Disusun oleh:
Syafira Alyani
030.15.191
Pembimbing:
dr. Atika Sari, Sp. P
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah
dan nikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang
berjudul “TB Paru dengan Diabetes Melitus” tepat pada waktunya. Penulisan
referat ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di
Rumah Sakit TNI AL Dr. Mintohardjo.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini tidak akan selesai tepat waktu
tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan referat ini:
1. dr. Atika Sari, Sp.P selaku pembimbing yang telah memberi masukan
dan saran serta memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus
ini selama penulis menempuh kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam.
2. Teman-teman yang turut memberikan masukan dan membantu
penyelesaian laporan kasus ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna. Atas semua keterbatasan yang penulis miliki, maka semua saran dan
kritik yang membangun akan penulis terima untuk perbaikan diwaktu yang akan
datang. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Syafira Alyani
030.15.191
i
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Atika, Sp.P selaku dokter pembimbing Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Angkatan Laut Dokter Mintohardjo
Pembimbing,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... ii
DAFTAR ISI …................................................................................................... iii
iii
3.2 TB Paru dengan DM .................................................................... 33
3.2.1 DM Sebagai Faktor Risiko TB Paru .................................. 33
3.2.2 Manifesitasi Klinis TB Paru dengan DM .......................... 33
3.2.3 Efek DM pada Terapi TB Paru .......................................... 34
3.2.4 Terapi TB dengan DM ....................................................... 34
BAB III ANALISIS KASUS........................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DOKTER MINTOHARDJO
STATUS PASIEN KASUS
Nama : Syafira Alyani Pembimbing : dr. Atika Sari, Sp.P
NIM : 030.15.191 Tanda tangan:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 48 tahun
No. RM : 11.62.83
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 15 Desember 1970
Alamat : Jl. Meliwis No.13 RT.001/001, Kel. Bukit Duri,
Kec. Tebet Kota, Jakarta Selatan
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Suku : Jawa
Tanggal masuk RS : 20 Juli 2019, Jam 07.17 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien.
Hari, tanggal dan waktu : Rabu, 24 Juli 2019 pukul 10.30 WIB
Tempat : Bangsal P. Sangeang, RSAL dr. Mintohardjo
A. Keluhan Utama:
Batuk darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
2
B. Keluhan Tambahan:
Demam dan penurunan berat badan kurang lebih 10 kg dalam 1 bulan
terakhir.
F. Riwayat Pekerjaan
PNS AL
3
G. Status Sosial Ekonomi
Kebutuhan sehari-hari pasien tercukupi. Hubungan sosial pasien baik.
H. Status Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok sebanyak satu bungkus per hari.
Pasien rutin berolahraga 1-2 kali dalam seminggu. Olahraga berupa lari
santai selama 15-20 menit. Kebiasaan mengonsumsi alkohol disangkal
oleh pasien.
I. Riwayat pengobatan
Pasien sudah berobat ke poli paru pada akhir bulan Juni dan diberikan
obat racikan. Pasien sama sekali tidak meminum obat tersebut. Pasien
sudah 1 bulan tidak meminum metformin untuk mengobati diabetes
mellitusnya.
2. Tanda vital :
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 68 x/menit, regular
c. Pernapasan : 16 x/menit
d. Suhu : 36,2ºC
e. SpO2 : 97%
4
3. Status generalis :
• Kepala : Normosefali
• Rambut : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah
dicabut
• Wajah : Wajah simetris, tidak ada kelainan dismorfik
• Mata :
Visus : tidak dilakukan
Sklera ikterik : tidak ada
Konjungtiva anemis: kanan (-) / kiri (-)
Pupil : bulat, isokor
• Telinga :
Bentuk : normotia Sekret/serumen : tidak ada
Nyeri tekan tragus : tidak ada Membran timpani : Normal
Nyeri tarik aurikula: tidak ada Refleks cahaya : Normal
Liang telinga : lapang Tuli : tidak ada
• Hidung :
Bentuk : simetris Mukosa hiperemis : tidak ada
Deviasi septum : tidak ada Hipertrofi konka : tidak ada
Pernapasan cuping : tidak ada Sekret : minimal
• Bibir :
Tidak ada kelainan bentuk, tidak kering, tidak pucat, tidak sianosis.
