Anestesi
Anestesi dibagi menjadi 2 yakni General anestesi (anestesi umum) dan Regional anestesi
GENERAL ANESTESI
1. Hipnosis/sedasi
2. Analgesia
3. Relaksasi
Anestesi umum termasuk anestesi inhalasi, intravena, intramuskular, dan per rectal.
1.Induksi
Adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar. Hal yang harus dipersiapkan
sebelum dilakukan induksi ialah: STATICS
1.1.Induksi Intravena
Hanya Ketamin (ketalar) yg digunakan untuk induksi IM dengan dosis 3-5 mg/kgBB dan gak perlu
diencerkan, setelah 3-5 mt pasien tidur.
Anestesi inhalasi
Farmakokinetik ialah mempelajari apa yg dilakukan badan terhadap obat sampai menimbulkan
efek (ADME).
Farmakodinamik ialah apa yang dilakukan obat terhadap badan dimana terjadi perubahan
reversibel yang ditandai dengan trias anestesia.
Pengukuran potensi obat anestesi dengan MAC (minimum alveolar concentration) konsentrasi
obat anestesi pada tek 1 atm yang menghasilkan imobilisasi dari 50% pasien dengan rangsangan
standar.
MAC dipengaruhi oleh:
a. Temperatur: makin tinggi suhu MAC meningkat(makin susah dibius)
b. Umur: makin tua MAC turun (shg dosis obat perlu dikurangi)
c. Alkohol: bila baru maka MAC meningkat. Namun bila kasusnya kronik maka justru
kebalikannya MAC menurun.
d. MAP <40 mmHgMAC turun
e. PaO2 <40
f. PaCo2 >95
g. Hamil
h. Benzodiazepin dan elektrolit
Hanya digunakan pada bayi atau anak dengan tiopental atau midazolam.
2. Rumatan Anestesia
Nah, setelah dilakukan induksi anestesia, maka kita akan masuk ke dalam fase maintenance.
Dapat dikerjakan melalui beberapa cara:
a. Intravena total
b. Inhalasi
c. Campuran intravena inhalasi
Tujuan rumatan ialah tetap mengacu pada trias anestesi agar pasien tetap tidur/tidak sadar,
tidak nyeri dan relaks otot.
Rumatan inhalasi lebih sering dipakai. Biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran/isofluran/sevofluran 2-4 vol%, bergantung apakah
pasien bernapas spontan, dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled).
NICE TO KNOW
Nah ada juga yang namanya anestesi inhalasi dengan eter yang sekarang udah jarang dipakai karena
eter yg berbau menyengat, tajam dan keras. Jika memakai anestesi eter, maka induksi, pemeliharaan
dan pulih akan berlangsung lambat sehingga stadium anestesi yang disusun oleh Guedel dapat terlihat
jelas.
Stadium I: Analgesia
Mulai induksi sampai pasien mulai tidak sadar
Stadium II: Eksitasi, delirium
Mulai tidak sadar sampai mulai napas teratur otomatis. Pada stadium ini pasien batuk, mual-
muntah, dll
Stadium III: Anestesia bedah
Mulai napas otomatis sampai mulai napas berhenti.
Plana 1: mulai napas otomatis sampai gerak bola mata berhenti
Plana 2: mulai gerak bola mata terhenti sampai napas torakal melemah
Plana 3: mulai napas torakal melemah sampai napas torakal berhenti
Plana 4: mulai napas torakal berhenti hingga napas diafragma berhenti
Stadium IV: Intoksikasi
Mulai paralisis diafragma sampai henti jantung atau meninggal
Kalau anestesi inhalasi murni harus masuk ke stadium 3, tapi bila ditambah dengan pelumpuh otot,
maka cukup sampai ke stadium 2 saja.
Muscle Relaxant
Klasifikasi:
1. Pelumpuh otot depolarisasi (non kompetitif): efek kerja seperti asetil kolin, tapi di celah saraf
otot tak dirusak oleh kolinesterase, shg cukup lama berada di celah sinap timbul depolarisasi
disusul fasikulasi dan kemudian relaksasi.
Contoh: suksinilkolin
2. Pelumpuh otot non depolarisasi (kompetitif inhibitor): menduduki respetor nikotinik-kolinergik
shg asetil kolin gak bisa masuktidak terjadi depolarisasi.
Contoh: long act (pancuronium), intermediate (atracurium, vecuronium, rucoronium), Short
(Mivacurium).
Farmakologik:
1. Cegukan
2. Dinding perut kaku
3. Ada tahanan pada inflasi paru
Penawar pelumpuh otot (Reverse): antikolinesterase yakni neostigmin dengan dosis 0,04-0,08 mg/kgBB.
Kerja obat ini ialah menghambat pemecahan asetilkolin dan berefek muskarinik (parasimpatis) shg tjd
efek samping dari neostigmin yaknihipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas
usus dan pandangan kabur sehingga sebaiknya pemberian neostigmin dibarengi dengan obat vagolitik
yakni sulfas atropin (dosis 0,01-0,02 mg/kgBB).