Anda di halaman 1dari 42

PROBLEM BASED LEARNING

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


KASUS 3
“KATARAK”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
(KELAS A)

Abdul Mun’im (841419003) Fenty Riyanti Panu (841419021)


Siti Nur Aulia Supu (841418001) Nurvidya Bonita Hilala (841419040)
Rahmilia Ngadi (841419009) Wisnawati Pilo (841419026)
Indriyani Dj. Dai (841419030) Moh. Adelviyanto Hamim (841419096)
Nurmarila Luadu (841419019) Ismiyati R. Ismail (841419037)
Pramesti R. Hiyango (841419041) Ferdy Setiawan (841419046)
Rezka Pratama Agus Uno (841419027) Inday Joan Patamani (841419010)
Tarissa Mangendre (841419039) Regita Ibrahim (841419025)
Sri Magfirah Ilimullah (841419022) Zainuddin Yunus (841419012)
Nadya Rizky Anasiru (841419005) Sasmitha Kasim (841419043)
Miftahul Jannah Daud (841419034) Febriyanti Halid (841419007)
Rizka Badriyah Akbarwati (841419023)

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan “PBL Asuhan Keperawatan pada kasus 3” ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan “PBL Asuhan Keperawatan pada kasus 3” ini. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns. Ita Sulistiani, S.Kep, M.Kep dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu ,
tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini
2. Teman-teman kelompok 3 yang telah membantu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

Akhir kata penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
pihak yang telah membantu.

Gorontalo, Oktober 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
1. KLASIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING ..................................................... 1
2. KATA/ PROBLEM KUNCI .................................................................................... 2
3. MIND MAP .............................................................................................................. 3
4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING ......................................................... 4
5. JAWABAN PERTANYAAN.................................................................................... 4
6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA ..................................................... 5
7. INFORMASI TAMBAHAN..................................................................................... 5
8. KLARIFIKASI INFORMASI TAMBAHAN .......................................................... 5
9. ANALISA & SINTESA INFORMASI..................................................................... 6
10. HASIL DISKUSI................................................................................................... 6
BAB I KONSEP MEDIS ..................................................................................................... 7
A. Definisi ...................................................................................................................... 7
B. Etiologi ...................................................................................................................... 7
C. Prognosis ................................................................................................................... 8
D. Manifestasi Klinis ..................................................................................................... 8
E. Klasifikasi ................................................................................................................. 9
F. Patofisiologis ........................................................................................................... 10
G. Komplikasi .............................................................................................................. 11
H. Penatalaksanaan ..................................................................................................... 15
BAB II KONSEP KEPERAWATAN ............................................................................... 16
A. Pengkajian .............................................................................................................. 16
B. Pathway................................................................................................................... 18
C. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 20
D. Intervensi Keperawatan ......................................................................................... 22
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ............................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 38

ii
KASUS 3

GANGGUAN PENGLIHATAN

Seorang pria berusia 75 tahun diantar ke poliklinik oleh anaknya, pasien mengeluh matanya
kabur. Hasil pengkajian: lemah, jantung berdebar, pasien menggunakan kaca mata, pasien
mengatakan penglihatannya seperti tertutup awan putih, TD: 150/90 mmHg, nadi 110
x/menit, pernapasan 22 x/menit, suhu 36.8 C, GDS 210 mg/dl. Keadaan ini membuat klien
kesulitan dalam melakukan aktivitas harian, anak pasien juga mengatakan beberapa hari lalu
ayahnya sempat jatuh saat berjalan di dalam rumah.

1. KLASIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. Lemah
Lemah adalah keadaan dimana tubuh seseorang tidak memiliki kekuatan atau tidak
bertenaga (KBBI)
b. Jantung berdebar
Jantung berdebar adalah kondisi ketika seseorang merasakan sensasi jantungnya
berdenyut terlalu kuat, terlalu cepat, atau tidak beraturan. Sensasi tersebut dapat
dirasakan di area dada, hingga tenggorokan atau leher (Lazea, 2020)
c. Nadi
Denyut nadi adalah suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah dipompa
keluar jantung. Denyut ini mudah diraba disuatu tempat dimana ada arteri melintas.
(Sandi, 2016).
d. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan laterar pada dinding arteri oleh darah yang di dorong
dengan tekanan dari jantung.Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada
dinding arteri.Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan
sistolik.Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yan terjadi saat jantung
beristirahat.Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sitolik
terhdap diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai
140/90.Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2015)
e. Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah ukuran dari kemampuan tubuh dalam menghasilkan dan
menyingkirkan hawa panas.. Tinggi atau rendahnya suhu tubuh seseorang juga bisa
menjadi indikator kondisi kesehatannya (Vorvick, 2021).
f. GDS
Gula darah sewaktu (GDS) merupakan parameter pemeriksaan kadar gula darah yang
dapat diukur setiap saat, tanpa memperhatikan waktu pasien terakhir kali makan
(Andreani, 2018)

1
2. KATA/ PROBLEM KUNCI
a. Lemah
b. Mata kabur
c. Jantung berdebar
d. Penglihatan seperti tertutup awan
e. TD 150/90
f. Nadi 110 x/menit
g. GDS 210 mg/dl
h. Pasien menggunakan kacamata
i. Sulit beraktivitas
j. Pernah jatuh

