PENDAHULUAN
Leher merupakan bagian tubuh yang terbuka dan karena itulah pembengkakan pada
daerah ini mudah dikenali oleh penderita atau dideteksi selama pemeriksaan rutin.
Untuk tujuan deskriptif, leher dibagi menjadi dua bagian oleh garis tengah vertikal, dan
setiap sisi dibagi menjad segitiga anterior dan posterior oleh otot
sternokleidomastoideus. Sebagian besar massa yang tampak seperti tonjolan terjadi
pada segitiga servikal anterior. Beberapa kelainan, seperti kista celah brankial, kista
duktus tiroglosus, atau celah palatum, sering terjadi.1,2
Aparatus brankial pertama kali dikemukakan oleh VonBaer, kelainan yang terjadi
pada perkembangan brankial kemudian diuraikan oleh Von Ascherson pada tahun 1832.
Ascherson berpendapat bahwa kista brankial adalah kista yang dihasilkan oleh
kegagalan hilangnya celah brankial. Pada tahun 1864, Heusinger memperkenalkan
istilah fistula brankial.4,5
Fistula dan kista celah brankial menunjukkan sekitar 20 % massa leher yang sering
terjadi pada anak-anak. Dari beberapa kasus, 2/3 pasien kista ini terlihat pada umur di
bawah 30 tahun. Kista yang bersifat bilateral sekitar 1 % dari kasus, tanpa adanya
1
kecendrungan ke salah satu sisi (kanan atau kiri) di mana biasanya berkembang.
Biasanya kista ini berlokasi di region cervikalis, parotis dan mediatinum.6,7
Benjolan pada leher umumnya timbul pada anak-anak tetapi multiplisitas dan
lokasinya biasanya khas. Penelitian klinis pada anak-anak dapat sangat sulit karena kista
celah brankial dapat menyerupai nodus limfatikus, bahkan dapat timbul dan berlanjut
pada penyakit radang saluran pernafasan atas.1,3
Pada adolesen dan dewasa muda, kista celah brankial mungkin merupakan
penyebab tersering bagi pembengkakan ovoid, soliter, rata dan besar di lateral leher.
Biasanya lebih besar dari nodus limfatikus dan mula-mula timbul di trigonum
karotikum, tepat diliputi tepi anterior muskulus sternokleidomastoideus. Seperti kista
duktus tiroglossus, ia sering membesar dan menjadi sangat nyeri tekan pada infeksi
saluran pernapasan atas. Beberapa kista celah brankial terletak lebih tinggi (di ekor
parotis). Biasanya tidak disertai dengan abnormalitas lain pada sistem brankial.3
Oleh karena itu, penulis menyusun referat ini untuk mengembangkan pendekatan
rasional terhadap massa pada leher, khususnya kelainan brankial, sehingga diharapkan
dapat secara tepat dalam penatalaksanaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kista celah brankial merupakan sisa aparatus brankial janin yang tertinggal dimana
struktur leher berasal. Kista celah brankial dilapisi oleh campuran epitel skuamosa dan
epitel respiratorius serta dikelilingi oleh dinding jaringan limfoid, sehingga mungkin
terjadi kekacauan histologi. 1,3,9,10
Sebagian besar kista celah brankial (berkembang dari arkus kedua, ketiga dan
keempat) biasanya terdapat sebagai tonjolan atau muara saluran sinus sepanjang batas
anterior otot sternokleidomastoideus. Saluran interna atau muara kista terletak pada
derivatif embriologik sulkus faringeal yang sama, misalnya tonsil (arkus kedua), atau
sinus piriformis (arkus ketiga dan keempat). Letak saluran kista juga ditentukan oleh
hubungan embriologik arkusnya dengan derivat arkus yang terletak proksimal dan
kaudal terhadap arkus.12,13
3
2.2 Embriologi
Pada masa embrio awal tidak ada leher yang jelas, memisahkan toraks dari kepala.
Leher dibentuk seperti jantung, dimana berasal dari di bawah foregut, yang bermigrasi
ke rongga toraks dan aparatus brankial berkembang menjadi bentuk yang sekarang.
Migrasi dari jantung merupakan sebab mengapa beberapa struktur dari leher bermigrasi
terakhir. Pada masa embrio awal terdapat beberapa tonjolan sepanjang tepi dari foregut
yang juga dapat dilihat dari luar. Tonjolan ini adalah aparatus brankialis.1,8
Meskipun secara filogenik terdapat enam arkus brankialis, arkus kelima tidak
pernah berkembang pada manusia, dan hanya membentuk ligementum arteriosum.
