Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH


PEMICU KE-DUA

Kelompok Diskusi 2
Dwi wahyuningsih I1011131013
Muhammad redha ditama I1011131046
Muhammad deni kurniawan I1011141010
Joshua alvin ariadi I1011141011
Nabiyur rahma I1011141015
Muhammad sukri I1011141028
Maghfira aufa asli I1011141036
Teresa asali I1011141044
Yalenko afirio I1011141048
Kevin chikrista I1011141053
Diah poppy utami I1011141070
Ahmad dian setiawan I1011141073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pemicu
Ny. Urina berusia 31 tahun, seorang sekretaris di sebuah bank swasta,
datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluahan nyeri saat buang air kecil,
yang hilang timbul dan keluhan semakin memberat sejak dua minggu
sebelum dibawa ke RS. Nyeri tersebut dirasakan terutama saat mulai
berkemih. Untuk mengurangi keluhannya pasien minum obat penahan rasa
sakit seperti asam mefenamat. Pasien juga kadang-kadang merasa kan nyeri
pinggang sebelah kiri dengan penjalaran yang tidak jelas. Kadang-kadang
pasien juga sedikit mengedan saat ingin BAK. Pasien juga sering
mengeluhkan demam tidak terlalu tingggi, sejak 1 minggu yang lalu. Jumlah
BAK sedikit berkurang (+). Pada riwayat keluarga ditemukan ayah
menderita batu ginjal. Kebiasaan kurang aktifitas (+) dan minum air +/- 500
ml/air. Pasien juga mempunyai kebiasaan menahan BAK, terutama jika
sedang bekerja. Pasien sering minum-minuman berenergi 3x/minggu untuk
menjaga kebugaran. Sumber air minum pasien adalah air tanah/sumur.

1.2 Klarifikasi dan Definisi

1. Batu Ginjal meupakan kistalisasi ang terentuk akibatterakumulasina


presipitat ang dapat berada pada saluran perkemihan.
2. Asam mefenamat merupakan salah satu obat dari golongan OAINSng
merupakan turunan dari asam N-Phenylanthranilic ang bekerja menghambat
enzim siklooksigenasesehingga konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin terganggu.
1.3 Kata Kunci

1. Ny. Urina, 31 tahun


2. Nyeri saat buang air kecil
3. Hilang timbul dan memberat sejak dua minggu sebelum
4. Dirasakan terutama saat mulai berkemih
5. Pasien minum obat penahan rasa sakit seperti asam mefenamat
6. Nyeri pinggang sebelah kiri dengan penjalaran yang tidak jelas
7. Mengedan saat ingin BAK
8. Demam
9. Jumlah BAK sedikit berkurang
10.Ayah menderita batu ginjal
11.Kurang aktifitas
12.Minum air +/- 500 ml/air
13.Kebiasaan menahan BAK
14.Minum-minuman berenergi 3x/minggu
15.Sumber air minum pasien adalah air tanah/sumur.

1.4 Rumusan Masalah

Ny. Urina, 31 tahun datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dan
nyeri pinggang sebelah kiri dengan penjalaran yang tidak jelas.
1.5 Analisis Masalah

 Pasien minum obat penahan rasa Ny. Urina, 31 tahun


sakit seperti asam mefenamat
 Ayah menderita batu ginjal
 Kurang aktifitas
 Minum air +/- 500 ml/air  Nyeri saat buang air
 Kebiasaan menahan BAK kecil
 Minum-minuman berenergi  Hilang timbul dan
3x/minggu memberat sejak dua
 Sumber air minum pasien adalah minggu sebelum
air tanah/sumur.  Dirasakan terutama saat
mulai berkemih
 Nyeri pinggang sebelah
kiri dengan penjalaran
yang tidak jelas
 Demam
 Jumlah BAK sedikit
berkurang
 Mengedan saat ingin
BAK

Pemeriksaan fisik

DD : Urolitiasis

ISK

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis

Tata laksana

Edukasi

1.6 Hipotesis

Ny. Urina, 31 tahun mengalami uretrolithiasis dengan komplikasi ISK


sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.