2
3. MIND MAP

GANGGUAN
PENGLIHATAN

ABLASIO RETINA KATARAK GLAUKOMA

Ablasio retina adalah gangguan Katarak adalah suatu penyakit Glaukoma adalah kerusakan
mata yang terjadi ketika retina yang memengaruhi fungsi lensa saraf mata akibat meningkatnya
(selaput bening di belakang mata), mata. Kondisi ini dapat terjadi tekanan pada bola mata.
terlepas dari bagian belakang karena protein pada lensa mata Meningkatnya tekanan bola mata
mata. Apabila retina lepas, sel membentuk gumpalan, sehingga ini terjadibat gangguan pada
mata bisa kekurangan oksigen. lensa mata menjadi keruh dan sistem aliran cairan mata.
Terlepasnya retina dari struktur sulit ditembus cahaya.
mata menyebabkan kehilangan Tanda dan gejala
penglihatan sebagian atau total, Tanda dan gejala
 Penglihatan kabur
bergantung seberapa banyak retina  Pandangan kabur seperti  Terdapat lingkaran
terlepas. berkabut seperti pelangi ketika
Tanda dan gejala  Warna di sekitar terlihat melihat ke arah cahaya
memudar terang
 Pandangan kabur  Rasa silau saat melihat  Memiliki sudut buta
 Kehilangan sebagian lampu mobil, matahari, (blind spot)
penglihatan atau lampu  Kelainan pada pupil
 Pandanagan mata tampak  Melihat lingkaran di mata, seperti ukuran
buram seperti tertutup tirai sekeliling cahaya (halo) pupil mata tidak sama
 Kilatan cahaya yang  Penurunan penglihatan di
muncul saat melihat ke malam hari
samping  Sering mengganti ukuran
 Area gelap pada bidang kacamata
penglihatan
 Melihat banyak floaters

3
Penyakit
Tanda dan Gejala
KATARAK ABLASIO RETINA GLAUKOMA

pandangan kabur √ √ √

Penglihatan seperti √
tertutup awan

TD 150/90 √ √ √

Nadi 110 x/menit √ √ √

GDS 210 mg/dl √ √ √

Sulit beraktivitas √ √ √

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
1. Mengapa penderita katarak mengalami kelemahan?
2. Mengapa penderita katarak mengalami jantung berdebar?
3. Mengapa penderita katarak penglihatannya seperti tertutup awan putih?
4. Mengapa penderita katarak kesulitan melakukan aktivitas harian?

5. JAWABAN PERTANYAAN
1. Salah satu penyebab katarak adalah diabetes. Kadar gula darah tinggi ketika insulin
tidak mencukupi (pada pasien diabetes tipe 1) atau insulin tidak bekerja cukup (pada
pasien diabetes tipe 2).Ketika tubuh tidak cukup insulin atau insulin tidak bekerja
efektif, gula dalam darah tidak bisa masuk ke dalam sel tubuh.Akibatnya, sel tubuh
tidak menerima energi yang dibutuhkan. Inilah yang membuat penderita lebih mudah
lelah dan lemas (Kalra, 2018)
2. Jantung berdebar bisa disebabkan oleh banyak hal, baik yang sifatnya ringan maupun
serius. Salah satu penyebab sederhana dari jantung berdebar adalah gaya hidup,
seperti olahraga intensif, rasa cemas, kurang tidur atau kelelahan, kebiasaan merokok,
serta konsumsi minuman beralkohol, kafein, dan makanan pedas. Pada penderita
katarak sering mengalami kelelahan yang merupakan faktor penyebab jantung
berdebar (Marcin, 2018)
3. Katarak adalah suatu penyakit yang memengaruhi fungsi lensa mata. Kondisi ini
dapat terjadi karena protein pada lensa mata membentuk gumpalan, sehingga lensa
mata menjadi keruh dan sulit ditembus cahaya (Salvin, 2019)
4. Pada awal terbentuknya katarak, gejala yang muncul biasanya tidak begitu terasa.
Namun, seiring berjalannya waktu, katarak dapat menyebabkan penglihatan menjadi
kabur, bahkan hingga mengakibatkan kebutaan. Hal ini yang menjadikan penderita
katarak menjadi kesulitan beraktivitas (Taseer, 2019)

4
6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
Setelah pembelajaran ini mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara menentukan
diagnosa berdasarkan kasus yang telah diberikan

7. INFORMASI TAMBAHAN
1. Wikamorys, Dian dan Thinni.2017.APLIKASI THEORY OF PLANNED
BEHAVIOR DALAM MEMBANGKITKAN NIAT PASIEN
UNTUKMELAKUKAN OPERASI KATARAK.Jurnal Administrasi Kesehatan
Indonesia; 5 (1) : 32-39
2. Harun, Herlinda. dkk.2020.PENGARUH DIABETES, HIPERTENSI, MEROKOK
DENGAN KEJADIAN KATARAK DIBALAI KESEHATAN MATA
MAKASSAR.Jurnal Kesehatan Vokasional; 5 (1): 45-52

8. KLARIFIKASI INFORMASI TAMBAHAN


1. Hasil analisis regresi linier bergandamenunjukan bahwa aplikasi Theory of
PlannedBehavior yang meliputi sikap terhadap perilaku,norma subyektif dan persepsi
pengendalian diriberpengaruh signifikan terhadap niat untukmelakukan operasi
katarak.Sikap terhadap perilaku memiliki pengaruhyang paling besar dalam
membangkitkan niatmelakukan operasi katarak. Hal ini mengindikasikanbahwa
Semakin besar rasa ingin sembuh makasemakin meningkat pula niat untuk
melakukanoperasi katarak. Semakin memiliki penilaian yangpositif terhadap
kegagalan dari operasi katarak makasemakin meningkat pula niat untuk melakukan
operasi katarak.Persepsi pengendalian diri adalah urutankedua yang berpengaruh
dalam membangkitkan niatmelakukan operasi katarak. Hal ini menunjukkanbahwa
semakin tinggi kepercayaan dalam mengendalikan diri untuk sembuh maka
semakinmeningkat pula niat untuk melakukan operasikatarak. Semakin besar
persepsi pengendalian dirimakan semakin berniat untuk melakukan operasikatarak.
Norma subyektif merupakan urutan ketigayang berpengaruh dalam membangkitkan
niat untukmelakukan operasi katarak. Semakin besar motivasiresponden untuk
mengikuti keinginan atau saran dariorang-orang terdekatnya maka akan semakin
besarpula niatnya untuk melakukan operasi katarak.Variabel norma subyektif
merupakan variabel yangmemiliki pengaruh paling kecil dibandingkan
denganvariabel lainnya, hal ini dimungkinkan karena tidaksepenuhnya keyakinan
yang dimiliki individuterhadap saran dari orang yang dianggapnyapenting, motivasi
untuk mematuhi yang dimiliki tidakterlalu besar sehingga pengaruhnya
untukmemunculkan niat tidak terlalu besar (Wikamorys, 2017)
2. Penelitian ini diperoleh hasil bahwa penyakit diabetesmelitus dapatmengakibatkan
komplikasi gangguanpenglihatan bahkan kebutaan seperti katarak.Pada penelitian ini
diperoleh hasil bahwaresponden yang menderita diabetes melitusakan berisiko
katarak sebesar 4,750 kalidibandingkan dengan responden yang tidak menderita
diabetes melitus.Hasil penelitiandiperoleh bahwa responden yang
menderitahipertensi akan berisiko katarak sebesar 4,955kali dibandingkan dengan
responden yangtidak menderita hipertensi.Pada penelitian ini diperoleh hasil

