id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Tracheobronchial
Asal-usul trakea disebutkan berasal dari bagian inferior tulang rawan cricoid
setinggi vertebrae cervicalis enam atau tujuh. Trakea adalah saluran pernapasan
berbentuk pipa. Trakea memiliki cincin tulang rawan berbentuk huruf C. Trakea
terdiri dari tulang rawan dan otot serta dilapisi oleh pseudostratified columnar
cilliated epithelium. Sepertiga bagian trakea terletak di leher dan dua pertiga terletak
di mediastinum. Trakea terletak di tengah leher dan makin ke distal bergeser ke
sebelah kanan. Trakea masuk ke rongga mediastinum di belakang manubrium
sterni.17–21
Diameter eksternal trakea potongan koronal sekitar 2,3 sentimeter (cm) pada
laki-laki dan 2 cm pada perempuan. Diameter eksternal trakea potongan sagittal
sekitar 1,8 cm pada laki-laki dan 1,4 cm pada perempuan. Trakea memiliki panjang
rata-rata 11,8 cm dan ketebalan dinding sekitar 3 mm dengan dua cincin tulang rawan
per cm dari trakea sekitar 4 milimeter (mm). Trakea memanjang mulai dari batas
bawah laring setinggi vertebrae cervicalis enam sampai vertebrae thoracalis empat.
Trakea terbagi menjadi dua bronkus yaitu bronkus utama kanan dan kiri. Cincin
trakea paling bawah meluas ke inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan
dan kiri. Cincin trakea paling bawah membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam
yang disebut karina. Karina merupakan percabangan pertama dari saluran napas.
Karina berorientasi anteroposterior. Karina tampak sebagai septum tipis yang
membagi bronkus utama kanan dan kiri. Karina terletak setinggi manubriosternal
junction atau setinggi vertebrae cervicalis lima atau enam.17–21
Trakea sangat elastis. Panjang dan letak trakea berubah-ubah tergantung pada
posisi kepala dan leher. Lapisan tulang rawan trakea dibentuk oleh 16-20 tulang
rawan hialin berbentuk cincin tidak penuh atau terbuka di bagian posterior. Kedua
ujung posterior trakea dihubungkan oleh otot polos dan serat jaringan ikat elastis
yang mengandung kolagen. Jaringan ikat elastis di kedua ujung posterior trakea
5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
2. Bronkoskopi
Prosedur bronkoskopi mulai dikenal sejak tahun 1887 ketika Gustav Killian
melakukan pemeriksaan trakea dan bronkus pasien dengan laringoskop. Gustav
Killian dikenal sebagai bapak bronkoskopi modern yang bekerja sebagai dokter
spesialis telinga hidung tenggorok (THT) di Freiberg, Jerman. Gustav Killian
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
menggunakan laringoskop untuk mengambil tulang babi dan benda asing dari
bronkus sehingga dikenal istilah directe bronkoscopie.6,23,24
Pilihan bronkoskopi dahulu terbatas hanya bronkoskopi yang bersifat
nonfleksibel atau bronkoskopi yang bersifat kaku. Bronkoskopi mengalami
perkembangan pesat dengan tambahan fasilitas seperti endobronchial ultrasound
(EBUS) bronchoscopy dan electronavigation bronchoscopy (ENB). Bronkoskopi
memiliki dua tipe yaitu bronkoskopi kaku dan bronkoskopi fleksibel.6,23,24
b. Bronkoskopi fleksibel
Bronkoskopi fleksibel atau fiberoptic bronchoscopy (FOB)
dikembangkan oleh Shigeto Ikeda pada tahun 1962. Bronkoskopi fleksibel
memiliki sifat yang lentur sehingga pasien merasa lebih nyaman jika
dibandingkan dengan penggunaan bronkoskopi kaku. Bronkoskopi fleksibel
memberikan kemudahan dalam tindakan. Bronkoskopi fleksibel dapat dilakukan
secara aman dengan kondisi pasien sadar dalam sedasi ringan hingga sedang.
