Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM OKLUSI


AURICULA SINISTRA

Disusun Oleh:

Herwandi, S.Ked I4061191006

Pembimbing:

dr. Eva Nurfarihah, M. Kes., Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT THT-


KL RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

Otitis Media Akut Stadium Oklusi Auricula Sinistra

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit THT-KL

RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak

Pontianak, September 2019

Disetujui Oleh Penyusun

dr. Eva Nurfarihah, M. Kes.,Sp.THT-KL Herwandi, S. Ked


Dokter Muda

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
“Otitis Media Akut”. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan
kepaniteraan klinik Stase Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie Kota Pontianak.

Penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dukungan, bimbingan


serta dari semua pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dr. Eva Nurfarihah, M. Kes.,Sp.THT-
KL selaku pembimbing laporan kasus di SMF Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak yang telah dengan sabar memberikan
bimbingan, kritik, serta saran yang membangun. Tidak lupa rasa terima kasih juga
kami ucapkan kepada para tenaga medis dan karyawan yang telah membantu selama
kami mengikuti kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Sultan
Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak dan juga berbagai pihak lain yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, maka kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak sangat di harapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi banyak
pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Pontianak, September 2019

Herwandi, S.Ked

iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1. Anatomi Telinga .......................................................................................... 3
2.2. Telinga Tengah ............................................................................................ 3
2.3. Fisiologi ....................................................................................................... 6
2.4. Otitis Media Akut ........................................................................................ 7
BAB III PENYAJIAN KASUS ................................................................................... 19
3.1. Identitas Pasien .......................................................................................... 19
3.2. Anamnesis .................................................................................................. 19
3.3. Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 20
3.4. Resume Medis ............................................................................................ 24
3.5. Diagnosis ................................................................................................... 25
3.6. Usulan Peneriksaan .................................................................................... 25
3.7. Tata Laksana .............................................................................................. 25
3.8. Prognosis .................................................................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................... 27
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 31

i
v
DAFTAR
TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Faktor Resiko Otitis Media................................................................................8
Tabel 2.2. Definisi dan Diagnosis OMA...........................................................................14
v
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Anatomi Telinga.............................................................................................3
Gambar 2.1 Serat Radier, Sirkular, dan Parabolik dari Pars Tensa....................................4
Gambar 2.2. Penampakan Membran Timpani Kanan.........................................................5
Gambar 2.3. Pembagian Telinga Tengah Menjadi Epi, Meso, dan Hipotimpanum...........5
Gambar 2.4. Tulang Pendengaran dan bagian-bagiannya...................................................6
Gambar 2.6. Skema Pembagian Otitis Media.....................................................................7
Gambar 2.7. Klasifikasi Otitis Media.................................................................................7
Gambar 2.8. Patofisiologi Otitis Media............................................................................11
Gambar 2.9. Otitis Media Akut Stadium Oklusi...............................................................11
Gambar 2.10. Otitis Media Akut Stadium Hiperemis.......................................................12
Gambar 2.11. Otitis Media Akut Stadium Supurasi..........................................................12
Gambar 2.12. Otitis Media Akut Stadium Perforasi.........................................................13
v
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis
media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan
kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu,
terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media
sifilitik, dan otitis media adhesiva.1
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu. Peradangan dapat terjadi sebagian atau seluruh
bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke
dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai
akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.1,2
Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.1
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi
dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi terjadinya
OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan letaknya agak
horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas, maka
makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh karena system
imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.1
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn
sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat,

1
2

diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga


Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. 1

Gambar 2.1 Anatomi Telinga 2

2.2. Telinga Tengah


Telinga tengah adalah rongga berisi udara didalam tulang temporalis yang
terbuka melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui nasofaring
keluar. Tuba biasanya tertutup, tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap
saluran ini terbuka, sehingga tekanan dikedua sisi gendang telinga seimbang.3
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu membran timpani,
batas depan yaitu tuba eustachius, batas bawah yaitu vena jugularis (bulbus
jugularis), batas belakang yaitu aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
Batas atas yaitu tegmen timpani (meningens/otak), dan batas dalam berturut-turut
dari atas kebawah yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promomtorium.3

