Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh:

Zhafirah Alifah, S.Ked


NIM : 712019096

Pembimbing:

Prof. Eddy Mart Salim, Sp. PD

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Oleh
Zhafirah Alifah, S.Ked
712019096

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Juni 2020


Pembimbing,

Prof. Eddy Mart Salim, Sp. PD

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Demam Berdarah Dengue” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. Prof. Eddy Mart Salim, Sp. PD, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSMP Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang, yang telah memberikan masukan, arahan,
serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, Juni 2020

3
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1. Latar Belakang..................................................................... 1
1.1. Tujuan Penulisan.................................................................. 2
1.1. Manfaat Penulisan................................................................ 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3


2.1. Definisi................................................................................. 3
2.2 Etiologi.................................................................................. 3
2.3. Epidemiologi........................................................................ 3
2.5. Patogenesis .......................................................................... 4
2.6. Manifestasi Klinis ................................................................ 6
2.7. Kriteria Diagnosis ................................................................ 16
2.8. Penatalaksanaan ................................................................... 18
2.9. Komplikasi .......................................................................... 27
2.10. Prognosis ............................................................................. 27
2.11. Pencegahan .......................................................................... 27

BAB III. KESIMPULAN............................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 30

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan baik bagi tenaga kesehatan khususnya, maupun masyarakat
luas pada umunya. Hal ini dikarenakan penyakit ini dapat menimbulkan
wabah yang apabila penanganannya tidak tepat dapat mengakibatkan
kematian. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk dari family Flaviviridae yaitu Aedes aegypty, Aedes albopictus, dan
beberapa spesies Aedes lainnya.1,2 Gejala klinis dari demam berdarah dengue
bersifat dinamis dan terdiri dari tiga fase, yaitu fase febris, fase kritis dan
penyembuhan.1
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus dengue, yang ditandai dengan demam tinggi mendadak 3-14
hari setelah tergigit nyamuk yang terinfeksi virus dengue. Virus Dengue
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi
virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100 negara-negara tropis
dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan Amerika
Selatan. Kira-kira 50 juta kasus baru terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. 4
Di dunia, insidensi DBD mencapai 390 juta kasus per tahun, dan 96
juta di antaranya bermanifestasi secara klinis, dengan apapun tingkat
keparahannya.3 Dari jumlah tersebut, sekitar 75% berada di wilayah Asia
Pasifik, dan vektor-vektor primer DBD (Aedes aegypti dan Aedes albopictus)
telah tersebar dalam beberapa dekade terakhir akibat perubahan-perubahan
sosial, lingkungan, dan demografik. Masyarakat di Asia Tenggara memiliki
risiko yang sangat besar terhadap penularan virus dengue. 6 Dari 2,5 miliar
orang yang beresiko tertular, sekitar 1,8 miliar tinggal di negara-negara Asia
Tenggara dan region pasifik Barat.1,5 Negara yang memiliki kerentanan
terhadap serangan endemis dengue antara lain Indonesia, Malaysia, Thailand
dan Timor Leste. Hal ini disebabkan karena cuaca yang tropis dan masih

5
merupakan area equatorial dimana Aedes aegypti menyebar di seluruh daerah
tersebut.1
Laporan terbaru yang didapatkan dari Kementerian Kesehatan RI
(2019) dari awal tahun hingga 3 Februari 2019 telah terdapat 16.692 kasus
demam berdarah dengue di Indonesia dengan jumlah angka kematian sebesar
169 orang. Sebelumnya, hingga 29 Januari 2019 tercatat 13.683 kasus demam
berdarah dengue dengan 133 orang meninggal dunia di Indonesia.7
Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Sumatera Selatan selama
beberapa tahun terakhir, Kota Palembang memiliki angka kejadian kasus
demam berdarah dengue tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan. 8 Menurut
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan
Sumsel, Ferry Yanuar, dalam wawancara yang dilakukan dengan CNN
Indonesia pada 1 Februari 2019 dilaporkan per tanggal 31 Januari 2019
tercatat 442 kasus demam berdarah dengue dengan 4 orang meninggal dunia
di Provinsi Sumatera Selatan dengan angka kejadian tertinggi berasal dari
Kota Palembang sebanyak 101 kasus. Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah:
1. Mengetahui definisi, faktor risiko, gejala klinis, dan penatalaksanaan Demam
Berdarah Dengue.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSMP Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan referat ini adalah:
Menambah wawasan dan pemahaman mengenai Demam Berdarah Dengue.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue, yang ditandai dengan demam tinggi mendadak 3-14 hari
setelah tergigit nyamuk yang terinfeksi virus dengue. Demam berdarah adalah
demam akut yang didefinisikan oleh adanya demam disertai dua atau lebih
manifestasi berikut :
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari
2. Bukti pendarahan atau tes touniquet positif
3. Trombositopenia (≤100,000 sel per mm3)
4. Bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥20% di atas rata-rata atau penurunan
hematokrit ≥ 20% dari awal setelah pemberian terapi penggantian cairan)
efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.9