Fleksibilitas bronkoskop memungkinkan ahli bronkoskopi untuk melihat
bronkus subsegmental. Ahli bronkoskopi dapat langsung menilai detail mukosa
seperti warna dan vaskularisasi. Kelemahan bronkoskopi fleksibel adalah
patensi jalan napas selama tindakan. Bronkoskopi fleksibel tidak dapat
digunakan pada kasus obstruksi jalan napas total. Bronkoskop fleksibel terdapat
pada gambar empat.25,26
4. Komplikasi Bronkoskopi
Data mengenai komplikasi bronkoskopi sebagian besar didapatkan dari studi
retrospektif. Komplikasi bronkoskopi disebabkan oleh anestesi yang tidak memadai,
pasien kurang kooperatif, operator yang kurang terampil, dan insersi bronkoskop
terlalu keras hingga merangsang saluran vokal atau bronkus. Ahli bronkoskopi harus
memasukkan bronkoskop dengan lembut untuk menghindari komplikasi
bronkoskopi terutama pada pasien dengan asma, peradangan akut, atau
tracheomalacia. Bronkoskopi dapat menyebabkan hiperreaktivitas jalan napas
sehingga dapat menyebabkan kejang. Ahli bronkoskopi perlu menjelaskan prosedur
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
a. Kematian
Bronkoskopi merupakan prosedur yang sangat aman. The United
Kingdom Survey tahun 2002dikutip dari 26
melaporkan angka kematian sebesar
0,0045% dari 60.100 prosedur bronkoskopi. Penelitian oleh Grendelmeier et al.,
(2014) melaporkan angka kematian 0% pada prosedur bronkoskopi. Kematian
akibat bronkoskopi dapat terjadi akibat obat premedikasi berlebih, henti napas
karena perdarahan, spasme laring atau bronkus, dan henti jantung karena
myocardial infarction akut.26,30
b. Perdarahan
Tingkat perdarahan pada bronkoskopi bervariasi antara 2,5-89,9% pada
berbagai penelitian prospektif. Derajat perdarahan berdasarkan volume dan
intervensi yang dibutuhkan dinilai pada beberapa penelitian. Penelitian oleh Carr
et al., (2012)dikutip dari 26 mengelompokkan derajat perdarahan menjadi minimal
bila perdarahan kurang dari (<) 5 mililiter (ml), ringan bila perdarahan 5-20 ml,
sedang bila perdarahan 20-100 mililiter, dan berat bila perdarahan lebih dari (>)
100 ml. Pasien mengalami 89,7% perdarahan minimal, 8,1% perdarahan ringan,
dan 2,1% perdarahan sedang. Tidak ada pasien yang mengalami pendarahan
berat. Pasien dengan sindrom vena cava superior, tindakan biopsi, dan aspirasi
jarum meningkatkan risiko perdarahan. Derajat perdarahan selama prosedur
bronkoskopi berdasarkan Indian Chest Society terdapat pada tabel lima.28,30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
sebelum prosedur. Larutan saline 0,9% pada suhu 37° Celsius digunakan untuk
mencegah bronchospasm.26,30,32
e. Hipoksemia
Hipoksemia didenifisikan sebagai penurunan tekanan oksigen
parsial/partial pressure of oxygen (PO2) sampai < 60 millimeter hydrargyrum
(mmHg). Penurunan saturasi yaitu saturasi oksigen kurang dari sama dengan (≤)
90%. Kejadian penurunan saturasi pada bronkoskopi antara 0,7-76,3%. Pasien
dipantau dengan oksimetripulsa selama tindakan dan diberikan suplementasi
oksigen. Hipoksemia berhubungan dengan fungsi paru, sedasi, dan tindakan
pengambilan sampel. Saturasi oksigen dapat berkurang 40% selama
bronkoskopi ketika dilakukan suction.26,30,32
Penurunan saturasi bersifat sementara namun efeknya dapat bertahan
selama jangka waktu berjam-jam setelah prosedur berakhir terutama bila