1.7 Pertanyaan Diskusi


1.7.1 Uretrolithiasis
1.7.1.1 Definisi
1.7.1.2 Etiologi
1.7.1.3 Klasifikasi
1.7.1.4 Manifestasi klinik
1.7.1.5 Pemeriksaan fisik
1.7.1.6 Pemeriksaan penunjang
1.7.1.7 Tatalaksana
1.7.1.8 Edukasi
1.7.1.9 Faktor resiko
1.7.1.10 Komplikasi
1.7.2 ISK
1.7.2.1 Definisi
1.7.2.2 Etiologi
1.7.2.3 Klasifikasi
1.7.2.4 Patofisiologi
1.7.2.5 Manifestasi klinik
1.7.2.6 Diagnosis
1.7.3 Apa sumber air yang baik untuk dikonsumsi?
1.7.4 Apa kandungan pada air tanah yang menyebabkan urolitiasis?
1.7.5 Mengapa dirasakan nyeri pinggang sebelah kiri dan penjalaran yang tidak
jelas?
1.7.6 Apa hubungan antara konsumsi asam mefenamat terhadap kondisi pasien?
1.7.7 Apa hubungan kurang aktivitas terhadap urolitiasis?
1.7.8 Apa hubungan minum-minuman berenergi dengan urolitiasis?
1.7.9 Apa hubungan kurang minum air putih dengan urolitiasis?
1.7.10 Bagaimana hubungan riwayat penyakit keluarga pada penyakit yang
dialami?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Urolithiasis
a. Definisi1
Batu saluran kemih (BSK) merupakan suatu kondisi didapatkannya batu
didalam saluran kemih (mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior).

b. Etiologi2

I. Faktor Internal, terdiri dari :

a. Heriditer/ Keturunan

Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan misalnya


Asidosis tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu gangguan ekskresi
H+ dari tubulus ginjal atau kehilangan HCO3 dalam air kemih, akibatnya
timbul asidosis metabolik. Riwayat BSK bersifat keturunan, menyerang
beberapa orang dalam satu keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang
menyebabkan BSK antara lain:

1. Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi vitamin D


sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat hiperkalsiuria,
proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia yang akhirnya
mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal.

2. Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air kemih
rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.

b. Umur
BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Hasil penelitian
yang dilakukan terhadap penderita BSK di RS DR Kariadi selama lima
tahun (1989-1993), frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan
enam.
c.Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki lebih
sering terjadi dibanding wanita 3:1. Serum testosteron menghasilkan
peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati. Rendahnya serum
testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan rendahnya kejadan
batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak.
II. Faktor Eksternal
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b. Iklim dan temperatur.
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
e. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang
aktifitas atau sedentary life.

c. Faktor resiko3

Faktor utama resiko dibawah ini merupakan faktor utama predisposisi


kejadian batu khususnya batu kalsium dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Hiperkalsiuria
Kelainan ini dapat menyebabkan hematuria tanpa ditemukan
pembentukan batu. Kejadian hemturia diduga disebabkan kerusakan
jaringan lokal yang dipengaruhi oleh agregasi kristal kecil. Peningkatan
ekskresi kalsium dalam saluran kemih dengan atau tanpa factor resiko
lainnya, ditemukan pada setengah dari pembentuk batu kalsium idiopatik.
Kejadian hiperkalsiuria idiopatik diajukan dalam tiga bentuk :
a. hiperkalsiuria absorptif oleh adanya kenaikan absorpsi
nkalsium dari lumen usus. Kejadian ini paling banyak dijumpai.
b. hiperkalsiuria puasa ditandai adanya kelebihan kalsium, diduga
berasal dari tulang.
c. hiperkalsiuria ginjal yang diakibatkan kelainan reabsorpsi kalsium
di tubulus ginjal. Kemaknaan klinis dan patogenesis klasifikasi
diatas masih belum jelas.
2. Hipositraturia

Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air


kemih, khususnya sitrat merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya
batu ginjal. Masukan protein merupakan salah satu factor utama yang dapat
membatasi ekskresi sitrat. Peningkatan reabsorpsi sitrat akibat peningkatan
asam di proksimal dijumpai pada asidosis metabolic kronik, diare kronik,
asidosis tubulus ginjal, diversi ureter atau masukan protein tinggi.

Sitrat pada lumen tubulus akan mengikat kalsium membentuk larutan


kompleks yang tidak terdisosiasi. Hasilnya kalsium bebas untuk mengikat
oksalat berkurang. Sitrat juga dianggap menghambat proses aglomerasi
kristal. Kekurangan inhibitor pembentukan batu selain sitrat, meliputi
glikoprotein yang disekresi oleh sel epitel tubulus ansa henle asenden
seperti muko-protein Tamm-Horsfall dan nefrokalsin.

Nefrokalsin muncul untuk mengganggu pertumbuhan kristal


denganmengabsorpsi permukaan kristal dan memutus interaksi dengan
larutan kristal lainnya. Produk kelainan kimiawi inhibitor, seperti muko-
protein Tamm-Horsfall dapat berperan dalam kontribusi batu kambuh.

3. Hiperurikosuria

Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih


yang dapat memacu pertumbuhan batu kalsium, minimal oleh sebagian
kristal asam urat dengan membentuk nidus untuk presipitasi kalsium
posfat. Pada kebanyakan pasien lebih kearah diet purin tinggi.

4. Penurunan jumlah air kemih

Keadaan ini biasanya disebabkan masukan cairan sedikit. Selanjutnya


dapat menimbulkan pembantukan batu dengan peningkatan reaktan dan
pengurangan aliran air kemih. Penghambatan masukan air dapat
dihubungkan dengan rendahnya jumlah kejadian batu kambuh.

