Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN
Benda asing dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh
yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing yang berasal dari luar tubuh, disebut benda asing
eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut seperti benda padat, cair atau gas. Sedangkan
yang berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing endogen seperti secret kental, darah atau bekuan
darah, nanah, krusta. (Junizaf 2000).
Aspirasi benda asing saluran napas merupakan keadaan yang mengancam jiwa dan
membutuhkan penanganan segera. Aspirasi benda asing yang paling sering adalah makanan seperti
kacang, biji-bijian. Bahan ini akan menyerap air dan kemudian mengembang sehingga terjadi
obstruksi total saluran napas. (Hussain et al 2006, Lone & Lateef 2004).
Pengangkatan benda asing saluran napas membutuhkan ahli bronkoskopi yang terlatih disertai
dengan tersedianya alat endoskopi, forsep dengan berbagai ukuran dan anestesi yang aman. Terdapat
2 jenis bronkoskop yaitu bronkoskop fiberoptik dan bronkoskop rigid di mana keduanya berfungsi
sebagai alat diagnostik sekaligus terapeutik pada penanganan benda asing saluran napas.(Baharloo et
al 1999, Clifton 2007, Lone & Lateef 2004).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat tersedak, gejala klinik,
pemeriksaan radiologik dan bronkoskopik. Penyulit bronkoskopi pada ekstraksi benda asing saluran
nafas tergantung pada beberapa faktor yaitu penderita, jenis, bentuk, ukuran, lokasi dan posisi benda
asing, waktu antara kejadian aspirasi dan tindakan ekstraksi benda asing, teknik ekstraksi, fasilitas
dan tenaga ahli.(Irawati, Junizaf 1993).

II. ANATOMI
Untuk melakukan bronkoskopi diperlukan pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi dari trakea
dan bronkus.
1. TRAKEA (Asbudi & Mangape 1987, Iskandar N 2000)
Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang dilapisi oleh epitel
torak berlapis semu bersilia, mulai dari kartilago krikoid sampai percabangan ke bronkus
utama. Banyak sel goblet dan kelenjar seromukus yang umumnya ditemukan pada dinding
posterior dan dalam submukosa.
Trakea terletak di garis tengah leher, tetapi pada mediastinum letaknya sedikit deviasi ke
kanan, tepat di atas bifurkasio aorta. Panjang trakea pada pria ± 12 cm dan wanita ± 10 cm;
diameter antero posterior ± 13 mm dan diameter transversal ± 18 mm. Lumen trakea
ditunjang oleh kira-kira 18 cincin tulang rawan yang tidak menutup pada bagian
posteriornya. Di bagian tersebut ditutupi oleh jaringan lunak dan berbatasan dengan
esophagus, yang disebut tracheoesophageal party wall.

1
Cincin trakea yang paling bawah meluas ke inferior dan posterior di antara bronkus
utama kanan dan kiri, membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam, yang disebut karina.
Selanjutnya trakea bercabang dua menjadi bronkus utama kanan dan kiri.
2. BRONKUS (Asbudi & Mangape 1987, Iskandar N 2000, Siegel 1997)
Trakea bercabang dua setinggi torakal 4 menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Sekat dari
percabangan itu disebut karina. Bronkus kanan mempunyai 6-8 tulang rawan dengan
panjang sekitar 2,5 cm dan bronkus kiri mempunyai 9-12 tulang rawan dan panjangnya
sekitar 5 cm pada orang dewasa. Lumen bronkus kanan seperempat lebih besar dari bronkus
kiri dan aksis panjangnya deviasi ke lateral 25º, sedangkan aksis bronkus kiri deviasi 45º ke
kiri dari garis tengah.
Dinding bronkus terdiri dari cincin tulang rawan. Tidak semua cincin itu merupakan cincin
penuh. Dibagian posterior pada umumnya terdiri dari membran. Oleh karena itu pada waktu
inspirasi lumen bronkus berbentuk bulat, sedangkan pada waktu ekspirasi lumen berbentuk
ginjal. Makin ke distal cincin tulang rawan bronkus makin kecil, sehingga di bronkus
terminal dan alveolus sudah tidak terdapat tulang rawan lagi.
Bronkus utama kanan bercabang menjadi 3 buah lobus yaitu superior, medius dan inferior.
Sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi 2 buah lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Tiap lobus mempunyai bronkus sekunder (bronkus lobaris). Tiap lobus bercabang
lagi menjadi segmen bronkopulmoner. Segmen ini mempunyai bronkus tertier dan pembuluh
darah sendiri. Bronkus tertier dan segmen bronkopulmoner ialah nama yang diberikan oleh
Jackson dan Huber, dan diberi nama oleh Boyden.

