Kelompok Diskusi 2
Dwi wahyuningsih I1011131013
Muhammad redha ditama I1011131046
Muhammad deni kurniawan I1011141010
Joshua alvin ariadi I1011141011
Nabiyur rahma I1011141015
Muhammad sukri I1011141028
Maghfira aufa asli I1011141036
Teresa asali I1011141044
Yalenko afirio I1011141048
Kevin chikrista I1011141053
Diah poppy utami I1011141070
Ahmad dian setiawan I1011141073
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Ny. Urina berusia 31 tahun, seorang sekretaris di sebuah bank swasta,
datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluahan nyeri saat buang air kecil,
yang hilang timbul dan keluhan semakin memberat sejak dua minggu
sebelum dibawa ke RS. Nyeri tersebut dirasakan terutama saat mulai
berkemih. Untuk mengurangi keluhannya pasien minum obat penahan rasa
sakit seperti asam mefenamat. Pasien juga kadang-kadang merasa kan nyeri
pinggang sebelah kiri dengan penjalaran yang tidak jelas. Kadang-kadang
pasien juga sedikit mengedan saat ingin BAK. Pasien juga sering
mengeluhkan demam tidak terlalu tingggi, sejak 1 minggu yang lalu. Jumlah
BAK sedikit berkurang (+). Pada riwayat keluarga ditemukan ayah
menderita batu ginjal. Kebiasaan kurang aktifitas (+) dan minum air +/- 500
ml/air. Pasien juga mempunyai kebiasaan menahan BAK, terutama jika
sedang bekerja. Pasien sering minum-minuman berenergi 3x/minggu untuk
menjaga kebugaran. Sumber air minum pasien adalah air tanah/sumur.
Ny. Urina, 31 tahun datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dan
nyeri pinggang sebelah kiri dengan penjalaran yang tidak jelas.
1.5 Analisis Masalah
Pemeriksaan fisik
DD : Urolitiasis
ISK
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Tata laksana
Edukasi
1.6 Hipotesis
2.1 Urolithiasis
a. Definisi1
Batu saluran kemih (BSK) merupakan suatu kondisi didapatkannya batu
didalam saluran kemih (mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior).
b. Etiologi2
a. Heriditer/ Keturunan
2. Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air kemih
rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.
b. Umur
BSK banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Hasil penelitian
yang dilakukan terhadap penderita BSK di RS DR Kariadi selama lima
tahun (1989-1993), frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan
enam.
c.Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-laki lebih
sering terjadi dibanding wanita 3:1. Serum testosteron menghasilkan
peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati. Rendahnya serum
testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan rendahnya kejadan
batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak.
II. Faktor Eksternal
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
b. Iklim dan temperatur.
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
e. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang
aktifitas atau sedentary life.
c. Faktor resiko3
3. Hiperurikosuria
5. Faktor diet
d. Epidemiologi4,5
Batu saluran kemih digolongkan menjadi batu ginjal dan batu kandung
kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan
mengandung komponen Kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal
dijumpai di kaliks atau pelvis renalis dan bila akan keluar dapat berhenti di
ureter dan kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu
kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat atau kalsium fosfat, secara bersama
dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal.
Sukahayat dan Muhammad ali (1975) melaporkan dari 96 batu saluran
kemih ditemukan batu dengan kandungan asam urat tinggi, bentuk murni
sebesar 25% dan campuran bersama kalsium oksalat/ kalium fosfat sebesar
79%, sedangkan batu kalsium oksalat/ kalsium fosfat sebesar 73%.
Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di
Negara maju seperi AS, Australia, dan Eropa, batu saluran kemih banyak
dijumpai di saluran ke kemih bagian atas. Sedangkan untuk di Negara
berkembang seperti india , Thailand dan Indonesia lebih banyak dijumpai
batu kandung kemih.
Di daerah semarang sejak tahun 1979 prorporsi batu ginjal dijumpai
relative meningkat disbanding proporsi batu kandung kemih peningkatan ini
terjadi pada abad 20, khususnya daerah yang bersuhu tinggi dan dari Negara
yang sudah berkembang. Epidemiologi batu saluran kemi bagian atas pada
Negara berkembang dijumpai karena adanya hubungan yang erat dengan
perkembangan ekonomi serta dengan meningkatnya oengeluaran biaya untuk
kebutuhan makanan perkapita.