5. Faktor diet

Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan batu.


Contoh: suplementasi pembentukan vitamin D dapat meningkatkan
absorpsi kalsium dan ekskresi kalsium. Masukan kalsium tinggi dianggap
tidak pnting, karena hanya diabsorpsi sekitar 6 persen dari kelebihan kalsium
yang bebas dari oksalat interstinal. Kenaikan kalsium air kemih ini terjadi
penurunan absorpsi oksalat dan penurunan ekskresi okasalat air kemih.

d. Epidemiologi4,5

Batu saluran kemih digolongkan menjadi batu ginjal dan batu kandung
kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan
mengandung komponen Kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal
dijumpai di kaliks atau pelvis renalis dan bila akan keluar dapat berhenti di
ureter dan kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu
kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat atau kalsium fosfat, secara bersama
dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal.
Sukahayat dan Muhammad ali (1975) melaporkan dari 96 batu saluran
kemih ditemukan batu dengan kandungan asam urat tinggi, bentuk murni
sebesar 25% dan campuran bersama kalsium oksalat/ kalium fosfat sebesar
79%, sedangkan batu kalsium oksalat/ kalsium fosfat sebesar 73%.
Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di
Negara maju seperi AS, Australia, dan Eropa, batu saluran kemih banyak
dijumpai di saluran ke kemih bagian atas. Sedangkan untuk di Negara
berkembang seperti india , Thailand dan Indonesia lebih banyak dijumpai
batu kandung kemih.
Di daerah semarang sejak tahun 1979 prorporsi batu ginjal dijumpai
relative meningkat disbanding proporsi batu kandung kemih peningkatan ini
terjadi pada abad 20, khususnya daerah yang bersuhu tinggi dan dari Negara
yang sudah berkembang. Epidemiologi batu saluran kemi bagian atas pada
Negara berkembang dijumpai karena adanya hubungan yang erat dengan
perkembangan ekonomi serta dengan meningkatnya oengeluaran biaya untuk
kebutuhan makanan perkapita.
Di beberapa rumah sakit di Indonesia dijumpai peningkatan jumlah
proporsi pasie yang erkena batu kandung kemih bagian atas 70%, sedangakn
prevelensi batu kandung kemih menutun menjadi 30%. Di rumah sakit Dr
Kariadi semarang tahun 1979 telah dirawat 166 pasien batu saluran kemih
atau 52:10.000 pasien rawat inap. Pada tahun 1981-1983 dilaporkan 634
pasien baru saluran kemih, dan didapatkan 337 pasien batu ginjal. Pada tahun
1986 dilaporkan prevelensi batu saluran kemih sebesar 80/10.000 pasien rawat
inap. Batu ginjal ditemukan 79 dari 89 pasien batu saluran kemih tersebut.
Satu dari 20 orang yang menderita batu ginjal. Pria : wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevelensi di USA sekitar 12%
untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada
wanita dari pada pria.

e. Patofisiologi6
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan
pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik


maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-
bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh
suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.

