Disusun Oleh:
Pembimbing:
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
“Otitis Media Akut”. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan
kepaniteraan klinik Stase Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie Kota Pontianak.
Herwandi, S.Ked
iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
2.1. Anatomi Telinga .......................................................................................... 3
2.2. Telinga Tengah ............................................................................................ 3
2.3. Fisiologi ....................................................................................................... 6
2.4. Otitis Media Akut ........................................................................................ 7
BAB III PENYAJIAN KASUS ................................................................................... 19
3.1. Identitas Pasien .......................................................................................... 19
3.2. Anamnesis .................................................................................................. 19
3.3. Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 20
3.4. Resume Medis ............................................................................................ 24
3.5. Diagnosis ................................................................................................... 25
3.6. Usulan Peneriksaan .................................................................................... 25
3.7. Tata Laksana .............................................................................................. 25
3.8. Prognosis .................................................................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................................... 27
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 31
i
v
DAFTAR
TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Faktor Resiko Otitis Media................................................................................8
Tabel 2.2. Definisi dan Diagnosis OMA...........................................................................14
v
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Anatomi Telinga.............................................................................................3
Gambar 2.1 Serat Radier, Sirkular, dan Parabolik dari Pars Tensa....................................4
Gambar 2.2. Penampakan Membran Timpani Kanan.........................................................5
Gambar 2.3. Pembagian Telinga Tengah Menjadi Epi, Meso, dan Hipotimpanum...........5
Gambar 2.4. Tulang Pendengaran dan bagian-bagiannya...................................................6
Gambar 2.6. Skema Pembagian Otitis Media.....................................................................7
Gambar 2.7. Klasifikasi Otitis Media.................................................................................7
Gambar 2.8. Patofisiologi Otitis Media............................................................................11
Gambar 2.9. Otitis Media Akut Stadium Oklusi...............................................................11
Gambar 2.10. Otitis Media Akut Stadium Hiperemis.......................................................12
Gambar 2.11. Otitis Media Akut Stadium Supurasi..........................................................12
Gambar 2.12. Otitis Media Akut Stadium Perforasi.........................................................13
v
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat
daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang
yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.1
Gambar 2.1. Serat Radier, Sirkular, dan Parabolik Dari Pars Tensa 4
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo.Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah
bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
membran timpani kanan. Refleks cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani.Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkular
dan radier.Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang
berupa kerucut itu.Secara klinis refleks cahaya ini dinilai, misalnya bila letak
refleks cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.1
Gambar 2.2. Penampakan Membran Timpani Kanan5
Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.1
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian
bawah belakang membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang
pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, stapes.1
Gambar 2.3. Pembagian Telinga Tengah Menjadi Epi-, Meso-, dan Hipotimpanum 4
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.1
2.3. Fisiologi
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner
yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1
Otitis
Media
Non-
Supuratif
upurat
Sif
2.4.3. Patofisiologi
Insiden otitis media akut yang tinggi pada anak mungkin mrupakan
kombinasi beberapa faktor penyebab dengan disfungsi tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menghubungkan antara nasofaring dengan telinga tengah anterior.
Tuba Eustachius dilapisi oleh epitel lapisan saluran pernapasan dan dikelilingi
oleh tulang dan sebagian besar tulang kartilago. Tuba Eustachius anak berbeda
dengan orang dewasa. Tuba Eustachius pada anak lebih horizontal dan terdapat
banyak folikel limfoid yang mengengelilingi lubang pembukaan tuba dan torus
tubarius.
Tuba Eustachius secara normal tertutup pada saat istirahat dan membuka
pada saat menelan, mengunyah, dan menguap. Hal ini disebabkan karena kerja
otot tensor veli palatini. Tuba Eustachius melindungi telinga tengah dari sekresi
nasofaring yang memberikan drainase ke dalam nasofaring dan memberikan
keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfir yang terdapat pada
telinga tengah.
Patogenesis otitis media akut sebagian besar anak-anak dimulai dengan
infeksi saluran nafas atas (ISPA) atau alergi sehingga terjadi kongesti dan
edema pada mukosa saluran nafas atas, termasuk nasofaring dan tuba
Eustachius.8 Tuba Eustachius menjadi sempit sehingga terjadi tekanan negatif
pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama, akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus dan bakteri dari nasofaring ke dalam
tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring.
Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses yang
kompleks dari reaksi inflamasi dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, sehingga
terjadi infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi
proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran nafas
atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan
disfungsi tuba Eustachius.
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri
sehingga mengganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika
sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran
dapat terganggu karena membran timpani dan tulang pendengaran tidak dapat
bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA dimana proses
inflamasi terjadi lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di
telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius sehingga mekanisme
pembukaan terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor dan hipertrofi
adenoid.3
Gambar 2.8. Patofisiologi Otitis Media3
2.4.4. Stadium dan Gejala Klinis
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah, yaitu:
1. Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal
atau berwarna suram.5
3. Stadium Supurasi
Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel
epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani
sehingga membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang
telinga luar.5
4. Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar
dari telinga tengah ke liang telinga.5
Gambar 2.12. Otitis Media Akut Stadium Perforasi5
5. Stadium Resolusi
Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi membran
timpani kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya
tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan
2.4.5. Diagnosis
Akademi pediatrik Amerika (American Academy of Pediatrics) dan Asosiasi
dokter keluarga Amerika (AAFP – American Association of Family Physician)
mengajukan beberapa rekomendasi terkait dengan diagnosis dan
penatalaksanaan OMA.
