DEMAM TIFOID
Oleh:
Pembimbing:
dr. Halimah, Sp. A
Laporan Kasus
Judul:
Demam Tifoid
Oleh:
Meta Ilma Nur Amalia, S.Ked
712022013
Telah dilaksanakan pada bulan November 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Palembang BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Demam
Tifoid” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Palembang BARI Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada :
1. dr. Halimah, Sp.A selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Palembang BARI Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan
masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini
2. Rekan-rekan dokter muda dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah
SWT. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................6
1.2 Maksud dan Tujuan.........................................................................................6
1.3 Manfaat............................................................................................................6
BAB II LAPORAN KASUS.........................................................................................7
2.1 Identitas Pasien................................................................................................7
2.2 Anamnesis (Alloanamnesis 2 November 2023)..............................................7
2.3 Pemeriksaan Fisik (Objektif / O).................................................................11
2.4 Pemeriksaan Penunjang (2 November 2023)................................................15
2.5 Resume..........................................................................................................16
2.6 Daftar Masalah..............................................................................................17
2.7 Diagnosis Banding........................................................................................17
2.8 Diagnosis Kerja.............................................................................................17
2.9 Tatalaksana...................................................................................................17
2.10 Prognosis.......................................................................................................18
2.11 Follow up......................................................................................................19
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................22
3.1 Demam Tifoid...............................................................................................22
3.1.1 Definisi...................................................................................................22
3.1.2 Epidemiologi..........................................................................................22
3.1.3 Etiologi...................................................................................................23
3.1.4 Gejala Klinis...........................................................................................23
3.1.5 Patofisiologi...........................................................................................24
3.1.6 Cara Diagnosis.......................................................................................25
3.1.7 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................26
iii
3.1.8 Tatalaksana............................................................................................29
3.1.9 Prognosis...............................................................................................33
3.1.10 Komplikasi.............................................................................................33
BAB IV ANALISA KASUS.......................................................................................36
BAB V KESIMPULAN..............................................................................................38
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................39
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
Selanjutnya pada pemeriksaan fisik akan ditemukan demam tinggi, bradikardi
relatif, lidah kotor (typhoid tongue), mukosa mulut kering, hepatomegali, nyeri
perut, splenomegali, kadang-kadang terdengar ronkhi pada pemeriksaan paru.4,5
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan
gejala, mencegah komplikasi dan menghindari kematian. Pilihan utama
antibiotik tergantung pola kerentanan kuman S.typhi dan S.paratyphi di area
tertentu. Terapi first-line original adalah kloramfenikol, ampisilin, dan
trimethropim-sulfametoksazol.6
Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2019 bahwa Demam Tifoid termasuk ke
dalam kompetensi 4 yaitu mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara
mandiri dan tuntas. Maka dari itu, diharapkan dokter muda dapat memahami
mengenai kasus Demam Tifoid. 6
1.3 Manfaat
1.3.1 Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
tentang kasus Demam Tifoid.
1.3.2 Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan)
kepada pasien dan keluarganya tentang kegawatan pada pasien dengan
Demam Tifoid.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Palembang Bari dan dirawat
diruangan perawatan anak RSUD Palembang Bari dengan keluhan demam sejak ± 5
Hari SMRS. Demam dirasakan secara perlahan-lahan dan terus-menerus namun
keluhan berkurang sejak ± 3 hari SMRS. Demam menurun ketika pagi hari setelah
diberi minum obat penurun demam, namun pada sore hari hingga ke malam hari
meningkat. Keluhan demam tidak disertai kejang.
7
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengeluh mual ± 4 Hari SMRS. Pasien
mengeluh batuk dan pilek ± 3 hari SMRS. Pasien juga mengalami keringat dingin ±
2 Hari SMRS, keluhan keringat dingin tidak disertai menggigil. Pasien mengalami
BAB cair sejak ± 1 Hari SMRS, BAB cair tidak disertai darah dan lendir dengan
frekuensi BAB sebanyak 1 kali. Pasien terlihat lemas. BAK normal.
Gusi berdarah (-), mimisan (-), nyeri sendi (-), sesak nafas (-), nyeri menelan
(-). Disekitar lingkungan rumah tidak ada yang mengalami hal serupa. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat berpergian keluar kota yaitu “Study
Tour” Pasien pernah mengalami hal serupa ada. Riwayat penyakit keluarga tidak
ada.