f. Klasifikasi7

Berdasarkan lokasinya, batu saluran kemih dapat diklasifikasikan


berdasarkan posisi anatominya, yaitu calyx atas, calyx pertengahan, calyx
bawah, renal pelvis, ureter atas, ureter pertengahan atau ureter distal, dan
vesika urinaria. Berdasarkan susunan kimiawi, batu saluran kemih dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Batu Kalsium Oksalat
Kalsium oksalat adalah yang paling banyak menyebabkan batu
saluran kemih (70-75%), batu terdiri dari kalsium oksalat, laki-laki 2 kali
lebih sering daripada wanita. Angka kejadian tertinggi usia 30-50 tahun.
Batu kalsium oksalat terjadi karena proses multifaktor, kongenital dan
gangguan metabolik sering sebagai faktor penyebab. Dua bentuk yang
berbeda yaitu:
a. Whewellite (Ca Ox Monohidrate), berbentuk padat, warna cokat/
hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
b. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (Ca Ox
Dihidrat): batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite,
namun tipe ini memiliki angka residif yang tinggi.
Batu kalsium oksalat dapat dianalisis melalui darah dan air kemih.
Sering terjadi gangguan metabolisme kalsium seperti hiperkalsiuria dan
hiperkalsemia atau keduanya (normal>2,5mmol/l). Gangguan metabolisme
urat merupakan tanda pembentukan batu kalsium oksalat, sehingga perlu
diperhatikan bila kadar asamurat >6,4 mg/100 ml.
Peningkatan ekskresi asam oksalat terjadi pada 20-50% pasien
dengan batu oksalat. Tingginya ekskresi oksalat berhubungan dengan
pembentukan batu rekuren. Sitrat dan magnesium merupakan unsur
penting yang dapat menghambat terjadinya kristalisasi. Ekskresi yang
rendah dari sitrat akan meningkatkan risiko pembentukan batu kalsium
oksalat.
2. Batu Asam Urat
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin, dapat
mengendap dalam interstitium medular ginjal, tubulus atau sistem
pengumpul dan dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit ginjal. Batu
asam urat Biasanya multipel, permukaannya halus, berwarna kuning
sampai coklat kemerahan.
Lebih dari 15% batu saluran kemih dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia 60 tahun. Pada pasien berusia lebih muda
biasanya juga menderita kegemukan. Laki-laki lebih sering daripada
wanita. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Diet menjadi risiko
penting terjadinya batu tersebut. Diet dengan tinggi protein dan purin serta
minuman beralkohol meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air
kemih menjadi rendah.
Sebanyak 20-40% pasien pada Gout akan membentuk batu, oleh
karena itu tingginya asam urat yang berakibat hiperurikosuria. Batu asam
urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak
90% akan berhasil dengan terapi kemolisis. Analisis darah dan air kemih
pada batu asam urat: asam urat >380 μmol/dl (6,4 mg/100 ml), pH air
kemih ≤ 5,8.
3. Batu Kalsium Fosfat
Dua macam batu kalsium fosfat terjadi tergantung suasana pH air
kemih. Karbonat apatite (dahllite) terbentuk pada pH>6,8 dengan
konsentrasi kalsium yang tinggi dan sitrat rendah. Seperti pada batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat juga merupakan batu campuran.
Terjadi pada suasana air kemih yang alkali atau terinfeksi. Terjadi
bersama dengan CaOx atau struvit. Brushite (kalsium hydrogen fosfat)
terbentuk pada pH air kemih 6,5-6,8 dengan konsentrasi kalsium dan
fosfat yang tinggi. Batu ini mempunyai sifat keras dan sulit dipecah
dengan lithotripsy, cepat terbentuk dengan angka kekambuhan yang
tinggi. Berwarna putih hingga coklat.
Sebanyak 1,5% monomineral, 0,5% campuran bersama dengan
CaOx. Analisa darah dan air kemih menunjukkan hiperkalsemia(>2-2,5
mmol/l). Penyebab terbentuknya batu kalsium oksalat renal tubular
asidosis dan infeksi saluran kemih. Kalsium dalam air kemih>2,5
mmol/liter dan pH air kemih>6,8).
4. Batu Struvit (magnesium-amonium fosfat)
Disebabkan karena infeksi saluran kemih oleh bakteri yang
memproduksi urease (proteus, providentia, klebsiella dan psedomonas).
Frekuensi 4-6%, batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-
laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi
ammonium dan pH air kemih>7. Pada kondisi tersebut kelarutan fosfat
menurun yang berakibat terjadinya batu struvit dan kristalisasi karbon
apatite, sehingga batu struvit sering terjadi bersamaan dengan batu
karbonat apatite.
Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting
untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat. Di
samping pengobatan terhadap infeksinya, membuat suasana air kemih
menjadi asam dengan methionine sangat penting untuk mencegah
kekambuhan. Berwarna putih atau abu-abu dengan permukaan licin.
Analisis darah dan air kemih didapatkan pH air kemih >7, juga didapatkan
infeksi pada saluran kemih dan kadar ammonium dan fosfat air kemih
yang meningkat.
5. Batu Cystine (Batu Sistin)
Batu Cystine terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena
gangguan ginjal. Frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino,
cystine, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi
saat bayi, walaupun manifestasi paling banyak terjadi pada dekade dua.
Disebabkan faktor keturunan dengan kromosom autosomal resesif, terjadi
gangguan transport amino cystine, lysin, arginin dan ornithine.
Memerlukan pengobatan seumur hidup.
Diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air
kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan
ekskresi cystine dalam air kemih. Penting apabila produksi air kemih
melebihi 3 liter/hari. Alkalinisasi air kemih dengan meningkatkan pH 7,5-
8 akan sangat bermanfaat untuk menurunkan ekskresi cystine dengan
tiopron dan asam askorbat. Batu ini warnanya putih, kuning atau kehijauan
serta agak lunak. Analisis darah dan air kemih menunjukkan cystein darah
dalam batas normal, cystine air kemih ≥0,8 mmol/hari. Kalsium, oksalat
dan urat meningkat.
6. Batu Xanthin
Batu-batu ini mungkin akibat dari kelainan genetik pada pasien
yang memiliki kekurangan enzim. Mereka kekurangan enzim xanthine
oxidase, yang menghasilkan produksi xanthine dan hipoksantin daripada
asam urat sebagai produk akhir metabolisme purin. Batu urine terjadi pada
sekitar sepertiga dari pasien dengan kekurangan enzim. Kalkuli ini juga
dapat berkembang pada pasien yang memakai allopurinol, penghambat
oksidase xanthine (xanthine oxidase inhibitor). Batu xanthine murni
adalah radiolusen, tetapi kira-kira sepertiga dari pasien dengan
xanthinuria mungkin ada campuran garam kalsium untuk membuat batu-
batu ini sedikit radial-opak. Batu-batu ini cenderung kecil, bulat atau oval.
Berwarna coklat dan cenderung lebih besar dari batu sistin.