3
4

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat
daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang
yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.1

Gambar 2.1. Serat Radier, Sirkular, dan Parabolik Dari Pars Tensa 4
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo.Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani.Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkular
dan radier.Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang
berupa kerucut itu.Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak
refleks cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.1
Gambar 2.2. Penampakan Membran Timpani Kanan5
Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.1
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang
pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, stapes.1

Gambar 2.3. Pembagian Telinga Tengah Menjadi Epi-, Meso-, dan Hipotimpanum 4
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.1

Gambar 2.4. Tulang pendengaran dan bagian-bagiannya4

2.3. Fisiologi
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1

2.4. Otitis Media Akut (OMA)


2.4.1. Definisi
Radang telinga tengah ditandai dengan pembentukan efusi. Ini bisa
menjadi steril (seperti pada telinga lem) atau dapat terjadi sebagai akibat infeksi
suppuratif Infeksi (seperti pada otitis media akut). Serangan berulang infeksi
supuratif dapat menyebabkan melemahnya gendang telinga dan akhirnya
menjadi perforasi.6

Otitis
Media

Non-
Supuratif
upurat
Sif

Akut Kronik Akut Kronik

Gambar 2.6. Skema Pembagian Otitis Media.7

Gambar 2.7. Klasifikasi Otitis Media6


2.4.2. Etiologi
Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu,
kadang-kadang ditemukan juga Hemophylus influenza, Escherichia coli dan
Pseudomonas aurugenosa. Sejauh ini Streptococcus pneumoniae merupakan
organisme penyebab tersering pada semua kelompok umur. Berikut ini adalah
faktor risiko yang mempengaruhi otitis media):1
a. Prematuritas & Berat Lahir Rendah
b. Usia muda
c. Riwayat Keluarga
d. Abnormalitas Kraniofasial
e. Penyakit Neuromuskular
f. Alergi
g. Status sosioekonomi rendah
h. Paparan tembakau & polutan
i. Posisi tidur telentang
j. Tidak mendapatkan ASI
Selain itu, juga terdapat beberapa faktor predisposisi dari terjadinya otitis
media akut.Apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba eustachius
merupakan predisposisi terjadinya infeksi telinga tengah. Hal-hal tersebut
seperti:4
a. Serangan ISPA berulang
b. Infeksi tonsil dan adenoid
c. Rinitis dan sinusitis kronik
d. Alergi
e. Tumor nasofaring, mengorek hidung
f. Palatoschisis
Tabel 2.1. Faktor Resiko Otitis Media
Faktor Resiko Uraian
Usia Insidensi maksimal berkisar antara enam sampai 24 bulan,
karena tuba Eustachius lebih pendek dan lebih landai. Fungsi
fisiologis dan imunologi yang masih rendah membuat anak
rentan terkena infeksi
Breastfeeding Menyusui minimal tiga bulan dapat memberikan proteksi pada
anak, disamping kandungan yang ada pada ASI
Penitipan anak Kontak dengan beberapa anak dapat meningkatkan penyebaran
virus
Etnis Anak-anak Amerika, Alaska, dan Inuit Kanada memiliki
insidensi yang lebih tinggi
Paparan asap rokok Insidensi meningkat dengan adanya asap rokok dan polusi udara
Jenis Kelamin Laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi
Riwayat penghuni Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat
rumah >1
Pemakaian dot Insidensi meningkat
Riwayat antibiotik Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat
Riwayat OMA Resiko kegagalan pengobatan antibiotik meningkat
Musim Insidensi meningkat di musim gugur dan musim dingin
Patologi lain yang Insidensi meningkat pada anak-anak dengan rinitis alergi, cleft
Mendasari palate, dan Down syndrome