5
bahwaresponden yang memiliki kebiasaan merokokberisiko 3,696 kali lebih besar
untuk menderitakatarak dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan
merokok (Harun, 2020)

9. ANALISA & SINTESA INFORMASI


Berdasarkan diskusi dari kelompok kami didapatkan hasil bahwa yang dapat diangkat
terkait dengan kasus diatas diagnosa medisnya adalah Katarak. Hal ini melalui
pertimbangan kami terhadap analisa data subjektif dan data objektif yang tercantum
didalam kasus. Acuan utama kelompok kami mengangkat diagnosa ini sebab ada
beberapa tanda dan gejala yang mengarah pada penyakit Katarak diantaranya yaitu
pandangan kabur, penglihatan seperti tertutup awan, dan sulit beraktivitas. Selain itu
berdasarkan analisa yang telah dilakukan kelompok, kami mengambil 3 diagnosa
keperawatan yakni diagnosa Gangguan persepsi sensori: penglihatan,risiko cedera,
dan ketidakstabilan kadar glukosa darah. Acuan kelompok kami mengambil
diagnosagangguan persepsi sensori karena penglihatan pasien seperti awan, untuk
diagnosa risiko cedera karena penglihatan pasien yang kurang baik jadi
memungkinkan pasien akan mengalami cedera dan riwayat pasien yang pernah jatuh
juga, diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa karena kadar gula darah pasien yang
tinggi.

10. HASIL DISKUSI

6
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh.Lensa terletak dibelakang manik mata bersifat membiaskan dan
memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala pada bintik kuning. Bila lensa menjadi
keruh atau cahaya tidak dapat difokuskan pada bintik kuning dengan baik, penglihatan
akan menjadi kabur. Kekeruhan pada lensa yang relatif kecil tidak banyak mengganggu
penglihatan, akan tetapi bila tingkat kekeruhannya tinggi maka akan mengganggu
penglihatan.1 Salah satu gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari
gangguan ringan hingga gangguan yang berat yang dapat mengakibatkan
kebutaan.(Astari, 2018).
Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa
mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Katarak dapat disebabkan
karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena
denaturasi protein lensa atau gabungan keduanyaKatarak ini adalah penyakit usia lanjut,
namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54
tahun (Astari, 2018).

B. Etiologi
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa mengalami katarak yang
biasanya merupakan penyakit yang diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan
ini disebut sebagai katarak kongenital.Lensa mata mempunyai bagian yang disebut
pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa
atau inti lensa dengan kapsul lensa.Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang
pada orang tua nukleus ini menjadi keras.Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan
subkapsularis lensa(Milya, 2018).
Dengan menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dimana
mulai timbul kesukaran melihat dekat(presbiopia). Pada usia 60 tahun hampir 60% mulai
mengalami katarak atau lensa keruh(Milya, 2018).
Katarak biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya berbeda.
Kadang-kadang penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan mata yang

7
sebelahnya.Perkembangan katarak untuk menjadi berat memakan waktu dalam bulan
hingga tahun(Milya, 2018).
Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat.Faktor lain dapat
mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa sepertidiabetes melitus, obat
tertentu, sinar ultra violet B dari cahay matahari, efek racun dari merokok, dan alkohol,
gizi kurang vitamin E, dan radang menahun di dalam bola mata.Obat tertentu dapat
mempercepat timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison,
ergotamin, indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes melitus dapat mengakibatkan
timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata(Milya, 2018).
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh.Katarak dapat
bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.Faktor yang paling sering
22 berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obatobatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama(Milya, 2018).

C. Prognosis
Prognosis untuk pasien katarak yang menjalani operasi pada umumnya cukup
baik.Pemeriksaan mata rutin dilakukan untuk mendeteksi perkembangan katarak pada
mata yang belum terkena.Banyak pasien yang menerima lensa monofokal memerlukan
koreksi untuk mendapat ketajaman penglihatan terbaik setelah dilakukannya
operasi.Prognosis visus untuk pasien katarak anak-anak yang membutuhkan operasi tidak
sebaik pasien katarak senilis. Ambliopia dan anomali saraf optik atau retina membatasi
derajat penglihatan yang dapat dicapai dalam kelompok usia ini.Prognosis untuk
perbaikan ketajaman visual buruk pada operasi untuk katarak kongenital unilateral dan
baik untuk katarak kongenital bilateral yang tidak komplit dan progresifitas yang lambat.
(Riordan-Eva P, A. J., 2018).

D. Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien melaporkan
penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat

8
tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya
meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan
dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan
distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan
tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih
kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan (Astari, 2018).
Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari
silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang
mengatur ulang perabotan rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata
mereka. Ada yangmengenakan topi berkelepak lebar atau kaca mata hitam dan
menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari (Astari, 2018).

