada

8. Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : Simetris, sela iga tidak melebar.
Pembuluh darah : Spider nevi tidak ada, venektasi tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
Krepitasi : Tidak ada

Paru Depan
- Inspeksi : Statis: simetris, paru kanan sama dengan paru
kiri Dinamis: simetris, paru kanan sama dengan
paru kiri. Sela iga melebar(-). Retraksi tidak ada.
Jejas tidak ada. Spider nevi (-).
- Palpasi : Stem fremitus (+) normal kanan sama dengan
kiri.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, n yeri ketok
tidak ada.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+) normal, ronchi tidak
ada, wheezing tidak ada

Paru Belakang
- Inspeksi : Statis simetris, dinamis simetris. Spider nevi (-).
- Palpasi : Stem fremitus (+) normal kanan sama dengan
kiri.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, n yeri ketok tidak
ada.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+) normal, ronchi tidak ada,

8
wheezing tidak ada.

9. Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Batas jantung atas di ICS II linea parasternalis
dextra dan sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis
dextra
Batas jantung kiri bawah di ICS V linea
midclavicularissinistra
- Auskultasi : HR: 92x/ menit, reguler, bunyi jantung S1- S2
reguler, Murmur (-), gallop (-).

10. Pembuluh Darah


- Temporalis : Teraba, reguler.
- Carotis : Teraba, reguler.
- Brachialis : Teraba, reguler.
- Radialis : Teraba, reguler.
- Femoralis : Teraba, reguler.
- Poplitea : Teraba, reguler.
- Tibialis Posterior : Teraba, reguler.
- Dorsalis Pedis : Teraba, reguler.

11. Pemeriksaan Abdomen


- Inspeksi : Cembung, venektasi tidak ada, caput medusa
tidak ada, benjolan tidak ada.
- Palpasi : Distensi abdomen (-), nyeri tekan epigastrium
(+), hepar dan lien tidakteraba.
- Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), Undulasi (-)
nyeri ketok CVA (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) 5x normal.

9
12. Pemeriksaan Ekstremitas
Lengan Kiri Kanan
- Tonus Eutoni Eutoni
- Gerakan Cukup Cukup
- Kekuatan 5 5
- Otot Eutrofi Eutrofi
- Palmar erythema Tidak Ada Tidak Ada
- White nail Tidak Ada Tidak Ada
- Clubbing Finger Tidak Ada Tidak Ada
- Tremor Ada Ada

Tungkai dan kaki Kiri Kanan


- Tonus Eutoni Eutoni
- Gerakan Cukup Cukup
- Kekuatan 5 5
- Otot Eutrofi Eutrofi
- Edema tibia - -

Reflek Fisiologis Kiri Kanan


- Biceps Normoreflek Normoreflek
- Triceps Normoreflek Normoreflek
- Patella Normoreflek Normoreflek

Reflek Patologis
Kiri Kanan
- Babynski Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif

10
13. Genetalia
Tidak diperiksa.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Laboratorium
Pemeriksaan darah (Tanggal 30 April 2023)
Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hematologi
Hemoglobin 11,6 g/dl 14 - 16 g/dl Anemia
Hematokrit 33,8% 40-52% Menurun
Trombosit 253.103/ul 150-440.103/ul Normal
Leukosit 6,5.103/ul 5-10.103/ul Normal
Hitung Jenis
Basofil 0,2 % 0-1% Normal
Eosinofil 1,4 % 1-3% Normal
Neutrofil 52,8% 40-60% Normal
Limfosit 31,2 % 20-40% Normal
Monosit 14,4% 2-8% Meningkat
Ratio N/L 1,7 <3,13 Normal
LED 1 jam 2 mm/jam <10 Normal
Kimia Klinik

Glukosa Darah 94 mg/dl <180 mg/dl Normal


Sewaktu
Ureum 50 g/dL 10-50 g/dL Normal
Creatinine 0,7 mg/dL 0.6-1.5 mg/dl Normal
Natrium 137 135-155 mg/dl Normal
mmol/L
Kalium 4,5 mmol/L 3.6-6.5 mg/dl Normal
Imunologi
Pemeriksaan Negatif Negatif Normal
antigen SARS
CoV-2

11
Pemeriksaan darah (Tanggal 2 Mei 2023)

Parameter Hasil Nilai Normal Interpretasi


Imuno-
serologi
T4 14,0 ug/dl 5,0-13,0 ug/dl Meningkat
TSH 0,10 IU/ml 0,30-8,90 IU/ml Menurun

2.4.2 Pemeriksaan EKG (Tanggal 30 April 2023)

Interpretasi EKG:
1) Irama: Atrial, Ireguler
2) HR :100x/menit
3) Axis: Normal
4) Gelombang P tidak ada
5) PR interval: Tidak ada
6) Gelombang Q: Normal
7) Kompleks QRS: Menyempit
8) Gelombang T: Normal
9) Segmen ST: Normal
Kesan: Atrial fibrilasi

12
2.4.3 Pemeriksaan USG Abdomen (Tanggal Mei 2023)

Kesimpulan:
Organ-organ yang tervisualisasi dalam batas normal

2.5 Resume
Pasien datang ke IGD RS Muhammadiyah Palembang dengan
keluhan jantung berdebar yang dialaminya sejak ±4 hari SMRS yang
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan tersebut disertai
dengan tangan sering gemetaran, lemas sepanjang hari teutama setelah
beraktifitas, mudah berkeringat walaupun cuaca tidak panas sehingga
tangan menjadi lembab dan pasien menyukai cuaca yang dingin, sesak
nafas yang hilang timbul dan tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu
ataupun aktivitas, dan juga bengkak pada leher sehingga nyeri saat
menelan makanan. Selain itu pasien mengeluh nyeri pada ulu hati dan
mual. Keluhan tersebut sudah ada sejak ±20 tahun yang lalu dan pasien
pernah di diagnosis hipertiroid oleh dokter dan rutin mengonsumsi
obat untuk menurunkan kadar tiroid nya. Namun, 1 tahun terakhir saat
pasien kontrol kembali ke dokter, pasien dinyatakan telah sembuh
sehingga tidak mengonsumsi obat lagi.
Dari hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan kesadaran
compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, RR 20 kali/menit, HR

13
92 kali/menit ireguler dan temperatur 36,8oC. Hasil pemeriksaan fisik
leher didapatkan struma nodular bilateral, ukuran 5x2 cm, batas tegas,
permukaan datar tidak berdungkul dan tidak hangat, terfiksasi. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium. Pada
pemeriksaan ekstremitas pada tangan didapatkan tremor (+/+), hangat
dan lembab.
Dari hasil laboratorium pemeriksaan darah tanggal 30 April
2023 didapatkan kesan anemia, penurunan hematokrit, dan
peningkatan kadar monosit. Pada pemeriksaan laboratorium darah
tanggal 2 Mei 2023 didapatkan hasil peningkatan kadar T4 dan
penurunan kadar TSH. Pada pemeriksaan EKG pada tanggal 30 april
2023 didapatkan kesan atrial fibrilasi.

2.6 Diagnosis Banding


1. Hipertiroidisme
2. Gangguan irama jantung ec penyakit jantung koroner
3. Gangguan cemas

2.7 Diagnosis Kerja


Hipertiroidisme

2.8 Penatalaksanaan
a. Non Farmakologis
 Edukasi mengenai penyakit (definisi, penyebab, manifestasi
klinis, tatalaksana, dan prognosis) yang dialami pasien kepada
pasien dan keluarga.
 Edukasi konsumsi obat secara teratur
 Tirah baring
b. Farmakologis
- IVFD Asering gtt 20x/menit
- PTU 2 x 100 mg PO
- Propanolol 2 x 10 mg PO

14
- Inj. Lansoprazole 1 x 30 mg IV
- Sucralfate syrup 3 x 1C PO
- Domperidon 3 x 10 mg PO

2.9 Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam.
- Quo ad sanationam : Dubia ad bonam.