Untuk mendiagnosis OMA, seorang klinisi harus mengkonfirmasi adanya
riwayat kejadian yang muncul mendadak, mengidentifikasi efusi telinga
tengah, dan mengevaluasi adanya tanda dan gejala dari inflamasi telinga
tengah.8
Tabel 2.2. Definisi dan diagnosis OMA 8
2.4.6. Penatalaksanaan
Terapi otitis media akut tergantung pada stadium penyakitnya;6
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius dari
sumbatan, sehingga tekanan negatif di telinga tengah menghilang. Diberi
obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12
tahun) atauh HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur
di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus
diobati Antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adlah kuman, buka
oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)
Pemberian antibiotika yang dianjurkan ialah golongan penisilin atau
ampisilin. Ampisilin dengan dosis 50-100mg/kgBB per hari dibagi dalam 4
dosis atau amoksisilin 40mg/kgB per hari dibagi dalam 3 dosis. Bila pasien
alergi terhadap penisilin dapat diberi eritromisin dengan dosis 40mg/kgBB
per hari. Pemberian antibiotika dianjurkan diberi selama 7 hari. Selain itu
dapat diberikan obat tetes hidung dan analgetika.
3. Stadium supurasi
Pemberian antibiotika disertai miringotomi bila membran timpani masih
utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan
ruptur dapat dihindari.
4. Stadium Perforasi
Pada stadium ini sekret banyak keluar dan terkadang keluar secara
berdenyut, sekret yang banyak ini merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman, oleh karena itu sangat perlu dilakukan pencucian
tellinga untuk menghilangkan sekret. Pengobatan yang diberikan adalah
obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat.
5. Stadium Resolusi
Bila tidak terjadi stadium resolusi biasanya sekret akan terus mengalir
melalui perforasi membran timpani. Pada keadaan ini mpemberian
antibiotika dapat dilanjutkan smapai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah
pengobatan sekret masih terlihat banyak keluar maka kemungkinan telah
terjadi komplikasi mastoiditis. 6
2.4.7. Komplikasi
1. Otitis media supuratif kronik, yang ditandai dengan keluarnya sekret dari
telinga lebih dari 2 bulan. 5
2. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga
tengah, sehingga dapat timbul mastoiditis, abses-subperiosteal, sampai
komplikasi yang menyerang otak seperti meningitis dan abses otak.5
3. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran permanent, cairan di telinga tengah dan otitis media kronik
dapat mengurangi pendengaran anak serta dapat menyebabkan masalah
dalam kemampuan bicara dan bahasa.9
2.4.8. Prognosis
Prognosis pada OMA baik bila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang
tepat dan dosis cukup).
BAB III
PENYAJIAN KASUS
3.2. Anamnesis
3.2.1. Keluhan Utama
Nyeri pada telinga kiri dan pendengaran telinga kiri berkurang.
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli dengan keluhan nyeri di telinga sebelah kiri disertai
penurunan pendengaran yang semakin hari semakin bertambah, keluhan
dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan telinga disertai rasa tidak nyaman
dan terasa penuh di telinga kiri. Keluar cairan dari telinga berwarna putih
bening. Pasien mengaku bahwa, telinga kiri pasien kemasukan air saat mandi.
Pasien mengaku merasakan telinga kanannya tidak lebih kering dari telinga
kirinya, meskipun demikian pasien tidak melaporkan terdapat keluarnya cairan
yang beraroma tertentu dari telinga kiri. Menurut pasien, pasien langsung
berusaha mengeluarkan air dari telinganya tersebut. Pasien mengatakan adanya
riwayat demam, batuk pilek 1 minggu sebelum nyeri telinganya muncul dan
menyangkal adanya nyeri tenggorokan, nyeri menelan, namun pasien mengaku
bahwa ia sering mengorek telinganya dengan cotton bud. Pasien bekerja
sebagai nelayan yang menggunakan mesin sebagai pengerak motor yang
memiliki kebisingan yang cukup tinggi.
19
20
Suhu : 36,8 oC
SpO2 : 98%
Berat Badan : 65 Kg
Tinggi Badan : 169 cm
IMT : 22,8
Telinga
Dextra Auris Sinistra
Bagian Kelainan
Kelainan kongenital - -
Prearikula Radang dan tumor - -
Nyeri tekan tragus - -
Kelainan kongenital
- -
Radang dan tumor
- -
Aurikula Nyeri penarikan
- -
telinga
- +
Krusta
Edema - -
Hiperemis - -
Retroaurikula Nyeri tekan - -
Fistula - -
Fluktuasi - -
Kelainan Kongenital - -
Kulit Normal, tenang Normal, Tenang
Sekret - -
Canalis debris - -
Acustiku Serumen - -
s Externa Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Kolesteatoma - +
Warna Jernih Jernih
Intak + +
Cahaya + +
Membrana
Timpani
Tes Pendengaran
Dekstra Auris Sinistra
Pemeriksaan
Transiluminasi
Tidak dilakukan
Endoskopi
Membran Telinga
Timpani
Warna Jernih
Jernih, hiperemis
Membran Intak +
+
Timpani Cahaya +
+ Ada cairan berwarna
bening
CN : tidak ditemukan kelainan.