Di beberapa rumah sakit di Indonesia dijumpai peningkatan jumlah
proporsi pasie yang erkena batu kandung kemih bagian atas 70%, sedangakn
prevelensi batu kandung kemih menutun menjadi 30%. Di rumah sakit Dr
Kariadi semarang tahun 1979 telah dirawat 166 pasien batu saluran kemih
atau 52:10.000 pasien rawat inap. Pada tahun 1981-1983 dilaporkan 634
pasien baru saluran kemih, dan didapatkan 337 pasien batu ginjal. Pada tahun
1986 dilaporkan prevelensi batu saluran kemih sebesar 80/10.000 pasien rawat
inap. Batu ginjal ditemukan 79 dari 89 pasien batu saluran kemih tersebut.
Satu dari 20 orang yang menderita batu ginjal. Pria : wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevelensi di USA sekitar 12%
untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada
wanita dari pada pria.
e. Patofisiologi6
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan
pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum
cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-
bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh
suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.
f. Klasifikasi7
g. Manifestasi klinis8
h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan batu saluran kemih dapat bervariasi mulai
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu
dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi:
Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
i. Pemeriksaan penunjang7
3. Ultrasonografi
j. Tata laksana13,14,15
1. Non Medikamentosa
4. Endourologi
5. Tindakan operasi
k. Edukasi (1)
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur
yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada
umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
l. Komplikasi12
Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja
di saluran kemih. Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan
hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidoureter yang tidak
diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari ginjal dapat
menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem
duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat
memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan
dapat menyebabkan penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron
karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal ginjal jika
kedua ginjal terserang. Setiap kali terjadi obstruksi aliran urine (stasis),
kemungkinan infeksi bakteri meningkat. Dapat terbentuk kanker ginjal
akibat peradangan dan cedera berulang
2.2 ISK
a. Definisi ISK26
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi ini
dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua umur pada anak,
remaja, dewasa ataupun umur lanjut. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin,
ternyata perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki dengan angka
populasi umum 5- 15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan
bakteri di dalam urin.
b. Etiologi26
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervarasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat.1 Gejala yang sering
timbul ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi
bersamaan, disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Gejala klinis ISK
sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu:
1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra
pubik, disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria
2. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri
punggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.
Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100
x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit.
Pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria
>105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-
85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >10 5).
Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40%
pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml
>105. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk
prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100%
untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20
leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang
tidak disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara
langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas
sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau
mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan
hasil positif palsu sebesar 10%10.
2. Uji Biokimia1
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi
nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia
ini hanya sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik
dan tidak dapat menentukan tipe bakteriuria.
3. Mikrobiologi2
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml
urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK,
tindak lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi,
uji saring bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi.
Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau
disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin
tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.
Dalam memilih sumber air baku air bersih, maka harus diperhatikan
persyaratan utamanya yang meliputi kualitas, kuantitas, kontinuitas dan
biaya yang murah dalam proses pengambilan sampai pada proses
pengolahannya. Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk
penyediaan air bersih dikelompokkan sebagai berikut :
i. Air Hujan
Dari segi kuantitatif, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah
hujan. Sehingga air hujan tidak mencukupi untuk persediaan umum karena
jumlahnya berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, air
hujan tidak dapat diambil secara terus menerus karena tergantung pada
musim.
Air danau (berasal dari air hujan, sungai atau mata air).
Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai
air baku, karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke
permukaan tanah akibat tekanan sehingga belum terkontaminasi
oleh zat – zat tercemar. Dari segi kuantitas , jumlah dan kapasitas
mata air sangat terbatas sehingga hanya mampu memenuhi
kebutuhan sejumlah penduduk saja.