2.10 Follow up

Tanggal Catatan Tindakan


4 Mei 2023 S/ masih berdebar-debar, nyeri perut dan P/
mual sudah berkurang - IVFD Asering gtt 20x/menit
- PTU 3x 100 mg PO
O/ KU: Tampak sakit ringan - Propanolol 2 x 10 mg PO
Sens:Compos mentis - Inj. Lansoprazole 1 x 30 mg
TD: 110/80 mmHg IV
N: 88x/menit, regular, isi dan tegangan - Sucralfate syrup 3 x 1C PO
cukup
- Domperidon 3 x 10 mg PO
RR: 20x/menit
T: 36,5 C
Leher: Pembesaran kelenjar tiroid (+)
Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas: Tremor (+/+)

A/ Hipertiroidisme
5 Mei 2023 OS/ Pasien ingin pulang paksa P/
k - Pulang Paksa
t O/ KU: Tampak sakit ringan Obat pulang:
o Sens:Compos mentis - PTU 3x 100 mg PO
b TD: 110/70 mmHg - Propanolol 2 x 10 mg PO
e N: 90x/menit, regular, isi dan tegangan - Lansoprazole 2 x 30 mg PO
r cukup - Sucralfate syrup 3 x 1C PO

15
RR: 20x/menit - Domperidon 3 x 10 mg PO
T: 36,7 C
Leher: Pembesaran kelenjar tiroid (+)
Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas: Tremor (+/+)

A/ Hipertiroidisme

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.Definisi
Penyakit atau gangguan tiroid adalah suatu kondisi kelainan pada seseorang
akibat adanya gangguan kelenjar tiroid, baik berupa perubahan bentuk kelenjar
maupun perubahan fungsi (berlebihan, berkurang atau normal). Kelenjar tiroid
menghasilkan hormone tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3).
Pembentukan hormone tiroid dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik yang
melibatkan hormone Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Bila Produksi
hormone tiroid meningkat maka produksi TSH menurun dan sebaliknya jika
produksi hormone tiroid tidak mencukupi kebutuhan maka produksi TSH
meningkat.6,7
Hipertiroid adalah suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon
tiroid bebas dalam sirkulasi darah. Penyebab tersering hipertiroid adalah
penyakit Grave’s. Ini adalah suatu penyakit autoimun di mana tubuh tidak tepat
dalam menghasilkan long-lasting thyroid stimulator (LATS), suatu antibody
yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid.7
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipetiroidisme.
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang disebabkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif. Namun manifestasinya sama, hal ini disebabkan
oleh ikatan T3 dengan reseptor T3-inti semakin penuh.8
Selain itu, penting juga untuk mengetahui definisi krisis hipertiroid. Krisis
hipertiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan. Pada keadaan ini
dijumpai dekompensasi satu atau lebih system organ. 8

3.2. Kelenjar Tiroid


1. Embriologi
Kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitelium farings. Evaginasi ini
berjalan turun dari dasar lidah ke daerah leher sampai akhirnya mencapai
letak anatomisnya. Sebagian jaringan tiroid ini kadang tertinggal di

17
sepanjang lintas tersebut sehingga membentuk duktus thyroglossus. Dalam
keadaan normal kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10-20
gram.
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus
depan Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4
cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari
lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian
tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.
Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari
foramen sekum di basis lidah.1

Gambar 3.1. Perkembangan kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid berkembang dari dasar faring primitif pada minggu


ketiga gestasi. Kelenjar yang berkembang bermigrasi sepanjang duktus
tiroglossus hingga mencapai tempat akhir di leher. Gangguan
perkembangan kelenjar tiroid dapat menyebabkan terbentuknya kelenjar
tiroid ektopik, seperti lokasi tiroid pada dasar lidah (lingual thyroid) atau
terbentuknya kista duktus tiroglossus pada sepanjang traktus
perkembangannya. Pada umumnya, kelenjar tiroid mulai mensekresikan
hormone tiroid pada usia sebelas minggu masa gestasi. 9
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan
tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar
tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktus tyroglossus, tyroid

18
servikal, tyroid lingual,sedangkan desensus yang terlalu jauh akan
membentuk tyroid substernal. Branchialpouch keempat ikut membentuk
kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular 4 atau sel C, yang
memproduksi kalsitonin. Kelenjar tyroid janin secara fungsionalmulai
mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterine.1
2. Anatomi kelenjar tiroid
Thyroidea (Yunani thyreos, pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat
vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang
dihubungkan oleh isthmus pada garis tengah. Tiroid terletak pada anterior
trakea, diantara kartilago cricoid dan notch suprasternal. Tiap lobus
mencapai superior sejauh linea oblique cartilago thyroidea, isthmus terletak
di atas cincin trachea kedua dan ketiga, sedangkan bagian terbawah lobus
biasanya terletak di atas cincin trachea keempat atau kelima. Kelenjar ini
dibungkus oleh selubung yang berasal dari lapisan pretrachealis fascia
cervicalis profunda. Volume normal tiroid adalah sekitar 12-20 gram,
vaskularisasi yang sangat tinggi, dan konsistensi yang lunak. Pada bagian
posterior kelenjar tiroid terdapat empat buah kelenjar paratiroid yang
memproduksi hormone paratiroid. Pada bagian lateral tiroid terdapat nervus
laringeus rekurens. Cedera pada nervus laringeus rekurens dapat
menyebabkan paralisis pada vocal cords.9

Gambar 3.2. Anatomi Tiroid7

19
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan
menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar
ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu
diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan
dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak. 8
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri (a.) Tiroidea Superior
(cabang dari a.Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a.
Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan
jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular. Nodus Lymfatikus (nl) tyroid berhubungan secara bebas
dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat
di atas istmus, dan ke nl.Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi
bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus
thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.8

Gambar 3.3. Vaskularisasi kelenjar tiroid


3. Histologi
Unit struktural daripada tiroid adalah folikel, yang tersusun rapat,
berupa ruangan bentuk bulat yang dilapisi oleh selapis sel epitel bentuk
gepeng, kubus sampai kolumnar. Konfigurasi dan besarnya sel-sel folikel
tiroid ini dipengaruhi oleh aktivitas fungsional daripada kelenjar tiroid itu

20
sendiri. Bila kelenjar dalam keadaan inaktif, sel-sel folikel menjadi gepeng
dan akan menjadi kubus atau kolumnar bila kelenjar dalam keadaan aktif.
Pada keadaan hipertiroidism, sel-sel folikel menjadi kolumnar dan
sitoplasmanya terdiri dari vakuol-vakuol yang mengandung koloid.10
Folikel-folikel tersebut mengandung koloid, suatu bahan homogen
eosinofilik. Variasi densiti dan warna daripada koloid ini juga memberikan
gambaran fungsional yang signifikan; koloid eosinofilik yang tipis
berhubungan dengan aktivitas fungsional, sedangkan koloid eosinofilik
yang tebal dan banyak dijumpai pada folikel dalam keadaan inaktif dan
beberapa kasus keganasan. Pada keadaan yang belum jelas diketahui
penyebabnya, sel-sel folikel ini akan berubah menjadi sel-sel yang besar
dengan sitoplasma banyak dan eosinofilik, kadang-kadang dengan inti
hiperkromatik, yang dikenal sebagai oncocytes (bulky cells) atau Hürthle
cells.10

Gambar 3.4. Histologi kelenjar tiroid normal

4. Fisiologi Pembentukan Hormon Tiroid


Sel-sel sekretorik utama tiroid, yang dikenal sebagai sel folikel, tersusun
membentuk bola-bola berongga yang masing-masing membentuk satu unit
fungsional yang dinamakan folikel. Di dalam folikel terdapat koloid, yaitu
bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormone
tiroid. Konstituen utama koloid adalah suatu molekul protein besar yang
dikenal sebagai tiroglobulin. Tiroglobulin berikatan dengan hormone tiroid
dalam berbagai stadium sintesis.7

21
Sel folikel menghasilkan dua hormone yang mengandung iodium yang
berasal dari asam amino tirosin, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan
triiodotironin (T3). Kedua hormone, yang secara kolektif disebut hormone
tiroid, adalah regulator penting laju metabolic basal (BMR) keseluruhan. Di
ruang interstisium di antara folikel-folikel terselip sel C, tipe sel sekretorik
lain yang mensekresi hormone peptide kalsitonin. Kalsitonin berperan
dalam metabolisme kalsium serta sama sekali tidak berkaitan dengan dua
hormone tiroid utama lainnya.7

Gambar 3.5. Fisiologi Pembentukan Hormon Tiroid7

Bahan dasar untuk sintesis hormone tiroid adalah tirosin dan iodium.
Tirosin, suatu asam amino, dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh
sehingga bukan zat essensial dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang

22
dibutuhkan untuk sintesis hormone tiroid harus diperoleh dari makanan.
Pembentukan, penyempitan, dan sekresi hormone tiroid melibatkan
langkah-langkah tersebut :7
a. Semua tahap pembentukan hormone tiroid berlangsung di molekul
tiroglobulin di dalam koloid. Tiroglobulin diproduksi oleh kompleks
golgi / reticulum endoplasma sel folikel tiroid. Asam amino tirosin
masuk ke dalam molekul tiroglobulin. Setelah terbentuk, tiroglobulin
yang sudah mengandung tirosin di ekspor dari sel folikel ke dalam
koloid melalui proses eksositosis.
b. Tiroid smenangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui pompa iodium. Hampir semua iodium di tubuh
dipindahkan melawan gradien konsentrasi untuk disimpan di tiroid
untuk membentuk hormone tiroid. Iodium tidak memiliki fungsi lain di
tubuh.
c. Di dalam koloid, iodium cepat dilekatkan ke tirosin di dalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan satu iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan
diiodotirosin (DIT).
d. Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin
yang telah beriodium untuk membentuk hormone tiroid. Penggabungan
MIT dengan satu DIT akan menghasilkan triiodotironin (T3).
Penggabungan dua DIT menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau
tiroksin). Antara dua molekul MIT tidak terjadi penggabungan.
Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormone tiroid tetap
tersimpan dalam bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan.
Jumlah hormone tiroid yang tersimpan umumnya dapat memenuhi
kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.
Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid menelan sebagian dari
koloid yang mengandung tiroglobulin melalui proses fagositosis. Lisosom
menyerang vesikel yang ditelah tersebut dan memisahkan produk-produk
beriodium tiroglobulin. Hormone tiroid karena sangat lipofilik , mudah
melewati membrane luar sel folikel dan masuk ke dalam sirkulasi. MIT dan

