Anda di halaman 1dari 43

i

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO


(BPPV) KANALIS LATERALIS
KAJIAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA
Referat I

Disusun oleh:

Silvanus Hernaldo

NIM : 09/308817/PKU/11974

Pembimbing:

dr. Kartono Sudarman, Sp. THT-KL(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK-


KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT 1

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO


(BPPV) KANALIS LATERALIS
KAJIAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

Disusun oleh:
Silvanus Hernaldo

NIM : 09/308817/PKU/11974

Telah disetujui oleh:

Pembimbing:

dr. Kartono Sudarman, Sp. THT-KL (K Tanggal .....................

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu THT-KL

dr. Kartono Sudarman, Sp. THT-KL (K) Tanggal .....................

ii
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………. 3
C. Tujuan Penulisan……………………………………………….. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5


A. Anatomi Vestibuler......................................................................... 5
B. Fisiologi Alat Keseimbangan.......................................................... 12
C. Patofisiologi Alat Keseimbangan................................................... 18

BAB III. A. Definisi............................................................................................ 19


B. Etiologi………………………………………………………….. 19
C. Pemeriksaan BPPV ……………………………............................ 20
1.Anamnesis…………………………………………………… 20
2.Pemeriksaan Fisik…………………………………………….. 21
3.Pemeriksaan Tes Provokasi Nistagmus……………….............. 21
4.Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan……………………........... 27
5.Diagnosis…………………………………………………….... 29
6.Penatalaksanaan……………………………………………...... . 32

BAB IV RINGKASAN……………………………………………………… 37

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan

vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti

mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala

terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.1,2

Pasien dengan gangguan ini mengeluh vertigo episodik durasi singkat,

diprovokasi oleh gerakan kepala dan disertai dengan karakteristik nystagmus pada

posisi paroksismal. Nystagmus ini biasanya terjadi dengan arah vertikal atau

horizontal, tergantung pada kanalis semisirkularis yang terlibat, dan ditandai

dengan adanya latensi, fase cepat dan lambat, tidak menetap, dan dapat kembali

seperti semula. Diagnosis dalam banyak kasus dapat dengan mudah diperoleh

dengan menggunakan Dix- Hallpike dan tes supine roll tests.2

Barany pada tahun 1921, adalah orang yang pertama yang menjelaskan

dan mendeskripsikan vertigo paroksismal yang diikuti dengan nystagmus pada

perubahan posisi kepala, dan menghubungkannya dengan adanya otolith. Dix dan

Hallpike pada tahun 1952 menggunakan istilah deskriptif "benign paroxysmal

positional vertigo" dan menjelaskan secara rinci tanda-tanda dan gejala gangguan

vertigo paroksismal. Mereka juga menggambarkan manuver yang dapat

digunakan untuk memprovokasi serangan dan masih digunakan sampai saat ini

dan pemeriksaannya sesuai dengan namanya. 3 Shuknecht pada tahun 1969

memaparkan bahwa BPPV ditimbulkan oleh lesi dari kanalis semi sirkularis
posterior dan sekaligus memaparkan tentang cupulolithiasis.4 Hall.,et al pada

tahun 1979 mengusulkan teori yang paling meyakinkan tentang canalolithiasis,

berbeda dengan teori Shuknecht tentang cupulolithiasis.5

Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis semisirkularis posterior dengan

angka resolusi lebih dari 95% setelah terapi reposisi kanalith. Beberapa tahun

terakhir, terdapat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal, namun

dengan angka kesuksesan terapi yang masih rendah (<75%). 2,6,7 Hal ini

disebabkan kesalahan dalam penentuan letak lesi dan tipe BPPV kanalis

horizontal. Pasien dengan keluhan dan gejala yang sesuai dengan BPPV, namun

tidak sesuai dengan kriteria diagnostik BPPV kanalis posterior, harus dicurigai

sebagai BPPV kanalis horizontal.2 Sekitar 50% penyebab BPPV adalah idiopatik,

selain idiopatik, penyebab terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan

neuritis vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat

juga sebagai akibat dari posisi tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed

rest total lama.1,7

Pada sebuah klinik vertigo di London, Inggris ditemukan sebanyak 17%

kasus BPPV dari semua keluhan vertigo. Keterlibatan kanalis semisirkularis

horizontal hanya sekitar 10-30% dari semua BPPV.5 Escher dalam penelitiannya

memperkirakan angka kejadian BPPV kanalis horizontal hanya sebanyak 3 – 12%

pertahunnya dengan kasus terbanyak tipe kanalolithiasis (75%).7

2
B. Perumusan Masalah

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan

vestibuler yang paling sering ditemui di bagian THT dan dampaknya relatif

meningkat sesuai pertambahan usia. Angka kejadian berkisar antara 10,7 dan 64

kasus / 100.000 penduduk per tahun dan meningkat sekitar 38% per dekade.

Penyebabnya juga sangat bervariasi dimana sekitar 50% idiopatik, trauma kepala

(17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%), migraine, implantasi gigi dan

operasi telinga. Mengingat prevalensi BPPV yang cukup tinggi serta faktor

etiologi yang bervariasi dapat menjadi tantangan tersendiri bagi dunia kedokteran

saat ini khususnya bagian THT. Para klinisi juga dituntut untuk bukan hanya

sekedar melakukan diagnosis tetapi juga melakuan terapi yang tepat dan efektif

3
C. Tujuan Penulisan

BPPV dapat didiagnosis dan diobati oleh beberapa disiplin klinis. Hal ini

juga sangat memberi tantangan bagi para klinisi untuk dapat lebih menguasai dan

mempelajari tentang diagnosis dan terapi BPPV. Prevalensi yang signifikan, dan

kualitas-hidup serta dampak ekonomi yang kurang baik dapat mempengaruhi

variasi dalam pengelolaan BPPV. Variasi ini berhubungan dengan tindakan

diagnostik dan strategi dalam melakukan perawatan terhadap penderita BPPV

baik oleh spesialisasi maupun disiplin ilmu yang terlibat dalam pengelolaannya.

Keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan dari BPPV dapat

mengakibatkan biaya dan kualitas hidup pasien sangat terganggu, sehingga

penulisan makalah ini dapat meningkatkan mutu klinisi dalam mendiagnosis dan

melakukan terapi kepada pasien dengan BPPV. Peningkatan tersebut mungkin

dicapai dengan pengurangan penggunaan obat yang tidak relevan serta dapat

mengurangi penggunaan tes yang tidak perlu seperti pencitraan radiografi, dan

dengan meningkatkan penggunaan manuver reposisi yang tepat sasaran. Dalam

hal ini keseriusan para klinisi dalam penanganan BPPV bukan hanya karena

prevalensi yang tinggi, tetapi juga karena diagnosis dan terapi yang relatif

sederhana.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Vestibuler

Gambar 1.Skema Telinga Dalam (Ballenger 1996)

Ada banyak persamaan dengan anatomi koklea. Misalnya, kedua organ

akhir terletak dalam saluran yang merupakan lubang didalam pars petrosus os

temporal ( secara embriologis kedua alat ini berasal dari saluran yang sama ).

Saluran dibagi dua : labirin tulang yang terisi perilimf, disebelah luar, dan labirin

membrane yang terisi endolimf dibagian dalam. Sebagai tambahan. Seperti di

dalam koklea, sel reseptor alat vestibuler juga bersilia, dan silia ini merentang

masuk kedalam matriks gelatin. Ketiga kanalis semisirkularis saling tegak lurus.

Dapat dibayangkan sebagai bidang dasar sebuah kubus. Kanal horizontal (atau

lateral) terletak dalam bidang dasar dari kubus, dan antero vetikal (atau superior)

dan kanal postero vertical (posterior) adalah kedua bidang sisi yang lain. Pada

manusia kumpulan ketiga kanalis miring 30 derajat ke atas. Pada posisi fisiologik,

5
kepala menunduk 30 derajat, sehingga kemiringan 30 derajat ini menjadikan kanal

horizontal sehari-hari berada dalam posisi horizontal, seperti terlihat pada

gambar 1

Gambar 2 : A.Orientasi kanal vertikal di kepala manusia,


B. Bagian canalis semisirkularis lateral ( bailey 2001)

Geometrik tata letak kanal ditunjukkan pada gambar 2, kanal-kanal

horizontal terletak sejajar dengan garis antara kanal auditori eksternal dan canthus

luar mata, yang cenderung 30 derajat diatas bidang aksial horisontal. Kanal-kanal

vertikal pada sudut kanan ke kanal horisontal dan satu sama lain.

Ketika melihat kebawah di bagian atas kepala, kanal anterior berorientasi

pada sekitar 45 derajat midsagital dan 45 derajat anterior garis intraural. Posterior

saluran sejajar dengan kanal posterior di sebelah kanan, dank anal posterior kiri

dan kanal anterior kanan sama sejajar.

Organ otolith terdapat diruang depan terdiri dari utriculus dan saculus

yang mendeteksi percepatan linier. Utrikulus selaras sejajar permukaan bumi dan

kira-kira sejajar dengan kanal horizontal ipsilateral, seperti terlihat pada gambar 3.

6
Gambar 3 : perkiraan tata letak organ otolith ( bailey 2001 )

Organ akhir sensoris (Krista) kanalis semisirkularis berada pada pelebaran

ujung setiap kanal (ampula). Anatomi Krista, berupa gundukan jaringan berbentuk

pelana, yang menempel pada dinding ampula. Sel-sel rambut terletak pada

permukaan Krista. Serabut saraf ampula berjalan melalui pusat Krista untuk

bersinapsis pada basis sel rambut. Silia sel rambut menonjol dari permukaan

Krista kedalam struktur gelatin yang disebut kupula. Kupula ini menutupi bagian

atas Krista dan meluas sampai dinding ampula yang berhadapan,dapat dilihat pada

gambar 4.

7
.

Gambar 4. Anatomi Krista (Ballenger 1996)

Sakulus dan utrikulus adalah dua kantong di dalam labirin membran, yang

berlokasi dibagian vestibulum (pintu masuk) telinga dalam. Organ reseptornya

disebut macula, sebagai bercak epitel pada dinding labirin membran. Macula

utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis

horisontal. Macula sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan terutama

terletak di bidang vertikal.

Gambar 5 : Struktur macula (Ballenger 1996 )

8
Struktur macula, yang terdiri dari sel-sel rambut dikelilingi oleh sel-sel

penunjang. Silia sel rambut menempel pada membrane gelatin. Dipuncak

membran gelatin terdapat lapisan endapan kalsium karbonat yang disebut otolit.

Nomina anatomika menyebut “stakonia” sebagai nomenklatur standar, tetapi

istilah “otolit” lebih luas dipakai oleh para pakar klinik. Otolit tersebut lebih padat

dari endolimf di sekelilingnya. Oleh karena itu dapat bereaksi terhadap gravitasi

dan tenaga gerak lainnya, seperti terlihat pada gambar 5.

Gambar 6 : Mikroanatomi sel-sel rambut vestibuler ( Ballenger 1996 )

Ada dua tipe sel rambut baik pada macula maupun Krista. Sel rambut tipe

1 berbentuk botol dan mempunyai ujung saraf berbentuk piala yang menyelubungi

semuanya kecuali ujung yang berambut. Ini mungkin analog dengan sel-sel

rambut dalam koklea. Sel rambut tipe II berbentuk silinder dan mempunyai

9
beberapa ujung saraf kecil hanya pada basis sel. Bentuk ini mungkin analog

dengan sel-sel rambut luar koklea. Sel rambut tipe I berkumpul di puncak Krista

dan bagian tengah macula, sel rambut tipe II berkumpul di daerah organ akhir

sisanya, seperti terdapat pada gambar 6 .

Ada dua tipe silia : kinosilia dan stereosilia. Tiap sel rambut hanya

mempunyai satu kinosilium dan berkas yang terdiri dari 60 sampai 100 stereosilia.

Stereosilia adalah batang berbentuk gada yang memanjang dari lempeng

kutikula padat diujung apical sel rambut. Bentuknya tidak sehomogen seperti

anggapan orang semula, tapi berisi mikrofilamen yang tersusun memanjang yang

mungkin terdiri dari zat aktin. Membrane yang membungkus stereosilia adalah

lanjutan membrane sel rambut yang menebal. Stereosilia berkerut pada dasarnya

dan sewaktu defleksi bergerak seperti batang kaku berputar sekeliling daerah

dasar yang berkerut.