E. Klasifikasi
a) Katarak kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan
penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh katarak kongenital disertai anomali
mata lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia,
koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantil).
b) Katarak senilis
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta penurunan
daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak senilis merupakan
90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga jenis kataraksenilis berdasarkan lokasi
kekeruhannya yaitu :
1) Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa
menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan.Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan
slitlamp.Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga
asimetris.Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan
corak warna.Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu gangguan
penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami

9
pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai
miopisasi.Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca dekat
tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.
2) Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein pada
sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanyabilateral, asimetris, dan
menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya.Tahap penurunan
penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat.Pemeriksaan slitlamp berfungsi
untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan
degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke
anterior dengan gambaran seperti embun.
3) Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.Pemeriksaannya
menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti plak di korteks
subkapsuler posterior.Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk pada tempat
terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh(Milya,
2018).

F. Patofisiologis
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.Lensa mengandung
tiga komponen anatomis.Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan
yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju
pada jendela (Tanziha, Briawan.2018).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi.Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan
silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi.Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah
satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu

10
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun denganbertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak (Tanziha,
Briawan.2018).

G. Komplikasi
Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah
operasi.Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk mendeteksi
komplikasi operasi.
a). Komplikasi selama operasi
1) Pendangkalan kamera okuli anterior
Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat
terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi
yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi
suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid. Jika saat operasi ditemukan
pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi
aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi.Bila insisi terlalu
besar, dapat dijahit jika perlu.Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi
dengan mengatur ulang spekulum kelopak mata.Hal berikutnya adalah menilai
tekanan vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked,
penderita PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava.Pasien obesitas
sebaiknya diposisikan antitrendelenburg (Astari, 2018).
2) Posterior Capsule Rupture (PCR)
PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering
terjadi.11 Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR
dan vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi.11 Beberapa faktor risiko
PCR adalah miosis, KOA dangkal,pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome,
danzonulopati.11 Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior
untuk mencegah komplikasi yang lebih berat.11 PCR berhubungan dengan
meningkatnya risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma,
dislokasi LIO, dan endoftalmitis postoperatif katarak (Astari, 2018).
3) Nucleus drop
Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah
nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga

11
vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat
menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma
sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia
melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%.12
Faktor risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior,
miopia tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi (Astari, 2018).
b). Komplikasi setelah operasi
1) Edema kornea
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi
katarak.Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma
kimia, radang, atau peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan
edema kornea.Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu.1
Jika kornea tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema
kornea yang menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan
keratoplasti tembus (Astari, 2018).
2) Perdarahan Komplikasi
Perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar, perdarahan
atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien dengan terapi
antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi
suprakoroid tidak meningkat.
Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan
risiko perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan yang melanjutkan
terapi antikoagulan sebelum operasi katarak (Astari, 2018).
3) Glaukoma sekunder
Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi
katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan
bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan
tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO
menetap, diperlukan terapi antiglaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa
glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder
sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,
glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer (Astari, 2018).
4) Uveitis kronik

12
Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak
dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu,
didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang
disertai hipopion, dinamai uveitis kronik.Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus
inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis
kronik.Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan
posisi LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal
dan LIO (Astari, 2018).
5) Edema Makula Kistoid (EMK)
EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran
karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran
penebalan retina pada pemeriksaan OCT.1 Patogenesis EMK adalah
peningkatanpermeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan
inti dalam dan pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2
sampai 6 bulan pasca bedah (Astari, 2018).
6) Ablasio retina
Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1%
pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca
bedah katarak.1 Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens
ablasio retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin
laki- laki, riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang
sulit dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan
kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah (Astari, 2018).
7) Endoftalmitis
Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun
sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat,
hilangnya penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau
periorbita, injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan
tajam penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah
3 sampai 10 hari operasi katarak.Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus.Penanganan
endoftalmitis yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat.
Tatalaksana pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum
luas, topikal sikloplegik, dan topikal steroid (Astari, 2018).

13
8) Toxic Anterior Segment Syndrome
TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-infeksius.Tanda
dan gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis, seperti fotofobia, edema
kornea, penurunan penglihatan, akumulasi leukosit di KOA, dan kadang
disertaihipopion.TASS memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca
operasi katarak, sedangkan endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari
operasi.TASS juga menimbulkan keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa
nyeri (Astari, 2018).
9) Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior
PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling sering.Sebuah
penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima tahun
pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak.Mekanisme
PCO adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul anterior
lensa, yang selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior
lensa.Berdasarkan morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type)
dan jenis mutiara (pearl type).Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan
(Astari, 2018).
10) Surgically Induced Astigmatism (SIA)
Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional, mengubah
topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA
meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan,
derajat astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera okuli
anterior dangkal. AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8
minggu postoperatif untuk mengurangi astigmatisma berlebihan (Astari, 2018).
11) Dislokasi LIO(Lensa Intra Okuler)
Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%.20 Dislokasi LIO
dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul
(ekstrakapsuler).1 Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua
haptik terletak di sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO
ekstrakapsuler mencakup pseudoeksfoliasi, gangguan jaringanikat, uveitis,
retinitis pigmentosa, miopia tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi
vitreoretina.21 Tatalaksana kasus ini adalah dengan reposisi atau eksplantasi
LIO (Astari, 2018).

14
H. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat mencegah katarak. Beberapa
penelitian sedang dilakukan untuk memperlambat proses bertambah keruhnya lensa
untuk menjadi katarak.Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresifitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih dengan pembedahan.
Untuk menentukan waktu katarak dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam
penglihatan dan bukan oleh hasil pemeriksaan.Tajam penglihatan dikaitkan dengan tugas
sehari-hari penderita. Digunakannama insipien, imatur, matur, dan hipermatur didasarkan
atas kemungkinan terjadinya penyulit yang dapat terjadi Operasi katarak terdiri dari
pengangkatan sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implant plastik. Saat
ini pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi
umum.Anestesi lokal diinfiltrasikan di sekitar bola mata dan kelopak mata atau diberikan
secara topikal.Operasi dilakukan dengan insisi luas pada perifer kornea atau sklera
anterior, diikuti oleh ekstraksi (lensa diangkat dari mata) katarak ekatrakapsular.Insisi
harus dijahit. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan
melalui insisi yang lebih kecil dari kornea atau sklera anterior
(fakoemulsifikasi)(Hashemi et al., 2020).