Riwayat Persalinan
Masa Kehamilan : Aterm
Partus : Spontan (pervaginam)
Tempat : Rumah Sakit
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 24 Januri 2010
BB : 3300 gram
PB : 49 cm
Lingkar Kepala : Ibu pasien lupa
Riwayat Makanan
ASI : Lahir sampai 2 tahun
Susu botol : 3 sampai 5 tahun
Bubur Nasi : 6 bulan
Nasi tim/ lembek : 1 tahun
Nasi biasa : 1,5 tahun
Daging : 4x/minggu
Tempe : 2x/minggu
Tahu : 2x/minggu
Sayuran : 4x/minggu
8
Buah : 4x/minggu
Lain- lain :-
Kesan : Baik
Kualitas : Secara kualitas dan kuantitas cukup
9
Riwayat Imunisasi
Riwayat Keluarga
Ibu Ayah
Perkawinan : Kawin pertama kali Kawin pertama kali
Umur : 41 Tahun 44 Tahun
Pendidikan : D3 S1
Penyakit yang pernah diderita: Tidak ada Tidak ada
Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : 1,5 Tahun
Berbalik : 7 bulan
Tengkurap : 7 bulan
Merangkak : 7 bulan
Duduk : 9 bulan
10
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 10 tahun
Berbicara : 1 tahun
Kesan : Perkembangan dalam batas normal
11
Suhu : 36,5 OC
Respirasi : 20 x/menit,
Tipe Pernafasan : thorakal abdominal
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 77 x/ menit, Isi/kualitas : cukup
Regularitas : reguler
Kulit : Akral hangat, CRT < 2 detik
Leher
Inspeksi : tidak ada massa, tidak ada pembesaran KGB, tidak hiperemis
Palpasi : tidak ada massa, tidak ada pembesaran KGB, tidak ada nyeri
tekan
Paru
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, retraksi (-/-)
Palpasi : tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan
thorako abdominal
12
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, Batas jantung normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, lemas, massa (-), warna sama dengan sekitar, hiperemis (-),
trauma (-)
Ekstremitas
Inspeksi
Bentuk : Normal
Deformitas : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Trofi : Eutrofi
Pergerakan : Aktif
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Akral : Hangat
Lain- lain : CRT < 2 detik
13
Inguinal
Kelenjar Getah Bening : Tidak membesar
Genitalia
Perempuan
Labia mayora : Dalam batas normal
Labia minora : Dalam batas normal
Vagina : Dalam batas normal
Gluteal : Dalam batas normal
Status Pubertas : Sudah pubertas
Status Neurologis
Fungsi Lengan Tungkai
Motorik Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus Tidak ada Tidak ada
Reflex Normal Normal Normal Normal
Fisiologis
Reflex - - - -
Patologis
14
2.4 Pemeriksaan Penunjang (02 November 2023)
Hematologi
Serologi
Widal Paratyphi:
15
2.5 Resume
- Demam tinggi perlahan-lahan dan terus menerus sejak ± 5 Hari SMRS.
- Batuk dan Pilek
- Mual
- Keringat dingin
- Pemeriksaan Fisik : Tifoid Toungue (+), Mukosa mulut kering (+)
- Pemeriksaan Laboratorium : Limfosit 42% , S. Typhi : +1/320
A: Demam Tifoid
16
P:
17
Farmakologis
- IVFD D5 1/2 NS gtt 20x/menit
- Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
- Paracetamol 3x500 mg
- Epexol Syr 3x1 cth
c. Diet
Diet Lunak (Rendah Serat)
d. Monitoring
- Observasi Tanda – Tanda Vital
- Observasi Keadaan Spesifik
- Pantau kemungkinan adanya perdarahan spontan
e. Edukasi
- Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang gejala dan
penyebab penyakit anak kepada orang tua.
2.10 Prognosis
a. Qua ad vitam : Dubia ad bonam
b. Qua ad functionam : Dubia ad bonam
c. Qua ad sanationam : Dubia ad bonam
18
2.11 Follow up
Tanggal Pemeriksaan Terapi
03/11/2023 1. Batuk P:
- IVFD D5 ½ NS gtt
20x/m
S : Ibu pasien mengatakan bahwa - Inj. Ceftriaxone
keringat dingin masih ada semalam 1x2gr
namun pada pagi hari sudah hangat
kembali. Batuk masih ada.
O: KU : Tampak Baik
Kesadaran : Compos mentis
T: 36,5 OC
Nadi : 70 x/menit
RR : 21 x/menit
SpO2 : 95 %
KS:
Kepala :
Normocephali, SI (-/-), KA (-/-)
Lidah : Typhoid Tongue (+)
Mulut : Mukosa mulut
kering (+)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Datar, lemas, BU
(+) Normal
Ekstremitas :
Akral : Hangat
Lain-Lain : CRT < 2 detik
A : Demam Tifoid
04/11/2023 1. Batuk P:
- IVFD D5 ½ NS gtt
20x/menit
S : Ibu pasien mengatakan bahwa - Inj. Ceftriaxone
hanya keluhan batuk saja yang masih 1x2gr
ada.
