Modul Respirasi
Oleh:
MARS’13
TENTIR PRAKTIKUM ANATOMI
Modul kardiovaskuler
Hai Armies!!! Finally selangkah lagi menuju liburaaaan!!! Pasti pada semangat kan? Ayooo berjuang, masih ada
ujian praktikum anatomi yang harus dilalui! Tenaang, kali ini anatominya lumayan mudah kok, dan gak banyak
juga! Here, we presents: tentir praktikum anatomi modul kardiovaskuler~ Semoga tentir dari kami bisa bermanfaat
buat teman2 semua. Mohon maaf karena masih terdapat banyak sekali kekurangan, pembuat tentir ini juga
manusia… Jadi sambil2 buka tentir ini, jangan lupa tetap baca Sobotta-nya biar lebih jelas yaa. Sobotta, yokochi,
netter, anatomi klinik, tentir lain ayo hantamin semua! Mari berjuang untuk the last exam! Wish us luck! Let’s do it
now before it’s too late, keep fighting and stay smiling!
Okee, jadi pertama-tama kita mulai dengan hidung yaa... Walaupun di praktikum ga ada kadaver atau phantomnya tetap
perlu dipelajari~
A. Hidung Luar
Hidung luar mempunyai dua lubang yang berbentuk lonjong yang disebut nares, yang dipisahkan oleh septum
nasi, dan dipinggir lateral ada ala nasi yang dapat digerak-gerakan.
Gambar A. Permukaan lateral rangka tulang dan cartilaginosa hidung luar
Gambar B. Facies anterior rangka tulang dan cartilaginosa hidung luar.
Gambar C. Rangka tulang dan cartilaginosa septum nasi
Cavum Nasi
- Suplai saraf cavum nasi
- Sinus paranasales
Oke selanjutnya untuk faring sampai pulmo kita amati gambar2 aja yaaa, teorinya udah dijelasin di tentir anatomi kemarin,
bisa dibuka kembali~
Os hyoideum
Cornu majus
Cartilago Triticea
Membrana
Thyrohyoidea
Cartilago thyroidea
Lamina dextra
Arcus thyroidea
Lig.
superior
Cricothyroideum
medianum
Arcus cartilaginis M. cricothyroideus
cricoideae
Glandula Thyroidea
Cartilago epiglottica
Os hyoideum ,
Cornu majus
Cartilago triticea
Cartilago thyroidea,
Cornu superius
Cartilago thyroidea,
Cornu internus
Cartilago epiglottica
Cartilago arytenoidea
M. arytenoideus, M. arytenoideus
pars
aryepiglotica transversus
Ligg. anularia
M. cricoarytenoideus
posterior
Cartilagines Lamina cartilaginis
tracheales cricoidebronkus
segmentalis
Bronchus
Bronkus segmentalis apicalis
segmentalis
apicoposterior
Os
hyoideus
Cartilago
thyroidea
Cartilago
Bronkus principalis Bronkus principalis cricoidea
dexter sinister
Bronkus
lobaris Bronkus lobaris
superior dexter superior sinister
Bronkus
lobaris
medius dexter Bronkus lobaris
posterior sinister
Bronkus
lobaris
posterior
dexter
epiglotis
Cartilago corniculata
Cartilago arytenoidea
Lamina cartilaginis
cricoidead
Bifurcatio
tracheae
Trakea dan bronkus tampak anterior
Ligamentum
cricothyroideum
Cartilago medianum
thyroidea
Bronchus
Bronchus
principalis
principalis sinister
dexter
Bronchus
lobaris superior
dexter
Bronchus lobaris
Bronchus superior sinister
lobaris medius
dexter Bifurcatio
tracheae
Bronchus
lobaris inferior Bronchus lobaris
dexter inferior sinister
Fissura
horizontalis lobus pulmo
dextra superior
Fissura obliqua
lobus pulmo
dextra medius
lobus pulmo
dextra inferior
Lobus pulmo
sinister superior
Incissura
cardiaca
Fissura obliqua
Lingua
pulmonis Lobus pulmo
sinister inferior
Impressio
cardiaca
Facies
diaphragmatica;
basis pulmonalis
Lobus pulmo
dexter
superior
Lobus pulmo
sinister Fissura
superior horizontalis
Lobus
pulmo
Fissura dexter
obliqua medius
Fissura
obliqua
Lobus
Lobus pulmo pulmo
sinister dexter
inferior inferior
Apex
pulmonalis
Fissura
Incisura
obliqua
cardiaca
Vena
Vena
pulmonalis
pulmonalis
sinistra
dextra
inferior
SINTOPI PULMO
Kita lihat sekalian sintopinya yah... jadi bagian bawah dari pulmo sinister maupun dexter (pada basis pulmonis) keduanya
memiliki facies diaphragmatica. Nah facies diaphragmatica ini yang bersinggungan dengan diphragma yang membatasi
cavum thorax dn cavum abdomen. Sementara bagian apex pulmonis merupakan bagian pulmo paling atas yang berada pada
bagian superior rongga thorax.Bagian pulmo yang mengarah ke tengah dari sumbu tubuh berbatasan dengan ruang mediastinum
sehingga pada pulmo baik sinister maupun dexter terdapat facies mediastinum. Pada pulmo sinister berbatasan dengan jantung
sehingga terdapat impresio cardiaca jika dilihat dari belakang serta incissura cardiaca biasanya terlihat dari depan. Pada
bagian anterior pulmo terdapat sternum dan os. Costae, biasanya disebut facies costalis.
Sekian dulu yaa tentir dari kami, mohon maaf atas kesalahannya~
Semoga bermanfaat untuk kita semua dan...
RESPI RASI
M ED I CAL ARM Y 20 13
WELCOME, ALIENS
Berikut adalah sediaan untuk bekal perjalanan kita menyusuri tentir ini :
55 f - Trakea melintang
trakea 1
trakea 2
trakea 3
55 j - Trakea memanjang
56 d - Paru (perak)
alveolus
pleura :
58 e - paru (HE)
alveolus
bronkus primer
bronkus segmentalis
bronkiolus terminalis dan respiratorius
pleura
Perhatian!
Diharapkan membaca tentir kuliah juga, jangan langsung membaca tentir praktikum.
Terima kasih
P. Kartilaginea trachea
P. Membranasea trachea
Nah, setelah tau pars di trakea, selanjutnya kita lihat ya, ada apa aja di sediaan trakea
1. T. Mukosa : terdiri dari epitel pseudostratificatum columnar / disebut juga berlapis silindris, ada silia dan
sel goblet juga. Selain itu lamina propria dan lamina muskularis terdapat pada tunika ini.
2. T. submucosa : kelenjar seromukosa
3. Fibroelastic layer : T.r Hialin
4. T. Adventisia : merupakan selubung jaringan ikat jarang
Batas antara T. mukosa dan Lamina Propria adalah Basement Membrane, dan Batas antara T. Propria dan T.r
Hialin adalah perichondrium
Nah, biar jelas kita coba liat gambar sediaan dari slide kuliah dan buku-buku dulu ya, diperhatikan ya temen –
temen
1 - tunica mucosa
2 - tunica submucosa
3 - fibro-elastic layer
4 - tunica adventitia
5 - epithelium of the mucosa
6 - lamina propria of the mucosa
7 - lamina muscularis of the mucosa
8 - glands in the tunica submucosa
9 - hyaline cartilage
(http://www.histol.chuvashia.com/atlas-en/respir-en.htm)
Trakea 1
Trakea 2
Trakea (4x10).
Pada perbesaran ini tampak epitel trakea, lamina propria beserta barisan kelenjar
seromukosa.
Pada perbesaran ini, nampak semua komponen khas dari trakea, yaitu epitel khas respiratorik,
dibawahnya ada lamina propria. Di lamina propria ada kelenjar seromukosa yang menghasilkan sekret
encer. Di bawahnya lagi (submukosa) terdapat kartilago hialin (16-20buah) yang tersusun membentuk C
dan fungsinya menjaga agar trakea tetap terbuka.