• Mulut :
Oral higiene baik, mukosa mulut tidak pucat, arcus palatum simetris,
tidak ada bercak darah
• Lidah :
Normoglosia, tidak tampak hiperemis, tidak tampak atrofi papil, lidah
tidak tampak kotor
• Tenggorokan:
Uvula terletak di tengah, ukuran tonsil T1-T1, tidak tampak hiperemis,
kripta tidak melebar, tidak tampak detritus, dinding posterior faring
tidak hiperemis
5
• Leher:
Tidak ada kelainan bentuk, tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
• Thorax :
Paru-paru :
- Inspeksi: bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis,
pergerakan saat bernapas simetris, tidak terdapat retraksi subcostal
dan penggunaan otot bantu pernapasan.
- Palpasi: pergerakan napas simetris kanan dan kiri
- Perkusi: sonor
- Auskultasi: suara napas vesikuler (SNV) kanan dan kiri, regular,
terdapat rhonki basah pada kedua lapang paru, tidak ada wheezing
pada kedua lapang paru.
Jantung :
- Inspeksi: tidak tampak iktus kordis
- Palpasi: iktus kordis teraba pada ICS V linea midklavikularis
sinistra simetris.
- Perkusi: redup
- Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, tidak ada gallop, tidak ada
murmur.
• Abdomen
- Inspeksi: simetris, datar, tidak ada distensi.
- Auskultasi: bising usus 3 kali/menit
- Perkusi: timpani pada 4 kuadran abdomen
- Palpasi: supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh regio abdomen,
tidak ada nyeri lepas, hepar dan lien tidak teraba membesar
• Kelenjar getah bening
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Superior servikal : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
6
Aksila : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
• Ekstremitas:
- Inspeksi : Pada keempat ekstremitas tidak ada oedem, tidak ada
deformitas, tidak ada efloresensi bermakna.
- Palpasi : pada keempat ekstremitas tidak ada oedem, akral hangat,
capillary refill time (CRT) <2 detik.
7
Pemeriksaan radiologi: (20 Juli 2019)
V. DIAGNOSIS KERJA
- TB paru
- Diabetes Mellitus tipe 2
8
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Cek gula darah puasa dan gula darah 2 jam post-prandial
- Cek sputum TCM
VII. PENATALAKSANAAN
1. Medika mentosa
• IVFD Ringer Laktat 12 jam/kolf
• Inj. Transamin 3x1 amp
• Inj. Vit K 3x1 amp
• Inj. Lantus 1x24 ui
• Inj. Apidra 3x10 ui
• 4FDC (RHZE) 1xIV
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
9
IX. FOLLOW UP
Tanggal
21 Juli 2019 22 Juli 2019
S Lemas (+), batuk (+), darah (+) 10 cc, sesak (-), mual (-), Lemas (+), batuk (+), darah (+) 5 cc, sesak (-), mual (-),
muntah (-), demam (+) pada malam hari. muntah (-), demam (-)
O compos mentis, sakit sedang Compos mentis, sakit sedang
TD : 100/80mmHg TD: 120/80mmHg
HR : 90x/mnt HR: 87x/m
RR : 18x/mnt RR: 18x/m
SpO2 : 98% SpO2: 98%
T : 36,5°C T: 36,6°C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : KGB dan tiroid dalam batas normal Leher : KGB dan tiroid dalam batas normal
Thoraks : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-). Thoraks : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-).
SNV (+/+), sonor di kedua lapang paru, rhonkhi (+/+) SNV (+/+), sonor di kedua lapang paru, rhonkhi (-/-)
wheezing (-/-). wheezing (-/-).
Abdomen: supel, datar, bising usus 3x/menit, nyeri tekan Abdomen: supel, datar, bising usus 3x/menit, nyeri tekan
(-), hepatosplenomegaly (-), shifting dullnes (-). (-), hepatosplenomegaly (-), shifting dullnes (-).