2.2 Etiologi
Demam dengue atau demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Infeksi serotipe manapun memberi kekebalan seumur hidup terhadap virus
tersebut. Infeksi sekunder dengan serotipe lain atau beberapa infeksi dengan
serotipe berbeda akan menyebabkan demam berdarah dengan bentuk yang
parah (dengue hemorrhagic fever, DHF/dengue shock syndrome, DSS).10

2.3 Epidemiologi
Dengue adalah penyakit virus mosquito borne yang persebarannya
paling cepat. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidens penyakit meningkat

7
tiga puluh kali dan menyebar secara geografis ke Negara yang sebelumnya
belum terjangkit.1 Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis
dan sub-tropis. Risiko terkena DBD pada laki–laki dan perempuan hampir
sama, tidak tergantung jenis kelamin. Kasus cenderung meningkat pada musin
penghujan (Desember-Maret) dan menurun pada musin kemarau (Juni-
September). Di dunia, insidensi DBD mencapai 390 juta kasus per tahun, dan
96 juta di antaranya bermanifestasi secara klinis, dengan apapun tingkat
keparahannya.3 Dari jumlah tersebut, sekitar 75% berada di wilayah Asia
Pasifik, dan vektor-vektor primer DBD (Aedes aegypti dan Aedes albopictus)
telah tersebar dalam beberapa dekade terakhir akibat perubahan-perubahan
sosial, lingkungan, dan demografik.6
Di daerah Asia Tenggara, Dengue telah menjadi masalah kesehatan
publik di Indonesia, Myanmar, Sri Langka, Thailand dan Timor Leste yang
diketahui daerah beriklim tropis dan memiliki lokasi di zona equatorial,
tempat dimana Aedes Aegypti menyebar secara merata baik di daerah
pedesaan maupun perkotaan.1,2 Dengue di Indonesia memiliki siklus epidemik
setiap sembilan hingga sepuluh tahunan. Hal in terjadi karena perubahan
iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, diluar faktor-faktor lain
yang mempengaruhinya. Menurut Mc Michael, perubahan iklim
menyebabkan perubahan curah hujan, kelembaban suhu, arah udara sehingga
berefek terhadap ekosistem daratan dan lautan serta berpengaruh terhadap
perkembangan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes, malaria dan lainnya.11

2.4 Patogenesis
Perjalanan penyakit penyakit dengue dibagi menjadi tiga fase, yaitu
fase febris, kritis, dan penyembuhan (recovery). Akibat perjalanan penyakit
DBD yang dinamis, gejala yang parah biasanya muncul selama periode
defervesens (transisi antara fase febris dengan afebris), yang sering
bersamaan dengan awitan fase kritis.12

8
Gambar 2.1 Patogenesis DBD10

Hingga saat ini masih dianut the secondary heterologous


infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus denge
pertama kali terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe lain dalam
jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. The Immunological Enhancement
Hypothesis Antibody menyatakan bahwa antibodi yang terbentuk pada infeksi
dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi
virus dalam monosit, yang terdiri dari enhancing-antibody dan neutralizing
antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis antibodi, yaitu: (1) Kelompok
monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu
replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik
tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya
virion determinant spesificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada
infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi
sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang
mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe
dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama
hipotesis ini adalah :

9
• Sel fagosit mononuklear (monosit, makrofag, histiosit, dan sel Kupffer)
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
• Non-neutralizing antibodi bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat
pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus
dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear, disebut mekanisme
aferen.
• Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear
yang telah terinfeksi.
• Selanjutnya sel monosit mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan atau tanpa renjatan
ialah jumlah sel yang terkena infeksi.
• Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan
sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya
mediator yang memengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen


virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN-α dan γ). Pada
infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama),
limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan IFN-α yang selanjutnya akan
merangsang sel terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit
memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus dengue,
monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang
menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.

2.5 Manifestasi Klinis


Dengue merupakan penyakit sistemik yang dinamis.Perubahan
yang terjadi terdiri dari beberapa fase. Setelah peride inkubasi, penyakit
mulai berkembang menuju 3 fase febris, kritis dan penyembuhan.1
A. Fase febris

Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka

10
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan
sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi
farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini
dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan
mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam
dan perdarahan gastrointestinal.
B. Fase kritis

Penurunan suhu setelah demam hingga temperature badan sekitar 37,5


– 38 ˚C atau kurang, dapat terjadi selama 3-7 hari. Peningkatan
permeabilitas kapiler dan peningkatan hematokrit mungkin terjadi.
Kondisi tersebut menjadi tanda awal fase kritis. Kebocoran plasma
bisa terjadi 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh
lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini
dapat terjadi syok.1
C. Fase penyembuhan

Apabila pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis, reabsorbsi

gradual cairan ektravaskuler akan terjadi dalam 48-72 jam kemudian.