2.4.3. Patofisiologi
Insiden otitis media akut yang tinggi pada anak mungkin mrupakan
kombinasi beberapa faktor penyebab dengan disfungsi tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menghubungkan antara nasofaring dengan telinga tengah anterior.
Tuba Eustachius dilapisi oleh epitel lapisan saluran pernapasan dan dikelilingi
oleh tulang dan sebagian besar tulang kartilago. Tuba Eustachius anak berbeda
dengan orang dewasa. Tuba Eustachius pada anak lebih horizontal dan terdapat
banyak folikel limfoid yang mengengelilingi lubang pembukaan tuba dan torus
tubarius.
Tuba Eustachius secara normal tertutup pada saat istirahat dan membuka
pada saat menelan, mengunyah, dan menguap. Hal ini disebabkan karena kerja
otot tensor veli palatini. Tuba Eustachius melindungi telinga tengah dari sekresi
nasofaring yang memberikan drainase ke dalam nasofaring dan memberikan
keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfir yang terdapat pada
telinga tengah.
Patogenesis otitis media akut sebagian besar anak-anak dimulai dengan
infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau alergi sehingga terjadi kongesti dan
edema pada mukosa saluran nafas atas, termasuk nasofaring dan tuba
Eustachius.8 Tuba Eustachius menjadi sempit sehingga terjadi tekanan negatif
pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama, akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus dan bakteri dari nasofaring ke dalam
tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring.
Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses yang
kompleks dari reaksi inflamasi dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, sehingga
terjadi infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi
proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran nafas
atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan
disfungsi tuba Eustachius.
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri
sehingga mengganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika
sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran
dapat terganggu karena membran timpani dan tulang pendengaran tidak dapat
bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA dimana proses
inflamasi terjadi lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di
telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius sehingga mekanisme
pembukaan terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor dan hipertrofi
adenoid.3
Gambar 2.8. Patofisiologi Otitis Media3
2.4.4. Stadium dan Gejala Klinis
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu:
1. Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal
atau berwarna suram.5

Gambar 2.9. Otitis Media Akut Stadium Oklusi5


2. Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau
seluruh membran timpani, membrane timpani tampak hiperemis disertai
edem.5

Gambar 2.10. Otitis Media Akut Stadium Hiperemis5

3. Stadium Supurasi
Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel
epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani
sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.5

Gambar 2.11. Otitis Media Akut Stadium Supurasi5

4. Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar
dari telinga tengah ke liang telinga.5
Gambar 2.12. Otitis Media Akut Stadium Perforasi5

5. Stadium Resolusi
Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi membran
timpani kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya
tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan

2.4.5. Diagnosis
Akademi pediatrik Amerika (American Academy of Pediatrics) dan Asosiasi
dokter keluarga Amerika (AAFP – American Association of Family Physician)
mengajukan beberapa rekomendasi terkait dengan diagnosis dan
penatalaksanaan OMA.
Untuk mendiagnosis OMA, seorang klinisi harus mengkonfirmasi adanya
riwayat kejadian yang muncul mendadak, mengidentifikasi efusi telinga
tengah, dan mengevaluasi adanya tanda dan gejala dari inflamasi telinga
tengah.8
Tabel 2.2. Definisi dan diagnosis OMA 8

Diagnosis OMA membutuhkan: 1) riwayat kejadian akut dari tanda dan


gejala, 2) adanya tanda efusi telinga tengah, dan 3) tanda dan gejala
dari inflamasi telinga tengah.
Elemen dari definisi OMA adalah di bawah ini:
1. Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah dan efusi telinga tengah yang
bersifat mendadak dan baru terjadi.
2. Adanya tanda efusi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah satu di
bawah ini:
a. Membran timpani yang bulging / menonjol
b. Pergerakan membran timpani yang terbatas atau tidak ada
c. Air fluid level di belakang membran timpani
d. Otore
3. Tanda atau gejala dari inflamasi telinga tengah yang diindikasikan oleh
salah satu di bawah ini:
a. Eritema yang jelas dari membran timpani ATAU
b. Otalgia yang nyata (rasa tidak nyaman yang jelas pada telinga yang
menyebabkan gangguan atau mengganggu aktivitas atau tidur)

