Anda di halaman 1dari 54

BAB 1 PENDAHULUAN

Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteroides atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa: . abses peritonsil !. abses retrofaring ". abses parafaring #. abses submandibula $. angina %udo&ici '%ud(ig)s Angina*
,!

BAB 2 ANATOMI DAN FISIOLOGI FARING

2.1.

ANATOMI FARING

Gambar . +otongan sagital rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. "

,aring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian ba(ah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi &ertebra ser&ikal ke-.. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring di ba(ah berhubungan melalui aditus laring dan ke ba(ah berhubungan dengan esofagus. +anjang dinding posterior faring pada orang de(asa kurang lebih # cm/ bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpamnjang. 0inding faring dibentuk oleh 'dari dalam ke luar* selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot, dan sebagian fasia bukofaringeal. ,aring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring 'hipofaring*. 1nsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir 'mucous blanket* dan otot. #,$ . 2ukosa Bentuk mukosa faring ber&ariasi, tergantung pada letaknya. +ada nasofraing karena fungsinya untuk saluran respirasi, maka mukosanya bersilia, sedamng epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. 0i bagian ba(ahnya, yaitu orofaring dan laringofaring, karena fungsinya untuk saluran cerna, epitelnya berlapis gepeng dan tidak bersilia. 0i sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. 3leh karena itu faring dapat disebut juga daerah pertahanan tubuh terdepan. !. +alut lendir 'mucous blanket* 0aerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. 0i bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. +alut lendir ini mengandung en4im lyso4yme yang penting untuk proteksi. ". 3tot 3tot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar 'sirkular* dan memanjang 'longitudinal*. 3tot-otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor faring superior, media, dan inferior. 3tot-otot ini terletak di sebelah luar. 3tot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian ba(ahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. 0i sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut
3

5rafe faring6 'raphe pharyngis*. Kerja otot konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. 3tototot ini dipersarafai oleh n.&agus 'n.7*. 3tot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring. %etak otot-otot ini di sebelah dalam. 2.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian ba(ah faring dan laring. 8adi kedua otot ini bekerja sebagai ele&ator. Kerja kedua otot itu penting se(aktu menelan. 2.stilofaring dipersarafi oleh n.97 sedangkan m.palatofaring dipersarafi oleh n.7. +ada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu m.le&ator &eli palatini, m.tensor &eli palatini, m.palatoglosus, m.palatofaring, dan m.a4igos u&ula. . 2.le&ator &eli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba :ustachius. 3tot ini dipersarafi oleh n.7. !. 2.tensor &eli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba :ustachius. 3tot ini dipersarafi oleh n.7. ". 2.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya menyempitkan ismus faring. 3tot ini dipersarafi oleh n.7. #. 2.palatofaring membentuk arkus posterior faring. 3tot ini dipersarafi oleh n.7. $. 2.a4igos u&ula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan u&ula ke belakang atas. 3tot ini dipersarafi oleh n.7.

Gambar !. ;ongga mulut. Pendarahan

,aring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. <ang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna 'cabang faring asendens dan cabang fausial* serta dari cabang a.maksila interna yakni cabang palatina superior. Persarafan +ersarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus daring yang ekstensif. +lesksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.&agus, cabang dari n.glososfaring dan serabut simpatis. =abang faring dari n.&agus berisi serabut motorik. 0ari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring 'n.97*. Kelen ar !e"ah #en$n! Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui " saluran, yakni superior, media, dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening ser&ikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar ser&ikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening dalam ba(ah. Pe%#a!$an far$n!

Gambar ". +embagian nasofaring > Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:#,$ . Nasofaring Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian ba(ah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah &errtebra ser&ikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa ;osenmuller, kantong ;athke, yang merupakan in&aginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba :ustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.&agus, dan n.asesorius spinal saraf kranial dan &.jugularis interna, bagian petrosus os.temporalis dan foramen laserum, dan muara tuba :ustachius. !. 3rofaring 3rofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atanya adalah palatum mole, batas ba(ah adalah tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah &ertebra ser&ikal.
6

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterio faring, tonsil palatina, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, u&ula, tonsil lingual, dan foramen sekum.

Dinding posterior faring Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat dalam radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.&agus.

Fosa tonsil ,osa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior. +ada batas atas yang disebut kutub atas 'upper pole* terdapat suatu ruang kecil yang dinamanakan fosa supratonsil. ,osa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. ,osa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.

Tonsil

Gambar #. =incin ?aldeyer. @ Aonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Aerdapat " macam tonsil yaitu tonsil faringeal 'adenoid*, tonsil palatina, dan tonsil lingual yang ketigaBtiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin ?aldeyer. Aonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. +ada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub ba(ah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. +ermukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. 0i dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri, dan sisa makanan. +ermukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot farings sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Aonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina asendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring asendens, dan a.lingualis dorsal. Aonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. 0i garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkum&alata. Aempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual 'lingual thyroid* atau kista duktus tiroglosus.