Hanya empat arkus yang dapat dilihat dari luar. Setiap arkus brankialis mempunyai
sepotong kartilago, yang berhubungan denga kartilago ini adalah arteri, saraf, dan
beberapa mesenkim yang akan membentuk otot. Di belakang setiap arkus terdapat alur
eksternal yang terdiri dari ektordermal dan kantong yang berisi endodermal. Daerah
diantara ektodermal dan endodermal dikenal dengan lempeng akhir.1,8
4
Gambar 2.3 derivat dari aparatus brankial
Bagian dari struktur yang disebut diatas berkembang menjadi struktur dewasa yang
tetap. Bagian yang seharusnya hilang dapat menetap dan membentuk struktur yang
abnormal pada dewasa. Menetapnya bagian aparatus brankialis abnormal dapat
menimbulkan bermacam kista, sinus, dan fistula. Menetapnya ektodermal dari arkus
brankialis pertama dapat menyebabkan kista atau sinus yang terletak sejajar dan bahkan
dapat memperbanyak pada saluran telinga luar. Jenis yang berbeda dari menetapnya
bagian aparatus brankialis dapat menimbulkan kista, sinus atau fistula yang terletak
pada satu garis bagian dalam telinga luar melalui kelenjar parotis sampai pada sudut
mandibula di depan otot sternokleidomastoideus. Seperti sisa arkus pertama dapat
melalui di depan di belakang, bahkan melalui cabang saraf fasialis.1,8,9
Ektodermal dan endodermal dari arkus kedua dan ketiga dapat juga menimbulkan
kista, sinus, dan fistula. Normal muara dari arkus kedua, ketiga dan keempat diliputi
oleh pertumbuhan dari daerah yang disebut tonjolan epiperikardial. Saraf pada daerah
ini adalah asesorius spinalis, dan mesenkimnya membentuk otot sternokleidomasteideus
dan trapesius. Tonjolan epikardial menyatu dengan arkus brankialis kedua, menutupi
muara alur brankialis kedua, ketiga dan keempat sebagai kista ektodermal, sinus
servikalis dari His, yang normalnya menghilang. Juga otot lidah yang berasal dari
miotom post-brankialis, bermigrasi ke dasar mulut, melalui belakang derivat brankialis.
5
Oleh karena itu muara derivat brankialis persisten terletak di depan otot
sternokleidomastoideus dan salurannya melalui bagia atas saraf hipoglosus. Oleh karena
itu daoat diduga sacara tepat garis dari kista, sinus, dan fistula brankialis kedua dan
ketiga.1,8,9,10
I II III IV V
Kartilago Maleus Stapes Kornu mayor Tiroidea Krikoidea
Inkus Stiloid Korpus hyoid
Ligamentum Ligamentum bagian bawah
Sfenomandibularis stilohyoidea Korpus hioid
Mandibula (dalam
membrane sekitar
kartilago)
Arteri Meningea media Cabang post- Karotis Arkus aorta Arteri
aurikularis komunis dan Ligamentum pilmonalis
stilomastoide interna arterisum
a Subklavia
Stapedia kanan
persisten
6
Saraf Mandibularis Fasialis Glosofaringeal Laringeus Laringeus
superior rekurens
2.3 Anatomi
Leher dapat dijelaskan sebagai bagian tubuh yang terletak di antara tepi inferior
mandibula dan linea nukae superior (di atas) dan incisura jugularis dan tepi superior
calvicula (di bawah).11
7
cartilago thyroidea bercabang menjadi a.carotis interna dan a.carotis externa),
a.subclavia (bercabang menjadi a.vertebralis dan a.mammaria interna).11
Pembuluh darah vena antara lain v.jugularis externa dan v.jugularis interna. Vasa
lymphatica meliputi nnll.cervicalis superficialis (berjalan sepanjang v.jugularis externa)
dan nnll.cervicalis profundi (berjalan sepanjang v.jugularis interna). Inervasi oleh
plexus cervicalis, n.facialis, n.glossopharyngeus, dan n.vagus.11
Sistem aliran limfe leher penting untuk dipelajari karena hampir semua bentuk
radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar
limfe leher. Kelenjar limfe yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar
limfe rangkaian jugularis interna yang terbentang antara klavicula sampai dasar
tengkorak, dimana rangkaian ini terbagi menjadi kelompok superior, media dan inferior.