Adanya efusi telinga tengah seringkali dikonfirmasi dengan otoskopi


pneumatik, namun dapat disuplementasikan dengan timpanometri dan/atau
reflektometri akustik. (Chonmaitree, 2000) Efusi telinga tengah juga bisa
secara langsung didemonstrasikan oleh timpanosentesis atau dengan adanya
cairan pada liang telinga tengah sebagai akibat dari perforasi membran
timpani. 8
Gambaran dari membran timpani dengan identifikasi efusi telinga
tengah dan perubahan inflamasi merupakan hal yang dibutuhkan untuk
membantu memastikan diagnosis. Untuk melihat membran timpani dengan
adekuat, adalah penting untuk membersihkan serumen yang mengahalangi
membran timpani dan pencahayaan yang adekuat. Untuk otoskopi
pneumatik, spekulum dengan bentuk dan diameter dibutuhkan harus
diperhatikan. Untuk
pemeriksaan anak-anak, dibutuhkan pendamping yang bisa menahan
gerakan anak tersebut saat diperiksa. 8
Temuan pada otoskopi mengindikasikan adanya efusi telinga tengah
dan inflamasi yang berhubungan dengan OMA sudah jelas disebutkan.
Membran timpani yang tampak menonjol / bulging dan penuh merupakan
temuan yang sering didapati dan memiliki nilai prediktif yang paling tinggi
untuk adanya efusi telinga tengah. Bila dikombinasikan dengan warna dan
pergerakan, penonjolan juga merupakan prediktor yang baik untuk OMA.
Menurunnya atau tidak adanya pergerakan dari membran timpani sewaktu
otoskopi pneumatik dilakukan lebih lanjut menunjukkan adanya cairan pada
telinga tengah. Opasifikasi atau gambaran berawan/keruh, selain daripada
yang disebabkan oleh luka/scarring, hal ini juga merupakan temuan yang
konsisten dan biasanya disebabkan oleh edema membran timpani.
Kemerahan pada membran timpani karena inflamasi dapat terjadi dan harus
dibedakan dengan eritema merah muda yang disebabkan karena anak
menangis atau demam tinggi, yang biasanya tidak begitu intens dan
meghilang ketika anak tenang. Pada miringitis bulosa, blister dapat tampak
pada membran timpani. Ketika adanya cairan di telinga tengah sulit
ditentukan, penggunaan timpanometri atau reflektometri akustik dapat
membantu menegakkan diagnosis. 8
Tantangan utama untuk klinisi adalah untuk membedakan antara
otitis media efusi dan OMA. OME lebih sering terjadi daripada OMA. OME
dapat terjadi bersamaan dengan ISPA karena virus, dapat juga mendahului
OMA, maupun sebagai gejala sekuelae dari OMA. Ketika OME salah
diidentifiksi sebagai OMA, penggunaan antibakteri bisa jadi tidak tepat
sasaran. Klinisi harus berjuang menghindari diagnosis positif-palsu pada
anak dengan rasa tidak nyaman di telinga tengah yang diakibatkan oleh
difsungsi tuba Eustachius atau ketika ISPA karena virus menutupi efusi
telinga tengah kronik yang sudah ada. 8
Diagnosis OMA, terutama pada balita muda dan anak muda,
biasanya dibuat dengan derajat ketidakpastian. Faktor yang sering
meningkatkan ketidakpastian termasuk ketidakmampuan untuk
membersihkan secara benar
liang telinga tengah dari serumen, atau liang telinga yang sempit, atau
ketidakmampuan untuk menjaga seal yang adekuat untuk otoskopi
pneumatik atau dengan timpanometri. Diagnosis OMA yang tidak pasti
seringkali disebabkan karena ketidak mampuan mengkonfirmasi adanya
efusi telinga tengah. Reflektometri akustik bisa membantu, karena ini tidak
membutuhkan seal pada liang telinga dan dapat memberikan keterangan
mengenai adanya cairan pada telinga tengah hanya lewat lubang kecil pada
serumen. Ketika keberadaan cairan pada telinga tengah masih tidak jelas
atau dipertanyakan, diagnosis OMA boleh dipertimbangkan namun belum
bisa dikonfirmasi. 8
Diagnosis pasti dari OMA harus memenuhi semua tiga kriteria:
kejadian mendadak, adanya efusi telinga tengah, dan tanda dan gejala dari
inflamasi telinga tengah. Klinisi harus memaksimalkan strategi diagnosis,
terutama untuk menentukan keberadaan efusi telinga tengah, dan harus
mempertimbangkan kepastian dari diagnosis dalam rangka untuk
menentukan tata laksana. Klinisi harus mendiskusikan derajat dari kepastian
diagnosis dengan orang tua atau pendamping pasien saat akan memulai
penatalaksanaan awal OMA. 8