NPOP : tidak ditemukan kelainan.
MF : tidak ditemukan kelainan.
Leher : tidak ditemukan kelainan.
3.5. Diagnosis
Otitis Media Akut Stadium Oklusi Auricula Sinistra
3.8. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. L laki laki usia 37 tahun datang ke poli THT dengan keluhan nyeri di
telinga sebelah kiri ± 3 minggu terakhir disertai penurunan pendengaran yang
semakin hari semakin bertambah. Keluhan disertai rasa tidak nyaman dan terasa
penuh di telinga kiri. Keluar cairan dari telinga berwarna putih bening. Pasien
mengaku bahwa, telinga kiri pasien kemasukan air saat mandi. Pasien mengaku
merasakan telinga kanannya tidak lebih kering dari telinga kirinya, meskipun
demikian pasien tidak melaporkan terdapat keluarnya cairan yang beraroma
tertentu dari telinga kiri. Menurut pasien, pasien langsung berusaha mengeluarkan
air dari telinganya tersebut. Pasien bekerja sebagai nelayan yang menggunakan
mesin sebagai pengerak motor yang memiliki kebisingan yang cukup tinggi.
27
28
1. Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah dan efusi telinga tengah
yang bersifat mendadak dan baru terjadi.
2. Adanya tanda efusi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah
satu di bawah ini:
a. Membran timpani yang bulging / menonjol
b. Pergerakan membran timpani yang terbatas atau tidak ada
c. Air fluid level di belakang membran timpani
d. Otore
3. Tanda atau gejala dari inflamasi telinga tengah yang diindikasikan
oleh:
a. Eritema yang jelas dari membran timpani ATAU
b. Otalgia yang nyata (rasa tidak nyaman yang jelas pada telinga
yang menyebabkan gangguan atau mengganggu aktivitas atau
tidur)
Pengobatan OMA tergantung dari etiologi penyebabnya. OMA akibat
virus pada 24 jam pertama dapat diberikan anti nyeri berupa asetaminofen,
NSAID pada malam hari. Nyeri yang bertahan setelah 24 jam harus
dipertimbangkan untuk mengganti anti nyeri serta pertimbangkan untuk
memberikan antibiotik terutama apabila disertai demam, secret kekuningan dan
terdapat perforasi membrane timpani. Setelah itu pasien dievaluasi selama 2
minggu. Pada OMA akibat bakteri biasanya merupakan kelanjutan dari OMA
akibat virus atau bisa merupakan komplikasi dari tonsillitis, biasanya disertai
demam tinggi dan muntah. Sekret purulen atau sekret bercampur darah
menunjukkan terdapatnya perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan membran timpani hiperemis dan bulging, perforasi sentral
dengan pus dan hemorrhagic areas. Tatalaksana utama adalah pemberian
antinyeri berupa Ibuprofen atau asetaminofen, apabila tidak terdapat perbaikan
dalam 72 jam dapat diberikan antibiotik misalnya amoksisilin 500 mg 3 kali
sehari selama 5 hari. Nasal dekongestan dapat diberikan untuk mempercepat
recovery Eustachian tube. Pasien dengan alergi terhadap penisilin dapat diberikan
clarithromycin 2 kali sehari selama 5 hari.
Pada stadium oklusi Pengobatan yang diberikan adalah obat yang dapat
memperbaiki fungsi tuba seperti tetes hidung HCL efedrin 0,5 – 1% atau
oksimetazolin serta antibiotika yang adekuat, dikarenakan sekret yang banyak bisa
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan kuman. Terapi farmakologis yang
dapat diberikan berupa pemberian antibiotik (dianjurkan menggunakan golongan
penisilin atau ampisilin) baik oral maupun lokal, kortikosteroid dan antiinflamasi
non-steroid untuk mengurangi reaksi inflamasi dan mengurangi rasa sakit.
BAB V
KESIMPULAN
Tn. L usia 37 tahun dengan keluhan nyeri ditelinga kiri disertai penurunan
pendengaran sejak 3 minggu yang lalu dapat didiagnosis dengan otitis media akut
stadium oklusi. Diagnosis otitis media akut ditegakkan dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Otitis media akut merupakan inflamasi
pada telinga tengah dalam waktu 3 minggu pertama. Terapi farmakologis yang
diberikan berupa pemberian antinyeri dan antibiotik untuk kemudian dievaluasi
dalam 2 minggu. Terapi non-farmakologis berupa edukasi kepada pasien dan
keluarga.
30
DAFTAR PUSTAKA
31