Ekstremitas : Akral hangat di seluruh ekstremitas, edema Ekstremitas : Akral hangat di seluruh ekstremitas, edema
10
(-) capillary refill time < 2 detik (-) capillary refill time < 2 detik
GDS: 329 mg/dL GDS: 284 mg/dL
A Susp. TB paru Susp. TB paru
DM tipe 2 + Hiperglikemia DM tipe 2 + hiperglikemia
P Cek sputum TCM IVFD Ringer Laktat 14 tpm
Cek gula puasa & 2 jam PP Inj. Transamin 3x1 Amp
IVFD Ringer Laktat 14 tpm Inj. Vit K 3x1 amp
Inj. Transamin 3x1 Amp 4FDC (RHZE) 1xIV
Inj. Vit K 3x1 amp Inj. Lantus 1x20 unit
4FDC (RHZE) 1xIV Inj. Apidra 3x10 unit
Inj. Lantus 1x20 unit
Inj. Apidra 3x10 unit
11
Tanggal
23 Juli 2019 24 Juli 2019
S Lemas (+), batuk (+), darah (-), sesak (-), mual (-), muntah Lemas (+), batuk (+), darah (+) 5 cc, sesak (-), mual (-),
(-), demam (-). muntah (-), demam (-)
O Compos mentis, sakit sedang Compos mentis, sakit sedang
TD : 110/80mmHg TD: 110/70mmHg
HR : 80x/mnt HR: 68x/m
RR : 22x/mnt RR: 16x/m
SpO2 : 99% SpO2: 98%
T : 36,4°C T: 36,2°C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : KGB dan tiroid dalam batas normal Leher : KGB dan tiroid dalam batas normal
Thoraks : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-). Thoraks : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-).
SNV (+/+), sonor di kedua lapang paru, rhonkhi (+/+) SNV (+/+), sonor di kedua lapang paru, rhonkhi (-/-)
wheezing (-/-). wheezing (-/-).
Abdomen: supel, datar, bising usus 3x/menit, nyeri tekan Abdomen: supel, datar, bising usus 3x/menit, nyeri tekan
(-), hepatosplenomegaly (-), shifting dullnes (-). (-), hepatosplenomegaly (-), shifting dullnes (-).
Ekstremitas : Akral hangat di seluruh ekstremitas, edema Ekstremitas : Akral hangat di seluruh ekstremitas, edema
(-) capillary refill time < 2 detik (-) capillary refill time < 2 detik
GDS: 302 mg/dL Tes sputum TCM: BTA (+)
12
A Susp. TB paru TB paru
DM tipe 2 + Hiperglikemia DM tipe 2 + hiperglikemia
P Venflon (+) Venflon (+)
Transamin oral 3x500 mg Transamin oral 3x500 mg
Vit K oral 3x1 tab Vit K oral 3x1 tab
4FDC (RHZE) 1xIV 4FDC (RHZE) 1xIV
Inj. Lantus 1x24 unit Inj. Lantus 1x24 unit
Inj. Apidra 3x10 unit Inj. Apidra 3x10 unit
13
Tanggal
25 Juli 2019 26 Juli 2019
S Batuk (+) terutama dimalam hari, darah (+) berupa bercak Batuk (+) sudah berkurang, darah (+) berupa bercak di
di dahak, sesak (-), mual (-), muntah (-), demam (-). dahak, sesak (-), mual (-), muntah (-), demam (-)
O Compos mentis, sakit sedang Compos mentis, sakit sedang
TD : 110/70mmHg TD: 118/80mmHg
HR : 68x/mnt HR: 64x/m
RR : 16x/mnt RR: 20x/m
SpO2 : 97% SpO2: 99%
T : 36,1°C T: 36,2°C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : KGB dan tiroid dalam batas normal Leher : KGB dan tiroid dalam batas normal
Thoraks : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-). Thoraks : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-).
SNV (+/+), sonor di kedua lapang paru, rhonkhi (+/+) SNV (+/+), sonor di kedua lapang paru, rhonkhi (-/-)
wheezing (-/-). wheezing (-/-).
Abdomen: supel, datar, bising usus 3x/menit, nyeri tekan Abdomen: supel, datar, bising usus 3x/menit, nyeri tekan
(-), hepatosplenomegaly (-), shifting dullnes (-). (-), hepatosplenomegaly (-), shifting dullnes (-).