g. Manifestasi klinis8

Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada


adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine,
terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya
disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada
gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik). Gejala
klinis yang dapat dirasakan yaitu :
a. Rasa Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik)
tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai
nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan
muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang
berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik
yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa
berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih
disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.
b. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal.
Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran
pembuluh darah di kulit.
c. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat
obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di
saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan
air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya
penyakit BSK.
e. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah.

h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan batu saluran kemih dapat bervariasi mulai
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu
dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok 
Pemeriksan fisik khusus urologi:
 Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal 
 Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
 Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
 Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

i. Pemeriksaan penunjang7

Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah


kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidonefrosis, terlihat tanda-
tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam/menggigil

Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya : leukosituria,


hematuria dan dijumpai kristal- kristal pembentuk batu.

Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan


kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan untuk mencari
kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersiapkan
pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit
yang diduga sebagai faktor timbulnya batu saluran kemih.

1. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat


kemungkinan adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling
sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asama urat
bersifat non-opak (radiolusen).

2. Pielografi Intra Vena


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan
fungsi ginjal. Selain tiu PIV dapat mendeteksi adanya batuk semi-
opak ataupun batu non-opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
perut. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran
kemih akibat adanya penurunan fungis ginjal sebagai gantinya adalah
pemeriksaan pielografi retrograde.

3. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani


pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan- keadaan : alergi terhadap
kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang
hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau
di buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

j. Tata laksana13,14,15

Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan


batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan
infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan
cara medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-
obatan, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.

1. Non Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih


kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu
dapat keluar tanpa intervensi medis. Dengan cara mempertahankan
keenceran urine dan diet makanan tertentu yang dapat merupakan
bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium) yang efektif
mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran
batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum paling sedikit 8
gelas air sehari.

2. Pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan

Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan


mengusahakan agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid
seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau obat anti
inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat diberikan
tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk
mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi
saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi
sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk
mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk
mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya.

3. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada


tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan
melalui tubuh untuk memecah batu. Alat ESWL adalah pemecah batu
yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat
ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi
fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur
invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.

4. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk


mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan
langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa
tindakan endourologi tersebut adalah :

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha


mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan
cara memasukan alat endoskopi ke sistem kalies melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan
alat ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu,
batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat
dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
d. Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.

5. Tindakan operasi

Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk


mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan
bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan
lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan
pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu :

i. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu


yang berada di dalam ginjal.
ii. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil
batu yang berada di ureter.
iii. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu
yang berada di vesica urinaria.
iv. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu
yang berada di uretra.

k. Edukasi (1)
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur
yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada
umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine


dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
5. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang
menderita hiperkalsiuri tipe II.

l. Komplikasi12

Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja
di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak
diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat
menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem
duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat
memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan
dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron
karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika
kedua ginjal terserang. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis),
kemungkinan infeksi bakteri meningkat. Dapat terbentuk kanker ginjal
akibat peradangan dan cedera berulang

2.2 ISK

a. Definisi ISK26

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi ini
dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua umur pada anak,
remaja, dewasa ataupun umur lanjut. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin,
ternyata perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki dengan angka
populasi umum 5- 15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan
bakteri di dalam urin.

b. Etiologi26

Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme tunggal seperti:1


• Eschericia coli
Merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari
pasien dengan ISK simtomatik maupun asimtomatik 
•Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti
 Proteus spp (33% ISK anak laki-laki berusia 5 tahun),  Klebsiella spp dan
Stafilokokus dengan koagulasenegatif 
• Pseudomonas spp dan mikroorganisme lainnya seperti Stafilokokus
jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi
c. Klasifikasi 26
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
1. Infeksi Saluran Kemih Atas
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis.
Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis
kronik (PNK). Istilah pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis,
karena infeksi pielum (pielitis) yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan
di klinik.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai
primer oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan
akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan
bakteriuria tanpa ditemukan kelainan radiologik. PNA ditemukan pada
semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada
wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai
hipertrofi prostat.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial
(primer) dan sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai
hubungan dengan infeksi bakteri (immediate atau late effect) dengan atau
tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang
tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang
ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis kronik
fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi
berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak
memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK
harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-
kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai
hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK,
nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting
dalam patogenesis PNK. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga
sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim.