Kondisi akan membaik, nafsu makan meningkat, gejala

gastrointestinal mereda, hemodinamik makin stabil dan diuresis

membaik. Namun pada fase ini dapat terjadi pruritus, bradikardi dan

perubahan pada EKG.1

Berikut ini adalah tabel gambaran klinis dari setiap fase :

NO FASE DBD GEJALA KLINIS

1 Fase febris Dehidrasi, demam tinggi

mungkin menyebabkan

gangguan neurologis dan

kejang demam pada anak

11
2 Fase kritis Syok karena kebocoran

plasma, perdarahan berat dan

kegagalan organ

3 Fase penyembuhan Hypervolemia (apabila

pemberian cairan intravena

berlebihan)

Sumber: WHO,20091

Gambar 2.2 Perjalanan penyakit Dengue Haemorrhagic Fever. WHO


2009

Spektrum infeksi virus dengue dapat bervariasi, antara asimptomatik


atau berupa demam yang tidak khas (sindrom virus), demam dengue (DF),
demam berdarah dengue (DHF), atau sindrom syok dengue (DSS).13

12
Gambar 2.3 Manifestasi Infeksi Virus Dengue10

Demam ringan / sindrom virus (undifferentiated febrile illness)


Bayi, anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi virus dengue pertama kali
(infeksi primer) mungkin berkembang menjadi demam ringan yang sulit
dibedakan dengan infeksi virus. Ruam-ruam makulopapular mungkin dapat
menyertai demam atau muncul selama masa penurunan suhu. Gejala saluran
nafas atas dan pencernaan umumnya juga dapat ditemui.13

Demam dengue (Dengue Fever/DF)


Masa tunas berkisar antara 3-5 hari. Awal penyakit biasanya mendadak, disertai
gejala prodormal, seperti nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia,
rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri
pada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul 6-12 jam sebelum
suhu naik pertama kali, yaitu pada hari ke 3-5 sakit dan berlangsung selama 3-4
hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang dengan tekanan. Ruam
terdapat di dada, tubuh, serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.
Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul mendadak, disertai kenaikan
suhu, nyeri kepala hebat, nyeri retroorbita, punggung, otot, sendi disertai rasa
menggigil. Dapat pula dijumpai bentuk kurva suhu menyerupa pelana kuda atau
bifasik. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, juga nyeri epigastrium

13
disertai nyeri kolik. Gejala klinis lain yang sering adalah fotofobia, keringat
bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan disuria. Kelainan darah tepi
demam dengue adalah leukopenia selama periode pra demam dan demam,
neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relatif dan
limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens. Eosinofil
menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung
jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat
pada periode puncak penyakit disertai trombositopenia. Darah tepi menjadi
normal kembali dalam 1 minggu.13

14
Demam Dengue
Kriteria Klinis
 Tersangka dengue : demam akut disertai dua atau lebih manifestasi :
 Sakit kepala
 Nyeri retroorbital
 Myalgia
 Athralgia
 Rash
 Manifestasi pendarahan
 Leukopenia (Leukosit < 5000 sel/mm3)
 Trombositopenia ( Trombosit <150.000 sel/mm3
 Peningkatan hematokrit ( 5-10%)
Dan setidaknya satu dari beberapa dibawah ini :
 Serologis : HI antibodi titer > 1280, IgG dan IgM pada fase
akut dan konvalesen
 Lokasi Endemik
 Pasti dengue : Kriteria lab
 Isolasi virus dengue dari serum atau autopsi
 Peningkatan 4 x IgG atau IgM titer pada antigen virus
diserum
 Penemuan antigen virus pada autopsi jaringan, serum, CSF
dengan metode immunohistokima, imunofloresensi atau
ELISA
 Deteksi genom virus pada autopsi jaringan, serum atau CSF
dengan PCR

Demam berdarah dengue (Dengue hemorrhagic fever/DHF)


Ditandai dengan 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama
perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Fenomena patofisiologi

15
utama yang membedakan DF dan DHF adalah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik. Pada DHF terdapat perdarahan kulit, uji torniquet positif,
memar, dan hematom pada tempat pengambilan darah vena. Petekie halus yang
tersebar di anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini
demam. Epistaksis dan perdarahan gusi terkadang dijumpai, sedangkan
perdarahan saluran cerna hebat agak jarang dan biasanya timbul setelah syok
yang gagal diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungtiva kadang
ditemukan. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak
tangan/telapak kaki.13