Kinosilia berakhir pada badan basal, terdapat tepat dibawah membrane sel

rambut. Didalam setiap kinosilia terdapat 9 filamen perifer, tersusun beraturan

sekeliling dua filament sentral. Susunan 9 tambah 2 ini terdapat pada berbagai

silia yang bergerak misalnya epitel saluran napas, epitel duktus kandung telur,

flagelata uniseluler. Pada setiap sel rambut, sebatang kinosilium berada pada satu

sisi dari sekumpulan stereosilia. Pada macula maupun Krista, sel-sel rambut

didaerah yang sama cenderung mempunyai kinosilia pada sisi yang sama dengan

kumpulan stereosilia. Jadi epitel sensoris pada alat vestibuler mempunyai

polarisasi arah morfologik.

10
Semua kinosilia cenderung mengarah ke garis yang disebut linea alba,

yang berjalan memotong kira-kira ditengah macula. Di dalam sakulus, kinosilia

mengarah menjauhi linea alba. Pada Krista kanal horizontal, kinosilia mengarah

ke utrikulus, sedangkan pada Krista vertical mengarah menjauhi utrikulus. Jadi

Krista vertical dan horizontal secara morfologis mempunyai polarisasi arah

berlawanan arah.

Gambar 7. konversi kemiringan kepala terhadap merunduknya silia rambut oleh makula
( Ballenger 1996 )

Seperti halnya pada koklea, mekanisme hantaran terakhir di dalam

vestibuler adalah melengkungnya silia sel rambut. Jika permukaan makula miring,

otolit-otolit yang berat condong bergulir ke bawah, membawa serta membrane

gelatin beserta sel rambut yang melekat, seperti terlihat pada gambar 7 .

Bila kepala berputar, kelambanan endolimf menyebabkan gerakan relative

terhadap dinding saluran dan kupula, yang didalamnya terdapat sel rambut.

11
Gambar 8 : konversi putaran kepala terhadap merunduknya silia rambut oleh Krista dan
kupula ( Ballenger 1996 )

Kupula berayun seperti pintu angin dengan engsel pada permukaan Krista.

Gerakan silia untuk fungsi fisiologi normal dapat dilakukan dengan mudah

meskipun kupula tetap menempel diseluruh pinggirnya, terlihat pada gambar 8.

Pada beberapa spesies, kupula menempel seperti itu dan bila terdorong

endolimf, akan melekuk maksimal pada dasarnya dan bukan pada apeks.

B. Fisiologi Alat Keseimbangan

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan

disekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler dilabirin,

organ visual dan propioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik

tesebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada

saat itu.

12
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang

meupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin

tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat macula utrikulus yang didalamnya

terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetic terdiri dari tiga kanalis

semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan

dengan utrikulus, disebut ampula. Didalamnya terdapat Krista ampularis yang

terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu

substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan

cairan endolimfa dilabirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.

Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membrane sel akan berubah, sehingga

ion kalsium akan masuk kedalam sel yang menyebabkan terjadinya proses

depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang

selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat

keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong kearah berlawanan, maka

terjadi hiperpolarisasi.

13
Gambar 9. Distribusi potensial istirahat di dalam Ampula ( Ballenger 1996)

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energy

mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa didalam kanalis

semisirkularis menjadi energy biolistrik, sehingga dapat memberi informasi

mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut,

seperti terdapat pada gambar 9. Dengan demikian dapat memberi informasi

mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung sistem vestibuler

berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat

menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat

berupa vertigo, rasa mual,dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau

takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.

14
Gambar 10. hubungan merunduknya silia, perubahan potensial reseptor, perubahan
kecepatan penyaluran saraf ( Ballenger 1996)

Hubungan antara polarisasi morfologik silia sel rambut, polaritas potensial

reseptor, serta eksitasi dan inhibisi saraf. Ketika stereosilia merunduk kea rah

kinosilia, potensial istirahat berkurang dan saraf aferen yang bersinapsis dengan

sel rambut terangsang.terjadi efek sebaliknya bila stereosilia merunduk dengan

arah menjauh dari kinosilia, seperti terdapat pada gambar 10.

Pada kanal horizontal, menunduknya kupula kearah utrikulus

(utrikulopetal) menurunkan potensial istirahat ampula dan menaikkan kecepatan

pancaran saraf. Menunduknya kupula menjauhi utrikulus meninggikan potensial

istirahat dan menurunkan kecepatan pancaran saraf.

Pada kanal vertical, efek arah ini sebaliknya. Jadi, polarisasi morfologik

yang berlawanan sel rambut vertical dan horizontal mempunyai korelasi

fungsional seperti yang diharapkan.

15
Didapatkan karakteristik umum bahwa neuron dapat digolongkan sebagai

responder gerakan miring (unit otolith) atau responder rotasi (unit kanal). Lokasi

kedua unit ini sesuai yang diharapkan dari proyeksi anatomic aferen dari otolit

dan kanalis semisirkularis pada kompleks nucleus vestibularis.

Jadi responder gerakan miring terutama ditemukan didaerah yang

dipersarafi oleh sakulus dan utrikulus (nukleus inferior dan bagian kaudal nucleus

lateral), dan responder rotasi ditemukan didaerah yang dipersarafi kanalis

semisirkularis (nucleus superior dan bagian rostral nucleus medialis).

Diantara responder reaksi rotasi, jalur dari tiap-tiap kanal agaknya sering

terpisah. Jadi misalnya, neuron yang bereaksi terhadap rotasi vertical atau

terhadap stimulasi listrik dari saraf ampula vertical tidak akan bereaksi terhadap

rotasi horizontal atau stimulasi dari saraf ampula horizontal dan sebaliknya.

Meskipun fungsi penting kanalis semisirkularis adalah memberikan input

aferen untuk reflek vestibulo okuler yang membangkitkan pergerakan bola mata

sebagai kompensasi terhadap pergerakan kepala mempertahankan kestabilan

bayangan penglihatan selama rotasi,dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Refleks Vestibulo-Okuler (Ballenger1996)

16
Reflek vestibulo-okuler dilayani 3 jalur neuron sederhana dengan sinapsis

pertama di nucleus vestibularis, sinapsis kedua di kompleks nucleus

okulomotorius, dan jalur penghalang di fasikulus longitudinalis medial.

Hubungan inhibisi okulomotor melayani otot-otot ekstra okuler antagonis.

Interkoneksi inhibisi penting dalam formasi konyugasi gerak bola mata dan reflex

vestibulookuler dengan perangai mirip interkoneksi komisura-vestibuler.