19
O: KU : Tampak Baik
Kesadaran : Compos mentis
20
T: 36,6 OC
Nadi : 77 x/menit
RR : 21 x/menit
SpO2 : 99 %
KS:
Kepala :
Normocephali, SI (-/-), KA (-/)
Lidah : Typhoid Tongue (-)
,
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Datar, lemas, BU
(+) Normal
Ekstremitas :
Akral : Hangat
Lain-Lain : CRT < 2 detik
A : Demam Tifoid
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), terdapat
11-21 juta kasus dan 128.000-161.000 kematian terkait tifoid yang
terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Di Indonesia penyakit ini
bersifat endemic dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di
rumah sakit besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata
kesakitan 500/100.000 penduduk dengan kematian antara 0,6 - 5
%.2,3
22
3.1.3 Etiologi
Demam tifoid adalah infeksi saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella typhii. Salmonella typhi merupakan
bakteri enterik gram negatif berbentuk basil, berflagela, tidak
berspora, berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang
biak, bersifat patogen pada manusia. Salmonella ditularkan melalui
rute fekal-oral melalui air yang terkontaminasi, makanan yang
kurang matang, makanan dan minuman yang terkontaminasi,
fomites dari pasien yang terinfeksi, dan lebih sering terjadi di
daerah dengan kepadatan penduduk dan sanitasi yang buruk. 8
23
3.1.5 Patofisiologi
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri
basil gram negatif ananerob fakultatif. Bakteri Salmonella akan
masuk kedalam tubuh melalui oral bersama dengan makanan atau
24
Saat bakteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan
saat makrofag memfagositosis bakteri, maka terjadi pelepasan
mediator inflamasi salah satunya adalah sitokin. Pelepasan sitokin
ini yang menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia, sakit
kepala, dan gejala toksemia. Plak payer dapat mengalami
hyperplasia pada minggu pertama dan dapat terus berlanjut hingga
terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama kelamaan dapat timbul
ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu ketiga.
Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan dan
perforasi. Hal ini merupakan salah satu komplikasi yang cukup
berbahaya dari demam tifoid.4
25
Pemeriksaan Fisik5
1. Rhagaden
2. Lidah tifoid
3. Rose spot
4. Bradikardi relative
5. Meteorisme
6. Hepatomegaly
26
Pemeriksaan serologi berdasarkan deteksi antibodi telah
digunakan sebagai alaternatif kultur darah untuk diagnosis
demam tifoid. Tes serologi yang paling banyak digunakan adalah
uji widal yang mendeteksi antibodi aglutinasi terhadap antigen O
dan H dari Salmonella typhi. 10
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji widal dan
kultur Salmonella. Sampai sekarang, kultur masih merupakan
menjadi standar baku dalam penegakan diagnostik demam tifoid.
Selain uji widal, terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi
lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah serta
memiliki sensitivitas dan spesifitas lebih baik dari antara lain
adalah pemeriksaan serologi IgM/IgG Salmonella.10
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien demam tifoid, dapat ditemukan berbagai gambaran
dari pemeriksaan darah tepi. Gambaran tersebut, misalnya:
anemia. Gambaran leukosit dengan jumlah yang dapat normal,
menurun atau meningkat. Dapat ditemukan gambaran
trombositopenia. Hitung jenis biasanya normal atau begeser ke
kiri. Mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif.
Laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitifitas dan
spesifisitas untuk menentukan diagnosis demam tifoid. Demam
tifoid dapat ditandai dengan leukopenia dan limfositosis. 10
27
c. Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji widal ini memiliki sensitivitas dan
sensitivitasrendah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat
aglutinasi dalam serum penderita aglunitin yang dideteksi yaitu
aglutinin O, aglutinin H dan aglutinin Vi. Namun interpretasinya
hanya dari aglutinin O dan H saja. Pemeriksaan widal sebaiknya
mulai dilakukan pada minggu pertama demam. Hal ini
dikarenakan aglutinin baru meningkat pada minggu pertama dan
akan semakin tinggi hingga minggu keempat. 10
Pembentukan aglutinin dimulai dari aglutinin O dan diikuti
dengan aglutinin H. Pada penderita demam tifoid yang telah
bebas demam, aglutinin O akan tetap ditemukan hingga 4-6
bulan sedangkan aglutinin H 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji
widal tidak dapat dijadikan acuan kesembuhan pasien demam
tifoid. Besar titer antibodi yang bermakna untuk diagnosis
demam tifoid di Indonesia belum didapatkan kesepakatan, tetapi
beberapa peneliti menyebutkan bahwa uji widal memiliki
kriteria interpretatif apabila didapatkan titer O 1/320. Titer O
1/320 jika positif maka sudah menandakan pasien tersebut
demam tifoid. 10
d. Uji Typhidot
Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG
yang terdapat pada protein membran bakteri Salmonella typhi.
