A. Pendahuluan
Sejak akhir tahun 1960an, penyakit refluks gastoesofangeal
(gatroesophageal reflux disease) diketahui memiliki hubungan dalam
patogenesis penyakit ekstraesofagus, termasuk laringitis. Meskipun hubungan
sebab-akibat telah diperkuat dengan bukti yang lebih baru, namun kita masih
membutuhkan bukti-bukti ilmiah untuk menentukan penyebab, diagnosis dan
pengobatannya.1
Laryngopharyngeal reflux (LPR) pertama kali ditemukan oleh
Kaufman pada tahun 1981.2 Berbagai istilah seperti laryngopharyngeal
reflux (LPR), gatroesophageal reflux disease (GERD) supraesofagus, GERD
atipikal, komplikasi GERD ekstraesofagus, gastrofaringeal refluks, refluks
supraesofageal
dan
refluks
ekstraesofageal
telah
digunakan
untuk
menyebabkan rasa terbakar dan esofagitis, hal ini berbeda dengan epitel
pada laring yang mudah rapuh, sehingga refluks esofagus yang ringan dapat
menyebabkan kerusakan pada epitel laring. 4 Berbeda pada esofagus bagian
distal, pada saluran nafas tidak memiliki mekanisme pelindung antireflux
clearance dan lapisan mukosa pelindung asam.5
Dalam menentukan diagnosis LPR perlu dilakukan anamnesis yang
teliti, pemeriksaan penunjang seperti laringoskopi fleksibel, pH dan lain-lain.
Pengobatan LPR meliputi kombinasi diet, modifikasi perilaku, antasida,
antagonis reseptor H2, proton pumpinhibitor (PPI) dan tindakan bedah.3
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
a. Faring
Faring merupakan peralihan ruang antara rongga mulut dan
sistem pernapasan dan pencernaan. Ia membentuk hubungan antara
daerah hidung dan faring. Berdasarkan letaknya faring dapat dibagi
menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring).6
Disebelah atas faring berbatasan dengan basis cranii sampai
tuberculum pharyngeum, ke caudal batas peralihan pharynx menjadi
oesofagus adalah pada setinggi vertebra cervicalis enam. Faring atau
kerongkongan dibentuk oleh otot-otot konstriktor, yaitu berturut-turut
dari atas ke bawah : musculus constrictor pharyngis superior,
musculus constrictor pharyngis media dan musculus constrictor
inferior. 7
Faring penting untuk mekanisme menelan (=deglutition) dan
pernafasan. Mucosa nasopharynx adalah epitel respirasi yang berupa
epitel bertingkat bersilia, sedangkan bagian lain ditutup oleh epitel
berlapis gepeng. 7
kartilago
aritenoid,
kartilago
kornikulata,
kartilago
Gerakan
laring
dilaksanakan
oleh
kelompok
otot-otot
angka kejadian 10-15% dan umumnya mengenai usia di atas 40 tahun (35%).
kerusakan
langsung
pada
mukosa
laring.
Hal
ini
lesi
pada
mukosa.
Mekanisme
keduanya
akan
refleks
vagal
eferen
sehingga
terjadi
respons
10
Cervical dysphagia
Chronic cough
Dysphonia
Globus sensation
Hoarseness
Sore throat
Throat clearing
Upright reflux (daytime
eflux)
Otitis Media
Otitis media merupakan penyakit yang sering menyebabkan
penurunan pendegaran pada anak-anak. Pada kasus LPR seseorang
bisa saja bermanifestasi otitis media, hal ini terjadi karena refluks isi
lambung sampai ke telinga tengah sehingga menjadi faktor resiko
yang besar untuk terjadinya otitis media. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Recently, Tasker et al melaporkan bahwa
terdapat kadar konsentrasi yang tinggi dari pepsin/pepsinogen
dalam 59 dari 65 sampel anak-anak dengan OME. 5
Batuk Kronis
Proses patogenis batuk kronis orang-orang dengan GERD atau LPR,
terjadi kerena adanya mikroaspirasi pada saluran pernapasan oleh
refluks isi lambung sehingga mengaktifkan reflek batuk. 5
Sinusitis Kronik
Banyak studi observasional yang menyatakan bahwa anak-anak dan
orang dewasa dengan kelainan refluks gastroesofangeal sering kali
11
12
13
Gambar 7. Granuloma
Belfasky (2002) membuat tabel penilaian gejala LPR melalui
pemeriksaan laringoskop fleksibel (Reflux Finding Score/ RFS). Skor
dimulai dari nol (tidak ada kelainan) dengan nilai maksimal 26 dan jika
nilai RFS =7 dengan tingkat keyakinan 95% dapat di diagnosis sebagai
14
15
16
epitel
skuamosa
dengan
inflamasi
kronik
pada
17
Medikamentosa
Penghambat pompa proton merupakan pilihan utama dalam