23
DIT mengalami deiodinasi, dan iodium yang bebas didaur ulang untuk
membentuk hormone baru. Setelah hormone tiroid dikeluarkan ke dalam
sirkulasi, molekul-molekul hormone tiroid yang sangat lipofilik berikatan
dengan protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine-
binding globulin, yang secara selektif berikatan hanya dengan hormone
tiroid. Kurang dari 0.1% T4 dan kurang dari 1% T3 tetap berada dalam
bentuk bebas (tak terikat). Hanya bentuk bebas dari keseluruhan hormone
tiroid yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek. 7
5. Regulasi Axis Tiroid
TSH (Thyroid-stimulating hormone) disekresi oleh sel thyrotrope oleh
hipofisis anterior. TSH menjalankan peran penting dalam control aksis
tiroid dan merupakan marker hormone tiroid secara fisiologis. TSH
merupakan hormone 31 kDa yang terdiri atas subunit α dan β. Subunit α
serupa dengan hormone glikoprotein lainnya (mis LH, FSH, dan hCG),
sedangkan subunit β merupakan subunit yang unik yang hanya dimiliki oleh
TSH. Kerja hormone TSH dikontrol oleh hormone TRH (Thyrotropin-
releasing hormone). 9

Gambar 3.6. Regulasi Aksis Tiroid4

Aksis tiroid merupakan loop feedback endokrin. TRH diseksrei oleh


hipotalamus memberikan stimulasi kepada hipofisis anterior untuk

24
memproduksi dan mensekresi TSH. Hormone tiroid secara predominan
bekerja melalui reseptor hormone tiroid β2 (TRβ2). Ketika hormone tiroid
berikatan dengan reseptornya, maka akan terjadi feedback berupa inhibisi
produksi TRH dan TSH. “Set point” dalam aksis tiroid, secara dominan
diatur oleh TSH. TRH merupakan regulator positif sintesis dan sekresi
hormone TSH. Puncak sekresi hormone TSH tercapai pada sekitar 15 menit
setelah pemberian hormone TRH eksogen. Dopamin, glukokortikoid, dan
somatostatin dapat menyebabkan supresi pada TSH, namun tidak
berpengaruh besar, kecuali jika diberikan dalam dosis terapi. Penurunan
kadar hormone tiroid dapat menyebabkan peningkatan produksi hormone
TSH basal secara cepat dan meningkatkan produksi TRH untuk stimulasi
sintesis dan sekresi hormone TSH. Hal tersebut menunjukkan bahwa
hormone tiroid merupakan regulator dominan dalam produksi TSH. 9
Seperti hormone hipofisis lainnya, TSH disekresikan secara pulsatile
dan memiliki ritme diurnal. Kadar hormone TSH didapatkan mencapai
kadar tertinggi saat malam hari. Dibandingkan dengan hormone hipofisis
lainnya, TSH merupakan hormone hipofisis yang paling stabil. Hal ini
disebabkan oleh karena TSH memiliki waktu paruh yang cukup panjang di
dalam plasma, sekitar 50 menit. Oleh sebab itu, pengukuran kadar TSH
sendiri sudah cukup adekuat dalam menilai kadarnya dalam sirkulasi. Kadar
hormone TSH dapat digunakan dalam mendiagnosis hipertiroid (TSH
rendah) maupun hipotiroid (TSH meningkat). 9
6. Efek Hormon Tiroid dalam Tubuh
a. Efek hormone tiroid pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormone tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan
tubuh. Hormone ini adalah regulator mayor dalam laju konsumsi O2 dan
pengeluaran energy tubuh dalam keadaan istirahat. Efek metabolic
hormone tiroid berkaitan erat dengan efek kalorigenik sehingga
menyebabkan peningkatan panas.7
b. Efek pada metabolisme antara
Hormone tiroid tidak hanya dapat memengaruhi pembentukan dan
penguraian karbohidrat, lemak, dan protein. Dalam jumlah yang

25
berbeda, hormone tiroid dapat menimbulkan efek metabolic yang
berbeda. Contohnya, pada jumlah minimal, hormone tiroid dapat
membentuk glukosa menjadi glikogen, namun dalam jumlah besar
hormone ini dapat memecah glikogen menjadi glukosa. 7
c. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel target terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), mediator kimia yang
digunakan oleh system saraf simpatis dan medulla adrenal. Hormon
tiroid menyebabkan proliferasi reseptor sel target spesifik katekolamin.
Sehingga jika terjadi peningkatan kadar hormone tiroid, maka akan
serupa dengan aktivasi system saraf simpatis. 7
d. Efek pada sistem kardiovaskular
Hormone tiroid meningkatkan sensitivitas jantung terhadap kadar
katekolamin dalam darah, sehingga kontraktilitas dan curah jantung
meningkat. Selain itu, sebagai respon terhadap panas yang dihasilkan
oleh efek kalorigenik, akan terjadi vasodilatasi sistemik.7
e. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan karena memiliki efek
terhadap growth hormone dan IGF-1. Hormone tiroid berperan dalam
merangsang sekresi GH dan meningkatkan produksi IGF-1 oleh hepar.
Selain itu, hormone tiroid juga meningkatkan efek GH dan IGF-I dalam
pembentukan protein structural dan pertumbuhan tulang. Namun, tidak
seperti kelebihan hormone GH, hormone tiroid yang berlebih tidak
menyebabkan pertumbuhan yang berlebih. 2 Hormon tiroid berperan
penting dalam perkembangan normal sistem saraf, khususnya SSP.
Hormone tiroid juga memiliki fungsi yang essensial dalam aktivitas
normal SSP pada dewasa.7

26
3.3. Klasifikasi Hipertiroid
Berdasarkan etiologinya, hipertiroid diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
Hipertiroid primer dan hipertiroid sekunder. 9
1. Hipertiroid primer
a. Grave’s disease
b. Toxic Multinodular goiter
c. Toxic adenoma
d. Functioning thyroid carcinoma metastases
e. Activating mutation of TSH receptor
f. Mc Cune-Albright syndrome
g. Struma ovarii
h. Efek obat : pemberian iodine berlebih
2. Hipertiroid sekunder
a. TSH-secreting pituitary adenoma
b. Sindrom resistensi hormone tiroid
c. Chorionic gonadotropin-secreting tumors
d. Tirotoksikosis gestasional

3.4. Etiologi Hipertiroid


Grave’s Disease merupakan penyebab tersering terjadinya hipertiroid,
mencapai 60% hingga 80% dari seluruh kasus hipertiroid. Penyakit Grave
disebabkan oleh autoimun. Toxic multinodular goiter merupakan etiologi
sebanyak 5% kasus hipertiroid di US dan dapat 10 kali lebih sering pada daerah
dengan defisiensi iodine. Penyakit ini cenderung muncul pada pasien dengan
usia lebih dari 40 tahun dengan goiter kronik dan onset dapat muncul lebih
mendadak dibandingkan dengan penyakit Grave’s. Toxic adenoma merupakan
nodul yang berfungsi secara autonomy yang umumnya ditemukan pada dewasa
muda, terutama pada area dengan defisiensi iodine. 12
Tiroiditis subakut menyebabkan onset gejala tirotoksis disebabkan oleh
kebocoran hormone dari kelenjar yang mengalami inflamasi. Cenderung
didahului oleh infeksi virus. Gejala cenderung dapat diatasi dalam jangka waktu
delapan bulan. Namun kondisi tersebut dapat terjadi berulang pada beberapa

27
pasien. Selain itu, dapat pula terjadi limfositik dan postpartum tiroiditis, yang
merupakan inflamasi transient yang dapat menyebabkan hipertiroid, pada fase
akut kondisi ini mungkin sulit dibedakan dengan penyakit Graves. Tiroiditis
postpartum dapat terjadi pada 5% hingga 10% wanita pada tiga hingga enam
bulan pertama pasca melahirkan.12

Tabel 3.1. Etiologi Hipertiroid12

Penyebab hipertiroid lainnya adalah Treatment-induced hyperthyroidism.


Salah satu penyebabnya ialah iodine-induced hypertiroidism. Hal ini dapat
terjadi setelah intake iodine yang berlebih, paparan kontras radiografi, atau
pengobatan. Kadar iodine yang berlebih dapat meningkatkan sintesis dan
sekresi hormone tiroid pada pasien dengan defisiensi iodine dan pada pasien
lansia dengan riwayata multinodular goiter sebelumnya. 12
Selain itu, dapat pula disebabkan oleh konsumsi Amiodarone. Hipertiroid
yang disebabkan oleh amiodarone mencapai 12% pada pasien yang di terapi,
terutama pada daerah defisiensi iodine, hal ini terjadi dalam dua mekanisme.
Mekanisme tipe I menjelaskan bahwa amiodarone mengandung 37% iodine
sehingga dapat menyebabkan iodine-induced hypertiroid. Sedangkan tipe II
adalah tiroiditis yang dapay mengenai pasien dengan kelenjar tiroid normal.