Efek stimulasi yang serempak pada nervus ampularis individual terhadap

pergerakan bola mata memberikan pengertian bagi para klinisi akan konsep

mengenai susunan fungsional reflex vestibule-okuler.

Urutan mulai dari pergerakan endolimf dalam kanal horizontal sampai

gerakan kompensasi bola mata, diperlihatkan gambar 11, pergerakan kepala kekiri

menggerakkan endolimf kearah kanan dalam kanal kiri. Artinya menuju ampula

dan meningkatkan kecepatan penyaluran saraf ampula.

Output saraf ampula yang meningkat menyebabkan konyugasi deviasi

mata menjauhi sisi yang dirangsang ( misalnya, ke kanan, yang berlawanan

dengan pergerakan kepala)

Demikian juga, pergerakan kepala ke kiri memacu gerakan ampulofugal

dalam kanal kanan, yang menurunkan output saraf. Menurunnya output saraf

menghambat otot ekstraokuler, menyebabkan bola mata berkonyugasi deviasi ke

kiri, sehingga menimbulkan suatu output sinergis dengan konyugasi deviasi mata

ke kanan yang ditimbulkan oleh ouput dari kanal kontralateral,dapat dilihat pada

gambar 12.

17
Gambar 12. Fase Vestibuler dari bermacam-macam Nistagmus (Ballenger 1996)

C. Patofisiologi Alat Keseimbangan

Rangsangan abnormal dapat menimbulkan gangguan vertigo bila terjadi

kerusakan pada sistem vestibulernya, misalnya orang dengan paresisi kanal akan

merasa terganggu bila naik perahu. Rangsangan normal dapat pula menimbulkan

vertigo pada orang normal, bila situasinya berubah, misalnya dalam ruang tanpa

bobot.

Vertigo tidak akan timbul bila hanya ada perubahan konsentrasi o2 saja,

tapi harus ada factor lain yang menyertainya, misalnya sklerosis pada salah satu

dari arteri auditiva interna, atau salah satu arteri tersebut terjepit. Dengan

demikian bila ada perubahan konsentrasi o2, hanya satu sisi saja yang

mengadakan penyesuaian, akibatnya terdapat serangan vertigo. ,

Perubahan konsentrasi o2 dapat terjadi, misalnya pada hipertensi,

hipotensi, spondilartosis servikal. Pada kelainan vasomotor, mekanisme terjadinya

vertigo disebabkan oleh karena terjadi perbedaan perilaku antara arteri auditiva

interna kanan dan kiri, sehingga menimbulkan perbedaan elektro potensial antara

vestibuler kanan dan kiri

18
BAB III

BPPV (BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO)

A. Definisi

BPPV kanalis horizontal adalah suatu bentuk varian dari BPPV yang

pertama kali diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo

posisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus

horizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah

telinga di posisi bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga

di posisi atas) selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang.

Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus

dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal (kanalolithiasis),

sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari

utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolithiasis) atau karena

adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis horizontal

(kanalolithiasis apogeotropik).2,7,12

B. Etiologi

Penyebab dari Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) horizontal

sering tidak dapat ditemukan “idiopathic” dan separuh dari kasus BPPV ini

penyebabnya sulit dipastikan. Belum jelas mengapa partikel kecil kristal kalsium

karbonat bisa bebas di telinga bangian dalam. Ini mungkin terjadi disebabkan oleh

trauma kepala ringan atau mungkin juga karena pergerakan kepala yang berulang

19
(misalnya bekerja di depan komputer dengan kepala yang bergerak ke atas dan

bawah atau membersihkan debu pada tempat yang lebih tinggi dari kepala.

Penyebab lain yang mungkin termasuk adalah : Infeksi virus,

Inflamasi/peradangan saraf (neuritis), Komplikasi dari pembedahan telinga, Efek

samping dari obat-obatan, Pergerakan kepala yang cepat, Degenerasi membran

otholitik utricular.13,14

C. Pemeriksaan BPPV Secara Umum

1. Anamnesis

Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama,

umur, pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan

yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan

perlu ditelusuri; sejak kapan mulai, sifat serta beratnya, lokasi serta penjalarannya,

hubungannya dengan waktu, keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan

tersebut, pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya, faktor yang membuat

keluhan lebih berat atau lebih ringan, dan perjalanan keluhan (apakah menetap,

bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk serangan dan lain

sebagainya).

Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah posisi pada suatu

keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar

jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari

tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala

digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik dan

20
kadang-kadang disertai rasa tidak nyaman sampai mual dan muntah .

2. Pemeriksaan Fisik Pasien

2. a. Pemeriksaan fisik secara umum

Pemeriksaan fisik umum yang sering dipakai pada pemeriksaan BPPV

yaitu pemeriksaan tanda vital antara lain tekanan darah, denyut jantung, suhu, dan

nadi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan penyebab keluhan vertigo,

misalnya adanya kenaikan tekanan darah atau penurunan tekanan darah bisa di

curiga bahwa bukan Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).15,16

2. b. Pemeriksaan fisik neurologis (N. Vestibularis)

Pemeriksaan nervus vestibularis dilakukan dengan memperhatikan adanya

dizziness, vertigo (mabuk, pusing) atau kehilangan keseimbangan hingga tubuh

bergoyang-goyang. Pada gangguan unilateral goyangan tubuh terjadi ke arah satu

sisi dan ada deviasi postural, sering disertai deviasi kinetik atau “past pointing”.

Gangguan vestibuler biasanya disertai deviasi okuler atau nistagmus. 15, 16

3. Pemeriksaan Tes Provokasi Nistagmus

Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan

menilai timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Kebanyakan kasus BPPV saat

ini disebabkan oleh kanalitiasis bukan kupolitiasis. Nistagmus adalah gerak bola

mata kian kemari yang terdiri atas dua fase yaitu fase lambat dan fase cepat. Fase

lambat merupakan reaksi sistem vestibular terhadap rangsangan, sedangkan fase

cepat merupakan reaksi kompensasinya. Nistagmus merupakan parameter yang

akurat untuk menentukan aktivitas sistem vestibular. Perbedaan antara berbagai

tipe BPPV dapat dinilai dengan mengobservasi timbulnya nistagmus secara teliti,

21
dengan melakukan berbagai perasat provokasi menggunakan infrared video

camera. test provokasi timbulnya nistagmus ini di lakukan untuk mengetahui

dimana lokasi massa kalsifikasi di dalam organ canalis semisirkularis, sebab

vertigo perifer terjadi karena terbentuknya massa kalsifikasi di kanalis

semisirkularis. Dikenal tiga jenis perasat untuk memprovokasi timbulnya

nistagmus yaitu; perasat Dix Hallpike, perasat side lying, perasat roll dan tes

kalori.10, 15, 16

Perasat Dix Hallpike merupakan perasat yang paling sering digunakan. Side

lying test digunakan untuk menilai BPPV pada kanal posterior dan anterior.