Kelompok kelenjar limfe yang lain adalah submental, submandibula, servicalis
superficial, retrofaring, paratrakeal, spinalis asesorius, skalenus anterior dan
supraclavicula.11
Daerah kelenjar limfe leher, menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center
Classification dibagi dalam 5 daerah penyebaran kelompok kelenjar yaitu daerah:
I. Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula
II. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfe jugular superior,
kelenjar digastik dan kelenjar servikal posterior superior
III. Kelenjar limfe jugularis diantara bifurkasio karotis dan persilangan m.omohioid
dengan m.sternokleidomastoid dan batas posterior m.sternokleidomastoid.
IV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraclavicula
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal
Untuk keperluan deskripsi, leher dibagi menjadi trigonum cervikalis anterior dan
posterior oleh otot sternokleidomastoideus yang terletak di depan dan di belakang otot
tersebut.11
8
Gambar 2.4 penyebaran kelenjar Gambar 2.5 Trigonum cervicalis
2.4 Klasifikasi
Kista celah brankial pertama dibagi menjadi tipe I dan tipe II. Kista tipe I
berlokasi dekat kanalis auditorius eksterna. Umumnya, kista ini berada di inferior
dan posterior dari tragus, tetapi bisa saja berada di glandula parotis atau angulus
mandibula. Kista ini sangat sulit dibedakan dengan massa padat parotis dalam
pemeriksaan klinis. Kista tipe II berhubungan dengan glandula submandibula atau
ditemukan di anterior trigonum cervikalis.12,13,14
Kista celah brankial kedua dilaporkan sebanyak 90% dari kelainan brankialis.
Kebanyakan, kista ini di temukan sepanjang pinggir anterior sepertiga atas otot
sternokleidomastoideus. Bagaimanapun, kista ini bisa terlihat dimanapun sepanjang
saluran fistula brankialis kedua, yang berjalan dari kulit lateral leher, di antara
arteri karotis eksterna dan interna, dan sampai tonsil palatine. Oleh karena itu, kista
celah brankial sebagai diagnosa pembanding dari massa parafaringeal.12,15
9
c. Kista celah brankial ketiga (Third Branchial Cleft Cyst)
Kista celah brankial ketiga dan keempat jarang terjadi. Kista celah brankial
ketiga terlihat di anterior otot sternokleidomastoideus dan di leher lebih rendah
dibandingkan kista celah brankial pertama dan kedua. Kista ini berada lebih dalam
ke lengkunagan derivatif ketiga (misalnya nervus glosofaringeal dan arteri carotis
interna) dan superficial ke lengkungan derivatif keempat (misalnya nervus vagus).
Kelainan ini berakhir di faring pada membran tirohioid atau sinus piriformis.13,16,17
Kista celah brankial keempat memiliki manifestasi klinis yang sama dengan
kista celah brankial ketiga. Biasanya didapatkan pada anak-anak dan dewasa muda
yang sering ditemukan sebagai abses leher lateral yang telah resisten terhadap
pengobatan antibiotik. Seperti yang dilaporkan oleh Godin dkk, 93 % kista celah
brankial berlokasi di cervikalis lateral sinistra di trigonum cervikalis.17
10
Gambar 2.6 A. Pembukaan kista celah brankial di sisi leher oleh saluran fistula. B.
fistula dan kista celah brankial di depan otot sternokleidomastoideus. C. kista celah
brankial menuju faring pada permukaan tonsil palatine
Untuk mendiagnosa berbagai massa pada leher dimulai dengan anamnesa yang
teliti. Serangkaian pertanyaan-pertanyaan logik dapat mempersempit kemungkinan
diagnostik secara cepat dan pemeriksaan dan penatalaksanaan selanjutnya. Pertanyaan-
pertanyaan dan artinya terdapat dibawah ini.1
1. Berapa umur penderita? Lesi kongenital jauh lebih sering terjadi pada inividu
yang lebih muda, sedangkan lesi keganasan lebih sering pada yang lebih tua. Kista
celah brankial biasanya terdapat di antara 20 sampai 30 tahun. Pada anamnesa dapat
diketahui kista merupakan bawaan sejak lahir.1,12
2. Apakah massa tumbuh dengan cepat? Tidak adanya tanda-tanda infeksi, lesi
kegansan (limfoma, kanker metastase) jauh lebih mungkin mengalami pertumbuhan
yang lebih cepat dibandingkan massa yang jinak. Kista celah brankial membesarnya
lambat yang terletak pada leher lateral.1,13,
4. Dimanakah letak massa pada leher? Letak massa sebaiknya digambarkan secara
teliti dengan istilah-istilah berikut: Apakah massa tersebut terletak pada garis tengah
atau lateral? 1
11
5. Apakah massa kistik atau padat? Massa kistik seringkali merupakan lesi
kongenital seperti kista celah brankial dan kista duktus tiroglosus.1,5,12
6. Apakah terdapat tanda-tanda sumber infeksi atau keganasan di tempat lain pada
kepala dan leher?1
Pemeriksaan fisik dapat dimulai dengan inspeksi leher untuk melihat adanya
benjolan yang nyata. Benjolan ini kadang-kadang lebih baik dilihat daripada diraba.