Ujung terbuka dari bentuk C kartilago hialin ini ada di posterior trakea. Di daerah sini ada otot polos trakea
dan lembar jar ikat fibroelastis yang melekat langsung pada perikondrium kartilago. (Junqueira, p 296)
Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan adventisia Mukosa trakea dilapisi
epitel bertingkat silindris, bersilia dan bersel goblet (epitel respiratorius). Epitel dipisahkan dari lamina propria
oleh membran basalis. Lamina propria dibawahnya mengandung serat jaringan ikat halus, jaringan limfoid difus
dan kadangkala terdapat nodulus limfoid soliter. Kemudian terdapat membrane elastika yang dibentuk oleh
serat elastic yang memisahkan lamina propria dari submukosa. Membran elastic mengandung jaringan ikat
longgar mirip dengan yang terdapat di lamina propria. Di submukosa ditemukan kelenjar trakealis seromukosa.
Tulang rawan hialin dikelilingi oleh jaringan ikat padat perikondrium, yang menyatu dengan submukosa di
satu sisi dan adventisia di sisi yang lain yang terdapat selubung jaringan ikat longgar. Kemudian terdapat
kondrosit besar dalam lakuna yang terletak di bagian dalam tulang rawan hialin. Bagian trakea yang mengandung
tulang rawan ini disebut sebagai pars kartilagenea trakea.
Kerangka tulang rawan hialin disini terlihat hanya sebagai potongan tulang rawan memanjang yang satu
sama yang lain dihubungkan oleh jaringan ikat dengan kerangka otot polos, bagian ini disebut pars
membranacea trakea.
Pada sediaan paru dengan pewarnaan perak ini yang bisa kita lihat itu ada alveolus dan pleura.
Pada alveolus kita bisa lihat sakus (pembungkusnya) dan duktus (salurannya). Yuk kita lihat langsung ke
preparatnya :3
Kalau yang ini kita bisa liat pleura nya. Pleura itu disusun oleh epitel gepeng selapis dan jaringan penyambung
di sub serosa.
Pleura dapat dibayangkan seperti balon yg berkembang seperti halnya paru mengembang sehingga
mendorong membran serosa disebelahnya seperti sebuah tinju yang mendorong permukaan luar balon.
Sebagian pleura yaitu pleura Viseralis membungkus & melekat ke paru dan pleura sisanya yaitu pleura
parietalis, melapisi dan melekat ke dinding rongga dada.
Rongga pleura berisi sedikit cairan serosa (dihasilkan oleh membran serosa) yg memungkinkan
kurangnya gesekan gerakan paru selama ventilasi (bernapas) yg melibatkan gerakan udara ke dalam paru
(inhalasi) dan keluar paru (ekshalasi)
KABAR GEMBIRA!
Ini preparat terakhir nih guys. TAPI, yang bakal dibahas itu banyak :’) So, prepare yourself for these
babies fufufufufu.
BRONKUS PRIMER
emg sebenarnya kunci belajar histo itu adalah biasa melihat gambar dan serta tau ciriny
ane mulai ya \(^o^)/
BRONKUS SEGMENTALIS
Jadi, bronkus yang disebut segmentalis itu bisa aja bronkus sekunder atau tersier. So, jangan pada bingung yaaa.
Lalu gimana sih kita bisa lihat itu bronkus segmentalis apa bukan? Yuk kita bahas ^^
Perubahan potongan sangat progresiv
Epithelium respirators lebih tinggi (columnar) dg hanya sedikit yg pseudostratificatum
jumlah goblet sangat berkurang
Lamina Propria tipis, elastic & otot polos melingkar spiral
Klj Seromucosa jarang ditemukan di submucosa
Cartilago mulai berkurang
Agregasi limfosit MALT (Mucosa-associated lymphoidtissue) pd adventisia
Nahhh kali ini kita masuk ke bronkiolus. Buat mastiin sediaan tersebut adalah bronkiolus atau bukaan, kita harus
liat dulu ada kartilago atau enggak. Nah si bronkiolus ini dia TIDAK PUNYA KARTILAGO.
Kita review sedikit ya mengenai detail bronkiolus.
Mukosa bronkiolus sering tampak bergelombang. Epitel yang membatasi bronkiolus yang lebih besar
bersilia dengan sedikit sel goblet, tetapi untuk cabang yang lebih kecil menjadi selapis kolumnar, dengan sel
goblet digantikan oleh sel clara. Selanjutnya, ketebalan dinding juga berkurang, juga diameter lumennya.
Daerah paling akhir dari bagian konduksi terdiri atas bronkiolus terminalis yang mukosanya makin
menurun ketebalannya dan strukturnya makin sederhana.
Masuk ke bagian respirasi, bronkiolus respiratorius yang merupakan percabangan dari bronkiolus
terminalis. Saluran ini menyerupai bronkiolus terminalis kecuali saluran ini mempunyai kantong-kantong kecil
yang menonjol keluar yang dikenal sebagai alveoli. Bronkiolus respiratorius ini seterusnya menuju ke duktus
alveolaris yang kemudian berakhir pada daerah yang melebar yaitu sakus alveolaris, dengan setiap sakus terdiri
atas sejumlah alveoli.
Bronkiolus
DA
BR
BT
L E
SM
M
BRONKIOLUS
L: Lumen; E: Epitel; SM: Otot polos
BR
DA
Vena
Epitel
BRONKIOLUS
Epitel untuk bronkiolus terminalis adalah epitel kuboid bersilia dan sel kolumnar rendah tak bersilia.
Smooth Muscle
Pneumosit Tipe II :
Makrofag
Bulat
(melayang-layang)
Sel Clara
Pneumosit Tipe I:
Gepeng
ALVEOLUS
Khasnya di bronkiolus (terminalis dan respiratorius) itu ada namanya sel clara atau sel bronkiolar eksokrin.
Kenapa namanya clara ? Karena untuk menghormati dr. Max Clara yang telah menemukannya, Ayo siapa yang
tau beliau perempuan atau laki-laki ? Yup ! benar dokter ini adalah laki-laki hihihi :D
KETERANGAN :
Pada gambaran histologi diatas terlihat adanya gambaran
1. ductus alveolus / ductus alveolaris / alveolar duct (AD) = saluran alveolus.
2. saccus alveolaris = ujung dari ductus alveolaris (muara)
3. alveolus
Kami yang membuat tentir ini tidaklah lebih pintar daripada yang
membaca tentir ini.
Jika terdapat kesalahan ataupun kurang mendapatkan penjelasan di
dalam tentir ini, diharapkan untuk segera menghubungi kontak yang
ada di paling bawah halaman ini.
Nah, sebelum kita membahas tentang praktikum tersebut mari kita pahami dasar
teorinya dulu ya.
Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah dan
berfungsi antara lain untuk:
Bila suatu larutan berisi suatu zat warna diletakkan antara alat tersebut dan
sumber cahaya, maka akan terlihat daerah (pita) yang berwarna hitam pada bagian
spektrum tepat terjadinya penyerapan warna tersebut. Dengan menentukan letak
serta intensitas pita-pita absorbsi itu, maka dapat ditentukan pigmen apa yang
sedang diperiksa itu. Pada spektroskop yang tidak dilengkapi dengan skala
panjang gelombang cahaya, letak pita absorbsi itu ditentukan dengan
membandingkan dengan garis-garis Fraunhofer dari spektrum sinar matahari.
Pada gambar berikut, garis-garis Fraunhofer itu akan terletak pada perkiraan : B =
687 mu, C = 656 mu, D = 589 mu, E = 527 mu, b =517 mu, F = 468 mu dan G
=431 mu.