pengobatan medikamentosa LPR. Proton Pump Inhibitor merupakan
terapi LPR yang utama dan paling efektif dalam menangani kasus refluks
dan dianggap sebagai landasan untuk terapi farmakologi dari LPR. Efek
yang optimal diberikan ketika diminum 30-60 menit sebelum makan, PPI
mengurangi produksi asam lambung dengan memblokir pompa proton
dan menurunkan kadar ion hidrogen cairan refluks tetapi tidak dapat
menurunkan jumlah dan durasi refluks. PPI dapat menurunkan refluks
asam lambung sampai lebih dari 80%. Akan tetapi efektifitas obat
terhadap LPR tidak seoptimal efektifitasnya pada kasus GERD. 2,3
Operasi
Tujuan terapi pembedahan adalah memperbaiki penahan/barier
pada daerah pertemuan esofagus dan gaster sehingga dapat mencegah
refluks seluruh isi gaster ke arah esofagus. Keadaan ini dianjurkan pada
pasien yang harus terus-menerus minum obat atau dengan dosis yang
makin lama makin tinggi untuk menekan asam lambung. 3
J. Komplikasi
LPR yang tidak diobati akan menyebabkan komplikasi seperti:
odinofagia, batuk kronis, sinusitis, infeksi telinga, pembengkakan pita suara,
ulkus pada plika vokalis, pembentukan granuloma (massa) di tenggorokan,
dan perburukan asma, emfisema, serta bronchitis. LPR yang dibiarkan saja
juga kemungkinan berperan dalam perkembangan kanker pada daerah
laring.12
LPR dapat merupakan faktor pencetus munculnya penyakit seperti
faringitis, sinusitis, asma, pneumonia, batuk di malam hari, penyakit gigi dan
keganasan laring. Salah satu komplikasi yang patut diwaspadai dan
mengancam nyawa adalah stenosis laring. Riwayat LPR ditemukan pada 75%
pasien stenosis laring dan trakea.3
K. Prognosis
Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan
catatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup yang tepat.
Dari salah satu kepustakaan menyebutkan angka keberhasilan pada pasien
dengan laryngitis posterior berat sekitar 83% setelah diberikan terapi
selama 6 minggu dengan Omeprazole, dan sekitar 79% kasus mengalami
kekambuhan setelah berhenti berobat. Sedangkan prognosis keberhasilan
dengan menggunakan Lansoprazole selama 8 minggu memberikan angka
keberhasilan 86%.3
L. Kesimpulan
LPR adalah suatu kondisi dimana terjadi gerakan retrograde dari isi
lambung ke dalam saluran aerodigestive atas (kerongkongan, faring, laring,
rongga mulut dan nasofaring). Etiologi dari LPR sampai saat ini diperkirakan
akibat
disfungsi
dari
Upper
Esofagus
Sphincter
(UES)
sehingga
20
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Amirlak
B.
Reflux
Laryngitis.
2012.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/864864-overview#showall.
2. Pham
V.
Laryngopharyngeal
Reflux
With
An
Emphasis
On
Dolly.
Laryngopharyngeal
Reflux.
Available
from
http://www.utmb.edu/otoref/grnds/Laryng-reflux-090825/laryng-reflux090825.pdf
4. Patigaroo SA, Hashmi SF, Hasan SA, Ajmal MR, Mehfooz N.
Clinical Manifestations and Role of Proton Pump Inhibitors in the
Management of Laryngopharyngeal Reflux. Indian J Otolaryngol Head
Neck Surg 2011. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
5. Poelmans J, Tack J. Extraesophageal Manifestations of Gastrooesophageal
Reflux.
2005.
Available
from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/.
6. Wibowo DS, Paryana Widjaya. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Elsevier
(Singapore) : Graha Ilmu Publishing.
7. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. Jakarta: Gaya Baru.
8. Peter C, dkk. Indetifying and Managing Laryngopharyngeal Reflux. 2007.
Available
from
http://www.turner-white.com/memberfile.php?
PubCode=hp_jul07_reflux.pdf
9. Koufman JA et al. Laryngopharyngeal reflux: Position statement of the
committee on Speech, Voice and Swallowing Disorders of the American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. OtolaryngologyHead and Neck Surgery. 2002.
22
2010.
Available
from
http://homepages.wmich.edu/~stasko/sppa640/readings/Ford%20LPR
%20JAMA.pdf
12. Laryngopharyngeal
Reflux.
Available
from:
http://my.clevelandclinic.org/head-neck/diseases-conditions/hiclaryngopharyngeal-reflux-lpr.aspx
23