Suruh pasien menelan dan perhatikan gerakan kartilago tiroidea dan ada atau tidaknya
geraknan mass yang dapat ditemukan. Benjolan lateral bukan kelenjar limfe mencakup
aneurisma arteri karotis, higroma kistik dan kista celah brankial. Aneurisma akan
berdenyut. Higroma kistik terutama ditemukan pada anak-anak dan tampak terang pada
transluminasi. Kista celah brankial biasanya timbul pada orang dewasa sebagai
pembengkakan kistik yang keras di bawah otot sternokleidomastoideus, dekat angulus
mandibula.9,10,18
Palpasi suatu massa dilakukan untuk menentukan letak, konsistensi, ukuran dan
mobilitasnya. Kelenjar limfe dapat terpisah-pisah atau menyatu, seperti karet atau keras
seperti batu, bebas atau melekat, tidak nyeri atau nyeri tekan. Sedikit banyaknya
fluktuansi massa kistik pada leher, tergantung pada tebal dinding kista, viskositas di
dalamnya, dan tekanan dalam kista. Demikian pula pada transluminasi memberikan
hasil yang berbeda-beda pula.18
Auskultasi hanya dilakukan jika diperlukan saja. Bila pasien berusia lebih dari 50
tahun, dengarlah di ats tiap sinus karotikus kemungkinan adanya aliran turbulensi pada
pembuluh darah atau bising karotis.18
12
1. Pemeriksaan yang memberikan keterangan tentang sifat-sifat fisik yang khasatau
letak massa (pemeriksaan tidak langsung). Ultrasonografi, CT scan, MRI scan, dan
angiografi merupakan contoh pemeriksaan tidak langsung.1
a. Ultrasonografi membedakan lesi padat dari lesi kistik dan sebaiknya digunakan
pada keadaan yang jarang di mana hanya ada keterangan yang dibutuhkan.1
b. Angiografi berguna untuk menilai pembuluh darah, aliran darah spesifik dari
massa, atau keadaan arteri karotis tetapi memberikan sedikit keterangan tentang
sifat-sifat fisik yang khas dari masa tersebut.1
13
A B C
g
Gambar 2.8 proyeksi MRI kista celah brankial. A. Korona; B. Aksial; C. Sagital
Gambar 2.9 CT Scan yang menunjukkan adanya kista celah brankial kanan
FNA melibatkan pemasukan jarum kecil (ukuran 23 sampai 25) yang dilekatkan
pada spuit ke dalam massa untuk memperoleh sel-sel yang cukup untuk pemeriksaan
sitologik. Metode biopsi jarum yang besar (yang memperoleh inti jaringan) dan
pembedahan teknik biopsi terbuka lebih invasif dan mempunyai risiko “penyebaran”
keganasan yang lebih tinggi dan menimbulkan komplikasi penatalaksaan selanjutnya.12
14
Gambar 2.10 Gambaran secara sitologi kista celah brankial (jaringan limfoma) – FNA
(May-Grunwald-Giemsa stain X 400)
Kriteria untuk sitologi FNA: a) tebal, kuning, pus seperti cairan, b) anuclear,
keratinizing cells, c) squamous epithelial cells of variable maturity dan d) latar belakang
amorphous debris.12
2.6 Penatalaksaan
Pengobatan terdiri dari pengangkatan pembedahan yang sempurna dari kista dan
salurannya (pembedahan eksisi). Jika terdapat infeksi atau peradangan, sebaikya diobati
dan dibiarkan sampai tenang sebelum dilakukan pengangkatan. Insisi dan drainase
sebaiknya dihindari. Insisi dan drainase karena salah didiagnosis sebagai abses adenitis
servikalis mengakibatkan drainase persisten dan menyulitkan usaha pengangkatan
menyeluruh nantinya. Terapi elektif kista celah brankial dengan eksisi teliti, dan
mempertahankan struktur di sekitarnya. Nervus hipoglosus dan asesorius terletak sangat
dekat dengan dinding kista.1,8,9,12
15
penyakit ini merasa bahwa penyuntikan zat warna harus ditinggalkan karena penyebaran
zat warna ke sekitarnya akan mengorbankan jaringan sehat dengan sia-sia.8,9,12
Cara lain ialah dengan fistulografi, yaitu dengan cara memasukkan zat kontras ke
dalam muara fistel, lalu dilakukan pemeriksaan radiologic. Pada pemeriksaan
fistulografi tidak menggambarkan jalur traktus yang sebenarnya karena infeksi yang
berulang menimbulkan tersumbatnya traktus oleh jaringan fibrosis. Identifikasi, selama
operasi, arteri karotis eksterna dan interna, nervus vagus, hipoglosus, glosofaringeal,
laringeal superior harus dihindari sehingga tidak mencederai struktur tersebut.