Sifat-sifat membran
Semua membran biologis mempunyai suatu struktur yang sama yaitu dibentuk
dari molekul-molekul lipid dan protein yang satu dengan lainnya saling
dihubungkan dengan ikatan-ikatan nonkovalen. Molekul-molekul lipid tersusun
Tentir Biokimia Modul Respi 2015
dalam dwilapis lipid (lipid bilayer) dan merupakan struktur dasar membran. Lipid
ini berperan sebagai pembatas yang bersifat impermeabel relatif terhadap aliran
molekul-molekul yang larut dala air.
Nah, setelah kita mengetahui dasar teorinya mari kita melihat tujuan dari
praktikum ini.
Hb(Fe2+) + O2 → Hb(Fe2+)O2
deoksiHb oksiHb
Untuk mereduksi oksiHb menjadi deoksiHb digunakan larutan pereduksi Stokes.
1. Darah segar
2. Pereaksi stokes
3. Larutan NH4OH
Cara kerja :
A. OksiHb
B. Pembentukan deoksiHb
1. Kocok kuat-kuat tabung yang berisi deoksiHb, maka akan terjadi kembali
oksigenasi dari udara. Perhatikan dan catat warna HbO2 yang kembali
terbentuk.
2. Oksigenasi dan deoksigenasi kembali ini dapat dilakukan berulang-ulang.
Hasil :
Pertanyaan : Percobaan ini terdiri atas dua bagian, apakah perbedaan dari kedua
percobaan itu ?
1) Pengenceran,
2) Penambahan K3Fe(CN)6 dengan volume yang berbeda,
3) Pemberian pereaksi Stokes,
4) Teknik pencampuran larutan (pengocokan atau dibolak-balikkan).
Tentir Biokimia Modul Respi 2015
3. Penetapan kadar Hb dengan metoda sianmethemoglobin
Tujuan : Menentukan kadar Hb dalam darah secara kuantitatif dengan
metoda sianmethemoglobin
Dasar : pada metoda ini semua bentuk hemoglobin diubah menjadi pigmen
yang lebih stabil, yaitu sianmetHb setelah Penambahan suatu pereaksi tunggal
yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisianida. Ferisianida akan
mengoksidasi Hb menjadi metHb yang kemudian direaksikan dengan ion sianida
membentuk sianmetHb.
Bahan dan alat :
1. Darah yang akan diperiksa
2. Pipet sahli 0,2 mL
3. Pipet volumetrik 5 mL
4. Pereaksi Drabkin (1,0 gram NaHCO3, 52 mg KCN-beracun-, dan 198 mg
3Fe(CN)6 dalam 1 L airsuling. Simpan dalam botol coklat).
5. Spektrofotometer dan kuvet.
6. Standar Hb.
Cara kerja :
1. Pipetkan dengan pipet volumetrik 5 mL pereaksi drabkin ke dalam sebuah
tabung reaksi
2. Tambahkan 0,02 mL darah yang akan diperiksa pada tabung yang berisi
pereaksi Drabkin,
1. bilas pipet tersebut 3 kali dengan pereaksi Drabkin dalam tabung tersebut.
2. Diamkan selama 10 menit.
3. Pindahkan campuran tersebut ke dalam kuvet spektrofotometer dan
tentukan serapannya pada 540 nM. Sebagai blanko digunakan pereaksi
Drabkin.
4. Tentukan kadar Hb dalam g% dari standar Hb yang disediakan dengan
rumus sbb.
5. Kadar Hb = .... g %
Tentir Biokimia Modul Respi 2015
Interpretasi : Batas-batas nilai normal dengan metode ini untuk laki-laki
berkisar antara 13,5 sampai 18,0 g/dL darah dan untuk wanita berkisar antara
11,5-16,5 g/dL darah.
Hasil :
Tabung Standar Uji
Pereaksi Drabkin (mL) 5 5
Darah segar (mL) - 0,02
Standar Hb (mL) 0,02 -
Diamkan (menit) 10’ 10’
Bacalah serapan pada panjang gelombang 540 nm 1,287 1,224
Hasil perhitungan : kadar (g%) 10 9,5
Dimasukkan ke rumus :
Aktivitas 2
Aktivitas 3
1
Pada aktivitas ini cuman mau ngeliatin apa akibatnya kalau saluran pernapasan (bronkus) terjadi penyempitan pada
lumennya di karenakan bronkokonstriksi. (udah tau ya di tentir kuliah faal apa aja yang nyebabkan bronkokonstriksi).
Ketika terjadi bronkokonstriksi efek terhadap ventilasi berupa penurunan Volume Tidal dan Forced Expiration Volume
in one Second (FEV1), pada kapasitas Vital paru dapat menurun ataupun normal. Namun pada praktikum dengan
menggunakan physioEx didapatkan penurunan kapasitas vital paru juga.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan berkurangnya aliran udara ke paru, yaitu :
pengecilan ukuran jari-jari saluran nafas/bronkiolus,
peningkatan resistensi terhadap aliran udara,
penurunan konsentrasi CO2,
stimulasi dari saraf parasimpatis,
Kolaps saluran nafas,
edema dinding,
mukus yang berlebihan, dan
spasme alergik saluran nafas akibat slow-reactive substance of anaphylaxis histamin
Nah ini ya rumusnya, aliran udara itu di pengaruhi oleh gradient tekanan dan Resistensi
Gradient tekanan semakin besar, semakin laju aliran udara (berbanding lurus)
Resistensi makin besar, makin lambat aliran udara (berbanding terbalik).
Resistensi di pengaruhi oleh ukuran dari jalan napas (jari-jari : r)
R = 1/r4
2
Aktivitas 4
3
Efek Pemberian Surfaktan
Manfaat surfaktan :
1. Meningkatkan daya regang paru → mempermudah paru mengembang
2. Memperkecil kecendungan paru untuk rekoil → paru tidak mudah kolaps
Pada aktivitas ini efek pemberian surfaktan akan meningkatkan volume tidal, aliran udara dan total aliran udara yang
masuk ke paru.
Kenapa bisa terjadi ?
Pahami hukum LaPlace ya, di tentir kuliah juga ada, nah ini di ulangi lagi.
2�
P=
�
Keterangan :
P = tekanan ke arah dalam yang menyebabkan kolaps
T = (tegangan permukaan)
r = jari –jari alveolus
Nah kalau tekanan ke arah dalam dari alveolus meningkat maka paru sulit mengembang sehingga volume total paru,
volume tidal dan aliran udara juga akan berkurang, begitu juga sebaliknya.
Pemberian surfaktan akan menurunkan si P (tekanan ke arah dalam) sehingga paru akan lebih mudah mengembang,
aliran udara meningkat, volume paru juga akan meningkat. Itu lah yang menyebabkan pada hasil physioEx terjadi
peningkatan volume tidal, aliran udara dan total aliran udara yang masuk ke paru.
Aktivitas 5 (pneumotoraks)
4
2. Tekanan intra-alveolus (tekanan intrapulmonal) tekanan yang berada pada alveolus paru. Pada keadaan
normal alveolus paru terhubung ke atmosfer (ligkungan) melaui jalur pernapasan, maka dari itu tekanan di sini
akan terus menyeimbangkan tekanannya jika terjadi perbedaan gradient tekanan dengan atmosfer
3. Tekanan intrapleura : tekanan di dalam kantung pleura (tidak berhubungan dengan atmosfer) nilai tekanannya
subatmosferik sekitar 756mmHg (-4mmHg jika dibandingkan dengan tekanan atmosfer) ; fungsi →
mengembangkan paru agar tidak kolaps (karena tekanan di paru merupakan atmosferik sehingga paru akan
mengarah ke luar).
Nah dari pengaruh ketiga tekanan ini lah kita dapat bernapas (ingat ya prinsip fluida, dya akan berjalan dari tekanan
yang lebih tinggi menuju ke tekanan yang lebih rendah)
Lihat gambar dibawah ini ya, di sini di jelasi perubahan tekanan yang terjadi saat inspirasi dan ekspirasi.