28
Pengobatan menggunakan interferon, IL-2 dapat menyebabkan hipetiroid tipe
II.12

Tabel 3.2. Etiologi Tirotoksikosis9

Tabel 3.3. Penemuan klinis dan laboratorium berhubungan dengan penyebab


yang umum dari hipertiroid

29
3.5. Patofisiologi
Penyebab hipertiroid biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada
kebanyakan penderita hipertiroid, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali
dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hyperplasia dan lipatan-lipatan
sel-sel folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkat
kecepatan sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar
daripada normal. Pada hipertiroid, konsentrasi TSH (Thyroid Stimulating
Hormon) plasma menurun, karenan ada sesuatu yang menyerupai TSH.
Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut TSI
(Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan
tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroid konsentrasi TSH menurun,
sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda
dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormone
tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH
oleh kelenjar hipofisis anterior. Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa
mensekresikan hormone hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi
pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien
yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat
hormone tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh
yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini,
terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada
kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan
frekuensi 10-15 x/detik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang
abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu
efek hormon tiroid. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi
autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar.9

30
Tiroiditis Penyakit Graves (Antibody Nodul tiroid
reseptor TSH merangsang toksik
aktivitas tiroid)

Sekresi hormon tiroid


yang berlebihan

Hipertiroidisme

Hipermetabolisme Gerakan kelopak


Aktivitas
meningkat simpatik mata relative lambat
berlebihan terhadap bola mata

Perubahan
Berat Ketidakseimban
konduksi listrik Infiltrasi limfosit,
Badan gan energy
jantung sel mast ke jaringan
dengan
kebutuhan tubuh orbital dan otot
mata
Perubahan Beban kerja jantung
nutrisi meningkat
kurang dari Kelelahan
kebutuhan Eksoftalmus
tubuh
Aritmia,
takikardia
Resiko kerusakan
integritas
jaringan
Resiko penurunan
curah jantung

Gambar 3.7. Patofisiologi Hipertiroidisme

3.6. Manifestasi Klinis


Gejala yang sering tampak adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan
respirasi, bedebar-debar, tremor, ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat
banyak, rambut rontok, dan kelemahan pada otot, khususnya kerja dari otot
lengan dan kaki, frekwesi buang air besar terganggu, kehilangan berat badan

31
yang cepat, pada wanita periode menstruasi lebih cepat dan aliran darah lebih
kencang. Hiperthiroid biasanya mulainya lambat, tetapi pada beberapa pasien
muda perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela dirasakan yang
diartikan salah,contoh persaan gugup yang dianggap karena stress.
Tirotoksikosis merupakan manifestai klinik dari berlebihnya hormon tiroid
di sirkulasi darah, sedangkan hipertiroidisme merupakan suatu tirotoksikosis
akibat hipermetabolisme. Berdasarkan letak anatomi hipertiroid dibagi menjadi
hipertiroid primer apabila kelainan terjadi di kelenjar tiroid dan hipertiroid
sekunder apabila letak kelainan di luar kelenjar tiroid. Kelainan ini bisa timbul
secara spontan ataupun akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan.9

Tabel 3.4. Tanda dan gejala klinik Hipertiroid


Sistem Gejala dan tanda
Umum Tidak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun,
tumbuh cepat, toleransi obat
Gastrointestinal Hiperdefekasi, mudah lapar, hau, disfagia
Muskular Rasa lemas
Genitourinaria Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti

Kulit Rambut rontok, berkeringat, kulit basah, silky hair,dan


onikolisis
Psikis, saraf dan jantung Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik,
dispneu, hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung
Darah dan sistem limfatik Limfositosis, anemia, splenomegali
Skeletal Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang

Terdapat dua macam hipertiroidisme yang paling sering dijumpai yaitu :


penyakit Graves dan Goiter nodular toksik. Penyakit Graves paling sering
terjadi pada usia sekitar dekade ketiga atau keempat walaupun bisa terdapat
pada semua umur dengan angka kejadian lebih sering pada perempuan daripada
lakilaki. Pada pasien dengan hipertiroidisme 60 – 80 % mengalami penyakit
graves. Manifestasi yang paling sering tampak adalah trias Graves seperti : 1)
Hipertiroidisme dan goiter, 2) Optalmopati, 3) Dermopati. Dermatopati tiroid

32
terjadi pada 2 – 3% pasien dengan penyakit Graves dan menyebabkan
penebalan kulit di sekitar kulit tibia bawah tanpa piting. 13

Tabel 3.5. Indeks diagnosis Wayne


Nilai apabila
Gejala Skor Tanda
Positif Negatif
Dyspnoea +1 Gondok +3 -3
Palpitasi +2 Difus
Kelemahan +2 Noduler
Suka dingin +5 Adenoma single
Suka panas -5 Bising tiroid +2 -2
Keringat lebih +3 Eksoftalmos +2
Nervous Lid lag +1
Makan tambah +3 Hiperkinesis +4 -2
Makan kurang -3 Tremor tangan +1
Berat turun +3 Tangan keringat +1 -1
Berat naik -3 Tangan panas +2 -2
Diare Fibrilasi atrium +4
Konstipasi Nadi rerata/men
Mensis banyak Nadi regular >90 +3
Mensis sedikit 80-90 0 0
Abortus +2 <80 -3
Interpretasi: Klinis dianggap ada hipertiroid apabila skor yang diperoleh mencapai
20 atau lebih, kurang dari 10 tidak ada hipertiroid klinis dan antara 10-19
dianggap meragukan.

Tabel 3.6. Indeks diagnosis New Castle


Item Grade Score Item Grade Score
Age of onset 15-24 0 Hiperkinesis Present 4
25-34 4 Absent 0
35-44 8 Fine finger Present 7
45-54 12 tremor Absent 0
55 16 Pulse rate >90/m 16
Psychological Present -5 80-90 8
precipitant Absent 0 <80 0
Frequent Present -3 Thyroid bruit Present 18
checking Absent 0 Absent 0
Severe anti- Present -3 Exophthalmos Present 9
cipatory anxiety Absent 0 Absent 0
Increased Present 5 Lid retraction Present 2
appetite Absent 0 Absent 0
Goiter Present 3
Absent 0
Interpretasi: eutiroid -11 hingga+23, probable hipertiroid +24 hingga +39 dan
hipertiroid +40 hingga +80.

33
3.7.Penegakkan Diagnosis Tirotoksikosis

Gambar 3.8. Evaluasi Diagnosis Tirotoksikosis

Kelainan hormone tiroid umumnya disebabkan oleh gangguan di dalam


kelenjar tiroid itu sendiri dan jarang disebabkan oleh gangguan pada
hipotalamus atau hipofisis anterior. Pemeriksaan dasar yang sebaiknya
dilakukan adalah pengukuran free T3 dan free T4. Kadar free T3 dan free T4
lebih bermanfaat disbanding mengukur kadar T3 dan T4 karena dipengaruhi
oleh Thyroxine binding globuline (TBG). Kadar T3 dan T4 total meningkat jika
kadar TBG meningkat, begitu pun sebaliknya. Kadar T3 dan T4 bebas tidak
dipengaruhi oleh kadar TBG. Kadar TBG meningkat pada kehamilan, hepatitis,
dan terapi estrogen (HRT, pil kontrasepsi oral). Kadar TBG dapat menurun pada
keadaan sindrom nefrotik dan malnutrisi (kehilangan protein), konsumsi obat-
obatan (misalnya androgen, kortikosteroid, fenitoin), penyakit hati kronik, dan
akromegali.11
Selain pemeriksaan kadar T3 dan T4 bebas, perlu dilakukan pemeriksaan
kadar TSH. Pemeriksaan kadar TSH bermanfaat untuk setiap kecurigaan
hipertiroidisme. Pada setiap kecurigaan hipertiroid, maka perlu dilakukan

34
pemeriksaan T3, T4, dan TSH. Dalam hipertiroid semua akan menyebabkan
TSH menurun, kecuali dalam fenomena yang langka, yaitu terjadinya adenoma
hipofisis penyekresi TSH. Kebanyakan mengalami peningkatan T4, tetapi
hanya kurang dari 1% dari kasus yang hanya mengalami peningkatan T3. 11

Tabel 3.7. Hasil tes fungsi tiroid dalam kondisi berbeda


Total T4 T4 Bebas Total T3 Penyerapan Indeks TSH
Resin T3 Tiroksin
Bebas
Normal 4,5-10,9 0,8-2,7 60-181 22-34% 1,0-4,3 units 0,5-4,7 milli
mcg/dL ng/dL ng/dL international
units/L
Hipertiroid ↑↑ ↑↑ ↑↑↑ ↑ ↑↑↑ ↓↓
Hipotiroid ↓↓ ↓↓ ↓ ↓↓ ↓↓↓ ↑↑
Peningkatan ↑ Normal ↑ Normal Normal Normal
TBG

Tabel 3.8. Penilaian Laboratorium Tirotoksikosis9


↑TSH, ↓T4 Hipotiroidisme
↑ TSH, T4 normal Hipotirodisme yang telah diobati atau
hipotiroidisme subklinis
↑ TSH, ↑T4 Tumor penyekresi TSH atau resistensi
hormone tiroid
↑ TSH, ↑T4, atau ↓T3 Konversi lambat T4 menjadi T3 (Defisiensi
deiodinase, hipertiroksinemia eutiroid) atau
artefak antibody hormone tiroid.
↓ TSH, ↑ T4 atau ↑ T3 Hipertiroidisme
↓ TSH, T3 dan T4 normal Hipertiroidisme subklinis
↓ TSH , ↓T4 Hipotiroidisme sentral (gangguan
hipotalamus atau hipofisis)
↓TSH, ↓T4 dan ↓T3 Sick eutiroidism, atau penyakit hipofisis
TSH normal, T4 abnormal Pertimbangkan adanya perubahan pada
globulin pengikat tiroid, gangguan assay,
konsumsi amiodarone, atau tumor TSH
hipofisis.