2. Infeksi Saluran Kemih Bawah


Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan
epidimitis, uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung
dari gender. Pada perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra
akut, sedangkan pada laki-laki berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan
uretritis.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut
adalah radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang
timbulnya mendadak, biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited
disease) atau berat disertai penyulit ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut
termasuk ISK tipe sederhana (uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut
yang sering kambuh (recurrent urinary tract infection) termasuk ISK tipe
berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu perhatian khusus
dalam pengelolaannya.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang
berulang-ulang (recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan
kelainan-kelainan atau penyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal.
Sistitis kronik merupakan ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan
pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor predisposisi.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis
karena tidak dapat diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini
menunjukkan bahwa SUA disebabkan oleh MO anaerobik.
d. Patofisiologi ISK 26,27
Pada individu normal, laki-laki maupun perempuan urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal
merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme non-pathogenic fastidious
gram-positive dan gram negatif. Hampir semua ISK disebabkan invasi
mikroorganisme asending dari uretra ke dalam saluran kemih yang lebih
distal, misalnya kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi
mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks
vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang
ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga
merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis
akibat S. aureus.

e. Manifestasi Klinis ISK26

Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervarasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat.1 Gejala yang sering
timbul ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi
bersamaan, disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Gejala klinis ISK
sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu:

1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra
pubik, disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria

2. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri
punggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.

f. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis26


1. Analisis urin rutin1

Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria


(albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin.

Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin


masih segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran
kemih yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea
(ureasplitting organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya
ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam.

Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100
x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit.
Pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria
>105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-
85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >10 5).
Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40%
pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml
>105. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk
prediksi ISK.

Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100%
untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20
leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang
tidak disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara
langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas
sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau
mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan
hasil positif palsu sebesar 10%10.

2. Uji Biokimia1
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi
nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia
ini hanya sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik
dan tidak dapat menentukan tipe bakteriuria.

3. Mikrobiologi2
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml
urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK,
tindak lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi,
uji saring bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi.
Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau
disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin
tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.

Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml


>105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >10 5 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK
disertai gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik.
Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >10 5 (3x) berturut-turut dari
UTK..

4. Renal Imaging Procedures1


Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor
predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen,
pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi
lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK
kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria),
hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus
spp), serta ISK berulang dengan interval ≤6 minggu.

2.3 Sumber air yang baik untuk dikonsumsi17

Dalam memilih sumber air baku air bersih, maka harus diperhatikan
persyaratan utamanya yang meliputi kualitas, kuantitas, kontinuitas dan
biaya yang murah dalam proses pengambilan sampai pada proses
pengolahannya. Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk
penyediaan air bersih dikelompokkan sebagai berikut :

i. Air Hujan

Beberapa sifat kualitas dari air hujan adalah sebagai berikut :


 Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan
zat – zat mineral.

 Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih.

 Dapat bersifat korosif karena mengandung zat – zat yang


terdapat diudara seperti NH3, CO2 agresif, ataupun SO2.

Dari segi kuantitatif, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah
hujan. Sehingga air hujan tidak mencukupi untuk persediaan umum karena
jumlahnya berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, air
hujan tidak dapat diambil secara terus menerus karena tergantung pada
musim.

ii. Air Permukaan

Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau


bahan baku air bersih adalah :

 Air waduk (berasal dari air hujan).

 Air sungai (berasal dari air hujan dan mat air).

 Air danau (berasal dari air hujan, sungai atau mata air).

Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat


– zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan
terlebih dahulu sebelum dikunsumsi oleh masyarakat. Kontaminan zat
pencemar ini berasal dari buangan domestik, buangan industri dan limbah
pertanian.

iii. Air Tanah

Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang


terlarut pada waktu air melalui lapisan tanah. Secara praktis air
tanah adalah bebas dari polutan karena berada di bawah
permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air
tanah dapat tercemar oleh zat – zat yang menganggu kesehatan
seperti mengandung Fe. Dari segi kuantitas, apila air tanah dipakai
sebagai sumber air baku air bersih adalah relatif cukup.

iv. Mata Air

Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai
air baku, karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke
permukaan tanah akibat tekanan sehingga belum terkontaminasi
oleh zat – zat tercemar. Dari segi kuantitas , jumlah dan kapasitas
mata air sangat terbatas sehingga hanya mampu memenuhi
kebutuhan sejumlah penduduk saja.