2.4.6. Penatalaksanaan
Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya;6
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius dari
sumbatan, sehingga tekanan negatif di telinga tengah menghilang. Diberi
obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12
tahun) atauh HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur
di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus
diobati Antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adlah kuman, buka
oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)
Pemberian antibiotika yang dianjurkan ialah golongan penisilin atau
ampisilin. Ampisilin dengan dosis 50-100mg/kgBB per hari dibagi dalam 4
dosis atau amoksisilin 40mg/kgB per hari dibagi dalam 3 dosis. Bila pasien
alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin dengan dosis 40mg/kgBB
per hari. Pemberian antibiotika dianjurkan diberi selama 7 hari. Selain itu
dapat diberikan obat tetes hidung dan analgetika.
3. Stadium supurasi
Pemberian antibiotika disertai miringotomi bila membran timpani masih
utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
ruptur dapat dihindari.
4. Stadium Perforasi
Pada stadium ini sekret banyak keluar dan terkadang keluar secara
berdenyut, sekret yang banyak ini merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman, oleh karena itu sangat perlu dilakukan pencucian
tellinga untuk menghilangkan sekret. Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
5. Stadium Resolusi
Bila tidak terjadi stadium resolusi biasanya sekret akan terus mengalir
melalui perforasi membran timpani. Pada keadaan ini mpemberian
antibiotika dapat dilanjutkan smapai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih terlihat banyak keluar maka kemungkinan telah
terjadi komplikasi mastoiditis. 6

2.4.7. Komplikasi
1. Otitis media supuratif kronik, yang ditandai dengan keluarnya sekret dari
telinga lebih dari 2 bulan. 5
2. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga
tengah, sehingga dapat timbul mastoiditis, abses-subperiosteal, sampai
komplikasi yang menyerang otak seperti meningitis dan abses otak.5
3. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran permanent, cairan di telinga tengah dan otitis media kronik
dapat mengurangi pendengaran anak serta dapat menyebabkan masalah
dalam kemampuan bicara dan bahasa.9
2.4.8. Prognosis
Prognosis pada OMA baik bila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang
tepat dan dosis cukup).
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 36 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Nelayan
Pendidikan : SMA
Alamat : Mempawah
Masuk RS : Via Poli THT pada tanggal 23 September 2019

3.2. Anamnesis
3.2.1. Keluhan Utama
Nyeri pada telinga kiri dan pendengaran telinga kiri berkurang.
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli dengan keluhan nyeri di telinga sebelah kiri disertai
penurunan pendengaran yang semakin hari semakin bertambah, keluhan
dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan telinga disertai rasa tidak nyaman
dan terasa penuh di telinga kiri. Keluar cairan dari telinga berwarna putih
bening. Pasien mengaku bahwa, telinga kiri pasien kemasukan air saat mandi.
Pasien mengaku merasakan telinga kanannya tidak lebih kering dari telinga
kirinya, meskipun demikian pasien tidak melaporkan terdapat keluarnya cairan
yang beraroma tertentu dari telinga kiri. Menurut pasien, pasien langsung
berusaha mengeluarkan air dari telinganya tersebut. Pasien mengatakan adanya
riwayat demam, batuk pilek 1 minggu sebelum nyeri telinganya muncul dan
menyangkal adanya nyeri tenggorokan, nyeri menelan, namun pasien mengaku
bahwa ia sering mengorek telinganya dengan cotton bud. Pasien bekerja
sebagai nelayan yang menggunakan mesin sebagai pengerak motor yang
memiliki kebisingan yang cukup tinggi.