2.4 Hubungan antara konsumsi asam mefenamat dengan kondisi pasien. 24,25
Nyeri kolik yang dialami Ny. Urina terjadi karena aktivitas peristaltik
otot polos sistem kalises maupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik tersebut
mneyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregagangan dari terminal saraf yang memberikan rasa nyeri. Pada nyeri
ini, melibatkan saraf spinal yaitu perangsangan pada radiks posterior yang
juga melibatkan dermatom. Asam mefenamat merupakan analgesik yang
digunakan untuk nyeri ringan sampai sedang dan merupakan golongan
OAINS dengan mebghambat enzim siklooksigenasi sehingga dapat
menghambat pembentukan prostaglandin. Namun, pada kasus, nyeri yang
dialami akibat peregangan pada terminal saraf yang akan merangsang jaras
nyeri malalui perangsangan pada radiks posterior (sarf spinal). Sehingga,
jika obat OAINS yang bersifat sebagai analgesik perifer tidak dapat
meringankan nyeri tersebut, dapat digunakan kombinasi anatara obat
analgesik perifer (OAINS) dan obat analgesik sentral (opioid lemah atau
kuat) yang bekerja langsung pada sistem saraf pusat. Pilihan obat analgesik
yang dapat diberikan yaitu golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat,
kombinasi parasetamol dan kodein, atau injeksi morfin), golongan analgesik
opioid (morphine sulfate, oxycodone dan acetaminophen, hydrocodone dan
acetaminophen), golongan analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-
inflamasi non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen).
2.7 Hubungan riwayat ayah (+) batu ginjal dengan penyakit Ny.Urina.21
Dalam memberikan edukasi kepada pasien pada kasus ini, maka edukasi
sebaiknya kita berikan mengenai pencegahan terjadinya penyakit batu ginjal
yang dialami pasien. Untuk pencegahannya sendiri seperti menghindari
faktor resiko penyakit batu ginjal. Berikut ini usaha-usaha pencegahan.
11. Hindari atau kurang minuman seperti cokelat, kopi, teh, susu, dan
soft drink (bersoda).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Tanagho E.A., Mc Annich J.W., Smith’s General Urology 16th ed., Mc Graw
Hill2004, hal. 77, 613, 620-623.
9. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2006.
10. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Standar Pelayanan Medik Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 2004. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI;2004.
11. Rani HAA, Soegondo S, Nasir AU et al. Panduan Pelayanan Medik -Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Edisi 2004. Jakarta: Pusat Penerbitan
IPD FKUI;2006.
12. Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike, B. Editor edisi
bahasa indonesia: Yuda, E.K, et All.Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
13. Longo, Dan L, Fauci, Anthony L,et al, Harrison’s principles of Internal
Medicines 18th edition Vol 1 ,Mc-Graw-Hill, Chapter 287.
14. Purnomo, B.B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta.
15. Chang E. Pathofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
16. Wahyu. 2011. Batu saluran Kemih. Universitas Abulyatama, Acheh. halaman 5-
21
17. Fewtrell, L., Kaufmann, R.B., Kay D., dkk. 2005.Water, sanitation, and hygine
interventions to reduce diarrhea in less developed countries. A systematic review
and Metaanalysis. Lancet Infect Dis 2005;42-52.
18. Lelyana R., 2008. Semarang: Pengaruh Kopi terhadap Asam Urat Darah. Tesis.
Universitas Dipenogoro, Program Pascasarjana Magister Ilmu Biomedik. 26-30.
19. Kuncoro, Sri. Hancurkan Batu Ginjal dengan Ramuan Herbal. Jakarta: Niaga
Swadaya. 2005.
21. Park Cheol et al. Comparison of Metabolic Risk Factors in Urolithiasis Patients
according to Family History. Korean J Urol. 2010 Jan; 51(1): 50–53.
22. Salam MA. Principles and practice of urology: a comprehensive text. Volume 1 &
2. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2013.
23. Hesse, Alrecht; Goran tiselius, Hans: Jahnen, Andre: Urinary Stone Diagnosis,
Treatment and Prevention of Recurrence: 2nd edition. 2002.
24. Purnomo, B.B.. Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta; 2011
25. Stoler, M; Maxwell VM; Harrison, AM; Kane, JP. The Primary Stone Event: A
New Hypotesis Involving a Vasculer Etiology. J.Urol.2004. 171(5):1920- 1924.
26. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4ed. Vol. 1. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2006.
27. Doern GV, Ferraro MJ, Brueggemann AB, et al. Emergence of high rates of
antimicrobial resistance among viridans group streptococci in the United States.
Antimicrob Agents Chemother 1996;40(4):891-4