Anda di halaman 1dari 70

FRAKTUR OS NASAL

PRESENTATOR : dr. PUTU


MODERATOR : dr. HERI
PEDAHULUAN

Fraktur nasi fraktur (keadaan pata)pada


derah hidung akibat trauma.
 kelainan pada fraktur os nasal
tergantung:
- arah trauma.
- kekuatan truma
ANATOMI
 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan
tulang rawan yang di lapisi oleh kulit.
 Kerangka tulang (1/3 bagian hidung luar) yaitu
processus os maxila dan processus nasalis os
frontalis.
 Kerangka tulang rawan (2/3 bagian hidung luar)
terdiri atas beberapa pasang tulang rawan di
bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago
nasallis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis
imferior yang disebut juga alaris mayor, beberapa
pasang kartilago alaris minor, dan tepi anterior
kartilago septum.
lanjutan

 Dinding medial hidung ialah septum


nasi yang dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulang adalah
lamina perpendikularis os ethmoid,
vomer, krista nasalis os maksila, krista
nasalis os palatina. Bagian tulang
rawan adalah kartilago septum
( lamina kuadrangularis ) kulumela.
VASKULARISASI

 Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan


dari arteri etmoidalis anterior dan posterior yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri
karotis eksterna.
 Bagian bawah mendapat pendarahan dari cabang
arteri maksilaris interna,diantaranya ialah ujung arteri
palatine mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar
dari foramen sfenopalatina dan memasuki rongga
hidung di belakang ujung posterior konka media.
 Bagian depan septum terdapat anastomosis dari
cabang-cabang arteri sfenopalatina,arteri edmoidalis
anterior,arteri labialis superior dan arteri palatina
mayor yang di sebut pleksus kisselbach
INNERVASI
 Sensoris :
Hidung luar
– divisi oftalmika mempercabangkan n. Intocoklearis
yang membawa sensasi daari dorsum nasi bagian
tulang dan n. Nasalis eksternus yang membawa
sensasi atap hidung bagian caudal.
Cavum nasi dan sinus
– N. Ethmoidalis anterior cabang n. Oftalmika
membawa sensasi dari cavum nasi bagian antro-
superior, septum dan sinus ethmoidalis.
– N . ethmoidalisn posterior membawa sensasi dari
cavum nasi posterior
dan sinus yang berdekatan
– N. Supraorbital dan supratroclear membawa sensasi
dan sinus frontalis
Autonom :
 Simpatis :Berasal dari N. Spinales T1-T2, menuju
glandula cervicalis, manuju n. Petrusus propundus
bersama-sama dengan n. Superfisial mayor ( canalis
vidianus ) membentuk n. Sfenopalatinus yang berfungsi
untuk mengecilkan konka.
 Parasimpatis :Berasal dari nucleus salivatorius superior,
dibawa oleh n. Petrosus superfisialis mayor, melalui
canalis n. Vidianus. Bersinapsis pada ganglion
sphenopalatina menjadi n. Sphenopalatinus yang
berfungsi membengkangkan konka misalnya dalam
keadaan dingin.
lanjutan