15
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
b. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan

KategoridanSubkategori Data SubjektifdanObjektif


Fisiologis Respirasi -

Sirkulasi Data Subjektif : -


Data Objektif :
- TD 150/90
- Nadi 110
- Jantung berdebar
Nutrisi dan cairan Data Subjektif : -
Data Objektif :
- GDS 210 mg/dl

Eliminasi -

Aktivitasdanistirahat Data Subjektif:


Data Objektif:
- Sulit beraktivitas
- Lemas
Neurosensori Data Subjektif:
- Mengeluh matanya kabur
- Mengeluh melihat awan di
matanya
Data Objektif:-
Reproduksidan -
Seksualitas

16
Psikologis NyeridanKenyamanan -

Integritas ego -

Pertumbuhandanperkembangan -
Perilaku Kebersihandiri -

Penyuluhandanpembelajaran -

Relasional Interaksi social -

Lingkungan Keamanandanproteksi Data Subjektif :


- Anak pasien mengatakan pasien
pernah terjatuh
Data Objektif : -

17
B. Pathway

Congenital Rokok Sinar UV Usia Obat Diabetes

Kandungan zat kimia menyebabkan Phatokreatitis Lapisan luar Reaksi spesifik Penumpukan
Kelainan saat
pembentukan protein proses oksidasi lensa mencair dengan asam gula darah
penting untuk amino lensa
transparanasi lensa mata
Perubahan molekul protein Nukleus mengalami Terjadi akumulasi
lensa perubahan warna Agresi sorbitol pada
protein pada lensa
Noda keruh
lensa
pada lensa mata Penumpukan cairan
Tekanan osmotik
meningkat
Kapsul lensa pecah

Terjadi Penambahan
cairan dalam lensa

Kondisi mata klien semakin


KATARAK di perparah akibat gula
darah yang tinggi

Ketidakstabilan kadar
glukosa darah

18
Menghambat jalannya
cahaya ke kornea

Sensitivitas dan Bayangan semu yang


ketajaman mata sampai ke retina

RESIKO CEDERA Otak menginterpretasikan


sebagai bayangan
berkabut

Pandangan kabur

GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI :
PENGLIHATAN

19
C. Diagnosa Keperawatan

Data Subjektif dan Objektif Etiologi Masalah Keperawatan


Data Subjektif : Katarak Gangguan persepsi sensori:
- Mengeluh penglihatan b.d mengeluh
matanya kabur Menghambat jalannya mata kabur, melihat awan di
- Mengeluh melihat cahaya ke kornea mata
awan di matanya
Data Objektif :
Bayangan semu yang
- Sulit beraktivitas sampai ke retina

Otak
menginterpretasikan
sebagai bayangan
berkabut

Pandangan kabur

Gangguan Persepsi
Sensori : Penglihatan
Data Subjektif : Katarak Resiko cedera b.d riwayat
- Anak pasien pasien yang pernah jatuh
mengatakan Menghambat jalannya dan menurunnya fungsi
pasien pernah cahaya ke kornea penglihatan
terjatuh
Data Objektif : Bayangan semu yang
sampai ke retina

Sensitivitas dan
ketajaman mata

RESIKO CEDERA

20
Data Subjektif : Katarak Ketidakstabilan kadar
Data Objektif : glukosa darah dibuktikan
- GDS 210 mg/dl Kondisi mata klien dengan GDS 210 mg/dl d.d
- Lemas semakin di perparah lemas, jantung berdebar,
- Jantung berdebar akibat gula darah yang tekanan darah meningkat
- TD 150/80 tinggi dan takikardi.
mmHg
- Nadi 110 Ketidakstabilan kadar
glukosa darah

21
D. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1. Gangguan Persepsi Sensori Persepsi Sensorik Minimalisasi Rangsangan Observasi
(D.0085) (L.09083) (I.08241) 1. Mengetahui status sensori dan
Kategori: Psikologis Setelah dilakukan kenyaman yaitu kelelahan
Subkategori: Integritas Ego tindakan keperawatan Definisi: Terapeutik
selama 3x24 jam masalah Mengurangi jumlah atau 2. Mengetahui tingkat toleransi
Definisi: gangguan persepsi pola rangsangan yang ada terhadap beban sensori
Perubahan persepsi terhadap
sensori diharapkan (baik internal atau 3. Agar pasien merasa tenang dan
stimulus baik internal maupun
membaik dengan kriteria eksternal) nyaman
eksternal yang di sertai dengan
hasil : Tindakan 4. Agar pasien tetap melakukan
respon yang berkurang,
- Verbalisasi Observasi : aktifitas fisik walaupun dalam
berlebihan atau terdistorsi.
melihat bayangan 1. Periksa status keadaan sakit
Penyebab
1. Gangguan penglihatan menurun sensori, dan tingkat 5. Agar tindakan dapat diberikan
2. Gangguan pendengaran kenyamanan (mis. secara maksimal
3. Gangguan penghiduan
4. Gangguan perabaan Nyeri, kelelahan) Edukasi
5. Gangguan serebal Terapeutik : 6. Agar pasien mampu
6. Gangguan zat
7. Usia lanjut 2. Diskusikan tingkat meminimalisasi stimulus
8. Pamajanan toksin toleransi terhadap secara mandiri
lingkungan
beban sensori (mis. 7. Agar pasien tidak jenuh
Gejala dan tanda mayor bising, terlalu dengan tindakan yang
Subjektif
1. Melihat bayangan terang) diberikan