prosedur BAL dilakukan. Penurunan PO2 harus dicegah dengan pemberian
oksigen melalui nasal cannula. Sedasi, penurunan cadangan pernapasan,
penurunan kaliber jalan napas, suction yang berlebihan, bronchial washing dan
BAL merupakan penyebab hipoksemia pada bronkoskopi.26,30,32
f. Variasi hemodinamika
Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik < 90 mmHg yang
membutuhkan intervensi. Kejadian hipotensi pada bronkoskopi berkisar antara
2,9-28,9% pada pasien yang diberi obat propofol dan dexmedetomidine. Pasien
yang membutuhkan resusitasi cairan karena hipotensi sekitar 1-16%. Kejadian
hipertensi dilaporkan sering terjadi pada pasien saat akan dilakukan prosedur
bronkoskopi. Kejadian bradikardia yaitu denyut jantung < 60 kali per menit
(x/menit), takikardia dengan denyut jantung > 100x/menit, takikardia dengan
denyut jantung > 130x/menit, dan aritmia dilaporkan memiliki tingkat kejadian
masing-masing sebesar 0%, 25,7%, 8,0%, dan 10%.26,30,32
g. Demam dan infeksi
Krause et al., (2016)dikutip dari 30
melaporkan kejadian demam setelah
tindakan bronkoskopi. Demam didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh
sampai > 38° Celsius. Suhu tubuh aksila diukur pagi hari sebelum bronkoskopi.
Suhu tubuh aksila juga diukur pada 3, 6, 12, dan 24 jam setelah bronkoskopi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
5. Premedikasi Bronkoskopi
Bronkoskopi fleksibel dan evolusi bronkoskopi intervensi saat ini
mempunyai prosedur yang lebih kompleks dengan durasi yang lebih panjang. Sedasi
sebagai tambahan anestesi topikal semakin banyak digunakan. Penggunaan obat
premedikasi dan obat sedasi pada bronkoskopi semakin bervariasi. Pedoman yang
lebih spesifik telah diterbitkan oleh Society of Respiratory Specialists sebagai
konsensus yang dimuat dalam American College of Chest Physicians. Perdebatan
terkait jenis sedasi dan obat premedikasi yang diberikan ahli bronkoskopi versus
dokter anestesi saat ini masih ada di mana semakin banyak bukti yang menunjukkan
bahwa pemberian sedasi oleh dokter nonanestesi tergolong aman dan lebih hemat
biaya.26,28,33
a. Obat antikolinergik
Reseptor asetilkolin atau cholinoreceptor yang berperan pada pernapasan
yaitu reseptor muscarinic dan reseptor nicotinic. Reseptor muscarinic dan
nicotinic dibedakan berdasarkan afinitasnya terhadap zat yang menyerupai kerja
asetilkolin. Kerja asetilkolin dapat dihambat oleh suatu agen. Agen penghambat
kerja asetilkolin disebut sebagai antagonis cholinoreceptor atau secara umum
disebut sebagai antikolinergik.34,35
Sistem saraf parasimpatetik adalah regulator utama tonus bronchial pada
saluran napas normal yang juga mengatur sekresi mukus jalan napas. Asetilkolin
diproduksi oleh serat preganglionic pada sistem saraf simpatetik dan serat pre
dan postganglionic pada saraf parasimpatetik sistem saraf otonom. Asetilkolin
juga dilepaskan pada sel nonsaraf dan berkontribusi sebagai agen proinflamasi.
Asetilkolin bekerja merangsang reseptor M pada jaringan paru dan bekerja
langsung pada reseptor M dinding bronkus yang menyebabkan kontraksi otot
jalan napas serta sekresi mukus. Aktivasi reseptor M menghasilkan kenaikan
cyclic guanosine monophosphate (cGMP) dan puncak amplitudo sinyal sehingga
menyebabkan peningkatan tonus bronchomotor.35–38
Reseptor M yang ada di paru terbagi tiga jenis yaitu M1, M2, dan M3.