 Nervus olfaktorius ( penciuman ) turun


melalui lamina kribosa dari permukaan
bawah bulbusolfaktorius dan kemudian
berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius
didaerah sepertiga atas hidung.
PATOFHISIOLOGI
 Cedera yang berasal dari trauma pada
hidung bervariasi karena beberapa faktor:
– Umur pasien (kelenturan jaringan).
– Kekuatan trauma.
– Arah trauma.
– Sifat benda yang memukul .
 Cedera jaringan lunak yang sering terjadi
termasuk laserasi, ecchymosis, dan
hematoma pada bagian eksternal dan
internal hidung
 Cedera skeletal termasuk fraktur
(kominutif pada pasien tua), dislokasi
(lebih sering pada anak – anak) dan
fraktur – dislokasi.
 Cedera dislokasi dapat menyangkut
artikulasi yang terdapat pada os
nasalis bagian eksternal atau
septum.
 Pola fraktur os nasalis bervariasi
menurut arah terjadinya trauma dan
terdapat perbedaan yang nyata antara
trauma frontal dan lateral.
 Bila arah pukulan berasal depan,
cedera dapat bervariasi dari yang
minor (bagian kecil os nasalis) sampai
mayor (datarnya os nasalis eksterna).
Cedera ini diklasifikasikan menurut kedalaman
sebagai plana frontalis 1, 2, atau 3
 Trauma dari arah lateral hanya
menyebabkan fraktur depresi bagian
ipsilateral os nasalis atau bila trauma cukup
kuat dapat menyebabkan fraktur pada os
nasalis bagian kontralateral
 Fraktur septum nasi yang mengalami
perputaran atau pelepasan dapat
menyebabkan fragmen – fragmen tulang
terkunci sehingga tidak dapat diperbaiki
dengan metode tertutup (closed technique)
 Sambungan kartilago pada os nasalis atau
maksila dapat terputus sehingga
menyebabkan instabilitas kerangka
eksternal dan deformitas airway hidung.
 Garis fraktur biasanya tampak vertikal bila
lokasinya anterior dan tampak horisontal
bila lokasinya posterior.
 Fraktur septum dapat mengaktivasi tekanan
mengunci lalu pada proses penyembuhan
oleh fibrosis dapat menyebabkan perputaran
septum dengan konfigurasi yang berbeda
(C-shaped, S-shaped, or spurs.
 terdapat kelas ketiga fraktur yaitu
fraktur yang menyebabkan tekanan
pada bagian hidung dalam bahwa
fraktur seperti ini lebih mungkin
menyebabkan fraktur dan dislokasi
septum, terutama dislokasi kartilago
quadrangular dari maksila
 Fraktur hidung dilakukan pada kadaver
dengan trauma yang berasal dari
frontal dan lateral, lalu dari ini
menghasilkan 3 tipe pola fraktur
DIAGNOSIS
 Ada riwayat trauma nasalis dan perdarahan
menunjukkan kemungkinan terjadi fraktur os
nasalis
 Pemeriksaan intranasal setelah dilakukan
dekongesti merupakan kunci untuk diagnosis
dislokasi septum atau hematom
 Palpasi bagian eksternal hidung untuk nyeri tekan,
mobilitas dan stablitas merupakan langkah yang
reliabel guna diagnosis fraktur piramidalis.
 Pemeriksaan radiografik dapat membantu dalam
penilaian fraktur os nasalis, tetapi reliabel hanya
berkorelasi dengan penemuan pemeriksaan fisik
lanjutan
 Dokumentasi foto fraktur os nasalis sangat penting
untuk catatan medis.
 Hidung harus diperiksa di bagian eksternal dan
internal untuk mencari adanya deformitas, deviasi
atau contour yang abnormal
 Laserasi, sobek mukosa, ecchymosis, dan
hematoma mengarah ke adanya fraktur
 Tanda fraktur os nasalis lain termasuk edema
palpebra, khemosis sklera, ecchymosis periorbital,
dan perdarahan subkonjungtiva
lanjutan
 Emfisema subkutan dapat terjadi bila pasien
berusaha untuk mengeluarkan jendalan darah dari
hidung. Pemeriksaan intranasal seharusnya
didahului oleh dekongesti mukosa dan pengambilan
jendalan darah dari hidung.
 Palpasi harus dilakukan secara sistematis untuk
menilai stabilitas dan derajat nyeri
 Adanya depressi, dislokasi dan mobilitas os nasalis
secara pasti menegakan diagnosis fraktur.
 Pemeriksaan palpasi yang terlalu hati – hati dapat
memberi hasil salah bila ada edema dan nyeri
tekan.
lanjutan
 Kartilago nasi dan kartilago septum harus
diperiksa untuk kemungkinan adanya
dislokasi dari bagian fibrousnya dengan
memperhatikan kartilago lateral, klep nasi,
dan kartilago quandrangular.
 Ujung hidung sebaiknya di dorong kearah
occiput untuk menilai integritas septum
 Bila dilakukan palpasi menggunakan dua
jari dengan tekanan secara lateral dan
ditemukan nyeri tekan maka ada
kemungkinan cedera septum
TERAPI
 Opsi terapi termasuk reduksi tertutup
atau terbuka dari piramidalis eksternal
atau septum yang fraktur
- Kesempatan manajemen yang terbaik
adalah selama 3 jam pasca trauma
- Bila memungkinkan, reduksi sebaiknya
dilakukan dalam waktu 3 sampai 7 hari
 Indikator Klinis Reduksi Fraktur Os
Nasalis (Terbuka maupun Tertutup)
 Strategi
 Indikasi (salah satu dari berikut)
– Bukti fisik adanya fraktur nasi atau septum
disertai instabilitas, dislokasi, hematoma, atau
obstruksi airway
– Bukti radiografik adanya fraktur os nasalis
dengan dislokasi.
 Indikasi reduksi tertutup:
– Fraktur unilateral atau bilateral os nasalis
– Fraktur kompleks nasal – septal dengan
deviasi nasal kurang dari setengah lebar
hidung.
 Reduksi terbuka biasanya di
rekomendasikan untuk:
– Fraktur – dislokasi ekstensif os nasalis dan
septum
– Deviasi piramidalis nasi melebihi setengah lebar
hidung
– Fraktur – dislokasi bagian caudal septum
– Fraktur terbuka septum
– Deformitas persisten setelah dilakukan reduksi
tertutup
Tujuan manajemen
 Mengembalikan penampilan yang sesuai
(kosmetik)
 Mempertahankan airway hidung
 Meletakan septum kembali di midline
 Mempertahankan integritas lubang hidung
 Mencegah stenosis post operatif, perforasi
septum, retraksi columellar, dan deformitas
saddle
LAPORAN KASUS