35
Gambar 3.9. Alur Diagnosis Hipetiroidisme12

Pasien dengan tanda dan gejala hipertiroidisme disarankan mengukur TSH


sebagai test inisial. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan jika kadar TSH
abnormal. Kadar TSH yang tidak terdeteksi atau menurun dapat menegakkan
diagnosis hipertiroid. Antibody antitiroid meningkat pada penyakit Grave’s dan
limfositik tiroiditis namun umumnya tidak digunakan dalam penegakkan
diagnosis. Kadar antibody yang distimulasi oleh tiroid juga dapat digunakan
untuk memonitoring efek terapi obat anti-tiroid pada pasien penyakit Grave’s.
pada pemeriksaan laboratorium hipertiroid dapat didapatkan hasil yang tidak
khas, seperti anemia, granulositosis, limfositosis, hiperkalemia, peningkatan
enzim transaminase, dan peningkatan alkaline fosfatase. 12

3.8. Tata Laksana


Pilihan terapi hipertiroid bergantung pada penyebab dan tingkat keparahan
penyakit, usia pasien, besar struma, kondisi komorbid, dan kebutuhan terapi.
Tujuan terapi ialah untuk mengoreksi keadaan hipermetabolik dengan efek

36
samping terendah dan kemungkinan menyebabkan hipotiroidisme terkecil.
Pilihan terapi pada hipertiroid antara lain12 :
1. Beta blockers
a. Mekanisme kerjanya adalah dengan menginhibisi efek adrenergic.
b. Indikasi penggunaan ialah untuk mengontrol symptoms, merupakan
terapi pilihan pada tiroiditis, merupakan 1st line terapi sebelum tindakan
pembedahan, iodine radioaktif, dan obat anti tiroid, serta dapat
digunakan sebagai terapi jangka pendek dalam kehamilan.
c. Kontraindikasi dan komplikasi : amati penggunaan pada pasien lansia
dan pasien dengan riwayat penyakit jantung, PPOK, atau asma.

Tabel 3.9. Penggunaan Beta Blocker pada Terapi Tirotoksikosis

Berdasarkan penelitian American Thyroid Association, maka


direkomendasikan untuk memberikan terapi beta-blocker pada pasien lansia
dengan tirotoksikosis atau pada pasien tirotoksik dengan resting heart rate
lebih dari 90 bpm atau dengan riwayat penyakit kardiovaskular. Selain itu,
pemberian beta blocker direkomendasikan pada seluruh pasien dengan
tirotoksikosis simptomatis.5
Pemberian beta blocker pada pasien dapat menimbulkan penurunan
heart rate, penurunan tekanan darah sistolik, kelemahan otot, dan tremor.
Gejala tersebut dapat pula disertai dengan iritabilitas, labilitas emosi, dan

37
intoleransi aktivitas atau mudah lelah. Pemberian beta blocker juga di
kontraindikasikan pada pasien dengan bronkospasme. Namun, pada pasien
dengan asma bronkospastik ringan dan PPOK ringan yang memerlukan
control heart rate maka pemberian Nadolol dapat dipertimbangkan dengan
pengawasan ketat selama pemberian. Pemberian calcium-channel blocker
(diltiazem dan verapamil) yang diberikan secara oral menampakkan hasil
efek control yang baik pada pasien yang tidak toleransi atau kontraindikasi
pada pemberian beta blocker.5
2. Iodida
a. Memblok konversi T4 menjadi T3 dan menginhibisi sekresi hormone
b. Indikasinya adalah menurunkan secara cepat kadar hormone tiroid,
merupakan obat yang dapat digunakan pada preoperative ketika
medikasilain tidak infektif atau terdapat kontraindikasi, dapat digunakan
selama masa kehamilan jika obat anti-tiroid lain tidak dapat ditoleransi,
dapat digunakan bersama obat anti-tiroid untuk terapi amiodarone-
induced hypertiroidism.
c. Kontraindikasi dan komplikasi: peningkatan pelepasan hormone dengan
penggunaan yang memanjang, efek samping yang sering dijumpai
antara lain konjungtivitis, acneform rash, sialadenitis.
3. Obat Antitiroid
a. Mekanisme : PTU dapat memblok konversi T4 menjadi T3 dalam
jumlah besar di perifer.
b. Indikasi : merupakan 1st line terapi jangka panjang pada Grave’s disease
(di Eropa, Jepang, dan Australia), PTU merupakan pilihan terapi pada
pasien hamil dengan Grave’s disease berat; merupakan pilihan terapi
Grave’s disease pada anak dan dewasa yang menolak menjalani terapi
radioaktif iodine; pretreatment pada lansia pasien dengan penyakit
jantung sebelum pembedahan atau menjalani terapi radioaktif; dapat
digunakan selama menyusui.
c. Kontraindikasi : angka kekambuhan sangat tinggi, terutama pada
perokok, pasien dengan ukuran goiter yang besar, dan pasien dengan
thyroid-stimulating antibody level pada pengobatan fase lanjut. Efek

38
samping yang sering muncul antara lain polyarthritis (1-2%),
agranulositosis (0.1-0.5%), PTU dapat menyebabkan peningkatan
enzim transaminase (30%), dan hepatitis imunoalergik (0.1-0.2%),
methimazole dapat menyebabkan cholestasis dan abnormalitas
kongenital, namun jarang. Efek samping minor (<5%) adalah rash,
demam, efek gastrointestinal, dan arthralgia.
Berdasarkan guidelines American Thyroid Assosiation
direkomendasikan untuk menggunakan obat anti tiroid pada pasien dengan
kecenderungan tinggi untuk remisi (pasien, terutama wanita, dengan goiter
ukuran kecil ringan, dan titer TRAb kadar rendah atau negatif), pasien lansia
dengan peningkatan komorbiditas risiko pembedahan atau dengan angka
harapan hidup yang rendah, pasien yang tidak memenuhi regulasi keamanan
dalam terapi radiasi.5
Tujuan pengobatan dengan menggunakan obat anti tiroid adalah untuk
membuat pasien berada dalam kondisi eutiroid, namun tidak akan
menyembuhkan Grave’s hipertiroid. Namun, jika digunakan dalam dosis
yang adekuat, terapi ini sangat efektif dalam mengontrol hipertiroid. 5
Methimazole direkomendasikan sebagai terapi yang digunakan pada
setiap pasien dengan obat anti tiroid, kecuali pada kehamilan trimester
pertama (pilihannya adalah PTU), krisis tiroid, dan pasien yang mengalami
reaksi minor dengan pemberian methimazole. Selain itu, pasien yang mulai
mengonsumsi obat anti tiroid direkomendasikan untuk melakukan
pemeriksaan darah lengkap, diff count, dan profile fungsi hepar termasuk
bilirubin dan enzim transaminase. Kontraindikasi untuk memulai terapi
dengan obat anti-tiroid adalah jika jumlah neutrophil <500/mm3 atau kadar
enzim transaminase meningkat lebih dari 5x lipat dari normal. Monitoring
profile hepar pasien dengan konsumsi obat anti-tiroid rutin
direkomendasikan dilakukan secara rutin, terutama pada 6 bulan pertama
terapi. Namun, sulit dibedakan apakah penyebab peningkatan enzim
transaminase tersebut disebabkan oleh pemberian anti-tiroid atau
disebabkan oleh tirotoksikosis persisten. Namun umumnya, peningkatan
enzim transaminase yang disebabkan oleh pemberian PTU bersifat akut dan

39
sangat progresif. Pemberian PTU harus dihentikan jika didapatkan kadar
enzim transaminase meningkat 2-3 kali lipat diatas normal dan tidak
mengalami perbaikan dalam 1 minggu saat dilakukan pengukuran ulang.
Setelah pemberian PTU dihentikan, profil fungsi hepar harus dimonitor
setiap minggu hingga mencapai nilai normal.
4. Radioaktif
a. Mekanisme : terkonsentrasi pada kelenjar tiroid dan menghancurkan
jaringan tiroid
b. Indikasi : memiliki high cure rates pada terapi single-dose (80%),
merupakan terapi pilihan pada Grave’s disease di US, multinodular
goiter, nodul toksik, dan pasien dengan usia > 40 tahun, serta pada
pasien yang mengalami relapse dengan terapi obat antitiroid.
c. Kontraindikasi : pasien hamil atau sedang menyusui, dapat
menyebabkan suara serak, flushing, dan penurunan pengecapan, serta
radiation thyroiditis (1%), dapat menimbulkan eksaserbasi Grave’s
ophthalmopathy. Membutuhkan pre-terapi dengan menggunakan obat
anti-tiroid pada pasien dengan riwayat sakit jantung.
5. Pembedahan (Subtotal Tiroidektomi)
a. Mekanisme : mengurangi massa tiroid
b. Indikasi : terapi pilihan pada pasien hamil dan anak-anak dengan yang
timbul efek samping dalam penggunaan obat anti tiroid, nodul toksik
pada pasien dengan usia < 40 tahun, dan goiter yang besar dengan gejala
hebat. Dapat menjadi pilihan pada pasien yang menolak terapi
radioaktif, atau gagal dalam menjalani terapi anti-tiroid, serta dapat
dilakukan dengan indikasi kosmetik.
c. Komplikasi dan kontraindikasi : risiko hipotiroid (25%), relapse
hipertiroid (8%), hipoparatiroid temporer atau permanen, paralisis laring
(<1%), morbiditas lebih tinggi. Kondisi pasien pre-operatif diharuskan
mencapai kondisi eutiroid, sehingga membutuhkan pre-terapi dengan
obat anti-tiroid dan iodide untuk menghindari terjadinya krisis
tirotoksis.