Bronkokonstriksi terjadi saat reseptor M1 dan M3 terstimulasi. Pencegahan
bronkokonstriksi dikendalikan oleh stimulasi reseptor M2. Reseptor M2 yang
terstimulasi menyebabkan penghambatan pelepasan asetilkolin pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
b. Clonidine
Clonidine merupakan obat alpha (α)-2-adrenergik agonist yang bekerja
sentral. Clonidine mempunyai efek sympatholytic pada sistem kardiovaskular
dapat mengurangi kejadian aritmia dan myocardial infarction selama prosedur
bronkoskopi. Bronkoskopi dikaitkan dengan takikardia dan hipertensi. Matot
dan Kramer (1997)dikutip dari 33
menemukan bahwa clonidine oral menurunkan
respons hemodinamika terhadap bronkoskopi fleksibel. Dosis clonidine yang
lebih tinggi sebesar 4-4,5 mikrogram per kilogram berat badan (μg/kgBB)
menyebabkan terjadinya hipotensi. Penelitian De Padua et al., (2004)dikutip dari 33
melaporkan efek menguntungkan clonidine intravena pada tekanan darah,
denyut jantung, dan penurunan frekuensi aritmia tetapi tidak menunjukkan
adanya peningkatan kenyamanan pasien. Clonidine kurang disukai karena efek
sedatif yang berkepanjangan setelah pemberian oral, adanya rebound hipertensi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
k. Dexmedetomidine
Obat yang relatif baru digunakan untuk sedasi selama prosedur
bronkoskopi adalah dexmedetomidine. Dexmedetomidine adalah α2 agonist
selektif dengan sifat ansiolitik, analgesik, vagolytic, dan hipnotik.
Dexmedetomidine tidak menyebabkan depresi napas tetapi diketahui memiliki
waktu pemulihan yang lebih lama. Dexmedetomidine lebih sering digunakan
pada pasien rawat inap. Sebuah percobaan prospektif acak yang mengevaluasi
toleransi pasien dan efikasi sedasi dexmedetomidine dibandingkan dengan
midazolam menemukan adanya penurunan hipoksia, denyut jantung, dan
tekanan darah secara signifikan pada pemberian dexmedetomidine tanpa disertai
perbedaan yang signifikan terkait skor ketidaknyamanan pasien. Ryu et al.,
(2012)dikutip dari 39
menemukan efek penurunan saturasi yang jauh lebih rendah
dengan waktu pemulihan lebih panjang dan kepuasan bronkoskopi yang lebih
buruk pada penggunaan kombinasi propofol-dexmedetomidine dibandingkan
dengan propofol-remifentanil. Penelitian yang lebih baru menunjukkan adanya
peningkatan toleransi pasien saat menggunakan dexmedetomidine intravena
dengan anestesi topikal dibandingkan dengan midazolam intravena.33,39
l. Agen premedikasi lain
Sebuah penelitian prospektif monosentris menyimpulkan bahwa
penggunaan infus remifentanil dengan target konsentrasi sebesar 2,5 nanogram
per mililiter (ng/ml) dan dosis total sebesar 1,4 mg/kgBB memiliki keamanan
dan keefektifan sebagai obat sedasi pada pasien sakit kritis yang bernapas secara
spontan. Bala et al., (2015)dikutip dari 39
dan Ayatollahi et al., (2014)dikutip dari 39
k. Pasien dapat diberikan instilasi lidocaine 1-2 ml (dosis maksimal lidocaine 400
mg) apabila bronkoskop telah sampai plica vocalis dan pasien terbatuk selama
tindakan.
l. Bronkoskop dimasukkan baik melalui mulut atau hidung ke dalam faring, laring,
dan plica vocalis, trakea, sampai ke daerah bronkus utama, orde 1-3.