Komplikasi yang ditimbulkan dapat berupa perdarahan, kekambuhan, pembentukan
jaringan fibrotic atau keloid, dan paralisis nervus kranial.9,12
2.7 Prognosis
Kista celah brankial umumnya memiliki prognosis yang baik jika kista/fistula ini
ditanggulangi secara terampil dan cermat maka hasilnya akan memuaskan dan kecil
kemungkinan untuk residif.12
16
BAB III
KESIMPULAN
Benjolan pada leher dapat berupa kelainan bawaan, peradangan, tumor jinak dan
tumor ganas serta metastase dari penyakit lain. Kelainan bawaan dapat berupa higroma
kistik, kista dermoid, sisa duktus tiroglosus, karsinoma bronkogenik, laringokel, dan
kista celah brankial. Kista selah brankial merupakan 20 % massa yang sering terjadi
pada anak-anak. Kista celah brankial pada anak sulit dinilai karena menyerupai nodus
limfatikus sehingga sering ditemukan pada dewasa muda sebagai benjolan yang telah
dialami sejak lahir.
Kista celah brankial merupakan massa yang licin, tidak begitu nyeri, membesarnya
lambat yang terletak di lateral leher. Kista ini biasanya terdapat di antara usia 20-30
tahun. Kista ini berjalan sepanjang bagian anterior dari otot sternokleidomastoideus.
Kista ini biasanya dijumpai sebagai abses adenitis servikalis karena telah mengalami
peradangan. Kista celah brankial memiliki empat tipe. Kista celah brankial kedua
merupakan jenis yang paling sering terjadi.
17
Pengobatan terdiri dari pengangkatan pembedahan yang sempurna dari kista tdan
salurannya. Jika terdapat infeksi atau peradangan, sebaiknya diobati dan dibiarkan
sampai tenang sebelum pengangkatan. Identifikasi, selama operasi, arteri karotis
eksterna dan interna, nervus vagus, hipoglosus, glosofaringeal, laringeal superior harus
dihindari sehingga tidak mencederai struktur tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997
3. Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; Hal: 374-377. 1986
18
7. Park. Second Branchial Cleft Cyst. Visitorsare. Available at
http://pediatricimaging.wikispace.com. Accessed on November 2010.
8. Sadler TW. The Ninth Edition of Langman’s Medical Embryology. Lange. Available
at http://www.lww.com. Accessed on November 2010.
9. Lalwani AK. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck
Surgery. McGraw-Hill Lange. 2007
10. Healy GB. Otolaryngology Basic Science and Clinical Review. Thieme; p207-211.
2005
11. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Bagian 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; Hal: 220-223. 2003
12. Thomaidis V, Seretis K, Tamiolakis, et al. Branchial Cyst A Report of 4 Cases. Acta
Dermatoven APA; 15(2): p85-89. 2006
14. Ada M, Korkut N, Giivenc MG, et al. Unusual Extension of the First Branchial
Cleft Anomaly. Eur Arch Otorhinolaryngol; 263: p263-266. 2006
15. Gold BM. Second Branchial Cleft Cyst and Fistula. AJR 134: p1067-1069. 1980
16. Aneeza WH, Mazita A, Marina MB, et al. Complete Congenital Third Branchial
Fistula:does the Theorical Course Apply?. Singapore Medical Journal; 51(7): p122-
125. 2010
17. Hamoir M, Rombaux P, Cornu AS, et al. Congenital Fistula of the Fourth
Branchial Pouch. Eur Arch Otorhinolaryngol; 255: p322-324. 2008
18. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis Fisik Edisi 7. Jakarta. Penerbit Kedokteran
EGC.1995
19