Nomeklatur Jackson-Huber Nomor menurut Boyden

Bronkus kanan :
1. Lobus superior
- apical RB 1
- posterior RB 2
- anterior RB 3

2. Lobus medius
- lateral RB 4
- medial RB 5

3. Lobus inferior

2
- superior (apikal) RB 6
- basal-medial RB 7
- basal-anterior RB 8
- basal-lateral RB 9
- basal-posterior RB 10

Bronkus kiri :
1. Lobus superior
- cabang atas :
- apikal posterior LB 1-2
- anterior LB 3
- cabang bawah (lingula)
- superior LB 4
- inferior LB 5

2. Lobus inferior :
- apikal (superior) LB 6
- basal-medial LB 7
- basal-anterior LB 8-
- basal-lateral LB 9
- basal-posterior LB 10

Anatomi Bronkus. Dikutip dari Ballenger JJ

III. HISTOLOGI (Iskandar N 2000)


3
Pada potogan melintang trakea dan bronkus terdapat 4 buah lapisan :
1. Lapisan epitel : merupakan lapisan sel torak bersilia yang mengandung sel goblet. Di
alveolus tidak terdapat sel goblet dan epitelnya gepeng. Di lapisan ini terdapat ujung
saraf vagus untuk refleks batuk.
2. Lapisan sub epitel : terdiri dari jaringan ikat yang mengandung kapiler yang berasal
dari pembuluh darah bronkus. Pada lapisan ini terdapat juga kelenjar limfe.
3. Lapisan otot : terdapat saraf, yang bila terangsang akan menyebabkan kontraksi
bronkus.
4. Lapisan adventitia : merupakan lapisan terluar dari bronkus

III. FISIOLOGI (Iskandar N 2000)


Secara garis besar fungsi traktus trakeo-bronkial :
1. Konduksi, meliputi trakea sampai alveolus yang pada orang dewasa sebanyak 300 juta buah,
untuk pertukaran udara.
2. Ventilasi
3. Drenase paru :
- mekanisme gerakan silia (ciliary wafting)
- batuk (tussive squeeze)
- mendehem (bechic blast)
4. Daya perlindungan paru. Mekanisme perlindungan paru dan bronkus dilakukan oleh :
a. Mukus
b. Mekanisme muko-siliar
c. Kontraksi otot bronkus
d. Refleks batuk
e. Makrofag alveolar
5. Mengatur keseimbangan kardio-vaskular
6. Mengatur tekanan intra-pulmonal
7. Mengatur tekanan CO2 dalam darah

IV. INSIDENS
Iskandar N pada penelitiannya dari tahun 1978-1988 di Bagian THT FKUI/RSCM
menemukan 87 penderita, terbanyak pada usia 1-2 tahun, laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan jenis benda asing terbanyak adalah kacang (50,57%). Soepardi E pada
penelitiannya dari tahun 1984-1985 melakukan bronkoskopi pada 21 penderita. Lone & Lateef
dari Departemen Otorinolaringologi dan Bedah Kepala Leher, Srinagar melakukan penanganan

4
pada 50 pasien dengan aspirasi benda asing yang terdiri dari 35 laki-laki dan 15 perempuan.
Benda asing bronkus utama kanan didapatkan pada 24 pasien (48%), bronkus utama kiri pada 15
pasien (30%) dan trakea pada 11 pasien (22%). (Irawati & Junizaf 1993, Lone & Lateef 2004)
Lima puluh lima persen kasus benda asing di saluran napas terjadi pada anak berumur
kurang dari 4 tahun. Kacang atau biji tumbuhan lebih sering teraspirasi pada anak yang berumur
antara 2-4 tahun, karena belum mempunyai gigi molar yang lengkap dan belum dapat
mengunyah makanan dengan baik, 6-8% benda asing yang teraspirasi berupa plastik yang sukar
didiagnosis secara radiologik, karena bersifat radiolusen, sehingga dapat menetap di traktus
trakeobronkial untuk periode yang lama.(Junizaf M 2000)