m. Operator menilai keadaan plica vocalis, trakea, karina, bronkus utama, sampai
orde 1-3.
n. Bronkoskopi dilanjutkan dengan tindakan diagnostik dan terapeutik sesuai
indikasi.
o. Pasien segera didudukkan setelah tindakan bronkoskopi selesai.
p. Penutup mata dan mouthpiece dilepas.
q. Pasien dipuasakan hingga 2 jam pascatindakan.
r. Pasien dilakukan pemantauan pascatindakan berupa tanda vital dan gejala terkait
seperti sesak napas, nyeri dada, dan hemoptisis.43–45
langsung. Skala Borg yang dimodifikasi memiliki reproduksibilitas yang baik pada
individu sehat dan dapat diterapkan pada penderita penyakit kardiopulmoner serta
untuk parameter statistik.8,9
Baseline dyspnea index (BDI) menentukan derajat sesak napas pada suatu
saat tertentu. Baseline dyspnea index merupakan kuesioner yang menggunakan tiga
komponen pencetus sesak napas pada aktivitas sehari-hari. Transition dyepnea index
(TDI) merupakan indeks sesak napas yang dibuat untuk mengukur derajat sesak
napas dari nilai yang sebelumnya ditetapkan dari BDI. 8,9
Visual analogue scale merupakan metode paling sederhana untuk
mengevaluasi sesak napas. Visual analogue scale terdiri dari garis sepanjang 10 cm
yang ditempatkan secara horizontal atau vertikal. Pemberian skor dilakukan dengan
mengukur jarak dari dasar skala (atau sisi kiri jika diorientasikan secara horizontal)
ke level yang ditunjukkan oleh subjek. Derajat 0 menggambarkan kondisi tidak sesak
sama sekali hingga derajat 10 untuk menggambarkan sesak berat. Visual analogue
scale merupakan skala yang ekonomis dan mudah, namun memerlukan kemampuan
untuk berpikir secara abstrak.8,9
Batuk adalah refleks protektif normal yang secara efektif dapat mengeluarkan
benda asing dan sekresi dari saluran napas. Batuk yang berlebihan berdampak buruk
pada fungsi fisiologis, psikologis, dan sosial pasien. Keparahan batuk dapat dinilai
dengan alat subjektif atau objektif. Evaluasi subjektif dari keparahan batuk dinilai
dengan kuesioner. Tingkat keparahan batuk dapat diukur dalam beberapa aspek
seperti keparahan gejala, frekuensi, intensitas, dan dampak pada kualitas hidup.
Metode penilaian batuk dapat dilihat pada tabel sepuluh. 10–13,47
Tabel 10. Metode penilaian batuk.
Penilaian Metode
Keparahan gejala Visual analogue scale (VAS)
Cough severity score (CSS)
Cough severity diary (CSD)
Health related quality of life (HRQOL) Leicester cough questionnaire (LCQ)
Cough-specific quality of life questionnaire
(CQLQ)
Objektif
Sensitivitas refleks batuk Capsaicin
Citric acid
Fog
Tartaric acid
Monitor batuk Leicester cough monitor (LCM)
VitaloJak
Dikutip dari (12)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
tidak ada batuk dan 5 menunjukkan batuk paling parah. Penelitian tentang CSS
menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara jumlah kejadian batuk
di siang hari dan CSS pada pasien dengan batuk kronis. Korelasi yang lemah tercatat
antara CSS dan batuk di malam hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CSS dapat
digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan batuk di siang hari. Cough
symptoms score terdapat pada tabel sebelas.11,13
Tabel 11. Cough symptoms score.