Suatu ketika terjadi kebocoran pada ruang pleura (pneumotoraks), sehingga udara atmosfer dapat masuk ke rongga
pleura, akan menyebabkan tekanan intrapleura yang semulanya subatmosferik menjadi atmosferik (0mmHg).
Karena tidak ada lagi perbedaan tekanan di paru, atmosfer, dan intrapleura maka paru juga tidak dapat mengembang,
sehingga menyebabkan paru akan kolaps.
Paru yang kolaps tidak akan dapat melakukan ventilasi sehingga tidak akan ada pertukaran udara seperti keadaan
biasanya. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya penurunan aliran udara total pada hasil praktikum.
Terjadinya kebocoran pada salah satu sisi paru hanya akan menyebabkan kolaps pada paru yang mengalami
kebocoran saja, hal ini tidak akan berpengaruh pada paru di sebelahnya di karena struktur anatomi paru yang terpisah.
5
Di saat kebocoran paru tertutup tidak akan menyebabkan paru mengembang kembali.
Paru akan kolaps secara permanen apabila intervensi (ditusuk dengan jarum berlubang pada dada sampai menembus
rongga pleura) pada pasien ini tidak segera dilakukan, akibatnya tidak ada udara yang tersisa di dalam dada, sehingga
tidak ada udara yang dapat diabsorbsi secara bertahap ke dalam darah. Sebaliknya apabila saat terjadi pneumotoraks,
intervensi segera dilakukan maka paru dapat mengembang kembali.
Hiperventilasi terjadi ketika tingkat dan kuantitas dari ventilasi alveolar CO2 melebih produksi CO2 ditubuh.
Hiperventilasi dapat secara volunter dan involunter. Hiperventilasi menyebabkan PO2 meningkat sedangkan
PCO2 menurun.
Ketika ventilasi alveolar meningkat, lebih banyak karbon dioksida yang dikeluarkan dari aliran darah daripada
produksi CO2 ditubuh. Hal ini menyebabkan konsentrasi karbon dioksida dalam aliran darah menurun dan
menghasilkan sebuah keadaan yang dikenal sebagai hipokapnia. Tubuh biasanya mencoba untuk
6
mengkompensasi metabolik ini. Jika ventilasi yang berlebihan tidak dapat dikompensasikan metabolik, hal itu akan
menyebabkan kenaikan pH darah akibat hiperventilasi. Kenaikan pH darah ini dikenal sebagai alkalosis
respiratorius.
Aktivitas 7 (Rebreathing : inspirasi kembali udara yang di keluarkan, biasa terjadi saat penggunaan rebreathing mask
[masker tertutup] dan juga pada ruangan tertutup tanpa adanya pertukaran udara dengan lingkungan luar)
Saat rebreathing, terjadi peningkatan CO2 yang dihirup. Hal ini akan meningkatkan PCO2. Ketika PCO2
meningkat, kemoreseptor merespon sangat kuat dengan meningkatkan ventilasi dengan adanya stimulasi
terhadap pusat respirasi di batang otak
7
Kemoreseptor mendeteksi perubahan PO2, pH dan PCO2 plasma.
Di pembahasan ini ketika terjadi rebreathing yang artinya menghirup kembali udara yang dikeluarkan yaitu CO 2
sehingga PCO2 plasma meningkat. Ketika PCO2 meningkat maka pH darah akan menurun karena akan
terbentuknya ion H+.
8
Efek PCO2 meningkat
Apabila PCO2 arteri meningkat, karbon dioksida menembus sawar darah otak dan memicu kemoreseptor sentral
yang akan memberikan sinyal ke jaringan pengendali untuk meningkatkan kecepatan dan kedalaman ventilasi.
Sehingga terjadi peningkatan ventilasi alveolar dan usaha mengeluarkan karbon dioksida dari darah.
Efek pH
Karbon dioksida yang berdifusi menembus sawar darah otak kedalam cairan cerebrospinal akan diubah men jadi
asam karbonat yang selanjutnya berdisosiasi menjadi bikarbonat dan H +. Peningkatan konentrasi H+ di cairan
cerebrospinal otak, secara langsung merangsang kemoreseptor sentral yang selanjutnya merangsang ventilasi
dengan merangsang pusat pernapasan melalui koneksi-koneksi sinaptik.
Saat menahan napas maka tidak terjadi pengeluaran CO2 dari tubuh, di lain sisi di jaringan akan tetap terus terjadi
metabolisme yang menggunakan O2 dan akan menghasilkan CO2 secara terus menerus. Sehingga menyebabkan
peningkatan PCO2 plasma dan penurunan PO2 plasma. Peningkatan PCO2 akan menyebabkan pH plasma
menurun karena terbentuknya ion H+ yang berlebihan. Hal ini terkait dengan pembahasan sebelumnya pada
aktivitas 7.
Efek PCo2
Apabila PCO2 arteri meningkat, karbon dioksida menembus sawar darah otak dan memicu kemoreseptor sentral
yang akan memberikan sinyal ke jaringan pengendali untuk meningkatkan kcepatan dan kedalaman ventilasi. Oleh
sebab itu, meningkatkan ventilasi alveolar dan mengeluarkan karbon dioksida dari darah.
Efek pH
Karbon dioksida yang berdifusi menembus sawar darah otak kedalam cairan cerebrospinal akan diubah menjadi
asam karbonat yang selanjutnya berdisosiasi menjadi bikarbonat dan H +. Peningkatan konentrasi H+ di cairan
cerebrospinal otak, secara langsung merangsang kemoreseptor sentral yang selanjutnya merangsang ventilasi
dengan merangsang pusat pernapasan melalui koneksi-koneksi sinaptik.
Efek PO2
Pada keadaan tertentu ketika PO2 yang rendah akan menyebabkan ransangan kimia utama bagi ventilasi untuk
meningkatkan kecepatan dan kedalaman ventilasi. Pada keadaan ini sebagian besar ransangan kimia berasal dari
PO2 yang rendah diindrai melalui kemoreseptor karotikus dan aortikus. Jika pasien dengan gangguan tersebut
diberikan oksigen terlalu banyak dapat terjadi henti nafas karena rangsangan kimia untuk ventilasi nya dihilangkan.
9
Aktivitas 9
Jenis Penyakit paru yang mempengaruhi ventilasi ada 2 secara umum : Obstruksi dan Restriksi
Obstruksi : terdapat sumbatan pada jalan nafas (udara sulit masuk ataupun keluar)
Restriksi : menurunnya Complience paru, kemampuan paru untuk mengembang dan recoil
FVC : untuk mengetahui Volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi
maksimal
FEV1 : untuk mengetahui volume udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha
paksa yang diukur pada detik pertama.
Pada orang dengan obstruksi jalan nafas dan orang normal terjadi perbedaan nyata dari volume udara yang dapat
dihembuskan setiap detik. Sehingga klinisi perlu melakukan perbandingan nilai FEV1 pada obstruksi jalan nafas dengan
nilai pada orang normal. Pada orang normal rasio FEV1/FVC% adalah 80%. Tetapi nilai ini menurun hingga 47 % pada
obstruksi jalan nafasdan bahkan menurun hingga < 20 % pada obstruksi jalan nafas serius seperti asma akut.
Pernapasan Emfisema
Pada orang dengan emfisema, terjadi kerusakan signifikan dari recoil elastis intrinsik di jaringan paru-paru.
Hilangnya elastisitas karena penghancuran dinding alveoli. Resistensi saluran napas juga meningkat karena
jaringan paru-paru secara umum menjadi lebih tipis dan menjadi berkurangnya penyanggan mekanik pada saluran
udara sekitarnya. Sehingga paru-paru menjadi terlalu lentur dan mudah membentang. Sebaliknya, upaya besar
diperlukan untuk menghembuskan napas karena paru-paru tidak bisa lagi mengendur dan mengempis secara pasif.