V. ETIOLOGI & FAKTOR PREDISPOSISI


Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi ke dalam saluran napas antara lain :
1. Faktor personal : umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal.
2. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal : keadaan tidur, kesadaran menurun,
alkoholisme, epilepsi.
3. Faktor fisik : kelainan dan penyakit neurologik
4. Proses menelan yang belum sempurna pada anak.
5. Faktor dental, medical dan surgikal : tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi
molar pada anak yang berumur < 4 tahun.
6. Faktor kejiwaan : emosi, gangguan psikis.
7. Ukuran dan bentuk serta sifat benda asing.
8. Faktor kecerobohan : meletakkan benda asing di mulut, makan atau minum tergesa-gesa,
makan sambil bermain pada anak-anak memberikan kacang atau permen pada anak yang
gigi molarnya belum lengkap. (Junizaf M 2000, Siegel 1997)

VI. GEJALA KLINIK


Gejala yang timbul bervariasi tergantung pada macam, ukuran, sifat iritasi, lokasi, posisi,
derajat sumbatan, lama benda asing berada di saluran nafas dan ada tidaknya komplikasi.
Terdapat 3 stadium perjalanan penyakit, yaitu :
- Stadium 1 : batuk-batuk hebat secara tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa
tercekik (choking), rasa tersumbat di tenggorok (gagging), bicara gagap (sputtering)
dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera.
- Stadium 2 : asimtomatik. Stadium ini berbahaya, sering menyebabkan keterlambatan
diagnosis karena gejala dan tanda tidak jelas.

5
- Stadium 3 : telah terjadi komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai
akibat reaksi terhadap benda asing sehingga tibul batuk-batuk, hemoptisis, pnemoni
dan abses paru. (Junizaf M 2000)
 Benda asing di laring (Junizaf M 2000)
Dapat menutup laring, tersangkut di pita suara atau berada di subglottis. Sumbatan total
laring akan menyebabkan terjadinya asfiksia dan kematian mendadak. Sumbatan tidak total
menyebabkan gejala suara parau (disfoni), afoni, batuk yang disertai sesak (croupy cough),
odinofagi, mengi, sianosis, hemoptisis dan rasa subyektif dari benda asing.
 Benda asing di trakea (Junizaf M 2000)
Batuk secara tiba-tiba yang berulang disertai rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di
tenggorok (gagging),terdapat gejala patognomonik yaitu :
- Palpatory thud yaitu : benda asing teraba pada trakea pars servikal
- Audible slap yaitu : benda asing dapat didengar dengan stetoskop di daerah tiroid.
- Asthmatoid wheeze yaitu : bunyi ekspirasi dan inspirasi yang didengar pada saat
pasien membuka mulut.
- Tracheal flutter yaitu : getaran teraba pada benda asing kecil.
Benda asing yang tersangkut di karina dapat menyebabkan atelektasis pada satu paru dan
emfisema padaa paru yang lain tergantung derajat sumbatan benda asing.
 Benda asing di bronkus (Ballenger 1997, Junizaf M 2000, Iskandar N 2000)
Bronkus kanan merupakan tempat predileksi untuk benda asing karena dari garis tengah,
diameter bronkus kanan lebih besar daripada bronkus kiri, dan bronkus kanan merupakan
lanjutan trakea yang hampir lurus dibandingkan bronkus kiri.
Benda asing di dalam bronkus dapat menyebabkan terjadinya :
- Sumbatan sebagian dari bronkus (by pass valve obstruction = katup bebas). Pada
sumbatan ini insprasi dan ekspirasi masih dapat terlaksana, akan tetapi salurannya
sempit, sehingga terdengar bunyi napas mengi, seperti pada pasien asma bronkial
- Sumbatan seperti pentil. Ekspirasi terhambat, atau katup satu arah (expiratory
check-valve obstruction = katup penghambat ekspirasi). Pada waktu inspirasi udara
napas masih dapat lewat, akan tetapi pada ekspirasi terhambat, karena kontraksi otot
bronkus. Sumbatan ini menahan udara dibagian distal sumbatan sehingga dapat
terjadi emfisema paru obstruktif.
- Sumbatan pada saat inspirasi (inspiratory check-valve obstruction = katup
penghambat inpirasi).Pada keadaan ini inspirasi terhambat, sedangkan ekspirasi
masih dapat terlaksana. Udara yang terdapat pada bagian distal sumbatan akan
diabsorbsi, sehingga terjadi atelektasis paru.