Skor Siang hari Malam hari
0 Tidak ada batuk Tidak ada batuk
1 Batuk satu periode pendek Batuk saat bangun saja
2 Batuk lebih dari dua periode Terbangun satu kali atau lebih
pendek awal karena batuk
3 Batuk sering, namun tidak Sering terbangun karena batuk
menganggu aktivitas
4 Batuk sering dan menganggu Batuk sering sepanjang malam
aktivitas
5 Batuk yang sangat menganggu Batuk yang sangat menganggu
dan terjadi sepanjang hari hingga tidak bisa tidur
Dikutip dari (13)
Simplified cough score (SCS) direkomendasikan dalam Pedoman Diagnosis
dan Pengobatan Batuk yang dikembangkan oleh Respiratory Branch of Chinese
Medical Association sebagai alat untuk mengevaluasi tingkat keparahan batuk.
Penilaian dengan SCS merupakan evolusi dari CSS. Simplified cough score menilai
gejala batuk dari 0 hingga 3. Simplified cough score lebih mudah digunakan.
Repeatability dan respons SCS terhadap pengobatan baik dan memiliki korelasi
positif linier dengan CSS. Simplified cough score juga dapat digunakan sebagai alat
yang efektif untuk penilaian klinis dari keparahan batuk bersama dengan CSS.
Simplified cough score dan CSS umum digunakan dalam penelitian klinis, meskipun
MID-nya belum diteliti.11,13
Cough severity diary (CSD) diperkenalkan oleh Vernon et al., (2010). Cough
severity diary adalah alat sederhana untuk mencatat skor dari tujuh penilaian yang
secara efektif dapat mengukur tingkat keparahan batuk. Cough severity diary dapat
digunakan untuk menilai perkembangan batuk kronis dan subakut serta kemanjuran
pengobatan. Pasien diminta menilai tingkat keparahan batuk dalam tiga domain yaitu
frekuensi batuk, intensitas batuk, serta dampak batuk terhadap kehidupan sehari hari
dan terhadap tidur pasien. Pasien mengingat pengalaman batuk mereka dalam 24 jam
terakhir dan menilai batuk mereka dari 0 hingga 10. Jumlah skor CSD menunjukkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
tingkat keparahan batuk. Skor semakin tinggi menunjukkan tingkat batuk yang
semakin berat. Penerapan CSD pada pasien batuk masih sedikit dan baru digunakan
hanya dalam beberapa penelitian saja. Penelitian dengan ukuran sampel yang besar
masih diperlukan untuk memastikan validitas dan repeatability metode CSD.
Simplified cough score dapat dilihat pada tabel 12.11,13,14
Tabel 12. Simplified cough score.
Skor Siang hari Malam hari
0 Tidak ada batuk Tidak ada batuk
1 Batuk sesekali pada siang hari Batuk sesekali sebelum tidur atau
kadang-kadang sepanjang malam
2 Batuk sering dan sedikit Batuk sedikit menganggu tidur
menganggu aktivitas malam
3 Batuk sering dan dangat Batuk sangat menganggu tidur
menganggu aktivitas malam
Dikutip dari (13)
Sekresi tracheobronchial selama bronkoskopi dinilai oleh operator. Sekresi
tracheobronchial berlebih akan mengganggu visualisasi tracheobronchial. Williams
et al., (1998) menggunakan penilaian derajat sekresi tracheobronchial sebagai grade
1 bila hampir tidak ada, grade 2 bila membutuhkan larutan saline normal untuk
membilas, dan grade 3 bila sekresi berlebihan sehingga sulit dilihat walaupun sudah
dilakukan pembilasan. Satu alikuot berisi 5 mililiter (ml) larutan saline normal.15,16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
B. KERANGKA TEORI
C. KERANGKA KONSEP
D. HIPOTESIS
1. Terdapat perbedaan skala Borg sesak napas pada pasien yang dilakukan prosedur
bronkoskopi setelah pemberian inhalasi ipratropium bromide.
2. Terdapat perbedaan VAS batuk pada pasien yang dilakukan prosedur
bronkoskopi setelah pemberian inhalasi ipratropium bromide.
3. Terdapat perbedaan grading sekresi tracheobronchial pada pasien yang
dilakukan prosedur bronkoskopi setelah pemberian inhalasi ipratropium
bromide.