Perasat Roll untuk menilai vertigo yang melibatkan kanal horisontal. Diagnosis

BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan dengan cara

memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan respon

vertigo dari kanalis semi sirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat memilih

perasat Dix-Hallpike atau side lying.10, 15, 16

3. a. Perasat Dix-Hallpike

Perasat Dix-Hallpike lebih sering digunakan karena pada perasat tersebut

posisi kepala sangat sempurna untuk Canalith Repositioning Treatment (CRT) .

Uji Dix-Hallpike (Juga disebut Nylen-Barany test) berguna menentukan apakah

vertigo dipicu oleh gerakan kepala tertentu. Pada saat perasat provokasi

dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi timbulnya respon nistagmus pada

kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien dalam ruangan gelap, lebih baik lagi

bila direkam dengan system video infra merah (VIM). Penggunaan VIM

22
memungkinkan penampakan secara simultan dari beberapa pemeriksaan dan

rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang. 10, 11, 15, 16

Perasat Dix-Hallpike pada garis besarnya terdiri dari dua gerakan yaitu :

1). Perasat Dix-Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior

kanan dan 2). perasat Dix-Hallpike kiri pada bidang posterior kiri dan anterior

kanan. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada

meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 45 derajat ke kanan. Dengan cepat

pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 45 derajat ke kanan sampai kepala

pasien menggantung 20-30° pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik

sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan selama

kurang lebih 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan

pemeriksaan ini maka dapat langsung dilanjutkan dengan Canalith Repositioning

Treatment (CRT) bila terdapat abnormalitas. Bila tidak ditemukan respon

abnormal atau bila perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT maka pasien secara

perlahan-lahan didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-

Hallpike kiri dengan kepala pasien dihadapkan 45 derajat ke kiri, tunggu

maksimal 40 detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon

abnormal, dapat di lanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon abnormal

atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara perlahan-lahan

didudukkan kembali.3,4,16

Hasil tes yang normal berarti bahwa Anda tidak memiliki vertigo atau

nystagmus selama tes. Sebuah hasil tes abnormal berarti bahwa Anda memiliki

vertigo atau nystagmus selama tes. Sangat mungkin bahwa vertigo disebabkan

23
oleh masalah telinga bagian dalam atau masalah otak, tergantung pada cara Anda

bereaksi terhadap tes.3, 4, 16

3. b. Perasat Side Lying

Perasat side lying juga terdiri dari 2 gerakan yaitu: a). Perasat side lying

kanan yang menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri atau

kanalis posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal

posterior pada posisi paling bawah dan b). perasat side lying kiri yang

menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kanan dan kanalis

posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horisontal dengan kanal posterior pada

posisi paling bawah.2, 3, 6

Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi

meja, kemudian dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala ditolehkan 45° ke kiri

(menempatkan kepala pada posisi kanalis anterior kiri atau kanalis posterior

kanan), tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi

duduk untuk diakukan perasat Sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke

sisi kiri dengan kepala ditolehkan 45° ke kanan (menempatkan kepala pada posisi

kanalis anterior kanan/kanalis posterior kiri). Tunggu 40 detik sampai timbul

respon abnormal.2, 3, 6

3. c. Head roll test

Head roll test dilakukan dengan memutar kepala pasien 90° ke sisi kiri

atau kanan pada posisi telentang dengan mengangkat kepala 30° dari garis

horizontal bumi, sambil mengobservasi nistagmus yang ditimbulkan. Setelah

nistagmus yang muncul menghilang, kepala pasien kembali menghadap posisi

24
semula (wajah menghadap keatas dalam posisi telentang), pada posisi ini dapat

muncul kembali nistagmus, setelah nistagmus tambahan hilang, kepala pasien

dengan cepat dipalingkan 90° kearah berlawanan, observasi nistagmus yang

muncul. Nistagmus yang muncul pada waktu melakukan manuver head roll test

menggambarkan tipe BPPV kanalis horizontal. Jika vertigo dan nistagmus yang

muncul pada manuver head roll test mempunyai intensitas yang sama antara

telinga kiri dan kanan, maka letak telinga yang sakit ditentukan dengan manuver

lainnya yang tidak membandingkan intensitas dari vertigo dan nistagmus dengan

bantuan elektronistagmografi (ENG), seperti bow and lean test, dan lying down

dan head bending nystagmus.2, 7, 15

3. d. Tes Kalori

Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita

diangkat kebelakang (menengadah) sebanyak 60º. (Tujuannya ialah agar bejana

lateral di labirin berada dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi

secara maksimal oleh aliran konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran

20 mL dengan ujung jarum yang dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan

air bersuhu 30ºC (kira-kira 7º di bawah suhu badan) air disemprotkan ke liang

telinga dengan kecepatan 1mL/detik, dengan demikian gendang telinga tersiram

air selama kira-kira 20 detik. Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya

nistagmus. Arah gerak nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga

yang dialiri (karena air yang disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak

dicatat, demikian juga frekuensinya (biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya

nistagmus berlangsung dicatat. Lamanya nistagmus berlangsung berbeda pada

25
tiap penderita. Biasanya antara½ - 2 menit. Setelah istirahat 5 menit, telinga ke-2

dites. Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya nistagmus

pada kedua sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada penderita

sedemikian 5mL air es diinjeksikan ke telinga, secara lambat, sehingga lamanya

injeksi berlangsung ialah 20 detik. Pada keadaan normal hal ini akan mencetuskan

nistagmus yang berlangsung 2-2,5 menit. Bila tidak timbul nistagmus, dapat

disuntikkan air es20 mL selama 30 detik. Bila ini juga tidak menimbulkan

nistagmus, maka dapat dianggap bahwa labirin tidak berfungsi. Tes ini

memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin normal hipoaktif atau

tidak berfungsi.10, 15

Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya

lambat, kurang lebih 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu

menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih

dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan

nistagmus. Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan

mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap

lurus ke depan : 1). fase cepat ke atas berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada

kanalis posterior kanan, 2). fase cepat ke atas berputar ke kiri menunjukkan BPPV

pada kanalis posterior kiri, 3). fase cepat ke bawah berputar ke kanan

menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kanan, 4). fase cepat ke bawah berputar

ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis anterior kiri. 10, 15

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike atau side lying

pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. Perlu diperhatikan, bila

26
respon nistagmus sangat kuat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder dengan arah

fase cepat berlawanan dengan nistagmus pertama. Nistagmus sekunder terjadi

oleh karena proses adaptasi sistem vestibuler sentral. Perlu dicermati bila pasien

kembali ke posisi duduk setelah mengikuti pemeriksaan dengan hasil respon

positif, pada umumnya pasien mendapat serangan nistagmus dan vertigo kembali.