Ekstremitas : Akral hangat di seluruh ekstremitas, edema Ekstremitas : Akral hangat di seluruh ekstremitas, edema
(-) capillary refill time < 2 detik (-) capillary refill time < 2 detik
GDP: 117 mg/dL
14
A TB paru TB paru
DM tipe 2 controlled DM tipe 2 controlled
P Venflon (+) Venflon (+)
Transamin oral 3x500 mg Transamin oral 3x500 mg
Vit K oral 3x1 tab Vit K oral 3x1 tab
4FDC (RHZE) 1xIV 4FDC (RHZE) 1xIV
Codein 3x10 mg Codein 3x10 mg
Inj. Lantus 1x24 unit Inj. Lantus 1x24 unit
Inj. Apidra 3x10 unit Inj. Apidra 3x10 unit
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
16
fuchsin dapat penetrasi dan terikat. Lipid pada dinding sel ini memiliki
afinitas tinggi dalam mengikat zat warna merah fuchsin sehingga tidak
hilang bila diberi asam-alkohol. Basil tahan asam ini berukuran kecil dan
tampak seperti manik-manik.
Analisis genom mengungkapkan bahwa M. tuberculosis memiliki
banyak gen pengkode enzim yang meregulasi lipogenesis dan lipolisis
dibandingkan bakteri lain. Tingginya kandungan lipidpatogen ini
menjelaskan banyak karakteristiknya, termasuk kemampuan bertahan dari
makrofag dan PMN untuk hidup selama beberapa tahun dalam tubuh.
Kecepatan pertumbuhan M. tuberculosis juga sangat lambat, yaitu 1/20
kecepatan pertumbuhan sebagian besar bakteri. Pertumbuhan yang lambat
ini dijelaskan oleh dinding sel yang berlilin yang membatasi akses ke
nutrisi.(3)
17
badan yang signifikan. Sitokin-sitokin ini berperan dalam menimbulkan
gejala demam, keringat malam, dan penurunan berat badan.(3)
18
sendiri dapat menyebabkan malnutrisi karena menurunnya nafsu
makan dan perubahan pada proses metabolisme.
3. Usia muda
Anak-anak memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi TB.
Mayoritas anak kurang dari 2 tahun terinfeksi dari kontak dalam
lingkungan rumah tangga, sebaliknya anak yang lebih dari 2 tahun
umumnya terinfeksi dari kontak di komunitas.
4. Diabetes
Diabetes secara langsung mengganggu respon imun bawaan dan
adaptif sehingga dapat mengakselerasi proliferasi bakteri TB.
Berkurangnya produksi IFN-γ dan sitokin lain mengurang imunitas
dari sel T dan mengurangi kemotaksis neutrofil pada pasien diabetes
diperkirakan berperan dalam kecenderungan pasien diabetes
terjangkit TB.
5. Pekerja kesehatan
Pekerja kesehatan memiliki risiko tinggi terinfeksi TB karena
seringnya terpapar oleh pasien TB.
19
mengganggu fungsi fagositik makrofag. Pembakaran biomassa
menyebabkan terlepasnya zat-zat seperti karbon monoksida, nitrogen
20
• Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
• Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
• Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
21
Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6. Kasus Bekas TB
• Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi
22
• Demam
• Fatigue
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada TB paru biasanya nonspesifik. Umumya pada
pemeriksaan tanda vital dapat ditemukan kenaikan suhu pada 40-80%
pasien. Pada pemeriksaan auskultasi paru, dapat terdengar rales atau
crackles pada daerah yang terlibat dan suara napas bronchial yang
mengindikasikan adanya konsolidasi.
3. Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan darah lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap dapat ditemukan penurunan Hb,
leukositosis, menurunnya neutrofil tetapi limfosit meningkat, serta
meningkatnya LED.(9)
B. Foto thoraks
Foto thoraks PA merupakan standar pemeriksaan radiologi pada
pasien TB. Pada pasien TB paru aktif dapat ditemukan gambaran
gambaran infiltrat berbentuk patch dibandingkan konsolidasi padat
di segmen apeks dan posterior, kavitas terutama lebih dari satu,
dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodula. Perhatikan juga
apabila terdapat bercak milier dan efusi pleura.