2.4 Hubungan antara konsumsi asam mefenamat dengan kondisi pasien. 24,25

Dalam penatalaksanaan nyeri, WHO menganjurkan tiga langkah


bertahap dalam penggunaan analgesik. Langkah 1 digunakan untuk nyeri
ringan dan sedang seperti obat golongan nonopioid seperti aspirin,
asetaminofen, atau AINS, obat ini diberikan tanpa obat tambahan lain. Jika
nyeri masih menetap atau meningkat, dilanjutkan langkah 2. Langkah 2
ditambah opioid, untuk non opioid diberikan dengan atau tanpa obat
tambahan lain. Jika nyeri terus menerus atau intensif, langkah 3
meningkatkan dosis potensi opioid atau dosisnya sementara dilanjutkan non
opioid dan obat tambahan lain.
Klasifikasi obat analgesik menurut intensitas nyeri yang menjadi
sasarannya, terbagi dalam 2 kelompok:
1. Analgetika non-narkotik (non-opioid) dengan kerja perifer 
2. Analgetika narkotik dengan kerja sentral

Nyeri kolik yang dialami Ny. Urina terjadi karena aktivitas peristaltik
otot polos sistem kalises maupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut
mneyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregagangan dari terminal saraf yang memberikan rasa nyeri. Pada nyeri
ini, melibatkan saraf spinal yaitu perangsangan pada radiks posterior yang
juga melibatkan dermatom. Asam mefenamat merupakan analgesik yang
digunakan untuk nyeri ringan sampai sedang dan merupakan golongan
OAINS dengan mebghambat enzim siklooksigenasi sehingga dapat
menghambat pembentukan prostaglandin. Namun, pada kasus, nyeri yang
dialami akibat peregangan pada terminal saraf yang akan merangsang jaras
nyeri malalui perangsangan pada radiks posterior (sarf spinal). Sehingga,
jika obat OAINS yang bersifat sebagai analgesik perifer tidak dapat
meringankan nyeri tersebut, dapat digunakan kombinasi anatara obat
analgesik perifer (OAINS) dan obat analgesik sentral (opioid lemah atau
kuat) yang bekerja langsung pada sistem saraf pusat. Pilihan obat analgesik
yang dapat diberikan yaitu golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat,
kombinasi parasetamol dan kodein, atau injeksi morfin), golongan analgesik
opioid (morphine sulfate, oxycodone dan acetaminophen, hydrocodone dan
acetaminophen), golongan analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-
inflamasi non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen).

2.5 Hubungan kurangnya aktivitas terhadap urolitiasis19

Faktor pekerjaan dan olahraga dapat mempengaruhi penyakit batu ginjal.


Resiko terkena penyakit ini pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
lebih tinggi daripada orang yang banyak berdiri atau bergerak dan orang
yang kurang berolahraga. Karena tubuh kurang bergeral (baik olahraga
maupun aktivitas kerja ) menyebabkan peredaran darah meupun aliran air
seni menjadi kurang lancar. Bahkan tidak hanya penyakit batu ginjal yang
diderita, penyakit lain bisa dengan gampang menyerang.

2.6 Hubungan konsumsi minuman berenergi dengan urolitiasis 18


Minuman berenergi adalah minuman ringan yang mengandungi zat-zat
seperti vitamin B kompleks dan kafein untuk menstimulasi sistem metabolik
dan sistem saraf pusat). Kafein sangat efektif bekerja dalam tubuh sehingga
memberikan efek yang bermacam-macam bagi tubuh. Salah satunya efek
diuretik, peminum kopi awal akan mengalami efek diuretik. Efek diuretik
akan berkurang pada peminum kopi habitual yang mengkonsumsi beberapa
cangkir kopi sehari. Kafein dapat mengurangi penyerapan kembali kalsium
di dalam ginjal, sehingga kalsium keluar bersama urin. Satu cangkir kopi
menyebabkan pelepasan 6 mg kalsium di dalam urin.

2.7 Hubungan riwayat ayah (+) batu ginjal dengan penyakit Ny.Urina.21

Riwayat keluarga batu ginjal meningkatkan resiko keturunannya terhadap


batu ginjal. Pada suatu penelitian dilaporkan 16%-37% pasien batu ginjal
mempunyai riwayat keluarga positif batu ginjal dibandingkan dengan tanpa
riwayat keluarga sekitar 4%-22%. Riwayat keluarga mengidap penyakit
gout juga dikatakan meningkatkan resiko keturunannya terhadap batu
saluran kemih. Selain itu menurun suatu penelitian juga dikatakan pasien
dengan riwayat keluarga mengalami batu, memiliki kadar konsentrasi
kalsium yang tinggi pada serum.

2.8 Edukasi yang tepat pada kasus19

Dalam memberikan edukasi kepada pasien pada kasus ini, maka edukasi
sebaiknya kita berikan mengenai pencegahan terjadinya penyakit batu ginjal
yang dialami pasien. Untuk pencegahannya sendiri seperti menghindari
faktor resiko penyakit batu ginjal. Berikut ini usaha-usaha pencegahan.