Respon tersebut menyerupai respon yang pertama namun lebih lemah dan

nistagmus fase cepat timbul dengan arah yang berlawanan. Hal tersebut

disebabkan oleh gerakan kanalith ke kupula.10, 15

4. Pemeriksaan fungsi keseimbangan

4. a. Romberg’s Sign

Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun

masih dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki

instabilitas yang parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Romberg‟s

sign konsisten dengan masalah vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat

dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive

untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang lebih

serius dari dizziness(tidak hanya terbatas pada vertigo) misalnya drug related

vertigo, seizure, arrhythmia,atau cerebrovascular event. Penderita berdiri dengan

kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup.

Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa

penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik

cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup

badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,

27
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan

serebelar badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada

mata tertutup.10, 15, 16

4. b. Tes Berjalan

Penderita disuruh berjalan maju dan mundur dengan mata terbuka dan

tertutup diperlihatkan deviasi gaya berjalan. Jika terdapat deviasi maka terdapat

gangguan keseimbangan.10, 15, 16

4. c. Past Pointing Test

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh

mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk

tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan

tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita

kearah lesi.10, 15, 16

4. d. Posturografi

Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang mempunyai

peranan penting : sistem visual, vestibular, dan somatosensorik. Tes ini dilakukan

dengan 6 tahap : 1) Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan

pandangan pun dalam keadaan biasa (normal). 2) Pandangan dihalangi (mata

ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi (serupa dengan tes romberg). 3) Pandangan

melihat pemandangan yang bergoyang, dan ia berdiri pada tempat yang terfiksasi.

Dengan bergeraknya yang dipandang, maka input visus tidak dapat digunakan

sebagai patokan untuk orientasi ruangan. 4) Pandangan yang dilihat biasa, namun

tumpuan untuk berdiri digoyang. Dengan bergoyangnya tempat berpijak, maka

28
input somatosensorik dari badan bagian bawah dapat diganggu. 5) Mata ditutup

dan tempat berpijak digayang. 6) Pandangan melihat pemandangan yang

bergoyang dan tumpuan berpijak digoyang.

Dengan menggoyang maka informasi sensorik menjadi rancu (kacau;tidak

akurat) sehingga penderita harus menggunakan sistem sensorik lainnya untuk

input(informasi).10, 15, 16

5. Diagnosis

BPPV kanalis horizontal adalah suatu bentuk varian dari BPPV yang

pertama kali diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik vertigo

posisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus

horizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah

telinga di posisi bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga

di posisi atas) selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang.

Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari utrikulus

dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal (kanalolithiasis),

sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari

utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolithiasis) atau karena

adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis horizontal

(kanalolithiasis apogeotropik).3, 6, 17

Berdasarkan hukum Ewald kedua, stimulasi ampulopetal lebih kuat

daripada stimulasi ampulofugal pada kanalis semisirkularis horizontal. Arah

putaran kepala yang mengakibatkan intensitas vertigo dan nistagmus yang kuat

29
akan menunjukkan letak telinga yang sakit pada nistagmus geotropik dan telinga

yang sehat pada nistagmus apogeotropik.6, 18

Gambar 13. BPPV kanalis horizontal dengan nistagmus geotropik kiri.19

Gambar 14. BPPV kanalis horizontal dengan nistagmus apogeotropik kiri.19

Pasien dengan BPPV sering mengeluhkan rasa pusing berputar diikuti oleh

mual, muntah dan keringat dingin sewaktu merubah posisi kepala terhadap

gravitasi, dengan periode vertigo yang episodik dan berlangsung selama satu

menit atau kurang. Pasien akan memodifikasi atau membatasi gerakan untuk

menghindari episode vertigo.6 Dalam anamnesis, harus ditanyakan faktor-faktor

30
yang merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi keberhasilan terapi,

seperti riwayat stroke, diabetes, hipertensi, trauma kepala, migrain dan riwayat

gangguan keseimbangan sebelumnya atau riwayat gangguan saraf pusat.2,20

Anamnesis BPPV dikonfirmasi dengan melakukan manuver provokasi untuk

memastikan adanya keterlibatan kanalis semisirkularis. 19 Sebelum melakukan

manuver provokasi, haruslah diinformasikan kepada pasien bahwa tindakan yang

dilakukan bertujuan untuk memprovokasi serangan vertigo. 2

BPPV kanalis semisirkularis horizontal dapat dideteksi dengan

menggunakan manuver head roll test. Head roll test dilakukan dengan memutar

kepala pasien 90° ke sisi kiri atau kanan pada posisi telentang dengan mengangkat

kepala 30° dari garis horizontal bumi, sambil mengobservasi nistagmus yang

ditimbulkan. Setelah nistagmus yang muncul menghilang, kepala pasien kembali

menghadap posisi semula (wajah menghadap keatas dalam posisi telentang), pada

posisi ini dapat muncul kembali nistagmus, setelah nistagmus tambahan hilang,

kepala pasien dengan cepat dipalingkan 90° kearah berlawanan, observasi

nistagmus yang muncul. Nistagmus yang muncul pada waktu melakukan manuver

head roll test menggambarkan tipe BPPV kanalis horizontal.1,2,21 Jika vertigo dan

nistagmus yang muncul pada manuver head roll test mempunyai intensitas yang

sama antara telinga kiri dan kanan, maka letak telinga yang sakit ditentukan

dengan manuver lainnya yang tidak membandingkan intensitas dari vertigo dan

nistagmus dengan bantuan elektronistagmografi (ENG), seperti bow and lean test,

dan lying down dan head bending nystagmus.21

31
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery tidak

merekomendasikan maneuver head roll test pada pasien dengan kemampuan fisik

terbatas, seperti stenosis servikal, kyposcoliosis berat, ruang gerak servikal yang

terbatas, down syndrome, rheumatoid arthritis berat, cervical radiculopathies,

Paget’s disease, morbid obesity, ankylosing spondylitis, low back dysfunction dan

trauma medulla spinalis. Sampai saat ini, belum ditemukan adanya laporan

tentang bahaya atau trauma yang sebabkan oleh manuver head roll test.2

Pemeriksaan audiometri tidak mempengaruhi diagnosis BPPV. Hearing

loss dapat muncul pada pasien dengan BPPV, namun tidak mempengaruhi

diagnosis dan terapi BPPV. Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) dapat

membantu membedakan vertigo oleh karena kelainan di sentral atau perifer.