19
20

3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan sakit pada telinga
yang sama. Alergi (-), asma (-).
3.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa.
3.2.5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang laki-laki berprofesi sebagai nelayan, tinggal
bersama istri dan anak-anaknya. Pasien berobat menggunakan umum, tidak
menggunakan BPJS.

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,8 oC
SpO2 : 98%
Berat Badan : 65 Kg
Tinggi Badan : 169 cm
IMT : 22,8

3.3.2 Status Generalis


Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-),


injeksi konjungtiva (-), refleks cahaya
langsung (+/+),refleks cahaya tidak
langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/3 mm)
Telinga : Sekret (-/-), Aurikula hiperemis (-/-)

Mulut : Bibir Sianosis (-), bibir kering (-)

Hidung : Sekret (-/-), deformitas (-)

Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid


(-), pembesaran kelenjar getah bening (-),
JVP meningkat (-)

Dada : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Paru : Inspeksi : gerakan dinding dada simetris


Palpasi : fremitus taktil kanan=kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak


terlihat Palpasi : iktus kordis
teraba
Perkusi : batas pinggang jantung SIC III
linea parasternalis sinistra, batas jantung
kanan pada SIC IV linea parasternalis
dekstra, batas kiri jantung pada ICS VI linea
axillaris anterior
Auskultasi : S1,S2 reguler, Gallop (-),
Murmur (-)

Abdomen : Inspeksi : simetris, hiperemis (-), hematom


(-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak hepar (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), batas hepar dan lien
dalam batas normal

Ekremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)


3.3.3 Status Lokalis

Telinga
Dextra Auris Sinistra
Bagian Kelainan
Kelainan kongenital - -
Prearikula Radang dan tumor - -
Nyeri tekan tragus - -
Kelainan kongenital
- -
Radang dan tumor
- -
Aurikula Nyeri penarikan
- -
telinga
- +
Krusta
Edema - -
Hiperemis - -
Retroaurikula Nyeri tekan - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
Kelainan Kongenital - -
Kulit Normal, tenang Normal, Tenang
Sekret - -
Canalis debris - -
Acustiku Serumen - -
s Externa Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Kolesteatoma - +
Warna Jernih Jernih
Intak + +
Cahaya + +
Membrana
Timpani

Tes Pendengaran
Dekstra Auris Sinistra
Pemeriksaan

Tes Bisik/Suara Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Rinne (+) AC > BC (-) AC < BC


Tes Webber Laterisasi ke kiri

Tes Schwabach Sama dengan pemeriksa Memanjang


Kesan : Tuli konduktif Auricula Sinistra
Hidung
Dekstra Nasal Sinistra
Pemeriksaan
Keadaan Luar Bentuk dan Ukuran Simetris, normal Simetris, normal
Mukosa Tenang, jernih Tenang, jernih
Sekret - -
Krusta - -
Mukosa baik, Mukosa baik,
Concha inferior hiperemis (-), hiperemis (-),
hipertrofi (-) hipertrofi (-)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Polip/tumor - -
Rhinoskopi Pasase udara Baik Baik
anterior

Rhinoskopi Posterior : Tidak diperiksa

Transiluminasi
Tidak dilakukan

Mulut dan Orofaring


Bagian Kelainan Keterangan
Mukosa mulut Licin, tenang, hipermis (-)
Lidah Normal
Palatum molle Normal
Mulut Gigi geligi 87654321 1234567887
654321 12345678
Uvula Normal
Halitosis -
Mukosa
Besar
Kripta
Detritus Jernih, tenang
Perlengketan T1/T1
Tidak tampak
-
Tonsil -

Mukosa Jernih, tenang


Faring Granulasi -
Post nasal drip -
Epiglotis
Kartilago Tidak dilakukan pemeriksaan
aritenoid Plika
ariepiglotika Plika
Laring vestibularis Plika
vokalis Rima
glottis Trakea