Upaya otot yang besar dan melelahkan diperlukan untuk setiap pernafasan. Sehingga orang dengan emfisema
mengembuskan napas perlahan-lahan.
Emfisema ditandai dengan pembesaran permanen rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus terminal disertai
destruksi rongga tersebut. Perubahan volume dan kapasitas paru terjadi akibat antara lain:
a. Obstruksi bronkiolus meningkatkan resistensi jalan napas dan mengakibatkan peningkatan signifikan dari usaha
pernapasan. Terutama kesulitan untuk menghembuskan volume udara melalui bronkiolus selama ekspirasi karena
gaya tekan pada luar paru yang menekan bronkiolus dan alveolus menambah resistensi selama ekspirasi.
b. Besarnya kerusakan dinding alveolus sangat mengurangi kapasitas difusi paru yang mengurangi kemampuan paru
dalam pertukaran oksigen dan karbondioksida.
c. Proses obstruksi sering lebih buruk pada satu bagian dari bagian lain sehingga satu bagian ventilasinya baik dan
bagian lain ventilasinya buruk. Ini menyebabkan rasio ventilasi-perfusi yang sangat abnormal.
d. Rusaknya bagian besar dinding alveolus juga mengurangi jumlah kapiler pulmonal. Sehingga resistensi pembuluh
pulmonal sering menyebabkan hipertensi pulmonal dan menyebabkan gagal jantung kanan.
10
Pernapasan Saat Serangan Asma Akut
Selama serangan asma akut, otot polos bronkiolus menyempit dan dengan demikian saluran udara menjadi
terbatas (yaitu, diameter berkurang). Jalan napas juga menjadi tersumbat dengan sekresi lendir tebal. Kedua fakta
ini menyebabkan peningkatan signifikan resistensi saluran napas. Yang mendasari gejala ini merupakan respon
inflamasi saluran udara yang disebabkan oleh pemicu seperti alergen (misalnya, debu dan serbuk sari), perubahan
suhu yang ekstrim, dan bahkan olahraga. Mirip dengan emfisema, saluran udara kolaps dan menutup rapat
sebelum berakhirnya ekspirasi paksa. Dengan demikian kecepatan volume udara dan aliran puncak menurun
secara signifikan selama serangan asma. Namun, recoil elastis tidak rusak dalam serangan asma akut.
11
Selama latihan aerobik, tubuh akan memakai lebih banyak energi, terjadi peningkatan metabolisme di jaringan,
sehingga O2 akan lebih cepat di gunakan dan CO2 lebih cepat di produksi yang akan menyebabkan ↑PCO2 dan ↓PO2.
Sehingga untuk mengkompensasi dari kebutuhan O2 terjadi hiperventilasi (bernafas cepat dan dalam)
Dalam latihan aerobik moderat nilai yang paling berubah adalah IRV (volume cadangan inspirasi)
Membandingkan latihan berat dengan latihan moderat, nilai-nilai yang akan berubah ketika terjadi peningkatan
kebutuhan metabolik secara signifikan diatasi dengan Penurunan Volume cadangan inspirasi dan peningkatan
volume tidal
Sekian Tentir dari departemen fisiologi di modul Respirasi ini, semoga bermanfaat
Kalau ada kesalahan atau butuh kejelasan mohon di konfirmasi ke anggota kami ya, karena kami juga
manusia yang tidak luput dari kesalahan, jadi mohon maaf jika masih ada kesalahan baik itu dari tulisan
maupun konten.
Semangat menempuh ujian Armie’s.
12
DEPARTEMEN FISIOLOGI MEDICAL ARMY’13
Muhammad Irfan
Jonathan Martino P.
Inggri Ocvianti.N
Risa Muthmainah
Deby Wahyu P.
Nunung Agustia Rini
Yohanes Satrio
Khuswatun Hasanah
HAIIIIIIIIIII!!!!!!! KETEMU LAGI DENGAN KAMI, DEPARTEMEN FAAL KECE BINGGOWw~~~~~~
NAH DI TENTIR PRAKTIKUM FAAL MODUL INI, KAMI MENCIPTAKAN DUA BUAH TENTIR.
BUAT TENTIR INI TENTANG UJI TAHAN NAFAS, SESAK NAFAS, DAN SPIROMETRI. SEBELUM
BACAA, BERDOA DULU SUPAYA GAK MENTALLLL :”D
A. Uji Tahan Nafas (lihat kembali tentang kemoreseptor di tentir physioEx ataupun kuliah ya)
Nah di uji tahan nafas ini ada 8 jenis perlakuan yang akan dilakukan, tapi sebelum masuk ke
pembahasan masing-masing perlakuan yang perlu diperhatikan terlebih dahulu dan penting untuk
diingat pada uji ini adalah breaking point! What is that? Nahhhh breaking point itu adalah kemampuan
seseorang untuk menahan napas sampai ia tidak kuat lagi untuk menahannya. Hal ini dapat disebabkan
oleh adanya peningkatan Pco2 dan penurunan Po2. Breaking point dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya usia, jenis kelamin, kebiasaan dan otot-otot respirasi. Disamping itu, breaking point dapat
diperpanjang dengan hiperventilasi, napas dengan O2 murni, dan inspirasi dalam serta faktor psikis.
Pada keadaan normal Po2 dalam keadaan tinggi dan Pco2 dalam keadaan rendah. Saat terjadi kerja otot
dan menyebabkan Po2 tetap tetapi Pco2 meningkat karena terjadi pembentukan CO2 lebih banyak pada
proses pembentukan ATP oleh sel. Sebagai kompensasi dari kurangnya O2 dalam tubuh, maka tubuh
mengalami hiperventilasi untuk meningkatkan Po2 menyeimbangkan Pco2.
Keadaan ini ditandai dengan adanya keinginan dari individu bersangkutan untuk bernapas yang
semakin kuat dari biasanya. Pada saat individu tersebut menahan napas, maka yang terjadi adalah tidak
terjadinya pertukaran udara antara sistem respirasi dengan atmosfer luar tubuh. Adanya akumulasi
dari karbon dioksida di darah akan meningkatkan konsentrasi dari ion H+ di cairan serebrospinal
sehingga akan merangsang pusat respirasi di daerah medulla. Selanjutnya pusat respirasi akan
memberikan sinyal eferen ke otot-otot pernapasan dan organ respirasi sehingga memberikan respon
untuk kembali melakukan inspirasi. Baru setelah tauuu apa sih breaking point, kita dalami lebih lanjut
lagi yaa ke tiap-tiap perlakuan. :”D
Nah pada perlakuan 1 itu merupakan akhir dari inspirasi biasa dan perlakuan 2 itu akhir dari
ekspirasi biasa. Apa sih memangnya yang terjadi dan bedanya pada kedua perlakuan itu? Nih ini
nihhh… Pada uji tahan nafas perlakuan 1 dan 2 ini durasi dalam menahan napas setelah ekspirasi
biasa lebih lama daripada setelah inspirasi biasa. Hal ini diakibatkan karena selama inspirasi biasa
dalam menahan napas tidak terjadinya pertukaran udara sehingga karbondioksida yang dihasilkan oleh
jaringan akan terakumulasi dalam darah. Akibatnya, akan terjadi peningkatan dari tekanan parsial
karbondioksida dalam darah. Adanya peningkatan Pco2 dalam darah akan merangsang kemoreseptor
pusat untuk meningkatkan ventilasi. Sedangkan pada saat ekspirasi biasa sebelum menahan nafas
sebenarnya terjadi proses tubuh mengeluarkan karbondioksida sebelum terjadinya akumulasi CO2
tersebut dalam darah, sehingga hal tersebut menjelaskan teori bahwa seharusnya durasi tahan nafas
setelah ekspirasi biasa harus lebih lama daripada durasi tahan nafas setelah inspirasi biasa.