6
- Sumbatan total (stop valve obstruction = katup tertutup). Inspirasi dan ekspirasi
tidak dapat terlaksana, akibatnya terjadi atelektasis paru.

VII. DIAGNOSIS (Junizaf M 2000)


Diagnosis dari aspirasi benda asing pada daerah trakeobronkial ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis.
2. Gejala klinik.
3. Pemeriksaan laboratorium darah.
4. Pemeriksaan radiologik leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher. Foto
toraks postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing.
5. Pemeriksaan Endoskopik
6. Video fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara keseluruhan,
dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi parsial. Emfisema
obstruktif merupakan bukti radiologik pada benda asing di saluran napas setelah 24 jam
benda teraspirasi.
7. Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada di perifer , serta perlu untuk
menilai bronkiektasis akibat benda asing yang lama di bronkus.

VIII. PENATALAKSANAAN (Iskandar N 2000, Junizaf M 2000)


Penderita dengan benda asing di traktus trakeobronkial dilakukan rehidrasi dengan
pemberian infus dan terapi medikamentosa dengan antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder.
 Benda asing di laring : harus segera ditangani, karena asfiksia dapat terjadi dalam beberapa
menit. Pada anak dapat dicoba dengan memegang anak dengan posisi terbalik, kepala ke
bawah, daerah punggung/tengkuk dipukul sehingga diharapkan benda asing dapat
dibatukkan keluar. Cara lain ialah dengan perasat Heimlich bila terjadi sumbatan total. Pada
sumbatan benda asing tidak total dapat diberi pertolongan dengan melakukan laringoskop
atau bronkoskop. Bila alat tidak tersedia dapat dilakukan tindakan trakeostomi sebelum
merujuk.
 Benda asing di bronkus : Benda asing di bronkus dikeluarkan dengan menggunakan
bronkoskop kaku atau serat optik dengan memakai cunam/forsep yang sesuai dengan benda
asing. Tindakan bronkoskopi harus segera dilakukan terutama bila benda asing bersifat
organik.

7
Posisi benda asing seperti jarum, paku, peniti dan lain-lain biasanya ujung tajamnya
mengarah ke atas. Ujung itu yang harus dicari bukan seluruh benda asing. Ujung itu harus
dilindungi dan dicakup dalam cunam/forsep sebelum menariknya keluar, untuk mencegah
terjadinya perforasi bronkus.

Instrumentasi Ekstraksi Benda Asing. Dikutip dari Snow JP

IX. KOMPLIKASI
. Komplikasi akibat tindakan ekstraksi benda asing antara lain pneumonia, emfisema
obstruktif, atelektasis, bronkitis purulenta. (Ballenger JJ, Junizaf M, Siegel LG).

8
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki, umur 6 tahun tanggal 12 Februari 2007 rujukan dari PKM Mamuju,
masuk ke RS Dr.Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan batuk yang dialami sejak 2 minggu yang
lalu, sesak tidak ada, hemoptisis (-). Riwayat tersedak jarum pentul pada saat bermain dengan
sumpit. Kadang-kadang dirasakan nyeri pada daerah dada kanan bila penderita batuk. Demam tidak
ada. Keluhan THT lainnya tidak ada.
Pemeriksaan fisis :
 Keadaan umum : kompos mentis/ sakit sedang/ gizi cukup
 Tanda vital : Tensi : 100/70 mmHg Nadi : 100x/menit
Suhu : 36,8◦C Pernapasan : 24x/menit
 Pemeriksaan fisis THT : dalam batas normal.
 Pemeriksaan Fisis Dada :
- Inspeksi : tidak ada kelainan
- Palpasi : tidak ada kelainan
- Perkusi : tidak ada kelainan
- Auskultasi : terdengar bising pada daerah paru kanan
 Pemeriksaan penunjang :
 Laboratorium : dalam batas normal
 Radiologi : Foto Thorax AP/Lateral :
- Tampak metal density berupa jarum di daerah karina yang sebagian masuk ke
pangkal main bronchus kanan.
- Corakan bronkovaskuler pada kedua lapangan paru normal
- Tampak perselubungan pada daerah parakardial kanan
- Cor : bentuk, letak dan ukuran dalam batas normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : Corpus alienum (jarum) di daerah karina