16
Demam Berdarah
Kriteria klinis :
 Demam akut 2-7 hari, kadang-kadang bifasik
 Kecenderungan pendarahan berupa :
- Tes tourniquet positif
- Ptekie, ekimosis, purpura
- Pendarahan mukosa, saluran cerna, tempat penyuntikan
- Hematemesis atau melena
 Hepatomegali
 Gejala renjatan
- Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba
- Tekanan nadi < 20 mmHg
- Tekanan darah turun
- Kulit teraba dingin dan lembab, terutama daerah akral (ujung
hidung, jari, kaki)
- Sianosis sekitar mulut
Kriteria Lab :
 Trombositopenia <100.000/ mm3
 Bukti kebocoran plasma dan peningkatan permeabilitas
vaskular dengan manifestasi :
o Peningkatan Ht> 20 % dari baseline sesuai umur dan jenis
kelamin pada populasi tersebut
o Penurunan Ht> 20% setelah terapi cairan
o Tanda kebocoran plasma berupa efusi pleura, asites dan
hipoproteinemia
Diagnosis klinis ditegakkan bila didapatkan >2 gejala klinis dengan
trombositopenia dan hemokonsentrasi.

Klasifikasi Derajat Penyakit DBD

17
1. Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet.
2. Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
3. Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan
tekanan darah tidak terukur.

Penentuan derajat demam berdarah :

18
Gambar 2.4 Derajat Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011

Gambar 2.5 Manifestasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2011


Sindrom syok dengue (Dengue shock syndrome / DSS)
Pada DBD derajat syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari,
keadaan umum tiba-tiba memburuk, yang biasanya terjadi pada saat atau
setelah demam menurun, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Pada sebagian besar
kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan
dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lambat. Anak tampak
lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali
mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat
seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal
tanpa sebab jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarahan
gastroinstestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya
mempunyai prognosis buruk.13
Syok ditandai dengan :
 Kulit pucat, dingin dan lembab, terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung, dan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang tidak
memadai yang menyebabkan peningkatan aktivitas saraf simpatis secara
refleks.
19
 Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral.
 Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat
dan lembut sampai tidak dapat diraba karena kolaps sirkulasi.
 Tekanan nadi (pulse pressure) menyempit menjadi 20 mmHg atau kurang.
 Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
 Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang memasuki
arteri renalis.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan


hemokonsentrasi. Jumlah trombosit <100.000/uL ditemukan antara hari sakit
ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran
plasma, walaupun dapat terjadi pada kasus derajat ringan meskipun tidak
sehebat keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan ialah
hiponatremia, hipoproteinemia, kadar transaminase serum dan ureum darah
meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah
leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang ditemukan
albuminuria yang bersifat sementara.13

Expanded Dengue Syndrome


Kasus infeksi dengue dengan manifestasi tidak lazim tidak jarang terjadi pada
anak dan umumnya berhubungan dengan keterlibatan beberapa organ seperti
hepar, ginjal, jantung, dan gangguan neurologis. Manifestasi tidak lazim
dikaitkan dengan ko-infeksi, ko-morbiditas, atau komplikasi syok yang
berkepanjangan (prolonged shock) disertai kegagalan organ (organ failure).
Pada ensefalopati seringkali dijumpai gejala kejang, penurunan kesadaran, dan
paresis transien. Ensefalopati dengue dapat disebabkan oleh perdarahan atau
oklusi pembuluh darah. Infeksi dengue berat dapat disebabkan oleh kondisi
ko-morbid pada pasien seperti usia bayi, obesitas, lansia, ibu hamil, ulkus
peptikum, menstruasi, penyaki temolitik, penyakit jantung bawaan, penyakit

20
kronik seperti DM, hipertensi, asma, gagal ginjal kronik, sirosis, pengobatan
steroid, atau NSAID.13

Klasifikasi Dengue Berdasarkan Keparahan


Perubahan epidemiologi dari dengue terutama dengan meningkatnya
kasus pada dewasa ( dengan atau tanpa kematian ) dan ekspansi kasus dengue
ke daerah yang sebelumnya tidak endemis telah membuat klasifikasi yang ada
sekarang kurang efektif. Oleh karena itu “Clinical Management of Dengue“
yang diterbitkan oleh WHO tahun 2012 menggunakan 3 kategori untuk
manajemen kasus dengue seperti yang terlihat di bawah ini. 14

Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah:


1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
3. Dengue berat (severe Dengue)

21
Gambar 2.6 Klasifikasi Dengue Haemorrhagic Fever. WHO 2009

2.6 Kriteria Diagnosis


A. Laboratorium15

1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis

hematokrit dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari

ke-1 setelah demam dan akan menurun sehingga tidak terdeteksi

setelah hari ke 5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk

diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak

dapat membedakan penyakit DD/DBD

2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue

 Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5

mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14 dan akan

menurun/menghilang pada akhir minggu keempat sakit.

 Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi

pada hari sakit ke 14 dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4

tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan

terdeteksi pada hari sakit ke-2

 Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer

dari infeksi sekunder. Apabila rasio IgM : IgG > 1,2

menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM : IgG rasio <

1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

Diagnosis Antibodi anti dengue Keterangan

IgM IgG

22
Infeksi primer Positif Negatif

Infeksi sekunder Positif Positif

Infeksi lampau Negatif Positif

Bukan dengue Negatif Negatif Apabila klinis mengarah ke

infeksi dengue, pada fase

penyembuhan : IgM dan IgG

diulang

B. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan

atas indikasi :

 Distress pernafasan/sesak

 Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa

terdapat kelainan radiologis terjadi apabila perembesan plasma

telah mencapai 20% - 40%

 Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk

menilai edema paru karena overload pemberian cairan

23
 Kelainan radiologi yang dapat terjadi : dilatasi pembuluh darah

paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radiopak

dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi dari

pada kiri, dan efusi pleura

 Pada pemeriksaan USG dijumpai efusi pleura, kelainan dinding

vesika felea dan dinding buli-buli

2.7 Penatalaksanaan
Terapi infeksi dengue hanyalah pengelolaan cairan yang adekuat.
Menurut WHO 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorraghic Fever.

Gambar 2.7 Terapi menurut WHO. 2011. Conprehensive Guidelines


for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorraghic
Fever.

24
Manajemen kasus DD / DHF di rumah sakit

Rincian pengelolaan kasus DD / DHF di bangsal rumah sakit atau


pengamatan pada saat masuk disajikan di bawah ini.
Pemantauan pasien DBD / DHF selama periode kritis (trombositopenia
sekitar 100 000 sel / mm3) Periode kritis DBD mengacu pada periode
kebocoran plasma yang dimulai sekitar waktu penurunan suhu tubuh
sampai normal atau transisi dari fase demam ke fase bebas demam.
Trombositopenia merupakan indikator yang sensitif dari kebocoran
plasma, tetapi sebaiknya diamati juga pada pasien dengan DD.
Peningkatan hematokrit sebanyak 10% di atas nilai normal merupakan
indikator obyektif dari kebocoran plasma. Terapi cairan intravena harus
segera diberikan pada pasien dengan asupan oral yang buruk atau pada
pasien dengan peningkatan hematokrit dan pada pasien dengan warning
signs.16

Parameter berikut harus dipantau:


• Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, tanda dan gejala lain.

25
• Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin karena merupakan
indikator awal untuk syok serta mudah dan cepat untuk dilakukan.
• Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan tekanan
darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien non-syok dan
1-2 jam pada pasien syok.
• Serial hematokrit harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai enam
jam dalam kasus-kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang
tidak stabil atau mereka yang dicurigai perdarahan. Perlu dicatat bahwa
pemeriksaan hematokrit harus dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal
ini tidak mungkin, maka harus dilakukan setelah bolus cairan tetapi tidak
selama infus bolus.
• Output urine (jumlah urine) harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12
jam dalam kasus-kasus rumit dan per jam pada pasien dengan mendalam
syok / berkepanjangan atau orang-orang dengan kelebihan cairan. Selama
periode ini jumlah output urine harus sekitar 0,5 ml / kg / jam (ini harus
didasarkan pada berat badan ideal).12

Tes laboratorium tambahan


Pasien dewasa dan orang-orang dengan obesitas atau menderita diabetes
mellitus harus melakukan tes glukosa darah. Pasien dengan gejala
berkepanjangan / shock mendalam dan / atau orang-orang dengan
komplikasi harus menjalani pemeriksaan laboratorium.
Koreksi hasil laboratorium yang abnormal harus dilakukan: hipoglikemia,
hipokalsemia dan asidosis metabolik yang tidak menanggapi resusitasi
cairan. Intravenous (IV) vitamin K1 dapat diberikan selama waktu
protrombin. Perlu dicatat bahwa di tempat-tempat fasilitas laboratorium
tidak tersedia, kalsium glukonat dan vitamin K1 harus diberikan selain
terapi intravena. Dalam kasus dengan kejutan besar dan mereka tidak
menanggapi IV resusitasi cairan, asidosis harus diperbaiki dengan
NaHCO3 jika pH <7.35 dan serum bikarbonat <15 mEq / L.

Terapi cairan intravena pada DBD selama periode kritis

26
Indikasi cairan IV:
• Ketika pasien tidak dapat memiliki asupan cairan mulut yang
memadai atau muntah terus-menerus.
• Ketika hematokrit terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi
oral.
• Akan terjadi syok.

Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:


 Isotonik larutan kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali
pada bayi sangat muda <6 bulan usia di antaranya 0,45% natrium klorida
dapat digunakan.
 Larutan koloid hiper-onkotik (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti
dekstran 40 atau zat pati dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran
plasma besar, dan mereka yang tidak menanggapi volume minimum
kristaloid (seperti yang direkomendasikan di bawah). Larutan koloid iso-
onkotik seperti plasma dan hemaccel mungkin tidak efektif.
 Sebuah volume maintenance + 5% dehidrasi harus diberikan untuk
mempertahankan volume intravaskular dan sirkulasi.
 Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam bagi
mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak memiliki shock,
durasi terapi cairan intravena mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih
dari 60 sampai 72 jam. Hal ini karena kedua kelompok pasien baru saja
memasuki masa kebocoran plasma sementara pasien syok telah
mengalami durasi yang lebih lama dari kebocoran plasma sebelum terapi
intravena dimulai.
 Pada pasien obesitas, berat badan yang ideal harus digunakan sebagai
panduan untuk menghitung cairan

Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis. Tingkat


cairan IV berbeda pada orang dewasa dan anak-anak. Tabel 10
menunjukkan tingkat yang sebanding / setara IV infus pada anak-anak dan
orang dewasa sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan cairan.4

27
Gangguan jantung telah dilaporkan sebagai penyebab kematian pada

Gambar 2.8 Rata-rata pemberian cairan dewasa dan anak-anak


penderita infeksi dengue. WHO 2011
Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada
transfusi trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada orang
dewasa dengan hipertensi yang mendasari dan trombositopenia sangat
parah (kurang dari 10 000 sel / mm3).

Manajemen pasien dengan warning signs


Hal ini penting untuk mengetahui apakah warning signs yang
disebabkan dengue shock syndrome atau penyebab lain seperti
gastroenteritis akut, refleks vasovagal, hipoglikemia, dll. Kehadiran
trombositopenia dengan bukti kebocoran plasma seperti kenaikan
hematokrit dan efusi pleura membedakan DHF / DSS dari penyebab lain.
Kadar glukosa darah dan tes laboratorium lainnya dapat diindikasikan
untuk mencari penyebab. Manajemen DHF / DSS secara rinci di bawah
ini. Untuk penyebab lain, cairan IV dan pengobatan suportif dan
simtomatik harus diberikan sementara pasien berada di bawah observasi di
rumah sakit. Mereka dapat dikirim pulang dalam waktu 8 sampai 24 jam
jika mereka menunjukkan pemulihan yang cepat dan tidak dalam masa
kritis (yaitu ketika jumlah platelet mereka> 100 000 sel / mm3).

Manajemen DBD kelas I, II (kasus non-syok)

28
Secara umum, kebutuhan cairan (oral + IV) tentang pemeliharaan
(untuk satu hari) + 5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang
akan diberikan selama 48 jam. Misalnya, pada anak dengan berat 20 kg,
defisit dari 5% adalah 50 ml / kg x 20 = 1000 ml. Pemeliharaan adalah
1500 ml untuk satu hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah 2.500 ml
(gambar 2.9). Volume ini akan diberikan selama 48 jam pada pasien non-
syok. Peningkatan pemberian infus sebanyak 2.500 ml dapat ditunjukkan
pada Gambar 2.9 di bawah ini [perlu diketahui bahwa tingkat kebocoran
plasma tidak terjadi]. Pemenuhan cairan IV harus disesuaikan dengan
tingkat kehilangan plasma, dipandu oleh keadaan klinis, tanda-tanda vital,
produksi urin dan kadar hematokrit.

Manajemen syok : DBD kelas 3


DSS adalah syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma
dan ditandai dengan peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik,
dengan gejala tekanan nadi menyempit (tekanan sistolik dipertahankan
dengan peningkatan tekanan diastolik, misalnya 100/90 mmHg). Ketika
terdapat hipotensi, kita harus menduga bahwa pendarahan terjadi parah,
dan sering tersembunyi perdarahan gastrointestinal, kemungkinan terjadi
kebocoran plasma yang lain. Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan dari
DSS berbeda dari jenis lain syok seperti syok septik. Sebagian besar kasus
DSS akan merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada
orang dewasa lebih dari satu jam atau bolus, jika perlu. Selanjutnya,
pemberian cairan harus mengikuti grafik. Namun, sebelum mengurangi
tingkat penggantian IV, keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin
dan kadar hematokrit harus diperiksa untuk memastikan perbaikan klinis.17

Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan pada kasus syok dan non-


syok pada keadaan dimana tidak terjadi perbaikan setelah dilakukan
rehidrasi yang adekuat.
Cairan yang berlebihan akan menyebabkan efusi besar karena
permeabilitas kapiler meningkat. Aliran pengganti volume untuk pasien

29
dengan DSS diilustrasikan di bawah ini (Kotak 15).4

Gambar 2.9 Terapi syok menurut WHO 2012. Handbook for Clinical
Management of Dengue.