22
Objektif 3. Batasi stimulus
1. Bersikap seolah melihat
lingkungan (mis.
sesuatu
cahaya, suara,
Kondisi klinis terkait
aktivitas)
1. Glokoma
2. Katarak 4. Jadwalkan aktivitas
3. Gangguan refraksi
harian dan waktu
(myopia,astigmatisma,pr
esbyopia) istirahat
4. Trauma okuler
5. Kombinasikan
5. Trauma pada saraf
kronis II,III,IV,VI akibat prosedur /tindakan
stroke,aneurisma,intracr
dalam satu waktu ,
anial,trauma,trauma,otak
). sesuai kebutuhan
6. Infeksi okuler
Edukasi :
7. Presbikusis
8. Malfungsi alat bantu 6. Ajarkan cara
dengar
meminimalisasi
9. Delirium
10. Demensia stimulus (mis.
11. Gangguan amnestik
mengatur
12. Penyakit terminal
13. Gangguan psikotik pencahayaan
ruangan,
mengurangi
kebisingan,
membatasi

23
kunjungan)
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur /tindakan

2 Resiko Cedera ( D.0136) Tingkat Cedera(L.14136) Manajemen Keselamatan Manajemen Keselamatan


Kategori : Lingkungan Setelah dilakukan tindakan Lingkungan(I.14513) lingkungan
Subkategori : keamanan dan keperawatan selama 3x24 Definisi: Observasi
jam masalah resiko cedera
proteksi diharapkan menurun Mengidentifikasi dan 1. Mengetahui kebutuhan
dengan kriteria hasil : mngelola lingkungan fisik keselamatan pasien
1. Toleransi aktivitas
Definisi: meningkat untuk meningkatkan 2. Mengetahui perubahan status
Beresiko mengalami bahaya atau 2. Kejadian cedera keselamatan. keselamatan pasien
Menurun
kerusakan fisik yang Tindakan Terapeutik
menyebabkan seseorang tidak Observasi : 3. Agar pasien terhindar dari
lagi sepenuhnya sehat atau 1. Identifikasi bahaya keselamatan
dalam kondisi baik. kebutuhan 4. Agar pasien terhindar dari
Faktor Resiko keselamatan (mis. resiko jatuh
Eksternal kondisi fisik,fungsi 5. Agar pasien lebih mudah
1. Terpapar pathogen kognitif dan beraktivitas dan terhindar dari

24
2. Terpapar zat kimia riwayat perilaku) resiko jatuh
toksik 2. Monitor perubahan 6. Agar pasien terlindungi
3. Terpapar agen status keselamatan
nosocomial lingkungan Pencegahan jatuh
4. Ketidakamanan Terapeutik Observasi
transportasi 3. Hilangkan bahaya 1. Mengetahui yang menjadi
keselamatan faktor resiko
Internal lingkungan (mis. 2. Mengetahui kemungkinan
1. Ketidak normalan profil fisik,biologi,dan resiko jatuh pada pasien
darah kimia)jika 3. Mengetahui faktor lingkungan
2. Perubahan orientasi memungkinkan yang berpotensi menyebabkan
afektif 4. Modifikasi jatuh
3. Perubahan sensasi lingkungan untuk Terapeutik
4. Disfungsi autoimun meminimalkan 4. Agar pasien dan keluarga
5. Disfungsi biokimia bahaya dan resiko mengetahui posisi ruangan
6. Hipoksia jaringan 5. Sediakan alat bantu yang digunakan
7. Kegagalan mekanisme keamanan 5. Untuk meminimalisir
pertahanan tubuh lingkungan(mis. terjadinya jatuh pada pasien
8. Malnutrisi commode chair dan 6. Agar pasien tidak terjatuh saat
9. Perubahan fungsi pegangan tangan) tidur
psikomotor 6. Gunakan perangkat 7. Agar lantai lebih mudah

25
10. Perubahan fungsi pelindung(mis. dijangkau oleh pasien
kognitif Pengekangan fisik, 8. Agar perawat dapat selalu
rel samping, pintu memantau pasien
Kondisi Klinis Terkait terkunci, pagar) 9. Agar pasien masih bisa
1. Kejang melakukan aktivitas sehari-hari
2. Sinkop Pencegahan Jatuh 10. Agar pasien mudah
3. Vertigo (I.14540) menjangkau bel
4. Gangguan penglihatan Definisi Edukasi
5. Gangguan pendengaran Mengidentifikasi dan 11. Agar perawat bisa membantu
6. Penyakit parkinson menurunkan resiko terjatuh mobilisasi pasien
7. Hipotensi akibat perubahan kondisi 12. Untuk mengurangi resiko
8. Kelainan nervus fisik atau psikologis. terpeleset dan jatuh pada
vestibularis pasien
9. Retradasi mental Tindakan 13. Agar pasien terhindar dari
Observasi : jatuh
1. Identifikasi faktor 14. Untuk meminimalisir resiko
resiko jatuh (mis. jatuh pada pasien karena
usia>65 tahun, keseimbangan yang tidak baik
penurunan tingkat 15. Agar pasien tahu dan mampu
kesadaran,deficit menggunakan bel untuk
kognitif, memanggil perawat

26
hipotensiortostatik,
gangguan
keseimbangan,gang
guan penglihatan ,
neuropati)
2. Identifikasi resiko
jatuh setidaknya
sekali setiap shif
atau sesuai dengan
kebijakan institusi
3. Identifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan
resiko jatuh (mis.
lantai licin,
penerangan kurang)

Terapeutik
4. Orientasikan
ruangan pada
pasien dankeluarga

27
5. Pastikan roda
tempat tidur dan
kursi roda selalu
dalam kondisi
terkunci
6. Pasang handrail
tempat tidur
7. Atur tempat tidur
mekanis pada
posisi terendah
8. Tempatkan pasien
beresiko tinggi
jatuh dekat dengan
pantauan perawat
dari nurse station
9. Gunakan alat bantu
berjalan(mis. kursi
roda, walker)
10. Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkuan pasien

28
Edukasi :
11. Anjurkan
memanggil perawat
jika membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
12. Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak
licin
13. Anjurkan
berkonsentrasi
untukmenjaga
keseimbangan
tubuh
14. Anjurkan
melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri

29
15. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
3. Ketidakstabilan Kadar Kestabilan kadar Manajemen Observasi
glukosa darah (L.03022) Hiperglikemia (I.03115)
Glukosa Darah (D.0027) 1. Mengetahui penyebab
kriteria hasil:
Kategori: Fisiologis Setelah di lakukan Definisi: hiperglikemia
tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan
Subkategori:Nutrisi dan Cairan 2. Untuk memantau kadar
selama 3x24 jam masalah mengelola kadar glukosa
Kestabilan kadar glukosa darah di atas normal glukosa darah
darah membaik, dapat
Definisi: 3. Untuk memantau tanda dan
teratasi dengan indikator : Tindakan
Variasi kadar glukosa darah 1. Lelah/lesu Observasi: gejala hiperglikemia
1. Identifikasi
naik/turun dari rentang normal menurun 4. Untuk memantau intake dan
kemungkinan
2. Kadar glukosa penyebab output cairan
hiperglikemia
Penyebab dalam darah 5. Untuk memantau keton urine,
2. Monitor kadar
Hiperglikemia membaik glukosa darah, jika kadar analisa gas darah,
perlu
1. Disfungsi pankreas elektrolit, tekanan darah
3. Monitor tanda dan
2. Resistensi insulin gejala ortostatik dan frekuensi nadi
hiperglikemia (mis.
3. Gangguan toleransi Terapeutik
Poliuria, polidipsia,
glukosa darah polifagia, 6. Agar asupan cairan pasien
kelemahan,
4. Gangguan glukosa darah terpenuhi
malaise, pandangan
puasa kabur, sakit kepala) 7. Agar keadaab hiperglikemia
4. Monitor intake dan

30
Hipoglikemia output cairan cepat tertangani
5. Monitor keton
1. Penggunaan insulin atau 8. Agar pasien tidak mengalami
urine, kadar analisa
obat glikemik oral gas darah, cedera karena kondisi yang
elektrolit, tekanan
2. Hiperinsulinemia (mis. disebabkan oleh kadar glukosa
darah ortostatik dan
insulinoma) frekuensi nadi darah yang tinggi
Terapeutik
3. Endokrinopati (mis. 9. Agar pasien dapat memantau
6. Berikan asupan
Kerusakan adrenal atau cairan oral kadar glukosa darah sendiri
7. Konsultasi dengan
pituitari) 10. Agar pasien dapat mengelola
medis jika tanda
4. Disfungsi hati dan gejala penyakit diabetesnya secara
hiperglikemia tetap
5. Disfungsi ginjal kronis baik
ada atau memburuk
6. Efek agen farmakologis Edukasi Kolaborasi
8. Anjurkan
7. Tindakan pembedahan 11. Agar insulin pasien terpenuhi
menghindari
neoplasma olahraga saat kadar 12. Agar kebutuhan cairan pasien
glukosa darah lebih
8. Gangguan metabolik terpenuhi
dari 250 mg/dl
bawaan (mis. Gangguan 9. Anjurkan monitor
kadar glukosa
penyimpanan lisosomal,
darah secara
galaksotemia, gangguan mandiri
10. Ajarkan
penyimpanan glikogen)
pengelolaan
diabetes (mis.
Penggunaan
Gejala dan Tanda mayor
insulin, obat oral,
Hipoglikemia monitor asupan
cairan, penggantian

31
Subjektif:- karbohidrat dan
bantuan profesional
Objektif:-
kesehatan)
Kolaborasi
11. Kolaborasi
Hiperglikemia
pemberian insulin,
Subjektif: jika perlu
12. Kolaborasi
1. Lelah atau lesu
pemberian cairan
Objektif: intravena, jika
perlu
2. Kadar glukosa dalam
darah tinggi

Gejala dan Tanda Minor


Hipoglikemia
Subjektif:-
Objektif:-

Hiperglikemia
Subjektif:-
Objektif:-

Kondisi Klinis Terkait


1. Diabetes melitus

32
2. Ketoasidosis diabetik
3. Hipoglikemia
4. Hiperglikemia
5. Diabetes gestasional
6. Penggunaan
kortikosterod
7. Nutrisi parenteral total
(TPN)

33
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/ Diagnosa Implementasi Evalusi


tanggal Keperawatan

Gangguan Minimalisasi Rangsangan (I.08241) S : Pasien mengatakann


Persepsi Tindakan keluhan telah teratasi
Sensori Observasi : O :Tanda dan Gejala
(D.0085) 1. Memeriksa status sensori, dan tingkat yang dialami pasien
kenyamanan (mis. Nyeri, kelelahan) sudah kembali
Terapeutik : normal
2. Mendiskusikan tingkat toleransi terhadap A : Masalah telah teratasi
beban sensori (mis. bising, terlalu terang) P : Intervensi dihentikan
3. Membatasi stimulus lingkungan (mis.
cahaya, suara, aktivitas)
4. Menjadwalkan aktivitas harian dan
waktu istirahat
5. Mengkombinasikan prosedur /tindakan
dalam satu waktu , sesuai kebutuhan
Edukasi :
6. Mengajarkan cara meminimalisasi
stimulus (mis. mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi :
7. Berkolaborasi dalam meminimalkan
prosedur /tindakan

34
Resiko Manajemen Keselamatan S : Pasien mengatakann
Cedera Lingkungan(I.14513) keluhan telah teratasi
( D.0136) Tindakan O :Tanda dan Gejala
Observasi : yang dialami pasien
1. Mengidentifikasi kebutuhan keselamatan sudah kembali
(mis. kondisi fisik,fungsi kognitif dan normal
riwayat perilaku) A : Masalah telah teratasi
2. Memonitor perubahan status keselamatan P : Intervensi dihentikan
lingkungan
Terapeutik
3. Menghilangkan bahaya keselamatan
lingkungan (mis. fisik,biologi,dan
kimia)jika memungkinkan
4. Memodifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bahaya dan resiko
5. Menyediakan alat bantu keamanan
lingkungan(mis. commode chair dan
pegangan tangan)
6. Menggunakan perangkat pelindung(mis.
Pengekangan fisik, rel samping, pintu
terkunci, pagar)