40
Berdasarkan American Thyroid Assosiation direkomendasikan untuk
memilih terapi pembedahan pada pasien dengan ukuran goiter besar
(volume ≥ 80 gr), uptake iodium pada radioaktif relative rendah, dan jika
dicurigai atau didapatkan adanya kemungkinan malignansi iodine, large
non functioning, hypofunction nodule, wanita yang merencanakan
kehamilan dalam jangka waktu < 4-6 bulan, atau disertai dengan
hiperparatiroid yang membutuhkan terapi pembedahan. 5
Sementara itu, kontraindikasi dilakukannya pembedahan adalah adanya
komorbiditas seperti penyakit kardiovaskular, kardiopulmonar, cancer
stadium akhir. Kehamilan merupakan kontraindikasi relative, dan hanya
boleh digunakan dalam keadaan mendesak, yaitu jika dibutuhkan control
cepat hipertiroidisme dan obat anti-tiroid tidak dapat dikonsumsi.
Tiroidektomi paling baik dihindari pada kehamilan trimester pertama dan
trimester ketiga. Hal ini disebabkan oleh efek teratogenik yang terkait
dengan agen anastesi, peningkatan risiko abortus pada trimester pertama,
dan peningkatan risiko persalinan preterm pada trimester ketiga. Secara
optimal, tiroidektomi disarankan dilakukan pada akhir trimester kedua,
namun tetap menimbulkan risiko (4.5%-5.5% risiko persalinan preterm).5

Tabel 3.10. Pengobatan Hipertiroid

41
3.9.Komplikasi
1. Krisis Tiroid
Krisis Tirotoksis atau storm tiroid, jarang dan merupakan eksaserbasi
hipertiroid yang mengancam nyawa, gejala yang menyertainya antara lain
demam, delirium, kejang, muntah, diare, dan ikterik. Kadar mortalitas
akibat gagal jantung, aritmia, dan hipertermia cukup tinggi, yaitu sekitar
30% meskipun dengan terapi. Krisis tirotoksis biasanya dicetuskan oleh
penyakit akut,( misalnya stroke, infeksi, trauma, dan ketoasidosis DM),
pembedahan (terutama pada daerah tiroid), atau terapi radioiodine pada
pasien hipertiroid yang telah diberikan terapi sebagian atau belum diberikan
terapi.

Tabel 3.11. Skala Diagnosis Krisis Tiroid5

Penanganan pada krisis tirotoksik membutuhkan monitoring dan terapi


suportif, identifikasi dan terapi penyebab pencetus, dan pengukuran
penurunan sintesis hormone tiroid. PTU dosis tinggi (600 mg loading dose
dan 200-300 mg tiap 6 jam) sebaiknya diberikan secara oral atau melalui

42
pipa nasogastric atau per rektal. PTU dipilih karena efek kerjanya dalam
menginhibisi konversi T4 menjadi T3. Satu jam setelah pemberian PTU
dosis pertama, perlu dilakukan stabilisasi iodide untuk memblok sintesis
hormone tiroid melalui efek Wolff-Chaikoff (perlambatan memungkinkan
obat anti tiroid untuk mencegah kelebihan iodine dalam membentuk
hormone baru) . stabilisasi iodine dapat dilakukan dengan pemberian
potassium iodide ( 5 tetes tiap 6 jam), atau ipodate atau asam iopanic (500
mg per 12 jam) per oral. Selain itu, dapat pula diberikan sodium iodide 0.25
gr IV tiap 6 jam, namun jarang dilakukan karena jarang tersedia.
Propranolol sebaiknya diberikan untuk mengurangi takikardi dan
manifestasi adrenergic lainnya (40-60 mg PO setial 4 jam, atau 2 mg IV
setiap 4 jam). Meskipun pemberian β-adrenergik blockers dapat digunakan,
namun pemberian dalam dosis tinggi dapat menurunkan konversi T4
menjadi T3, sehingga dapat menimbulkan efek inotropic negative. Terapi
tambahan yang dapat diberikan antara lain glukokortikoid (dexamethasone
2 mg tiap 6 jam), antibiotik jika didapatkan adanya infeksi, oksigen dan
cairan intravena.9

Tabel 3.12. Dosis Obat Krisis Tiroid5

43
2. Komplikasi lainnya
a. Berhubungan dengan kardiovascular
1) Gagal jantung kongestif
2) Atrial fibrilasi
b. Berhubungan dengan tulang
1) Osteoporosis
c. Berhubungan dengan mata
1) Ophthalmopathy grave’s
d. Berhubungan dengan kulit
1) Dermopathy grave’s

3.10. Prognosis
Hipertiroidisme sekunder akibat penyakit Graves atau gondok multinodular
toksik memiliki hasil yang baik secara keseluruhan karena tingkat keberhasilan
pengobatan definitif yang tinggi dan kemanjuran manajemen gejala. Namun,
seperti halnya penyakit apa pun, prognosis patologi penyakit tertentu
berorientasi pada pasien dan mencerminkan penatalaksanaan, respons terhadap
terapi, dan kepatuhan terhadap pengobatan yang ditentukan.14

44
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RS Muhammadiyah Palembang dengan keluhan


jantung berdebar yang dialaminya sejak ±4 hari SMRS yang dirasakan terus
menerus sepanjang hari. Keluhan tersebut disertai dengan tangan sering gemetaran,
lemas sepanjang hari teutama setelah beraktifitas, mudah berkeringat walaupun
cuaca tidak panas sehingga tangan menjadi lembab dan pasien menyukai cuaca
yang dingin, sesak nafas yang hilang timbul dan tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu
ataupun aktivitas, dan juga bengkak pada leher sehingga nyeri saat menelan
makanan. Selain itu pasien mengeluh nyeri pada ulu hati dan mual. Keluhan
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, mata yang menonjol, sulit
menutup kelopak mata, adanya gerakan otot abnormal disangkal. BAB dan BAK
normal. Tidak ada keluhan saat menstruasi. Keluhan perasaan mudah cemas dan
nyeri dada disangkal.
Keluhan tersebut sudah ada sejak ±20 tahun yang lalu dan pasien pernah di
diagnosis hipertiroid oleh dokter dan rutin mengonsumsi obat untuk menurunkan
kadar tiroid nya. Namun, 1 tahun terakhir saat pasien kontrol kembali ke dokter,
pasien dinyatakan telah sembuh sehingga tidak mengonsumsi obat lagi. Hingga saat
ini keluhan pasien muncul kembali.
Dari hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 120/70 mmHg, RR 20 kali/menit, HR 92 kali/menit ireguler dan
temperatur 36,8oC. Hasil pemeriksaan fisik leher didapatkan struma nodular
bilateral, ukuran 5x2 cm, batas tegas, permukaan datar tidak berdungkul dan tidak
hangat, terfiksasi. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium.
Pada pemeriksaan ekstremitas pada tangan didapatkan tremor (+/+), hangat dan
lembab.
Dari hasil laboratorium pemeriksaan darah tanggal 30 April 2023 didapatkan
kesan anemia, penurunan hematokrit, dan peningkatan kadar monosit. Pada
pemeriksaan laboratorium darah tanggal 2 Mei 2023 didapatkan hasil peningkatan
kadar T4 dan penurunan kadar TSH. Pada pemeriksaan EKG pada tanggal 30 april
2023 didapatkan kesan atrial fibrilasi.