I. IDENTITY :
Name : Ny. W
jenis Kelamin : perempuan
Usia : 38 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : sleman
No RM : 0-67-77-17
II. ANAMNESA :
Keluhan Utama :
Nyeri di pangkal hidung sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak ±2 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri di
pangkal hidung sebelah kiri. tapi pasien tidak merasakan
hidung buntu. ±2 hari yang lalu pasien mengeluh hidung
sebelah kiri keluar darah karena terbentur kepala
anaknya, akan tetapi setelah disumbat dengan kapas
perdarahan berhenti.
Keluhan telinga dan tenggorok (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit serupa (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat sakit serupa (-).
RESUME :

 Nasal pain on the left nose (+)


 Trauma (+)
III.Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
KU : Baik, CM ,gizi cukup
Vital sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/min
RR : 20 x/min
t : 37 oC

Status Lokalis : lihat di papan tulis


PEMERIKSAAN
PENUNJANG
DIAGNOSIS

 FRAKTUR OS NASAL
TERAPI

 Amoxycillin 3 x 500 mg, Asam


mefenamat 3 x 500 mg
MASALAH

 PROGNOSA
PLAN

 Operasi : reposisi os nasal


DISKUSI
 Pada kasus di diagnosis dengan Fraktur os
nasal di tegakkan berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik adannya . ±2 hari
yang lalu hidung sebelah kiri terbentur
kepala anaknya, hidung sebelah kiri sempat
mengeluarkan darah , akan tetapi setelah
disumbat dengan kapas perdarahan
berhenti.
 Palpasi bagian eksternal hidung terdapat
nyeri tekan dan terdapat krepitasi .
 Pemeriksaan radiografik adanya gambaran
dikontinuitas pada pangkal hidung
KESIMPULAN