Terapi medikamentosa kurang memberikan hasil yang memuaskan untuk

tatalaksana BPPV. Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan

vertigo yang disertai mual muntah hebat, sehingga belum memungkinkan untuk

dilakukan tindakan manuver diagnostik. Preparat yang diberikan adalah golongan

vestibular depresan disertai anti emetik. 2, 6, 21

6. Penatalaksanaan

Terapi BPPV tergantung pada patofisologi dan jenis kanal yang terlibat.

Tujuan terapi adalah melepaskan otokonia dari dalam kanalis atau kupula,

mengarahkan agar keluar dari kanalis semisirkularis menuju utrikulus melalui

ujung non ampulatory kanal.10,21,22 Beberapa teknik manuver telah dikembangkan

untuk menangani BPPV kanalis horizontal.

32
6. a. Barbeceau Manuver10,18,21

Pasien diminta untuk berputar 360o dalam posisi tidur, dimulai dengan

telinga yang sakit diposisi bawah, berputar 90o sampai satu putaran lengkap

(3600). Setiap posisi dipertahankan selama 30 detik. Manuver ini akan

menggerakkan otokonia keluar dari kanal menuju utrikulus kembali.

Gambar 15. Barbecue Manuver7

6. b. Log Roll maneuver 3,17

Pasien berputar 2700 dalam posisi tidur miring ke sisi telinga yang sakit,

berputar 900 tiap satu menit menuju ke telinga yang sehat dengan total putaran

270o.

33
Gambar 16. Log Roll Maneuver17

6. c. Gufoni Maneuver6,7,18,19

Pasien duduk dengan kepala menghadap lurus ke depan dan direbahkan

dengan cepat ke arah sisi lesi, posisi ini dipertahankan selama satu menit setelah

nistagmus apogeotropik berakhir. Dalam posisi rebah, kepala pasien diputar 450

ke depan (hidung ke atas), posisi ini dipertahankan selama dua menit. Pasien

kembali ke posisi semula. Terapi ini diharapkan mampu mengkonversi nistagmus

apogeotropik menjadi nistagmus geotropik

Gambar 17. Gufoni maneuver

34
6.d. Forced Prolonged Position Maneuver6,8,18

Pasien diminta untuk tidur miring dengan telinga yang sakit berada di posisi

atas selama 12 jam. Posisi ini diharapkan mampu melepaskan otokonia yang

melekat pada kupula, dan memasukkan otokonia ke utrikulus kembali dengan

bantuan gravitasi.

Barbecue maneuver adalah manuver terapi yang paling banyak digunakan

para klinisi untuk BPPV kanalis horizontal tipe kanalolithiasis maupun

kupulolithiasis, namun sampai saat ini belum ditemukan laporan yang

membandingkan efektifitas masing-masing teknik.6,7 Penatalaksanaan BPPV

kanalis horizontal tipe kupulolithiasis sampai saat ini masih merupakan tantangan

tersendiri bagi para klinisi. Prinsip penatalaksanaan tipe kupulolithiasis adalah

melepaskan otokonia dari kupula, dan memasukkannya kembali ke utrikulus. Hal

ini dapat diketahui dengan berubahnya nistagmus apogeotropik menjadi

geotropik.10,18,19,22 Keberhasilan terapi di konfirmasi dengan melakukan manuver

provokasi ulang, jika masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka manuver

terapi diulang kembali. Umumnya pada manuver provokasi yang ketiga, gejala

vertigo dan nistagmus tidak muncul lagi.8,11

Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria6,9

a) Asimptomatis; pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar, dan head

roll test tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.

b) Perbaikan; secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari 70%,

pasien mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya dihindari. Secara objektif

nistagmus horizontal masih muncul pada manuver provokasi.

35
c) tidak ada perbaikan; jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang <70%, dan

nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.

BPPV kanalis horizontal beremisi lebih cepat dan lebih baik daripada BPPV

posterior, hal ini dikarenakan posisi ujung kanalis semisirkularis horizontal yang

terbuka dan sejajar dengan utrikulus sewaktu kepala berada pada posisi sejajar

bidang horizontal bumi, sehingga otokonia yang berada di sepanjang kanalis dapat

kembali spontan ke utrikulus.2,5

36
BAB IV

RINGKASAN

Diagnosis BPPV kanalis horizontal kiri ditegakkan berdasarkan anamnesis

adanya keluhan rasa pusing berputar sewaktu posisi kepala berubah, diikuti

dengan gejala mual muntah dan keringat dingin. Tes provokasi dengan manuver

head roll test menimbulkan vertigo hebat sewaktu kepala dimiringkan kekiri

dengan nistagmus apogeotropik yang muncul sesudah 10 detik dan mengalami

penurunan intensitas dengan pengulangan manuver.

Menurut Heidenreich dkk, nistagmus geotropik kiri muncul pada waktu tes

provokasi karena otokonia yang berada pada bagian posterior kanal bergerak ke

arah kupula sewaktu telinga kiri berada di bawah, sehingga mengakibatkan

nistagmus horizontal dengan fase cepat ke kiri. Pada nistagmus apogeotropik kiri,

otokonia berada pada bagian anterior kanalis horizontal kiri, atau melekat pada

kupula, sehingga kupula menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi, mengakibatkan

nistagmus horizontal dengan arah fase cepat ke kanan sewaktu telinga kiri berada

pada posisi bawah. 12,14,18,19

Nistagmus apogeotropik pada tipe kupulolithiasis tidak mempunyai fase

laten, intensitas menetap selama kepala berada pada posisi provokatif dan tidak

mempunyai fatigabilitas. Sebaliknya nistagmus apogeotropik pada tipe

kanalolithiasis akan memperlihatkan adanya fase laten sebelum onset vertigo

dengan onset yang lebih singkat sekitar satu menit dan mempunyai fatigabilitas.