Manajemen syok berkepanjangan : DBD kelas 4


Resusitasi cairan awal di DBD kelas 4 lebih kuat agar cepat
mengembalikan tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium harus
dilakukan sesegera mungkin untuk pemeriksaan ABCS serta adanya
gangguan keterlibatan organ. Bahkan hipotensi ringan harus ditangani
secara agresif. Sepuluh ml / kg cairan bolus harus diberikan secepat
mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan darah
kembali normal, cairan intravena lebih lanjut dapat diberikan seperti
manajemen DBD kelas 3. Jika syok tidak reversibel setelah pemberian
pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml / kg dan hasil laboratorium harus

30
dikejar dan diperbaiki secepat mungkin. Transfusi darah yang mendesak
harus dianggap sebagai langkah berikutnya (setelah meninjau hasil
hematokrit ) dan ditindak lanjuti dengan monitoring lebih dekat, misalnya
kateterisasi kandung kemih terus menerus.
Perlu dicatat bahwa memulihkan tekanan darah sangat penting
untuk kelangsungan hidup dan jika ini tidak dapat dicapai dengan cepat
maka prognosis sangat serius. Cairan inotropik dapat digunakan untuk
mendukung memperbaiki tekanan darah, rehidrasi telah dianggap
memadai seperti tekanan vena central tinggi (CVP), atau kardiomegali
serta, kontraktilitas jantung yang buruk. Apabila tekanan darah telah
kembali normal setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah
dan dengan adanya gangguan organ maka pasien harus dikelola dengan
terapi khusus. Contoh terapi khusus untuk organ tersebut diantaranya
dialisis peritoneal, terapi renal replacement terus menerus dan ventilasi
mekanis.
Jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan segera, maka
lakukan terapi oral jika pasien sadar atau dilakukan melalui jalur
intraosseous. Akses intraosseous dapat menyelamatkan hidup dan
sebaiknya dilakukan setelah 2-5 menit setelah dua kali usaha pemasangan
akses vena perifer atau terapi oral gagal.

Manajemen pemulihan
• Pemulihan dapat dikenali oleh peningkatan keadaan klinis, nafsu makan
dan kesejahteraan umum.
• Perbaikan hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan tanda-tanda
vital yang stabil harus diamati.
• Penurunan hamtokrit dari hasil sebelumnya dan diuresis harus diamati.
• Cairan intravena harus dihentikan.
• Pada pasien dengan efusi pleura dan asites, hipervolemia dapat terjadi dan
terapi diuretik mungkin diperlukan untuk mencegah edema paru.
• Hipokalemia dapat terjadi karena stres dan diuresis, harus diperbaiki
dengan buah yang kaya potassium atau suplemen.

31
• Bradikardia umumnya ditemukan dan memerlukan pemantauan intensif
untuk kemungkinan komplikasi langka seperti blok jantung atau ventrikel
kontraksi prematur (VPC).
• Pemulihan ruam ditemukan pada 20% -30% dari pasien.

Tanda-tanda pemulihan
• Stabilnya nadi, tekanan darah dan pernapasan.
• Suhu normal.
• Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.
• Kembalinya nafsu makan.
• Tidak ada muntah, tidak ada sakit perut.
• Output urin Baik.
• Hematokrit stabil pada nilai dasar .
• Petekie, ruam atau gatal-gatal menghilang, terutama pada ekstremitas.

Kriteria untuk pemulangan pasien


• Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa menggunakan
terapi anti-demam.
• Kembalinya nafsu makan.
• Perbaikan klinis terlihat.
• Output urin baik.
• Minimal 2-3 hari setelah sembuh dari syok.
• Tidak ada gangguan pernapasan dari efusi pleura dan tidak terdapat asites .
• Hitungan trombosit lebih dari 50 000 / mm3. Jika tidak, pasien dapat
dianjurkan untuk menghindari kegiatan berat setidaknya 1-2 minggu
sampai trombosit kembali normal. Dalam kasus yang paling rumit,
trombosit meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.1
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Syok
2. Asidosis metabolik

32
3. DIC
4. Ensefalopati atau ensefalitis
5. Disfungsi organ
6. Efusi pleura
7. Asites
8. Kongesti paru akut
9. Gagal jantung
10. Abnormalitas metabolik