9
DIAGNOSIS : CORPUS ALIENUM BRONKUS KANAN (JARUM PENTUL)
Tindakan : Trakeostomi + Ekstraksi Corpus Alienum Bronkus Kanan dengan Endoskop Serat
Optik

Laporan operasi :
- Pasien baring terlentang dalam GA dengan ETT terpasang
- Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine + alkohol 70%
- Dilakukan trakeostomi :
o Buat landmark pada daerah antara kartilago krikoid – suprasternum
o Infiltrasi dengan lidocain 2% + epinefrin = 1: 100.000
o Buat insisi horisontal pada daerah antara krikoid dengan fossa suprasternal
kira-kira 4 cm, diseksi otot-otot pretrakeal ( m.omohyoid, m.sternohyoid,
m.sternothyroid, lapisan pretrakeal fasia servikal profunda )secara tumpul
sampai terlihat trakea
o Identifikasi trakea dengan melakukan aspirasi  terlihat ada udara, infiltrasi
lidokain 2%
o Buat insisi bentuk T terbalik pada cincin trakea 3-4
o Stoma trakeostomi dilebarkan dengan dilator
- Endoskop serat optik dimasukkan dalam lumen trakea via trakeostoma menyusuri
trakea sampai ke bronkus tampak corpus alienum jarum pentul tersemat pada
dinding anterior bronkus utama kanan dengan ujung tajam menghadap ke atas.
- Ekstraksi jarum pentul dengan forsep ”Giraffe”  jarum pentul berhasil
dikeluarkan di bawah tuntunan endoskop serat optik.

10
Benda asing jarum pentul. Saat melakukan ekstraksi
- Evaluasi ulang bronkus D/S  tidak tampak adanya benda asing, mukosa bronkus
licin, perdarahan (-) , pus (-).
- Pasang kanul Portex bercuff no.4.
- Operasi selesai

Jarum pentul setelah ekstraksi Forsep Giraffe u/ ekstraksi benda asing

Perawatan pasca operasi :


Post op hari 1 (13/2/2007) Instruksi
KU : baik - Awasi tanda-tanda vital (T,N,S,P)
N : 84x/1’, S : 36,5◦C, P : 20x/1’ - Awasi perdarahan
emfisema subkutis (-), batuk - IVFD RL : Dx 5% = 1:1  18 tts/mnt
kadang-kadang, perdarahan (-) - Inj. Amcillin 300mg/8jam/hari
airway baik,heart burn (-), - Inj. Dexamethason 1,3 mg/8jam/hari
nyeri retrosternal (-) - Inj. Remopain 16,6 mg/8jam/hari
- Diet TKTP biasa

11
Post op hari 2 (14/2/2007)
KU: baik - Dekanulasi, af infus ganti oral
N : 84x/1’, P : 24x/1’, S : 36,5◦C - Amoxilin 3x250 mg
perdarahan (-), nyeri (-) - Dexamethason 3x0,5 mg
bila batuk keluar lendir dari - Bisolvon sirup 3x1 cth
bekas luka trakeostomi - Asam mefenamat 3x250 mg
- Foto toraks kontrol

Post op hari 4 + dekanulasi hari 2 (16/2/2007)


KU : baik - Amoxilin 3x250 mg
N : 72x/1’, P :24x/1’, S : 36,5◦C - Asam mefenamat 3x250 mg
batuk+lendir (+)perdarahan (-), - Dexamethason 3x0,5 mg
luka post trakeostomi mulai - Bisolvon sirup 3x 1cth
menutup - Konsul Bagian Anak
Hasil foto toraks PA :
Sudah tidak tampak corpus alienum
kecuali terlihat pneumomediastinum

Post op hari 5 + dekanulasi hari 3 (17/2/2007)


KU : baik - Amoxilin 3x250 mg
N : 68x/1’, P : 24x/1’, S : 36,5◦C - Dexamethason 3x0,5 mg
batuk+lendir (+) - Bisolvon sirup 3x1 cth
Hasil konsul bagian Anak : - Boleh pulang
Dari hasil pemeriksaan saat ini tidak - Kontrol di polik THT
ada tindakan khusus dari bagian Anak

Setelah beberapa hari kemudian pasien kontrol di polik THT. Keadaan Umum pasien baik, keluhan
tidak ada.