Uji ini dapat dilakukan dengan hasil positif 2-3 hari pasca
terinfeksi dengan sensitivitas 98%, spesifisitas sebesar 76,6%.
Uji ini hampir sama dengan uji tubex. 10
28
e. Pemeriksaan Kultur
Kultur Sampai saat ini baku emas diagnosis demam tifoid adalah
pemeriksaan kultur. Pemilihan spesimen untuk kultur sebagai
penunjang diagnosis pada demam minggu pertama dan awal
minggu kedua adalah darah, karena masih terjadi bakteremia.
Hasil kultur darah positif sekitar 40%-60%. Sedangkan pada
minggu kedua dan ketiga spesimen sebaiknya diambil dari kultur
tinja (sensitivitas <50%) dan urin (sensitivitas 20-30%). Sampel
biakan sumsum tulang lebih sensitif, sensitivitas pada minggu
pertama 90% namun invasif dan sulit dilakukan dalam praktek.10
3.1.8 Tatalaksana
29
Kelebihan dan
Antibiotika Dosis
keuntungan
30
- Pemberian IV
- Pemberian PO/IV
- Fleroksasin :
31
1 x 400 selama 1
minggu
Anak: 15-20 mg/KgBB/hr - Aman untuk anak
Cefixime
dibagi 2 dosis selama 10 - Efektif
hari
- Pemberian peroral
32
Pencegahan melalui sanitasi : Data epidemiologi mengungkapkan
bahwa tifus lebih banyak terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah, di daerah dengan air minum yang buruk, dan
sanitasi yang buruk. Air minum yang aman, sanitasi, dan
penghindaran kepadatan penduduk berkontribusi besar pada
pengurangan jumlah kasus.7
3.1.9 Prognosis
Demam tifoid merupakan salah satu penyebab utama mortalitas
dan morbiditas di daerah yang padat penduduk dan tidak higienis.di
seluruh dunia, namun masalah ini paling menonjol di negara-
negara Asia Selatan dan Afrika. Tingkat kematian saat ini secara
keseluruhan telah berkurang menjadi kurang dari 1% karena
kemajuan dalam modalitas pengobatan. Diagnosis dan pengobatan
dini menghindari komplikasi. Pemberian antibiotik empiris yang
tepat pada pasien demam tifoid sangat penting, karena dapat
mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian. 1
3.1.10 Komplikasi
35
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien didiagnosis dengan demam tifoid, hal ini sesuai dengan teori bahwa
gejala Demam bersifat remiten progresif dan pada minggu kedua demam menetap
tinggi (39-40°C). Pada pemeriksaan fisik ditemukan Lidah kotor, mukosa mulut
kering namun tidak ada nyeri abdomen hepatomegali dan splenomegali. Pada
pasien ini ditemukan batuk berdahak dan pilek, keringat dingin, mual, dan diare.
Yang sesuai dengan teori.8
36
Pemeriksaan gold standard pada demam tifoid adalah kultur darah.
Sensitivitas tertinggi kultur darah terlihat pada minggu pertama infeksi yang
kemudian akan menurun dengan memberatnya kesakitan. Sensitivitas kultur
dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik, sampling yang inadekuat, media kultur,
lama inkubasi, dan variasi bakteremia pada pasien. Akan tetapi, pemeriksaan
kultur darah membutuhkan waktu 4-7 hari untuk isolasi dan identifikasi
organisme sehingga pemeriksaan menyulitkan penegakan diagnosis pasien
khususnya di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pemeriksaan Widal dilakukan
karena hasilnya dapat diketahui dalam waktu yang cepat. Pada pasien, didapatkan
hasil kenaikan titer bermakna sehingga diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.2
37
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidabutar, S., Satari, H.I., 2010. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada
Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson. Sari Pediatri. 11, 434–9
2. Sari, A. N.dkk.2020. Penatalaksanaan Holistik pada Pasien Anak dengan
Demam Tifoid Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga. Medulla. Vol. 10.
3. Depkes, (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
Jakarta: Departeman Kesehatan Republik Indonesia.
4. Levani, Y., & Prastya, A. D. (2020). Demam Tifoid : Manifestasi Klinis,
Pilihan Terapi Dan Pandangan Dalam Islam (Vol. 3, Issue 1). Hal. 10-16
5. Iriani, Yulia. Demam Tifoid BAB 5: Panduan Praktik klinik. Departemen
Kesehatan Anak RSUP Dr. Moehammad Hoesin Palembang.2022.Hlm.18-22
6. Konsil Kedokteran Indonesia. 2019. Standar Pendidikan Profesi Dokter
Jakarta: konsil kedokteran Indonesia.
7. Bhandari J, Thada PK, DeVos E. Typhoid Fever. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Nov- . Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557513
9. Soedarmo, S. S. P. (2010). Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi II.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 338-345
39