Pada individu dengan keadaan imunosupresif, dapat ditemukan
gambaran radiografi TB yang atipikal, seperti adenopati hilar atau
infiltrate pada lobus bawah. Pada pasien dengan TB inaktif dapat
ditemukan gambaran fibrotic, kalsifikasi, atau Schwarte (gambaran
penebalan pleura).
23
Gambar 2. Infiltrat nodular & patchy (kiri), infiltrate padat (kanan)
24
anak yang seringnya tidak bisa mengeluarkan sputum dengan
cara batuk.
2. Hasil dan klasifikasi BTA
Terdapat 2 prosedur yang umum digunakan dalam pewarnaan
bakteri tahan asam, yaitu:
• Metode carbofuchsin, termasuk didalamnya metode Ziehl-
Neelsen dan metode Kinyoun (direct microscopy)
• Prosedur fluorochrome menggunakan zat warna auramine-O
atau auramine-rhodamine (fluorescent microscopy)
Pemeriksaan hanya bisa menduga suatu individu terkena bakteri
tahan asam pada sediaan tersebut merupakan bakteri lain selain
M. tuberculosis. Banyak pasien TB yang hasil pemeriksaan BTA
negatif. Pemeriksaan BTA negatif tidak mengeksklusi diagnosis
TB.
25
Tabel 1. Klasifikasi Hasil Penghitungan BTA
3. Pemeriksaan langsung M.tuberculosis menggunakan Nucleic
Acid Amplification (NAA)
Tes NAA digunakan untuk amplifikasi segmen DNA dan RNA
untuk identifikasi mikroorganisme secara cepat disuatu
spesimen. Tes NAA dapat mendeteksi M.tuberculosis pada
spesimen dalam waktu beberapa jam dibandingkan kultur yang
membutuhkan waktu 1 minggu atau lebih. Tes NAA
direkomendasikan untuk dilakukan setidaknya pada satu
spesimen sputum dari pasien dengan gejala dan tanda TB paru
dimana diagnosis TB dipertimbangkan tetapi belum ditegakkan.
4. Kultur spesimen dan identifikasi
Kultur tetap menjadi gold standard pemeriksaan untuk
konfirmasi TB paru. Pemeriksaan kultur harus dilakukan pada
semua spesimen diagnostic, tanpa menghiraukan hasil
pemeriksaan BTA atau NAA. Sistem kultur kaldu seperti
BACTEC, MGIT, VersaTREK, dan MBBACT dapat mendeteksi
sebagian besar pertumbuhan mikobakteria dalam 4 sampai 14
hari dibandingkan media padat yang membutuhkan waktu 3
sampai 6 minggu.
5. Tes kerentanan obat
M. tuberculosis yang diisolasi harus dilakukan uji resistensi
terhadap obat lini pertama TB, yaitu isoniazid, rifampisin,
etambutol, pirazinamid. Tes kerentanan obat ini dapat
mengarahkan dokter untuk memilih pengobatan yang tepat untuk
mengobati pasien.
26
3.1.8 Indikasi Rawat Inap TB Paru
Indikasi rawat inap pada pasien TB paru adalah bila disertai
keadaan/komplikasi tertentu seperti:
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumothoraks
- Empiema
- Efusi pleura massif/bilateral
- Sesak napas berat(10)
27
approach) dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=
directly observed treatment) oleh seorang pengawas menelan obat.
7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator
penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir
tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.
8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek
samping harus tercatat dan tersimpan.
28
Tabel 2. Dosis OAT KDT/FDC(11)
29
Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir
pengobatan tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan
pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.
30
Komplikasi yang jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi TB
yang serius. TB paru menyebabkan hemoptisis dari erosi bronchial
atau sirkulasi pulmonal, atau dari pembentukan pseudoaneurisma
(Rasmussen’s aneurysm) yang berpotensi menyebabkan kelainan
pertukaran gas atau kolamps hemodinamik yang mengancam jiwa.