Komplikasi pada fase febris biasanya adalah dehidrasi, dan demam


tinggi dapat menyebabkan gangguan neurologis dan kejang demam di anak-
anak kecil. Komplikasi fase kritis adalah syok akibat kebocoran plasma,
perdarahan yang parah, kerusakan organ. Komplikasi pada fase penyembuhan
adalah hipervolemia jika terapi cairan intravena berlebih, dan edema paru
akut.12

2.9 Prognosis
Jika tanpa komplikasi umunya dubia ad bonam, karena hal ini
tergantung dari derajat beratnya penyakit.

2.10 Pencegahan
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan
kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara
berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan.
Program PSN yaitu: 1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang
sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air,
tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2)
Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air
seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan
kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk
jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah. Adapun

33
yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan
seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3) Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik
nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan
ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di
dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.18

34
BAB III
KESIMPULAN

1. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh


infeksi virus dengue, yang ditandai dengan demam tinggi mendadak 3-14 hari
setelah tergigit nyamuk yang terinfeksi virus dengue. Demam berdarah adalah
demam akut yang didefinisikan oleh adanya demam disertai dua atau lebih
manifestasi berikut: Demam yang berlangsung 2-7 hari, bukti pendarahan
atau tes touniquet positif, trombositopenia (≤100,000 sel per mm3), bukti
kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit ≥20% di atas rata-rata atau penurunan hematokrit ≥ 20% dari awal
setelah pemberian terapi penggantian cairan) efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
2. Demam dengue atau demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Terdapat 4
serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
3. Tatalaksana DBD harus dilakukan dengan cepat dan berfokus pada rehidrasi
(pemulihan volume plasma darah) yang adekuat, pengendalian nyeri,
pengendalian demam, dan pencegahan komplikasi-komplikasi yang dapat
terjadi.
4. DBD terutama dapat dicegah dengan tindakan 3M dengan memberantas
habitat nyamuk vektor (Aedes aegypti dan Aedes albopictus), agar rantai
transmisi penyakit ini terputus.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention And


Control.2009. [cited : Juni 22, 2020]. Available from :
http://apps.who.int/tdr/svc/publications/training-guideline-publications/
dengue-diagnosis-treatment.
2. WHO Regional Office for South-East Asia. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2010.
[cited: Juni 22, 20120]. Available from :
http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_DHF_preventioncontrol_guide
lines_rev.pdf.
3. World Health Organization. Dengue and Severe Dengue. 2018 Feb 2.
Diakses 2020 Juni 23 dari
http://www.who.int/en/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-
dengue.
4. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. SEARO Technical
Publication Series No. 60. India
5. Cook, Gordon dan Alimuddin L. Zumla. Manson’s Tropical Disease 22th
Edition. Philadelphia : Saunders Elsevier. 2009.p. 753-762.
6. Kemenkes RI. InfoDATIN: Situasi DBD di Indonesia. 2016. Diakses 2018
Mei 1 dari infodatin dbd 2016.pdf - Kemenkes.
7. Kemenkes RI. 2019. Kasus DBD Terus Bertambah, Anung Imbau
Masyarakat Maksimalkan PSN. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(Publikasi Online) 4 Februari 2019.
(http://www.depkes.go.id/article/view/19020600004/kasus-dbd-terus-
bertambah-anung-imbau-masyarakat-maksimalkan-psn.html diakses pada
24 Juni 2020)
8. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2018. Profil Kesehatan Kota Palembang
tahun 2017. Dinas Kesehatan Kota Palembang, Palembang, Indonesia.
36
9. Centers for Disease Control and Prevention. Available at
http://www.cdc.gov/dengue/clinicalLab/caseDef.html. ( last update 2020 ,
Juni 19 )
10. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. 2011. India: WHO
Press. 1-147.
11. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Volume
2. 2010. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Available
from : http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN
DBD.pdf
12. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of Dengue.
2012. Geneva: WHO Press. 1-67.
13. Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG. Update
Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders. 2012.
Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM. 27-51.
14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Demam Berdarah Dengue di
Indonesia, Depkes RI, Jakarta. Volume 2 Agustus 2010. Available at
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/
buletin- dbd.pdf. ( last update 2020 , Juni 20 )
15. World Health Organization-South East Asia Regional Office.
Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-67.
16. Daniel. TM. 1999. Demam Berdarah Dengue. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Edisi 13 Terjemahan Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Sp. PD-
KE. Jakarta : EGC
17. World Health Organization. 2008. Guidelines for Clinical Management of
Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome.
Available at
http://www.wpro.who.int/mvp/documents/handbook_for_clinical_managem
ent_of_dengue.pdf ( last update 2020 , Juni 20 )

37
18. Depkes. Kendalikan DBD dengan PSN 3M Plus. [Online] 2016 Feb 7.
Diakses 2020 Juni 21 dari www.depkes.go.id.

38

Anda mungkin juga menyukai