Setelah itu kita lihat pada perlakuan 3 dan 4 yaaa. Pada perlakuan 3 dan 4 itu teorinya mengatakan
bahwa durasi tahan napas setelah inspirasi tunggal yang kuat akan lebih lama daripada durasi tahan
napas setelah ekspirasi tunggal kuat dengan perbedaan lama waktu rata-rata berkisar selama 35 detik.
Hal ini disebabkan karena setelah melakukan inspirasi tunggal kuat, volume udara dalam alveolus akan
meningkat sehingga cadangan oksigen selama OP menahan napas juga masih tersedia lumayan banyak.
Sedangkan setelah ekspirasi tunggal kuat, volume udara dalam alveolus akan sangat menurun sehingga
cadangan udara selama menahan napas pun akan ikut menurun juga.
Pada perlakuan 5, 6, dan 7 merupakan perlakuan yang akan saling berhubungan. Teorinya itu
menjelaskan bahwa pada perlakuan 5 merupakan saat akhir dari inspirasi tunggal kuat setelah OP
bernapas cepat dan dalam selama 20 detik akan mampu menahan napas lebih lama setelah mengalami
kondisi hiperventilasi akibat bernapas dalam dan cepat selama 20 detik tadi. Saat kondisi hiperventilasi
demikian, maka kadar Pco2 akan menurun, kemudian kemoreseptor akan sukar terangsang sehingga
durasi dalam menahan nafas akan bertambah. Begitu pula yang terjadi pada perlakuan 6. Teorinya
menjelaskan bahwa setelah menghirup oksigen murni akan mengakibatkan Po2 alveolar meningkat,
sehingga menyebabkan durasi dalam menahan nafas juga dapat lebih lama. Pada perlakuan 7
merupakan perlakuan untuk melihat efek dari perlakuan 5 yang digabung dengan perlakuan 6. Pada
perlakuan 7 ini ingin membuktikan bahwa dengan dilakukannya dua jenis perlakuan tersebut
(menghirup oksigen murni dan hiperventilasi), maka durasi menahan napas pada OP akan menjadi
semakin lebih lama daripada hanya dengan satu perlakuan.
Pada perlakuan terakhir (perlakuan 8) yang mana kedua OP diinstruksikan untuk berolahraga selama
2 menit, maka sesuai teorinya yang terjadi adalah adanya penurunan drastis dari rata-rata durasi waktu
dalam menahan nafas. Pada saat berolahraga yang terjadi adalah peningkatan dari ventilasi, namun
peningkatan ini cenderung pada kedalaman pernapasan daripada laju pernapasan. Perubahan PCO2
dan PO2 tidak terlalu berperan signifikan saat berolahraga. Adanya peningkatan dari ventilasi ini
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya input persarafan dari korteks motorik (pernapasan
meningkat karena area motorik korteks yang menstimulasi otot,juga menstimulasi pusat respirasi),
kemudian adanya pengaruh dari proprioseptor di otot dan persendian (proprioseptor terutama di otot
dan sendi yang bergerak menstimulasi pusat respirasi). Faktor lain yang juga berpengaruh dalam
peningkatan ventilasi ini karena adanya penurunan pH darah akibat metabolisme. Hal-hal tersebut yang
menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi saat berolahraga sehingga menyebabkan tidak kuat dalam
menahan nafas dalam waktu yang lama.
B. Uji Sesak Nafas (yang ini intinya sama dengan tentir physioEx yang aktivitas 3)
GUYSSSSS, JANGAN DITUTUP DULU TENTIRNYA :”D MASIH ADA LAGI NIH, TETAP
MANGATSEEE YAAA!!!! YUK KITA MASUK KE UJI KEDUA, UJI SESAK NAFAS!
YUHUUUUUU~~~~
Sesak nafas atau yang biasa kita kenal dengan istilah dispnea merupakan suatu proses yang terjadi
yang mana mulai munculnya sensasi subjektif maupun objektif berupa perasaan kesulitan dalam
menghirup udara karena mengalami kekurangan udara sehingga muncul keinginan untuk memenuhi
ventilasi yang adekuat. Pada saat sesak nafas yang terjadi adalah ikut berkontraksinya otot-otot
pernafasan. Sesak nafas terjadi saat diawali oleh adanya sinyal yang mengaktivasi korteks sensorik oleh
kemoreseptor dan mekanoreseptor, serta sinyal dari korteks motorik. Kemoreseptor tadi dapat
teraktivasi pada saat keadaan hiperkapnia (kelebihan karbon dioksida dalam darah arteri), dan apabila
terjadinya hipoksia dalam tubuh kita. Sedangkan mekanoreseptor di paru dan dinding dada dapat
teraktivasi saat terjadinya peningkatan kerja dari otot-otot pernapasan.
Salah satu faktor yang sangat penting dalam terjadinya sesak nafas ini adalah pengaruh dari
resistensi dari saluran nafas itu sendiri. Udara dapat mengalir jika terdapat perbedaan antara tekanan
atmosfer dan tekanan intralveolus. Namun dengan adanya resistensi saluran napas dapat menurunkan
laju aliran udara. Seperti yang sudah dijelaskan dalam tinjauan pustaka bahwa resistensi berbanding
terbalik dengan laju aliran udara, dan akan berbanding lurus dengan perbedaan tekanan atmosfer dan
tekanan intra-alveolus. Penentu resistensi yang paling berpengaruh adalah jari-jari dari saluran
pernapasan. Semakin kecil lebar dari saluran pernapasan, maka akan semakin besar resistensinya dan
selanjutnya akan menurunkan laju aliran udara, begitu juga sebaliknya. Semakin besar lebar dari
saluran pernapasan, maka akan semakin kecil resistensinya dan selanjutnya akan meningkatkan laju
aliran udara. Pada keadaan yang normal, saluran napas memiliki resistensi yang rendah sehingga
penentu utama laju aliran udara adalah gradient tekanan antara atmosfer dan alveolus. Namun apabila
resistensi meningkat, supaya menghasilkan laju aliran udara yang normal, maka diperlukanlah
peningkatan kerja otot-otot pernapasan tambahan, supaya gradien tekanan juga meningkat.
Perbedaan dari sesak nafas yang terjadi pada perempuan dan laki-laki dari teorinya adalah durasi
sesak nafas laki-laki lebih cepat daripada durasi sesak nafas pada perempuan. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan pola pernafasan antara laki-laki dengan perempuan, dan adanya perbedaan
penggunaan otot-otot pernapasan pada laki-laki dengan perempuan. Pada laki-laki itu pola
pernafasannya cenderung lebih cepat apabila dibandingkan dengan pola pernafasan pada perempuan.
Selain itu juga otot-otot pernafasan pada laki-laki lebih dominan digunakan daripada otot-otot
pernafasan pada perempuan. Otot-otot pernafasan yang dominan digunakan pada laki-laki tadi akan
dengan cepat merangsang mekanoreseptor yang terdapat pada paru dan dinding toraks tadi, sehingga
akan lebih cepat terjadinya sesak nafas.
Apabila dilihat dari hasil praktikum yang normal, maka seharusnya kedua OP yang ditutup
hidungnya dengan menggunakan penutup hidung yang berukuran 5 mm akan dapat mampu bertahan
selama 5 menit. Namun saat ditutup dengan menggunakan penutup hidung berukuran 3 mm, OP 1 yang
berjenis kelamin perempuan mampu bertahan selama 4 menit sedangkan OP 2 yang berjenis kelamin
laki-laki hanya mampu bertahan selama 3 menit 26 detik. Hal ini terjadi karena saat hidung ditutup oleh
penutup hidung berukuran 3 mm akan menghasilkan resistensi yang lebih besar daripada resistensi
yang dihasilkan saat hidungnya ditutup oleh penutup hidung berdiameter 5 mm. Laki-laki ataupun
perempuan, saat hidungnya ditutup oleh penutup hidung berukuran 3 mm waktu bertahannya memang
sesuai dengan teori wajar apabila kurang dari 5 menit. Saat ditutup oleh penutup hidung berukuran 3
mm ini terlihat tanda-tanda yang menunjukkan sesak napas, hingga akhirnya para probandus mencapai
batas sesak napas masing-masing. Namun perlu diingat, bahwa setiap probandus memiliki toleransi
yang bervariasi dan sensasi sesak napas yang timbul juga berbeda-beda.