3.4. Resume Medis


Pasien datang ke poli dengan keluhan nyeri di telinga sebelah kiri disertai
penurunan pendengaran yang semakin hari semakin bertambah, keluhan
dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan telinga disertai rasa tidak nyaman
dan terasa penuh di telinga. Keluar cairan dari telinga berwarna putih bening.
Pasien mengatakan adanya riwayat demam, batuk pilek 1 minggu sebelum
nyeri telinganya dan sering mengorek telinganya dengan cotton bud. Pasien
bekerja sebagai nelayan yang menggunakan mesin sebagai pengerak motor
yang memiliki kebisingan yang cukup tinggi.
a.Status Lokalis :
ADS :
Auris
Bagian Kelainan

Endoskopi
Membran Telinga
Timpani

Warna Jernih
Jernih, hiperemis
Membran Intak +
+
Timpani Cahaya +
+ Ada cairan berwarna
bening
CN : tidak ditemukan kelainan.
NPOP : tidak ditemukan kelainan.
MF : tidak ditemukan kelainan.
Leher : tidak ditemukan kelainan.

3.5. Diagnosis
Otitis Media Akut Stadium Oklusi Auricula Sinistra

3.6. Usulan Pemeriksaan


a. Cek darah lengkap
b. Audiometri
3.7. Tatalaksana
1.7.1. Non Medikamentosa
b.Edukasi pasien mengenai penyakit yang dialami.
c.Edukasi pasien untuk tidak mengorek telinga dengan cotton bud karena dapat
tertinggal di dalam telinga
d.Edukasi pasien untuk tidak mengorek telinga dengan besi karena dapat
melukai telinga dan terjadi infeksi.
e.Edukasi pasien untuk kontrol kembali pengobatan ke Rumah Sakit.
1.7.2. Medikamentosa
a.Steroid (Metilprednisolon 3x1 tab / dexametason 3x1 tab) p.r.n No. X
b.NSAID (Asam Mefenamat 500 mg 3x1 tab) p.r.n No. X
c.Tetes telinga antibiotik (Chloramphenicol tetes)
d.Antibiotik (Amoksisilin 500 mg 3x1 tab) No. XXI
e.Ambroxol 30 mg ( 3x1 tab)
f. Dekongestan oksimetazolin hydrochloride 1% 2x2 tetes pada hidung kiri

3.8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Tn. L laki laki usia 37 tahun datang ke poli THT dengan keluhan nyeri di
telinga sebelah kiri ± 3 minggu terakhir disertai penurunan pendengaran yang
semakin hari semakin bertambah. Keluhan disertai rasa tidak nyaman dan terasa
penuh di telinga kiri. Keluar cairan dari telinga berwarna putih bening. Pasien
mengaku bahwa, telinga kiri pasien kemasukan air saat mandi. Pasien mengaku
merasakan telinga kanannya tidak lebih kering dari telinga kirinya, meskipun
demikian pasien tidak melaporkan terdapat keluarnya cairan yang beraroma
tertentu dari telinga kiri. Menurut pasien, pasien langsung berusaha mengeluarkan
air dari telinganya tersebut. Pasien bekerja sebagai nelayan yang menggunakan
mesin sebagai pengerak motor yang memiliki kebisingan yang cukup tinggi.

Pasien mengatakan adanya riwayat demam, batuk pilek 1 minggu sebelum


nyeri telinganya muncul nyeri pada telinga kiri dan menyangkal adanya nyeri
tenggorokan, nyeri menelan, namun pasien mengaku bahwa ia sering mengorek
telinganya dengan cotton bud. Riwayat pengobatan sebelumnya (-).Riwayat alergi
obat dan makanan tidak ada.

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tidak terdapat abnormalitas.


Terdapat otalgia serta membran timpani auricula sinistra tampak ada cairannamun
masih jernih. Pada tes pendengaran dengan menggunakan garputala 512Hz
ditemukan adanya gangguan pendengaran yaitu tuli konduktif.

Diagnosis otitis media akut ditegakkan dari hasil anamnesis dan


pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Diagnosis OMA harus memenuhi syarat
berikut:

Diagnosis OMA membutuhkan: 1) riwayat kejadian akut dari tanda dan


gejala, 2) adanya tanda efusi telinga tengah, dan 3) tanda dan gejala dari inflamasi
telinga tengah.