1. Minum air putih minimal dua liter setiap hari.

2. Hindari atau setidaknya mengurangi makanan yang mengandung


oksalat tinggi seperti kacang-kacangan, bayam, ubi, cabe, tahu dan
tempe, buncis, kentang, jeruk, anggur, dan stroberi.
3. Hindari atau kurangi makanan yang mengandung kalsium tinggi
seperti kol, lobak, brokoli, sarden, dan keju.

4. Batasi konsumsi garam.

5. Hindari atau mengurangi makanan yang mengandung kadar purin


tinggi seperti ikan laut, usus goreng, hati goreng, ikan sarden,
emping melinjo, dan jeroan.

6. Kurangi konsumsi makanan yang berprotein tinggi seperti daging,


ayam, dan telur.

7. Rajin berolahraga dan lakukan aktivitas fisik cukup.

8. Hindari konsumsi obat-obatan bebas terutama yang berefek pada


ginjal.

9. Kurangi konsumsi obat-obatan kimia, kecuali sangat terpaksa yang


dianjurkan oleh dokter.

10. Tidak mengonsumsi vitamin c lebih dari satu gram sehari.

11. Hindari atau kurang minuman seperti cokelat, kopi, teh, susu, dan
soft drink (bersoda).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ny. Urina menderita uolithiasis dengan komplikasi ISK shingga dipelukan


pemeriksaan penunjang lebih lanjut. sejak 1 bulan yang lalu disertai gangguan saat BAK.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanagho E.A., Mc Annich J.W., Smith’s General Urology 16th ed., Mc Graw
Hill2004, hal. 77, 613, 620-623.

2. Menon M, Resnick, Martin I. Urinary lithiasis: etiologi and endourologi, in:


Chambell’s Urology, 8th ed, Vol 14. Philadelphia: W.B. Saunder Company;
2002.

3. Parivar, F; Roger, K; Stoller, M. The influence of diet on urinary stone disease. J.


Urol. 2003; 169(2)

4. Seriati S, alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam, AF. Buku


Ajar Ilmu Penyaki Dalam. Jilid 2. Edisi 6. Jakarta : Interna Publishing; 2014;
2121-2127
5. Sjamsuhidayat, Wim, DJ. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC, p.1024-1034
6. Lerolle N, Lantz B, Paillard F, Gattegno B, Flahault A, Ronco P, et al.
Risk factors for nephrolithiasis in patients with familial idiopathic
hypercalciuria. Am J Med. 2002;113:99–103
7. Tὒrk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Straub M, Seitz C. Guidlines on urolithiasis.
European Association of Urology; 2011.
8. Brunner dan Sudarth. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta:EGC.2005.

9. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2006.
10. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 2004. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI;2004.
11. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Panduan Pelayanan Medik -Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Edisi 2004. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI;2006.
12. Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike, B. Editor edisi
bahasa indonesia: Yuda, E.K, et All.Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

13. Longo, Dan L, Fauci, Anthony L,et al, Harrison’s principles of Internal
Medicines 18th edition Vol 1 ,Mc-Graw-Hill, Chapter 287.
14. Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta.
15. Chang E. Pathofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
16. Wahyu. 2011. Batu saluran Kemih. Universitas Abulyatama, Acheh. halaman 5-
21
17. Fewtrell, L., Kaufmann, R.B., Kay D., dkk. 2005.Water, sanitation, and hygine
interventions to reduce diarrhea in less developed countries. A systematic review
and Metaanalysis. Lancet Infect Dis 2005;42-52.

18. Lelyana R., 2008. Semarang: Pengaruh Kopi terhadap Asam Urat Darah. Tesis.
Universitas Dipenogoro, Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik. 26-30.
19. Kuncoro, Sri. Hancurkan Batu Ginjal dengan Ramuan Herbal. Jakarta: Niaga
Swadaya. 2005.

20. Farmakologi UI, Kinerja & Terapi , Edisi 4

21. Park Cheol et al. Comparison of Metabolic Risk Factors in Urolithiasis Patients
according to Family History. Korean J Urol. 2010 Jan; 51(1): 50–53.
22. Salam MA. Principles and practice of urology: a comprehensive text. Volume 1 &
2. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2013.

23. Hesse, Alrecht; Goran tiselius, Hans: Jahnen, Andre: Urinary Stone Diagnosis,
Treatment and Prevention of Recurrence: 2nd edition. 2002.
24. Purnomo, B.B.. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta; 2011
25. Stoler, M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, JP. The Primary Stone Event: A
New Hypotesis Involving a Vasculer Etiology. J.Urol.2004. 171(5):1920- 1924.
26. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4ed. Vol. 1. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2006.
27. Doern GV, Ferraro MJ, Brueggemann AB, et al. Emergence of high rates of
antimicrobial resistance among viridans group streptococci in the United States.
Antimicrob Agents Chemother 1996;40(4):891-4

Anda mungkin juga menyukai