45
Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan, diagnosis dari pasien tersebut adalah
hipertiroidisme. Hipertiroid adalah suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan
hormon tiroid bebas dalam sirkulasi darah. Perlu dibedakan antara pengertian
tirotoksikosis dengan hipetiroidisme. Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis
kelebihan hormone tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah
tirotoksikosis yang disebabkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Namun
manifestasinya sama, hal ini disebabkan oleh ikatan T3 dengan reseptor T3-inti
semakin penuh. Pada hipertiroid, konsentrasi TSH (Thyroid Stimulating Hormon)
plasma menurun, karenan ada sesuatu yang menyerupai TSH. Biasanya bahan-
bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating
Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan
reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP
dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien
hipertiroid konsentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat.
Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni
selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga
menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada anamnesis yang dilakukan pasien ini memenuhi gejala yang dikeluhkan
oleh seseorang dengan hipertiroidisme. Gejala hipertiroidisme yang sering tampak
adalah sering gugup, iritabilitas, peningkatan respirasi, bedebar-debar, tremor,
ansietas, susah tidur (insomnia), berkeringat banyak, rambut rontok, dan kelemahan
pada otot, khususnya kerja dari otot lengan dan kaki, frekwesi buang air besar
terganggu, kehilangan berat badan yang cepat, pada wanita periode menstruasi
lebih cepat dan aliran darah lebih kencang. Hipertiroid biasanya mulainya lambat,
tetapi pada beberapa pasien muda perubahan ini terjadi sangat cepat. awalnya gejela
dirasakan yang diartikan salah,contoh persaan gugup yang dianggap karena stress.
Tirotoksikosis merupakan manifestai klinik dari berlebihnya hormon tiroid di
sirkulasi darah, sedangkan hipertiroidisme merupakan suatu tirotoksikosis akibat
hipermetabolisme.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid dipaksa mensekresikan hormone hingga

46
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar
tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin
termasuk akibat dari sifat hormone tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang
menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur.
Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan
frekuensi 10-15 x/detik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang
abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek
hormon tiroid. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun
yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya
bola mata terdesak keluar.

Tabel 4.1.Tanda dan Gejala Klinis Hipertiroidisme


Sistem Gejala dan tanda Kasus
Umum Tidak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, Tidak tahan hawa
BB turun, tumbuh cepat, toleransi obat panas
Gastrointestinal Hiperdefekasi, mudah lapar, haus, disfagia, Disfagia
splenomegali
Muskular Rasa lemas Rasa lemas
Genitourinaria Oligomenorea, amenorea, libido turun, -
infertil, ginekomasti
Kulit Rambut rontok, berkeringat, kulit basah, Berkeringat, kulit
silky hair,dan onikolisis basah,
Psikis, saraf dan Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, Tremor, dispneu,
jantung paralisis periodik, dispneu, hipertensi, aritmian palpitasi
aritmia, palpitasi, gagal jantung
Darah dan sistem Limfositosis, anemia, splenomegali, leher Anemia, leher
limfatik membesar membesar
Skeletal Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan -
nyeri tulang

Berdasarkan etiologinya, hipertiroid diklasifikasikan menjadi dua, yaitu


Hipertiroid primer dan hipertiroid sekunder.
1. Hipertiroid primer

47
i. Grave’s disease
j. Toxic Multinodular goiter
k. Toxic adenoma
l. Functioning thyroid carcinoma metastases
m. Activating mutation of TSH receptor
n. Mc Cune-Albright syndrome
o. Struma ovarii
p. Efek obat : pemberian iodine berlebih
2. Hipertiroid sekunder
e. TSH-secreting pituitary adenoma
f. Sindrom resistensi hormone tiroid
g. Chorionic gonadotropin-secreting tumors
h. Tirotoksikosis gestasional
Grave’s Disease merupakan penyebab tersering terjadinya hipertiroid,
mencapai 60% hingga 80% dari seluruh kasus hipertiroid. Penyakit Grave
disebabkan oleh autoimun. Toxic multinodular goiter merupakan etiologi sebanyak
5% kasus hipertiroid di US dan dapat 10 kali lebih sering pada daerah dengan
defisiensi iodine. Penyakit ini cenderung muncul pada pasien dengan usia lebih dari
40 tahun dengan goiter kronik dan onset dapat muncul lebih mendadak
dibandingkan dengan penyakit Grave’s. Toxic adenoma merupakan nodul yang
berfungsi secara autonomy yang umumnya ditemukan pada dewasa muda, terutama
pada area dengan defisiensi iodine.
Tiroiditis subakut menyebabkan onset gejala tirotoksis disebabkan oleh
kebocoran hormone dari kelenjar yang mengalami inflamasi. Cenderung didahului
oleh infeksi virus. Gejala cenderung dapat diatasi dalam jangka waktu delapan
bulan. Namun kondisi tersebut dapat terjadi berulang pada beberapa pasien. Selain
itu, dapat pula terjadi limfositik dan postpartum tiroiditis, yang merupakan
inflamasi transient yang dapat menyebabkan hipertiroid, pada fase akut kondisi ini
mungkin sulit dibedakan dengan penyakit Graves. Tiroiditis postpartum dapat
terjadi pada 5% hingga 10% wanita pada tiga hingga enam bulan pertama pasca
melahirkan.

48
Penyebab hipertiroid lainnya adalah Treatment-induced hyperthyroidism. Salah
satu penyebabnya ialah iodine-induced hypertiroidism. Hal ini dapat terjadi setelah
intake iodine yang berlebih, paparan kontras radiografi, atau pengobatan. Kadar
iodine yang berlebih dapat meningkatkan sintesis dan sekresi hormone tiroid pada
pasien dengan defisiensi iodine dan pada pasien lansia dengan riwayata
multinodular goiter sebelumnya.
Selain itu, dapat pula disebabkan oleh konsumsi Amiodarone. Hipertiroid yang
disebabkan oleh amiodarone mencapai 12% pada pasien yang di terapi, terutama
pada daerah defisiensi iodine, hal ini terjadi dalam dua mekanisme. Mekanisme tipe
I menjelaskan bahwa amiodarone mengandung 37% iodine sehingga dapat
menyebabkan iodine-induced hypertiroid. Sedangkan tipe II adalah tiroiditis yang
dapay mengenai pasien dengan kelenjar tiroid normal. Pengobatan menggunakan
interferon, IL-2 dapat menyebabkan hipetiroid tipe II.
Pada kasus didapatkan peningkatan kadar T4 dan penurunan kadar TSH.
Pasien dengan tanda dan gejala hipertiroidisme disarankan mengukur TSH sebagai
test inisial. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan jika kadar TSH abnormal.
Pemeriksaan kadar TSH bermanfaat untuk setiap kecurigaan hipertiroidisme. Pada
setiap kecurigaan hipertiroid, maka perlu dilakukan pemeriksaan T3, T4, dan TSH.
Dalam hipertiroid semua akan menyebabkan TSH menurun, kecuali dalam
fenomena yang langka, yaitu terjadinya adenoma hipofisis penyekresi TSH.
Kebanyakan mengalami peningkatan T4, tetapi hanya kurang dari 1% dari kasus
yang hanya mengalami peningkatan T3.
Pemeriksaan dasar yang sebaiknya dilakukan adalah pengukuran free T3 dan
free T4. Kadar free T3 dan free T4 lebih bermanfaat disbanding mengukur kadar
T3 dan T4 karena dipengaruhi oleh Thyroxine binding globuline (TBG). Kadar T3
dan T4 total meningkat jika kadar TBG meningkat, begitu pun sebaliknya. Kadar
T3 dan T4 bebas tidak dipengaruhi oleh kadar TBG. Kadar TBG meningkat pada
kehamilan, hepatitis, dan terapi estrogen (HRT, pil kontrasepsi oral). Kadar TBG
dapat menurun pada keadaan sindrom nefrotik dan malnutrisi (kehilangan protein),
konsumsi obat-obatan (misalnya androgen, kortikosteroid, fenitoin), penyakit hati
kronik, dan akromegali.

49
Tabel 4.2. Penilaian Laboratorium Hipertiroidisme
Hipertiroidisme Hipertiroidisme subklinis Kasus
↓ TSH, ↑ T4 atau ↑ T3 ↓ TSH, T3 dan T4 normal ↓ TSH, ↑ T4

Pada pemeriksaan EKG didapatkan kesan atrial fibrilasi. Fibrilasi atrium


(AF) merupakan irama jantung yang tidak teratur (aritmia) dengan frekuensi rata-
rata 350-600 kali/menit, dan tidak ditemukan gelombang P pada elektrokardiografi
(EKG). Gelombang P tidak terlihat disebabkan karena munculnya gelombang
getar (fibrilasi) dengan amplitudo, bentuk, dan durasi yang bervariasi. AF terjadi
pada lebih dari 15% pasien hipertiroid, dibandingkan hanya 4% pada populasi
umum, terutama pada laki-laki dan orang tua. Efek hormon tiroid pada jantung
dan pembuluh darah perifer meliputi penurunan resistensi vaskular sistemik,
peningkatan laju jantung, dan peningkatan kontraktilitas ventrikel kiri. Jika hal ini
dideteksi oleh ginjal, maka sistem renin angiotensin aldosteron akan teraktivasi
dan absorpsi natrium akan meningkat. T3 juga berperan memproduksi eritropoetin
yang akan meningkatkan eritrosit dan menaikkan volume darah dan preload.
Kondisi hipertiroid menyebabkan kenaikan cardiac output 50% - 300% dibanding
keadaan normal. Pengaruh hormon tiroid terhadap waktu aksi potensial otot
jantung diduga berpeluang mencetuskan aritmia jantung. Peningkatan kadar T3
menyebabkan durasi potensial aksi miosit lebih pendek pada pasien hipertiroid;
mempermudah reentry (masuknya kembali gelombang eksitasi yang mengelilingi
atrium) dan meningkatkan risiko AF.
Sebagai alat diagnostik terdapat indeks diagnosis Wayne dan New castle
untuk menegakkan diagnosis hipertiroidisme.