Pencegahan Jatuh (I.14540)


Tindakan
Observasi :
7. Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
(mis. usia>65 tahun, penurunan tingkat
kesadaran,deficit kognitif,
hipotensiortostatik, gangguan
keseimbangan,gangguan penglihatan ,
neuropati)
8. Mengidentifikasi resiko jatuh setidaknya
sekali setiap shif atau sesuai dengan

35
kebijakan institusi
9. Mengidentifikasi faktor lingkungan yang
meningkatkan resiko jatuh (mis. lantai
licin, penerangan kurang)

Terapeutik
10. Mengorientasikan ruangan pada pasien
dankeluarga
11. Memastikan roda tempat tidur dan kursi
roda selalu dalam kondisi terkunci
12. Memasang handrail tempat tidur
13. Mengatur tempat tidur mekanis pada
posisi terendah
14. Menempatkan pasien beresiko tinggi
jatuh dekat dengan pantauan perawat dari
nurse station
15. Menggunakan alat bantu berjalan(mis.
kursi roda, walker)
16. Mendekatkan bel pemanggil dalam
jangkuan pasien
Edukasi :
17. Menganjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
18. Menganjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
19. Menganjurkan berkonsentrasi
untukmenjaga keseimbangan tubuh
20. Menganjurkan melebarkan jarak kedua
kaki untuk meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
21. Mengajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil perawat

36
Ketidakstabil Manajemen Hiperglikemia (I.03115) S : Pasien mengatakann
an Kadar keluhan telah teratasi
Tindakan
Glukosa Observasi: O :Tanda dan Gejala
1. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
Darah yang dialami pasien
hiperglikemia
(D.0027) 2. Memonitor kadar glukosa darah, jika sudah kembali
perlu
normal
3. Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia (mis. Poliuria, polidipsia, A : Masalah telah teratasi
polifagia, kelemahan, malaise,
P : Intervensi dihentikan
pandangan kabur, sakit kepala)
4. Memonitor intake dan output cairan
5. Memonitor keton urine, kadar analisa gas
darah, elektrolit, tekanan darah ortostatik
dan frekuensi nadi
Terapeutik
6. Menberikan asupan cairan oral
7. Berkonsultasi dengan medis jika tanda
dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
Edukasi
8. Menganjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
9. Menganjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
10. Mengajarkan pengelolaan diabetes (mis.
Penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat
dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi
11. Berkolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
12. Berkolaborasi pemberian cairan
intravena, jika perlu

37
DAFTAR PUSTAKA

Andreani, Febby,. dkk. (2018). Hubungan Antara Gula Darah Sewaktu Dan Puasa Dengan
Perubahan Skor NIHSS Pada Stroke Iskemik Akut. Jurna Kedokteran Diponegoro;
7(1):185-198

Astari, P. (2018). Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Astari,


Prilly, 45(10), 748–753.
Harun, Herlinda. dkk. (2020). PENGARUH DIABETES, HIPERTENSI, MEROKOK
DENGAN KEJADIAN KATARAK DIBALAI KESEHATAN MATA MAKASSAR.
Jurnal Kesehatan Vokasional; 5 (1): 45-52
Hashemi, H., Pakzad, R., Yekta, A., Aghamirsalim, M., Pakbin, M., Ramin, S., &
Khabazkhoob, M. (2020). Global and regional prevalence of age-related cataract: a
comprehensive systematic review and meta-analysis. Eye (Basingstoke), 34(8), 1357–
1370. https://doi.org/10.1038/s41433-020-0806-3
Kalra, S., & Sahay, R. (2018). Diabetes Fatigue Syndrome.Diabetes Therapy, 9(4), 1421-
1429. doi:10.1007/s13300-018-0453-x
Lazea, C., Popa, A., & Varga, C. (2020). Association Between Internet Use Behavior and
Palpitation among Adolesecnts: A Cross-Sectional Study of Middle School Children
from Northwest Romania. International Journal of Environmental Research and Publuc
Health, 17(12), pp. 4278.
Marcin, A. Healthline (2018). Heart Palpitations: 6 Home Remedies for Fast Heartbeat.

Milya, H. (2018). Aplikasi Teori Model Imogene King Tentang Motivasi Kesembuhan
Dengan Kepatuhan Minum Obat Tb Paru Pada Tn. J Di Kelurahan Kandang Rt. 06 Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kandang Kota Bengkulu. Journal of Nursing and Public
Health, 5(2), 35–41.https://doi.org/10.37676/jnph.v5i2.574
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Salvin, J., H. Kids Health (2019). Congenital Cataracts.Turbert, D. American Academy of
Ophthalmology (2019). Diabetic Eye Disease.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. (vol.

38
2). Jakarta : EGC.
Tanziha, I., Briawan, D., Masyarakat, D. G., & Manusia, F. E. (2018). Window of Health :
Jurnal Kesehatan , Vol . 1 No . 2 ( April , 2018 ) 90 | Penerbit : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muslim Indonesia Window of Health : Jurnal Kesehatan , Vol .
1 No . 2 ( April , 2018 ) 91 | Penerbit : Fakultas Kesehatan Masya. Kesehatan, 1(2), 90–
96.
Taseer, Z., et al (2019). Cataract; Diabetes and Smoking as A Major Risk Factor for Cataract
in The Community Population of Residents of Lahore Cantt. Professional Medical
Journal, 26(2).
Vorvick, L.J. National Institutes of Health (2021). U.S National Library of Medicine
MedlinePlus. Body Temperature Norms
Wikamorys, Dian dan Thinni. (2017). APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR
DALAM MEMBANGKITKAN NIAT PASIEN UNTUK MELAKUKAN OPERASI
KATARAK. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia; 5 (1) : 32-39

39

Anda mungkin juga menyukai