C. Uji Spirometri
UDAH BOSEN? JANGAN BOSEN DULU DONG, INI MASIH ADA TERAKHIR NIH. SUWER INI
YANG TERAKHIR :”D NAH SEBELUM KITA MASUK KE PEMBAHASANNYA, KITA
FLASHBACK LAGI YAA MENGENAI SPIROMETRI INI :”))
Uji fungsi paru dapat menggunakan spirometri. Alatnya adalah spirometer. Spirometer merupakan
suatu alat yang fungsinya untuk mengukur volume udara yang dialirkan setiap kali bernapas. Melalui
spirometri dapat ditentukan volume dan kapasitas dari paru. Volume dan kapasita seluruh paru pada
wanita kira-kira 20-25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada orang yang atletis dan
bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis.
A. Volume Paru
Volume paru ada 4 yaitu:
1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau ekspirasi setiap kali bernapas
normal, besarnya 500 ml pada laki-laki dewasa.
2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan
diatas volume tidal normal bila dilakukan ispirasi kuat, besarnya kira-kira 3000 mL.
3. Volume Cadangan Ekspirasi adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi
melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal, besarnya kira-kira 1100 mL.
4. Volume Residu adalah volume udara yang masih tetap berada didalam paru setelah ekspirasi
paling kuat, besarnya 1200 mL.
B. Kapasitas Paru3
Kapasitas adalah penjumlahan dua atau lebih volume. Kapasitas paru juga ada 4 jenis, yaitu:
1 Kapasitas Vital sama dengan volume cadangan inspiarsi ditambah volume tidal dan volume
cadangan ekspirasi. Kapasitas ini mempresentasikan jumlah udara maksimum yang secara
sadar dapat dipindahkan ke dalam atau ke luar paru selama satu napas. Jumlahnya kira-kira
4600 mL.
2 Kapasitas Paru Total (KPT) sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu. KPT
adalah volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan
inspirasi sekuat mungkin. Jumlahnya sebesar 5800 mL.
3 Kapasitas Inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Jumlah
udara yang dapat dihirup oleh seseorang dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan
pengembangan paru smapai jumlah maksimum sekitar 3500 mL.
4 Kapasitas Residu Fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume
residu. Jumlah udara yang masih tersisa di dalam paru setelah ekspirasi normal sekita 2300
mL.
FEV1 / FVC
Pada orang normal, persentase FVC yang dikeluarkan selama detik pertama dibagi
dengan FVC total (FEV1/FVC) adalah sebesar 80%. Dasar pemeriksaan kapasitas vital paru
terbagi dua yaitu nilai restriktif dan obstruktif. Kriterianya terdapat pada tabel berikut :
Nilai Restriktif
1 >80 Normal
Nilai obstruktif
1 >80 Normal
FVC, FEV1, maupun FEV1 / FVC.masing-masing orang berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah frekuensi pernapasan
dari masing-masing individu yang berbeda pula. Frekuensi pernapasan yang berkaitan dengan
jumlah proses inspirasi-ekspirasi seseorang dalam hitungan waktu akan sangat berpengaruh
dalam jumlah udara yang dapat masuk maupun keluar dari paru-paru. Frekuensi pernapasan ini
juga tidak luput dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil spirometrinya juga.
Beberapa faktor-faktor tersebut antara lain, umur, suhu tubuh, posisi tubuh, dan jenis kelamin.
Sekian Tentir dari departemen fisiologi di modul respirasi ini, semoga bermanfaat
Kalau ada kesalahan mohon di konfirmasi ke anggota kami ya, karena kami juga manusia yang tidak luput dari
kesalahan, jadi mohon maaf jika masih ada kesalahan baik itu dari tulisan maupun konten.
Jika masih kurang mengerti boleh juga diskusi dengan anggota kami, semoga membantu ya
Semangat menempuh ujian Armie’s.
TENTIR PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI 2) Sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.
3) Warna merah dilarutkan pada sediaan sampai bersih dengan 3%
A. Pewarnaan BTA alkohol-asam selama kurang lebih 2 detik
4) Sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.
1. Alat dan Bahan 5) Sediaan digenangi dengan larutan methylen blue selama 10-20
detik.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah cover glass, objek
6) Sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.
glass, mikroskop, jarum ose, pembakar spirtus, pinset, timer, sarung
tangan, dan masker. c. Pembacaan dan Penilaian
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sputum yang 1) Sediaan yang telah kering ditetesi dengan minyak imersi, dilihat
mengandung BTA, pewarna Ziehl- Neelson (larutan karbol fuchsin dengan mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
0,3%, alkohol asam 3% , dan methylen blue 0,3%. 2) Sediaan di bawah mikroskop dicari dengan adanya batang panjang
atau pendek yang berwarna merah dengan latar belakang berwarna
2. Cara Kerja
biru.
a. Pembuatan sediaan apus sputum
Cara interpretasi hasil
1) Ose dipanaskan di atas api spirtus sampai merah dan didinginkan.
2) Sputum disiapkan (hati-hati, hindari droplet/percikan sputum),
diambil sedikit dari bagian yang kental dan berwarna kuning
kehijauan (purulen) menggunakan ose.
3) Sputum dioleskan secara merata pada object glass (ukuran 2x3
cm).
4) Ose yang telah digunakan dimasukkan ke dalam alcohol sambil
digoyang-goyang sampai sisa-sisa sputum bersih, kemudian
d. Pembahasan mengenai praktikum BTA
dibakar.
5) Sediaan yang telah dibuat dikeringkan di udara terbuka sekitar 15-
Mycobacterium tuberculosis berbentuk basil, berbentuk filament.
30 menit, jangan sampai terkena sinar matahari langsung.
Bakteri ini bersifat aerobik, tidak membentuk spora, non motil, tahan
6) Sediaan diambil dengan pinset dan difiksasi elama 3-5 detik.
asam, dan merupakan bakteri gram positif. Namun, sekali
b. Pewarnaan atau pengecatan mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut
tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka
1) Sediaan yang telah kering dilakukan fiksasi dan digenangi dengan mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa
carbol fuchsin 0,3%, dipanaskan di atas pembakar spirtus sampai mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu
menguap tatapi jangan sampai mendidih/kering selama 5 menit. spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa
Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria,
terdapat Asam mikolat yang merupakan asam lemak berantai panjang
(C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan
glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester.
Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan adalah
suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam
interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat
bertahan hidup di dalam makrofag.
Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yaitu dengan menggunakan zat
warna carbol fuchsin 0,3 %, asam alkohol 3 %, dan methylen blue
0,3%. Pada pemberian warna pertama, yaitu carbol fuchsin, BTA akan
mempertahankan pewarnaan tersebut. Carbol fuchsin merupakan Penampakan preparat M. tubeculosis
fuksin basa yang dilarutkan dalam larutan fenol 5 %. Larutan ini
memberikan warna merah pada bakteri yang ada pada sediaan/preparat B. Foto Preparat Mikrobiologi
dahak. Fenol yang terkandung dalam Carbol fuchsin berfungsi sebagai
Candida albicans
pelarut untuk membantu pemasukan zat warna ke dalam sel bakteri
sewaktu proses pemanasan.
Mikroskopis:
Kecil
Non-motil
Gram negatif rods
atau cocco-bacili
Long thread-like
forms from CSF
Staphylococcus aureus
Streptococcus pneumoniae
S.aureus terdapat dalam
bentuk bakteri gram
positif, coccus dengan
berbagai ukuran,
berkelompok seperti
anggur.