Kedua hal diatas sangat penting untuk dibedakan karena merupakan dasar

penentuan letak lesi dan awal manuver terapi.12,18

Posisi telinga yang sakit ditentukan dengan membandingkan intensitas

vertigo dan nistagmus serta arah dari fase cepat nistagmus. Pada pasien yang tidak

37
memperlihatkan perbedaan intensitas yang bermakna, atau dengan intensitas yang

sama antara kiri dan kanan, letak lesi dapat ditentukan dengan maneuver bow and

lean test atau lying down dan head-bending nystagmus, yaitu dengan menentukan

arah nistagmus.12,18,19

Menurut guidelines yang dikeluarkan AAO-HNS pada tahun 2008, pasien

dengan gejala khas BPPV tapi dengan Dix-Hallpike yang negatif pada waktu tes

provokasi, haruslah dilanjutkan dengan head roll test, karena manuver Dix

Hallpike bukanlah manuver provokasi yang terbaik untuk BPPV kanalis

horizontalis.6,7

BPPV kanalis horizontal dapat ditatalaksana dengan berbagai macam

manuver terapi, namun yang terbanyak dan paling umum dipakai dan yang

terdapat. dalam modul perhati KL untuk tatalaksana BPPV kanalis horizontal

adalah barbecue maneuver dengan efektifitas >85%. 10,16

Barbecue maneuver dapat dilakukan untuk BPPV kanalis horizontal tipe

kanalolithiasis dan kupulolithiasis. Pada tipe kanalolithiasis, putaran barbecue

dilakukan mulai dengan telinga sakit berada diposisi bawah, yaitu telinga dimana

intensitas vertigo dan nistagmus yang terjadi lebih kuat kearah telinga yang sehat,

sementara pada kupulolithiasis putaran barbecue dilakukan pada telinga yang

memperlihatkan intensitas vertigo dan nistagmus yang lebih lemah diposisi

bawah, ke telinga dengan intensitas vertigo dan nistagmus yang kuat.

Tipe kanalolithiasis adalah kasus BPPV kanalis horizontal yang lebih

sering terjadi daripada tipe kupulolithiasis dan merupakan tipe BPPV kanalis

horizontal yang lebih respon terhadap manuver terapi daripada tipe

kupulolithiasis.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign


paroxysmal vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169(7):681-93
2. Bhattacharyya N, Baugh RF, Orvidas L, et al. Clinical Practice Guidelines:
Benign paroxysmal positional vertigo. Otolaryngology-HNS 2008; 139: S47-
S81
3. Dix MR, Hallpike CS. The pathology, symptomatology and diagnosis of
certain common disorders of the vestibular system. Proc Soc Med
1952;45:341-54.
4. Shuknecht HF. Cupulolithiasis. Arch Otolaryngol 1969;90:765- 78.
5. Hall SF, Ruby RRF, McClure JA. The mechanics of benign paroxysmal
vertigo. J Otolaryngol 1979;8:151-58.
6. Moon SY, Kim JS, Kim BK, Kim JI, et al. Clinical characteristic of benign
paroxysmal positional vertigo in Korea: A multicenter study. J Korean Med
Sci 2006; 21: 539-43
7. Escher A, Ruffieux C, Maire R. Efficacy Of The Barbecue Manoeuvre In
Benign Paroxysmal Vertigo Of The Horizontal Canal. Eur Arch
Otorhinolaryngol 2007; 264: 1239-41
8. Bailey BJ. Head and Neck Surgery-otolayngology. In Shawn D
Newlands.editors. vestibular function and anatomy. 3rd ed. Philadelphia
Lippincott Williams & Wilkins ; 2001. P.1905-1915
9. Ballenger JJ. Disease of the nose, Throat, Ear, Head and Neck. 13 th ed., 1996
: 202 – 206 . Edisi bahasa Indonesia .
10. Hadjar E, Bashiruddin J. Gangguan Keseimbangan. Dalam: Buku ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.74-80.
11. Bashiruddin J. Vertigo posisi paroksisimal jinak. Dalam: Buku ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.104-10.
12. Choung YH, Shin YR, Kahng H, Park K, Choi SJ. „Bow and Lean test to
Determine the Affected Ear of Horizontal Canal Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. Laryngoscope 2006; 116:1776-81
13. Bibsdorff AR, Debatisse D. Localizing sign in positional vertigo due to lateral
canal cupulolithasis. Neurology 2001; 57:1085-88
14. Giacomini PG, Ferraro S, Di Girolamo S, Villanova I, Ottaviani F. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo after intense physical activity: a report of nine
cases. In Case report. Eur Arch Otorhinolaryngol 2009; 266: 1831-35
15. Lumbantobing SM. Neurologi klinik. Pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2010.
16. Johnson J, Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor.
Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology-Head & Neck Surgery.
New York: Mc Graw Hill Companies; 2004.p.761-5.
17. Herdman SJ, Tusa RJ. Horizontal canal BPPV. In: Diagnosis and treatment of
benign paroxysmal positional vertigo. ICS Medical Corporation, Schaumbur,
Illinois 1999: 18-23

39
18. Lee SH, Choi KD, Jeong SH, Oh YM, Koo JW, Kim JS. Nystagmus during
neck flexion in the pitch plane in benign paroxysmal positional vertigo
involving the horizontal canal. Journal of the Neurological Sciences 2007;
256: 75-80
19. Hain TC. Lateral canal BPPV. Last modified 2009, November 21 (cited 2010
Jan 13). Available from http://www.dizziness-andbalance.
com/disorders/bppv/lcanalbppv.htm
20. Fife TD, Iverson DJ, Lempert T, et al. Practice parameter: Therapies for
benign paroxysmal positional vertigo (an evidence-based review): Report of
the Quality Standard Subcommittee of the American Academy of Neurology.
Neurology 2008;70:2067-73.
21. Koo JW, moon IJ, Shim WS, Moon SY, Kim JS. Value of Lying-down
Nystagmus in the lateralization of horizontal semicircular canal banign
paroxysmal positional vertigo. Otology & Neurotology 2006;27: 367-71.

40

Anda mungkin juga menyukai