". %aringofaring 'hipofaring* Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior adalah &ertebra ser&ikal. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di ba(ah dasar lidah adalah &alekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Calekula disebut juga 5kantong pil6 'pill)s pocket*, sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. 0i ba(ah &alekula terdapat epiglotis. +ada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil 'bentuk omega* ini tetap sampai de(asa. 0alam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. :piglotis berfungsi juga untuk melindungi 'proteksi* glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Ner&us laring superior berjalan di ba(ah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Dal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung. La&$san fas$a leher dala% ,asia ser&ikalis : A. ,asia ser&ikalis superfisialis B. ,asia ser&ikalis profunda : . %apisan superfisial !. %apisan media : - di&isi muskular - di&isi &iscera ". %apisan profunda : - di&isi alar - di&isi pre&ertebra

,asia ser&ikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. ,asia ser&ikalis terbagi menjadi ! bagian yaitu fasia ser&ikalis superfisialis dan fasia ser&ikalis profunda. ,asia ser&ikalis superfisialis terletak tepat diba(ah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus 4igomatikus pada bagian superior dan berjalan ke ba(ah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. ;uang antara fasia ser&ikalis superfisialis dan fasia ser&ikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk &ena jugularis eksterna. ,asia ser&ikalis profunda terdiri dari " lapisan yaitu : E, B, . %apisan superfisial %apisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. +ada bagian anterior menyebar ke daerah (ajah dan melekat pada kla&ikula serta membungkus m. sternokleidomastoideus, m.trape4ius, m. masseter, kelenjar parotis dan submaksila. %apisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer , lapisan pembungkus dan lapisan anterior. !. %apisan media %apisan ini dibagi atas ! di&isi yaitu di&isi muskular dan &iscera. 0i&isi muskular terletak diba(ah lapisan superfisial fasia ser&ikalis profunda dan membungkus m. sternohioid, m. sternotiroid, m. tirohioid dan m. omohioid. 0ibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, kla&ikula dan skapula. 0i&isi &iscera membungkus organ F organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. 0isebelah posterosuperior bera(al dari dasar tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. %apisan ini berjalan ke ba(ah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. ,asia bukkofaringeal adalah bagian dari di&isi &iscera yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi m. konstriktor dan m. buccinator. ". %apisan profunda %apisan ini dibagi menjadi ! di&isi yaitu di&isi alar dan pre&ertebra. 0i&isi alar terletak diantara lapisan media fasia ser&ikalis profunda dan di&isi pre&ertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai &ertebra torakal 99 dan bersatu dengan di&isi &iscera lapisan media fasia ser&ikalis profunda. 0i&isi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space.

10

0i&isi pre&ertebra berada pada bagian anterior korpus &ertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tran&ersus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus &ertebra. Ketiga lapisan fasia ser&ikalis profunda ini membentuk selubung karotis ' carotid sheath * yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks. R'an! far$n!eal Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring, dan ruang parafaring. #,$ . ;uang retrofaring 'retropharyngeal space* 0inding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris, dan otot-otot faring. ;uang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia pre&ertebralis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada &ertebra. ;uang retrofaring terdapat pada bagian posterior dari faring, yang dibatasi oleh : - anterior : fasia bukkofaringeal ' di&isi &iscera lapisan media fasia ser&ikalis profunda * yang mengelilingi faring, trakea, esofagus dan tiroid - posterior : di&isi alar lapisan profunda fasia ser&ikalis profunda - lateral : selubung karotis ' carotid sheath * dan daerah parafaring 'fosa faringomaksila*. 0aerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke mediastinum setinggi bifurkasio trakea ' &ertebra torakal 9 atau 99 * dimana di&isi &iscera dan alar bersatu. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah karena di ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa. 0aerah retrofaring terbagi menjadi ! daerah yang terpisah di bagian lateral oleh midline raphe . Aiap F tiap bagian mengandung ! F $ buah kelenjar limfe retrofaring yang biasanya menghilang setelah berumur # F $ tahun. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari rongga hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba :ustakius dan telinga tengah. +ada peradangan
11

kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah di dalam ruang retrofaring. 0aerah ini disebut juga dengan ruang retro&iscera, retroesofagus dan ruang &iscera posterior. !. ;uang parafaring 'fosa faringomaksila : pharyngomaGillary fossa* ;uang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid. ;uang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan m.pterigoideus interna dan bagian posterior kelenjar parotis. ,osa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior 'prestiloid* adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis. Bagian yang lebih sempit di bagian posterior 'post stiloid* berisi a.karotis interna, &.jugularis interna, n.&agus, yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis 'carotid sheath*. Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.