50
Tabel 4.3. Indeks diagnostik Wayne
Nilai apabila Kasus
Gejala Skor Kasus Tanda
Positif Negatif
Dyspnoea +1 +1 Gondok +3 -3 +3
Palpitasi +2 +2 Difus
Kelemahan +2 - Noduler
Suka dingin +5 +5 Adenoma single
Suka panas -5 - Bising tiroid +2 -2 -2
Keringat lebih +3 +3 Eksoftalmos +2 -
Nervous - Lid lag +1 -
Makan tambah +3 - Hiperkinesis +4 -2 -2
Makan kurang -3 - Tremor tangan +1 +1
Berat turun +3 - Tangan keringat +1 -1 +1
Berat naik -3 - Tangan panas +2 -2 +2
Diare - Fibrilasi atrium +4 +4
Konstipasi - Nadi rerata/men
Mensis banyak - Nadi regular >90 +3 +3
Mensis sedikit - 80-90 0 0
Abortus +2 - <80 -3
Total 11 10

Klinis dianggap ada hipertiroid apabila skor yang diperoleh mencapai 20 atau
lebih, kurang dari 10 tidak ada hipertiroid klinis dan antara 10-19 dianggap
meragukan. Pada kasus didapatkan total indeks Wayne pada pasien yaitu 21, yang
beraerarti klinis dianggap hipertiroid.

Tabel 4.4. Indeks diagnostik New Castle


Item Grade Score Kasus Item Grade Score Kasus
Age of onset 15-24 0 4 Hiperkinesis Present 4 0
25-34 4 Absent 0
35-44 8 Fine finger Present 7 7
45-54 12 tremor Absent 0
55 16 Pulse rate >90/m 16 16
Psychological Present -5 0 80-90 8
precipitant Absent 0 <80 0
Frequent Present -3 0 Thyroid bruit Present 18 0
checking Absent 0 Absent 0
Severe anti- Present -3 0 Exophthalmos Present 9 0
cipatory anxiety Absent 0 Absent 0
Increased Present 5 0 Lid retraction Present 2 0
appetite Absent 0 Absent 0
Goiter Present 3 3
Absent 0
Total 7 23

Interpretasi indeks newcastle yaitu eutiroid -11 hingga +23, probable


hipertiroid +24 hingga +39 dan hipertiroid +40 hingga +80. Pada kasus didapatkan
total indeks newcastle pada pasien yaitu 30, dengan interpretasi probable

51
hipertiroid.
Tatalaksana farmakologis yang diberikan pada kasus ini adalah IVFD Asering gtt
20x/menit, PTU 2 x 100 mg PO, Propanolol 2 x 10 mg PO, Inj. Lansoprazole 1 x
30 mg IV, Sucralfate syrup 3 x 1C PO, Domperidon 3 x 10 mg PO. Tatalaksana
non-farmakologis yaitu edukasi mengenai penyakit (definisi, penyebab,
manifestasi klinis, tatalaksana, dan prognosis) yang dialami pasien kepada pasien
dan keluarga, edukasi pasien agar mengonsumsi obat secara teratur, dan tirah
baring.
Menurut teori, Pilihan terapi hipertiroid bergantung pada penyebab dan
tingkat keparahan penyakit, usia pasien, besar struma, kondisi komorbid, dan
kebutuhan terapi. Tujuan terapi ialah untuk mengoreksi keadaan hipermetabolik
dengan efek samping terendah dan kemungkinan menyebabkan hipotiroidisme
terkecil.
Pemberian propiltiourasil (PTU) merupakan obat antitiroid yang digunakan
pada pasien dengan gejala hipertiroid, yaitu pada pasien Grave’s disease atau
struma nodosa toksik. Obat ini termasuk ke dalam golongan tiourelin bersamaan
dengan karbimazol dan metimazol. Saat ini, PTU tidak direkomendasikan
digunakan sebagai lini pertama kecuali pada ibu hamil trimester pertama. PTU
dapat dipertimbangkan penggunaannya ketika terapi hipertiroid yang lain seperti
metimazol, pembedahan, atau radioterapi tidak dapat ditoleransi atau tidak
memberikan hasil yang optimal. Obat ini berinteraksi dengan kompleks
peroksidase-iodinium dan menghambat perubahan tiroksin menjadi
monoiodotirodin. Selain itu, PTU juga dapat mengurangi perubahan tiroksin
menjadi triiodotirodin di jaringan perifer sehingga direkomendasikan pada pasien
dengan badai tiroid.
Pemberian propranolol yang merupakan beta blocker pada pasien dapat
menimbulkan penurunan heart rate, penurunan tekanan darah sistolik, kelemahan
otot, dan tremor. Mekanisme kerjanya adalah dengan menginhibisi efek adrenergic.
Indikasi penggunaan nya adalah untuk mengontrol symptoms, merupakan terapi
pilihan pada tiroiditis, merupakan 1 st line terapi sebelum tindakan pembedahan,
iodine radioaktif, dan obat anti tiroid, serta dapat digunakan sebagai terapi jangka
pendek dalam kehamilan.

52
Pemberian Lansoprazole yang merupakan golongan Proton Pump Inhibitor
(PPI) bertujuan untuk memblokir energi yang digunakan untuk mengeluarkan
Hidrogen Cloride (HCl). Sucralfate merupakan obat yang bekerja dengan cara
berikatan dengan protein positif membentuk lapisan mukus. Lapisan ini secara lokal
melindungi lambung dari asam peptik, pepsin, dan garam empedu. Domperidon
adalah antiemetik yang digunakan untuk mengatasi mual dan muntah. Efek terapi
yang ditimbulkan oleh domperidone adalah efek gastrokinetik di perifer dan efek
antagonis dopamin di reseptor dopamin sentral pada chemoreceptor trigger zone di
daerah postrema. Obat-obatan tersebut diberikan pada pasien karena memiliki efek
proteksi pada lambung dan menurunkan rasa mual, sesuai dengan keluhan pasien.
Tujuan diagnosis dan terapi hipertiroidisme yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas.

53
BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini diagnosis pasien yaitu hipertiroidisme dengan diagnosis


banding gangguan irama jantung ec penyakit jantung koroner dan gangguan
cemas. Penegakan diagnosis pada pasien juga didasari oleh gejala yang dialami
serta dilakukannya pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan EKG.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien diutamakan sesuai dengan gejala dan
penyebab dari kasus ini, yaitu pemberian antitroid propiltiourasil, golongan beta
blocker Propanolol, golongan Proton Pump Inhibitor Lansoprazole, Sucralfate
sebagai gastroprotektor, dan Domperidon untuk antiemetik. Pada pasien juga
diperlukan adanya penatalaksanaan secara non-farmakologi seperti edukasi
mengenai penyakit (definisi, penyebab, manifestasi klinis, tatalaksana, dan
prognosis) yang dialami pasien kepada pasien dan keluarga, edukasi pasien agar
mengonsumsi obat secara teratur, dan tirah baring.
.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, R., & de Jong, W. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 4. Jakarta:
EGC
2. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta : Departemen Republik Indonesia
4. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta :
Balitbang Kemenkes RI
5. Bahn et al., 2011. Hypertiroidism and Other Causes Of Thyrotoxicosis
Management Guidelines of The American Thyroid Association and American
Association of Clinical Endocrinology. Hyperthyroidism Management
Guidelines, Endocr Pract, May 24, 2011; 17
6. Kementerian kesehatan Indonesia. 2015. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid.
Pusat data dan informasi kementerian kesehatan Indonesia.
7. Sherwood L. 2016.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 8. Jakarta: EGC;
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing
9. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, (eds.).
2015 Harrison’s principles of internal medicine. 20th ed. New York: McGraw-
Hill
10. Mescher AL. 2016. Junqueira’s basic histology: Text and atlas (14th Edition).
New York, USA: McGraw-Hill Education.
11. Murray Longmore, et al. 2013. Buku Saku Oxford Kedokteran Klinis Ed 8.
Jakarta : EGC
12. Jeri R Reid dan Stephen Wheeler. 2015. Hyperthyroidism : Diagnosis and
Treatment. American Family Physician Vol 72, number 4
13. Luiz HV, Pereira BD, Silva TN, Veloza A, Matos C, Manita I, Cordeiro MC,
Raimundo L, Portugal J. Thyroid tuberculosis with abnormal thyroid function-
-case report and review of the literature. Endocr Pract. 2013 Mar-
Apr;19(2):e44-9. doi: 10.4158/EP12276.CR. PMID: 23337150.

55
14. Mathew P, Kaur J, Rawla P. Hyperthyroidism. [Updated 2023 Mar 19]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537053/

56

Anda mungkin juga menyukai