27
28

Elemen dari definisi OMA adalah di bawah ini:

1. Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah dan efusi telinga tengah
yang bersifat mendadak dan baru terjadi.
2. Adanya tanda efusi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah
satu di bawah ini:
a. Membran timpani yang bulging / menonjol
b. Pergerakan membran timpani yang terbatas atau tidak ada
c. Air fluid level di belakang membran timpani
d. Otore
3. Tanda atau gejala dari inflamasi telinga tengah yang diindikasikan
oleh:
a. Eritema yang jelas dari membran timpani ATAU
b. Otalgia yang nyata (rasa tidak nyaman yang jelas pada telinga
yang menyebabkan gangguan atau mengganggu aktivitas atau
tidur)
Pengobatan OMA tergantung dari etiologi penyebabnya. OMA akibat
virus pada 24 jam pertama dapat diberikan anti nyeri berupa asetaminofen,
NSAID pada malam hari. Nyeri yang bertahan setelah 24 jam harus
dipertimbangkan untuk mengganti anti nyeri serta pertimbangkan untuk
memberikan antibiotik terutama apabila disertai demam, secret kekuningan dan
terdapat perforasi membrane timpani. Setelah itu pasien dievaluasi selama 2
minggu. Pada OMA akibat bakteri biasanya merupakan kelanjutan dari OMA
akibat virus atau bisa merupakan komplikasi dari tonsillitis, biasanya disertai
demam tinggi dan muntah. Sekret purulen atau sekret bercampur darah
menunjukkan terdapatnya perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan membran timpani hiperemis dan bulging, perforasi sentral
dengan pus dan hemorrhagic areas. Tatalaksana utama adalah pemberian
antinyeri berupa Ibuprofen atau asetaminofen, apabila tidak terdapat perbaikan
dalam 72 jam dapat diberikan antibiotik misalnya amoksisilin 500 mg 3 kali
sehari selama 5 hari. Nasal dekongestan dapat diberikan untuk mempercepat
recovery Eustachian tube. Pasien dengan alergi terhadap penisilin dapat diberikan
clarithromycin 2 kali sehari selama 5 hari.
Pada stadium oklusi Pengobatan yang diberikan adalah obat yang dapat
memperbaiki fungsi tuba seperti tetes hidung HCL efedrin 0,5 – 1% atau
oksimetazolin serta antibiotika yang adekuat, dikarenakan sekret yang banyak bisa
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan kuman. Terapi farmakologis yang
dapat diberikan berupa pemberian antibiotik (dianjurkan menggunakan golongan
penisilin atau ampisilin) baik oral maupun lokal, kortikosteroid dan antiinflamasi
non-steroid untuk mengurangi reaksi inflamasi dan mengurangi rasa sakit.
BAB V
KESIMPULAN

Tn. L usia 37 tahun dengan keluhan nyeri ditelinga kiri disertai penurunan
pendengaran sejak 3 minggu yang lalu dapat didiagnosis dengan otitis media akut
stadium oklusi. Diagnosis otitis media akut ditegakkan dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Otitis media akut merupakan inflamasi
pada telinga tengah dalam waktu 3 minggu pertama. Terapi farmakologis yang
diberikan berupa pemberian antinyeri dan antibiotik untuk kemudian dievaluasi
dalam 2 minggu. Terapi non-farmakologis berupa edukasi kepada pasien dan
keluarga.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-7. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.
2. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Medscape reference. 2015.
3. Elizabeth JC. Buku saku patofisiologi. Dalam: Edhi KY, penyunting. Buku
saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC. 2009.
4. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head
and Neck Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier. 2014.
5. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology A Step by Step
Learning Guide. Stuttgart: Thieme. 2006.
6. Corbridge, R. J. Essential ENT Second Edition. CRC Press. 2011.
7. Boies, Adams, Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC. 1997.
8. American Academy of Pediatrics. Clinical practice guideline: diagnosis and
management of acute otitis media. J Pediatr. 2012. 133:346
9. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of
ototopical antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal
children: a community-based, multicentre, double-blind randomised
controlled trial. Medical Journal of Australia. 2003.

31

Anda mungkin juga menyukai