12
DISKUSI
Diagnosis Korpus Alienum Bronkus Kanan (Jarum Pentul) ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan radiologis. Penderita terlambat datang (2 minggu
setelah kejadian) karena tinggal di daerah yang jauh dari kota Makassar dan faktor biaya. Penderita
berada pada stadium asimptomatis karena gejala yang tidak khas dan belum terdapat komplikasi.
Tidak terlihat adanya gejala sumbatan jalan napas karena benda asing berada di bronkus kanan
berukuran kecil sehingga tidak terjadi obstruksi saluran napas.
Benda asing terletak pada daerah bronkus utama kanan karena diameter bronkus kanan lebih
besar dan bronkus kanan merupakan lanjutan trakea yang letaknya hampir lurus dengan trakea.
Gejala batuk menetap selama 2 minggu karena jarum pentul tersemat mukosa bronkus kanan.
Tindakan yang dilakukan adalah trakeostomi yang dilanjutkan dengan ekstraksi benda asing
memakai endoskop serat optik via stoma untuk mempermudah ekstraksi (mengurangi ” dead space ”)
yang mana hal ini tidak dapat dilakukan dengan bronkoskop kaku. Selain itu ujung endoskop serat
optik dapat dilengkungkan sehingga manuvernya lebih bagus.
Dari hasil foto toraks kontrol pasca operasi didapatkan adanya pneumomediastinum. Hal ini
kemungkinan terjadi akibat tindakan trakeostoni atau saat ekstraksi benda asing. Walaupun
demikian, setelah penderita dikonsulkan ke Bagian Anak tidak ditemukan kelainan dan tidak
memerlukan penanganan khusus. Penderita dipulangkan dengan keadaan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Asbudi & Mangape D, Bronkoskopi kaku, Dalam : Lokakarya Endoskopi, Ujung Pandang,
Laboratorium THT FKUH, 1987 : 8-28

Baharloo et al, Tracheobronchial Foreign Bodies, In : CHEST, American College of Chest


Physicians, 1999 : 1357-1362.

Ballenger JJ, Bronkologi, Dalam : Penyakit Telinga,


Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher.
Edisi 13. Jilid 2, Alih bahasa : Staf Ahli THT RSCM/FK-UI. Jakarta : Binarupa Aksara,
1997 : 619-630, 639-643.

Clifton S, Bronchoscopy Assisting-2007 Revision Update, In : Respiratory Care, Vol.52,


University of Michigan Hospitals, 2007 : 74-78.

Gosal ID & Imran MA, Penggunaan Serat Optik Dalam Diagnosis dan Pengobatan Kelainan
Trakeo Bronkial dan Paru, Dalam : Lokakarya Endoskopi, Ujung Pandang, Laboratorium
THT FKUH, 1987 : 30-59

Hussain G et al, An Experience of 42 Cases of Bronchoscopy at Saidu Group of Teaching


Hospitals, J.Ayub Med Coll Abbottabad, Vol.18, Department of ENT & Head and Neck
Surgery, Saidu Group of Teaching Hospitals, Pakistan, 2006 : 59-61.

Irawati N & Junizaf M, Penyulit Bronkoskopi pada Aspirasi Benda Asing, Dalam :
Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Ilmiah Tahunan (PERHATI), Bukittinggi, 1993 : 899-
908

Iskandar N, Sumbatan Traktus Trakeo Bronkial, Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok, Edisi 4, FKUI, 2000 : 213-216.

Iskandar N, Bronkoskopi, Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok,
Edisi 4, FKUI : 2000 : 224-230.

Junizaf M, Benda Asing di Saluran Napas, Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok, Edisi 4, FKUI, 2000 : 218-222.

Lone S & Lateef M, Foreign Body in Tracheobronchial Tree, In : JK Science, Vol.6,


Department of Otorhinolaryngology & Head and Neck Surgery, Gout Medical College,
Srinagar, 2004 : 77-80.

Siegel LG, Aspirasi Benda Asing, Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6, Alih
bahasa : Wijaya C, Jakarta : EGC, 1997 : 466-472.

Snow JP, Pengantar Endoskopi Peroral, Dalam : Ballenger Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, Alih bahasa : Staf ahli Bagian THT FKUI, Edisi 13, Vol. 2,
Jakarta, 1987 : 592-597.

14
.

15
16

Anda mungkin juga menyukai