6. Streptococcus pneumonia
Bakteri ini tergolong ke dalam bakteri sensitif optocin, memfermentasikan inulin. Sedangkan S.pneumonia dapat
putih pada media agar darah. indikator yang mengandung 1% mannitol, 7,5% NaCl dan
S.aureus terdapat dalam bentuk bakteri gram positif, coccus 0,0025% phenol merah pada agar nutrisi.
dengan berbagai ukuran, berkelompok maupun berpasang- Kebanyakan rantai S.aureusmemfermentasi mannitol dan
12. Staphylococcus epidermidis memfermentasi mannitol dan membentuk koloni dengan zona
merah atau ungu.
Fenomena satelit:
Fenomena satelit spesies Haemophilus tumbuh disekitar streak
S.aureus.
Penjelasan mengenai faktor yang ada pada H.Influenzae: 19. Corynebacterium diphteriae on Tellurite Agar (Tellurite Blood
X factor atau hemin disediakan oleh eritrosit yang lisis Agar)
Aspergillus sp dengan konidia diproduksi oleh sel vaseshaped Pengujian Basil Tahan Asam pada kultur primer
conidiogenous yang disebut sebagai phialide
Subkultur
positif negatif
M.tuberculosis MOTT
Mikroskopis : nonspora,non-kapsul, berbentuk batang yang agak Digunakan untuk menumbuhkan Mycobacterium Tuberculosis pada
melengkung, organisasme tampak merah pada pewarnaan BTA botol Mccartney
Tes PNB merupakan sebuah tes yang dilakukan untuk mendeteksi Contoh pembacaan jumlah koloni pada pemeriksaan resistensi obat
kapasitas pertumbuhan bakteri pada media kultur solid yang
mengandung p-nitrobenzene, yang memang dikhususkan untuk
mycobacterium tuberculosis. Apabila ada p-nitrobenzene maka
mycobacterium selain mycobacterium tuberculosis tidak dapat
tumbuh, kecuali pada kasus-kasus tertentu.
Reagen yang digunakan adalah larutan PNB sebanyak 500 µg/ml dan
medium Löwenstein–Jensen.
Mekanisme nya adalah memasukkan larutan PNB ke dalam medium
Löwenstein–Jensen (LJ) dan satu lagi medium LJ tanpa pemberian
PNB (control). Jumlah bakteri yang terdapat di dalam medium LJ
sudah diatur dengan pengaturan McFarland turbidity standard No. 1.
Dari sini dapat diukur bagaimana pertumbuhan dari M. tuberculosis
itu.
Tabung yang berisikan PNB dan medium LJ juga dapat digunakan
untuk menguji resistensi obat, dengan cara memasukkan tabung yang
berisi larutan PNB dan medium LJ yang dimasukkan ke dalam tabung
yang mengandung obat.
Sekian tentir praktikum mikrobiologi kali ini, semoga dapat
membantu teman-teman sekalian untuk belajar. Mohon maaf
apabila terdapat banyak kekurangan. Semangaat !!!
TENTIR PRAKTIKUM
PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI
PATOLOGI ANATOMI
MODUL RESPIRASI If you find the disease more interesting than the patient, you should become a
pathologist
Tuberkulosis Paru
Oleh:
Agung Prasetyo
Tiara Grhanesia Denashurya
Wulid Lailah Maghfirah
Maylisa Santauli manurung
Lisa Florencia
Bella Faradiska Yuanda
Muhammad Amin
Anggie Sulistiawati
DAN PATOLOGI KLINIK 1. Jumlah; jumlah dapat memberi petunjuk adanya kelainan
MEDICAL ARMY ‘13 2. Warna; mungkin sangat berbeda-beda: agak kuning, kuning campur
2015 hijau, merah jambu, merah, putih susu dan lain-lain. Bilirubin
memberikan warna kuning, darah memberikan warna merah, pus 6. Mikroskop
memberi warna putih. Warna transudat biasanya kuning sedangkan 7. Kuvet
eksudat dapat berbeda-beda. 8. Spektofotometer
3. Kejernihan; transudat murni berwarna jernih sedangkan eksudat keruh. B. Bahan
Kekeruhan disebabkan oleh banyaknya sel. Leukosit dapat menyebabkan 1. Larutan Turk
kekeruhan yang sangat ringan, eritrosit menyebabkan kekeruhan yang 2. Reagen glukosa
kemerah-merahan. 3. Reagen protein
4. Bau; biasanya baik tarnsudat maupun eksudat tidak mempunyai bau 4. Cairan pleura
bermakna, kecuali jika terjadi pembusukan protein. 5. Standar glukosa 100 mg/dl
5. Berat jenis; penilaian berat jenis dapat memberikan petunjuk apakah 6. Standar protein
cairan merupakan transudat atau eksudat. 7. Asam asetat glacial
6. Bekuan; perhatikan terjadinya bekuan dan jelaskan sifatnya, bekuan 8. Aquadest 100 ml
tersusun dari fibrin dan hanya didapat pada eksudat.
Pemeriksaan Kimia Cara Kerja
1. Glukosa A. Pemeriksaan Makrosopik
2. Protein 1. Amati dengan saksama cairan pleura.
Pemeriksaan Mikroskopis : 2. Catat jumlah volume, warna, bau, bekuan dan kejernihan pada cairan
1. Hitung jumlah leukosit pleura tersebut.
2. Hitung jenis sel B. Tes Rivalta
Alat dan Bahan 1. Masukkan 50 ml aquadest ke dalam tabung ukur.
A. Alat 2. Tambahkan 1 tetes asam asetat glacial lalu diaduk .
1. Tabung reaksi 3. Tambahkan 50 ml aquadest dan di aduk rata.
2. Rak tabung reaksi 4. Teteskan 1 tetes sampel.
3. Pipet tetes 5. Perhatikan apabila terjadi kabut dgn presipitat positif.
4. Pipet thoma 6. Kabut halus positif lemah, kalau tidak keruh sama sekali (negatif).
5. Kamar hitung
Tes Glukosa Before we’re moving forward mungkin bisalah refreshing dulu ya yang baca
Nah, jadi tes glukosa ini sama aja sih tujuannya kan buat ngetahuin kalua ini biar pada selawwwww, mungkin dengerin music dulu atau makan dulu :3
cairan yang di tes itu berupa eksudat atau transudate. Jadi gimana ya cara ets tapi makannya waktu malam ya, kan puasa :3
kerja atau step-step yang harus kita laksanakan? Eng ing engg~~~ Oke, bacotnya sudah sekarang kita masuk ketahap paling penting, tahap yang
- Pertama kita siapkan 3 tabung reaksi nih terus diberi label: akan kalian semua lewati, tahap yang akan sama-sama kita hadapi. Yaitu…….
o Tabung 1 blanko Cara Kerja Tes Protein!
o Tabung 2 standar - Siapkan 3 tabung reaksi dan beri label:
o Tabung 3 sampel o Tabung 1 blanko
- Masukkan reagen glukosa 1ml ke dalam masing-masing tabung o Tabung 2 standar
- Masukkan larutan standar glukosa ke dalam tabung 2 sebanyak 10 µl o Tabung 3 sampel
- Masukkan sampel ke dalam tabung 3 sebanyak 10 µl - Masukkan reagen ke masing-masing tabung sebanyak 1 ml ke dalam
- Kocok masing-masing tabung dan diamkan selama 20 menit pada masing-masing tabung
suhu ruangan - Masukkan standar protein ke dalam tabung 2 sebanyak 20 µl
- Baca dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 546 nm - Masukkan sampel ke dalam tabung 3 sebanyak 20 µl
untuk menentukan absorbansi standard dan sampel - Kocok masing-masing tabung dan diamkan selama 10 menit pada
- Catat dan tentukan total glukosa dengan rumus : suhu ruangan