4. Komplikasi TB ekstrapulmonal
Komplikasi TB ekstrapulmonal dapat terjadi dibanyak lokas, salah
satunya terjadi di sistem saraf pusat sehingga menyebabkan
meningitis TB, hidrosefalus dan tuberkuloma SSP. Komplikasi TB
ektrapulmonal dapar juga terjadi di pericardium sehingga
menyebabkan perikarditis TB. Perikarditis TB berkembang dari
penyebaran antara lokasi berdekatan dari nodus mediastinum atau
dari hematogen saat diseminasi dengan mikobakteria.
B. Komplikasi kronik
1. Rusaknya arsitektural parenkim dan saluran udara paru
31
Kerusakan parenkim dan saluran udara mulai dari minimal hingga
bronkiektasis ekstensif dan destruksi fibrokavitas. TB bisa
menyebabkan penurunan fungsi pulmonal secara obstruksi ataupun
restriksi.
2. Komplikasi infeksius - misetoma
Lesi kavitas TB residual dapat dikolonisasi oleh Aspergillus dan
fungi lainnya. Fungal balls atau misetoma dapat berkembang
didalam kavitas ini dan menyebabkan hemoptisis kronik oleh karena
erosi kapiler diparenkim sekitar.(12)
3.1.1 Prognosis
Bila pasien menjalani terapi sesuai dengan yang telah ditetapkan
umumnya prognosis akan baik. Untuk TB dengan komorbid, prognosis
menjadi kurang baik.(11)
Kriteria hasil pengobatan:
1. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada foto
toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
2. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi
tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada foto toraks AP dan
pada satu pemeriksaan sebelumnya.
3. Meninggal: pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena
sebab apapun.
4. Putus berobat (default)
Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
5. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.
6. Pindah (transfer out)
32
Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain
dan hasil pengobatannya tidak diketahui.(11)
33
DM biasanya memiliki keluhan demam dengan durasi yang lebih lama dan
penurunan berat badan yang lebih besar daripada pasien TB tanpa DM.(13)
Gambaran radiologi penderita TB dengan DM merupakan gambaran
atipikal yaitu sering melibatkan lobus bawah paru. Perbedaan gambaran
radiologi foto toraks pada TB dengan DM dan tanpa DM oleh karena
penderita DM memiliki gangguan imunitas selular dan disfungsisel PMN
Gambaran kavitas terutama lesi cavitary nodular lebih sering dijumpai pada
penderita TB dengan DM.(13)
34
umumnya hepatotoksik yang akan mempengaruhi metabolisme obat
hipoglikemik oral. OAT juga menghambat penyerapan obat hipoglikemik
oral di saluran penceranaan, sehingga dibutuhkan dosis yang lebih tinggi.
Tetapi, adanya polifarmasi ini (kombinasi OAT dan obat hipoglikemik oral)
sering mempengaruhi kepatuhan pasien dalam mengikuti program
pengobatan.(13,14)
35
BAB IV
ANALISIS KASUS
36
OAT lini pertama kategori 1 yaitu 2HRZE/4H3R3 karena pasien termasuk
kedalam kasus baru. Pasien juga dilakukan tatalaksana untuk DM karena gula
darah yang tinggi merupakan faktor risiko kegagalan terapi TB. Sesuai dengan
konsensus penanganan DM-TB Indonesia, pasien diberikan insulin sebagai
tatalaksana DM karena OAT dapat mempengaruhi penyerapan obat DM oral.
Pasien diberikan injeksi lantus 1x24 unit dan injeksi apidra 3x10 unit.
Pada pasien TB paru dengan DM, perlu untuk dilakukan pemantauan selama
pengobatan, terutama menjaga gula darah tetap terkontrol dan pengobatan TB
dilaksanakan sampai tuntas untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pada pasien
ini, gula darah sudah terkontrol dengan pemberian lantus dan apidra. Pasien ini
dapat mencapai gula darah puasa 117 mg/dL. Pasien diperbolehkan pulang setelah
pasien tidak ada lagi batuk darah dan keadaan umum pasien baik.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
13. Arliny Y. Tuberkulosis dan Diabetes Mellitus Implikasi Klinis Dua Epidemik.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. April 2015; 15 ( 1):36-42
14. Kementerian Kesehatan RI. Konsensus Pengelolaan Tuberkulosis dan
Diabetes Mellitus (TB-DM) di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2015; 6-7
39