 Pada pasien dengan fraktur os nasal


ini diberikan terapi konservatif.
TERIMA KASIH
Closed Reduction

 Dilakukan anestesi menggunakan 2%


lidocaine serta epinephrine sebagai
semprotan intranasal lalu meletakan 4
kasa steril di dalam hidung
 Anestesi topikal menggunakan injeksi 2%
lidocaine dengan perbandingan
1:100,000 epinephrine sepanjang
dorsum hidung, bagian lateral piramidalis
nasi, dan pada basis septum anterior
 Alat yang sebaiknya digunakan untuk
reduksi tertutup adalah elevator Boies
atau Ballenger, forcep Asch atau
Walsham, atau forcep Kelly besar
dengan tuba karet pada masing –
masing pisau
 Forcep Asch atau Walsham dapat digunakan
dengan memasukan satu pisau dalam masing –
masing lubang hidung atau dengan meletakan
satu pisau di dalam hidung di bawah os nasi
dan pisau yang lain pada kulit hidung diatasnya.
 Tidak boleh ada tekanan yang terlalu banyak
dalam hidung (di bawah os nasalis dekat sutura
nasofrontal) karena area ini jarang terjadi
fraktur maupun sobekan mukosa dan
perdarahan dapat terjadi
 Reduksi dapat dilakukan dengan fragmen –
fragmen os nasalis yang masih tersisa tetapi
pembentukan menggunakan jari – jari
mungkin perlu pada sebagian pasien. Reduksi
yang tidak adekuat pada septum nasi dapat
menghambat reposisi eksternal hidung pada
kasus fraktur-dislokasi piramidalis bilateral
 Reduksi fragemen os nasalis pertama biasanya
juga mereduksi septum, jika tidak, forceps
Asch atau Walsham dapat dilakukan elevasi
ringan dari piramidalis nasi saat tekanan
diaplikasikan pada regio septum yang dislokasi
 Septum dapat distabilkan menggunakan bidai
Silastic yang dijahit pada hidung lalu kasa
dimasukan kedalam kedua lubang hidung.
 Pembalutan eksternal menggunakan solasi kertas,
plaster ortopedis berukuran 2 inci lebarnya, dan
solasi lapisan eksternal diaplikasikan.
 Bidai di lepas setelah 10 hari
 Dekongestan dan semprotan nasal steriod sangat
bermanfaat saat masa pemulihan
Open Reduction

 Reduksi terbuka biasa diperlukan bila


terdapat kekhawatiran ketidakmampuan
mereduksi piramidalis nasi karena fraktur
yang terkunci dari os dan kartilago septum
 Dilakukan incisi hemitransfixion pada
samping dislokasi
 Akses terhadap garis fraktur diperoleh
melalui incisi intercartilaginous bilateral
 Kulit di bagian dorsal di elevasikan dari
kartilago lateral dan periosteum
dielevasikan dari os nasalis.
 Incisi apertura piriformis memberi
akses ke linea fraktur bagian lateral
 Segmen kartilago dibuka dan di reduksi
 Kadang – kadang sebuah segmen kartilago harus di
reseksi bersebelahan dengan fraktur
 Elevator Cottle atau pisau Ballenger digunakan
untuk memotong bagian – bagian kecil dari
kartilago
 Reseksi radikal dari kartilgo atau tulang harus
dihindari untuk membatasi fibrosis dan kontraktur
 Setelah pembedahan septum seperti ini, reduksi
yang sesuai biasa dapat terjadi
 Packing and splinting are done as
described under closed reduction.
 Antibiotic coverage is routinely used.
 Cold compresses are recommended for
24 to 48 hours to reduce existing
edema and prevent additional edema.
 Some authors recommend injecting
hyaluronidase to decrease edema
Midface fracture
Le Fort , Le Fort , Le Fort 
Le Fort I
 Fraktur segmental horisontal pada procesus
alveolaris maxila.
 Le fort II : fraktur unulateral dan bilateral maksila
deangan copus maksila terpisah dari tulang dan
fasial dan bagian yag terlepas berbentuk
piramid,fraktur dapat meluas melewati corpus
maksila ke bawah sepanjang garis palatum durum
melalui dasar orbita dan kedalam kavum nasi.
 Le fort III :seluruh maksila dan satu atau lebih
tulang yang fasial yang terpisah secara lengkapdari
krani fasial.

Anda mungkin juga menyukai