12

Gambar $. +otongan aGial orofaring menunjukkan ruang retrofaring dan parafaring.

Gambar .. +enampang sagital leher memperlihatkan posisi spatium retropharyngeum dan submandibularis.

13

Gambar >. +otongan oblik leher menunjukkan ruang faringomaksila 'parafaring*, ruang submaksila, dan ruang potensial lainnya.
"

14

Gambar @. +otongan koronal ruang parafaring.

"

Selain itu juga dijumpai daerah potensial lainnya di leher yaitu : - danger space : dibatasi oleh di&isi alar pada bagian anterior dan di&isi pre&ertebra pada bagian posterior ' tepat di belakang ruang retrofaring *. - prevertebral space : dibatasi oleh di&isi pre&ertebra pada bagian anterior dan korpus &ertebra pada bagian posterior ' tepat di belakang danger space *. ;uang ini berjalan sepanjang kollumna &ertebralis dan merupakan jalur penyebaran infeksi leher dalam ke daerah koksigeus.

15

Gambar E. +otongan sagital faring menunjukkan ruang retrofaring, danger space, dan pre&ertebral space. # R'an! s'#%and$#'la ;uang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. ;uang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohioid. ;uang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila 'lateral* oleh otot digastrikus anterior. ;uang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep ser&ikal fascia. ;uang ini mengandung glandula sali&a sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual ke dalam ruang submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.

16

Gambar B. ;uang sublingual dan ruang submandibula yang dibagi oleh m.mylohyoideus.

Gambar

. ;uang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. ;uang

submandibular di inferior dari m. mylohyoid. .

2.2.

FISIOLOGI FARING ,ungsi faring yang utama ialah untuk respirasi, pada (aktu menelan, resonansi suara,

dan untuk artikulasi. # F'n!s$ %enelan Aerdapat " fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofagal. ,ase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja '&oluntary*. ,ase faringeal yaitu pada (aktu transpor bolus makanan melalui faring. Gerakan
17

disini tidak disengaja 'in&oluntary*. ,ase esofagal, disini gerakannya tidak disengaja, yaitu pada (aktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju lambung. F'n!s$ far$n! dala% &r(ses #$)ara +ada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salfingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.le&ator &eli palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior. +ada gerakan penutupan nasofaring m.le&ator &eli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. 8arak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan 'fold of* +assa&ant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat ! macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring 'bersama m.salfingofaring* dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. 2ungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada (aktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bah(a tonjolan +assa&ant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

18

BAB * ABSES LEHER DALAM

*.1.

ABSES PERITONSIL +,UINS-.


,!, >

*.1.1. Def$n$s$

Abses peritonsil merupakan akumulasi pus terlokalisir di jaringan peritonsil yang terbentuk akibat dari tonsilitis supuratif. +enjelasan lain adalah abses peritonsil merupakan abses yang terbentuk di kelompok kelenjar air liur di fosa supratonsil, yang disebut sebagai kelenjar ?eber. Nidus akumulasi pus terletak antara kapsul tonsil palatina dan muskulus konstiktor faringeus. +ilar anterior dan posterior, torus tubarius 'superior*, dan sinus piriformis 'inferior* membentuk batas ruang peritonsil potensial. Karena terbentuk dari jaringan ikat longgar, infeksi parah area ini bisa secara cepat membentuk material purulen. 9nflamasi dan supurasi progresif bisa menyebar langsung melibatkan palatum mole, dinding lateral faring, dan kadang-kadang dasar dari lidah. *.1.2. E&$de%$(l(!$ 9nsidensi abses peritonsil di Amerika Serikat adalah sekitar "B kasus per BB.BBB orang per tahun, me(akili sekitar #$.BBB kasus per tahun. Aidak ada data akurat secara internasional.
>

2eskipun tonsilitis penyakit anak, hanya sepertiga kasus abses peritonsil ditemukan di kelompok umur ini. 1mur pasien dengan abses peritonsil ber&ariasi, dengan jarak ->. tahun, dengan insidensi tertinggi pada pasien dengan usia $-"$ tahun. > Aidak ada predileksi jenis kelamin ataupun ras. >

19

*.1.*. E"$(l(!$ +roses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus ?eber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. Biasanya, organisme Gram positif aerob dan anaerob diidentifikasi melalui kultur. Kultur menunjukkan Streptococcus beta hemolyticus yang paling sering. Selanjutnya, yang paling sering adalah Staphlococcus, +neumococcus, dan Daemophilus. Aerakhir, organisme lain yang bisa dikultur adalah %actobacillus, bentuk-bentuk filamentosa seperti Actinomyces sp., 2icrococcus, Neisseria sp., diphteroid, Bacteroides sp., dan bakteri tidak bersporulasi. Beberapa bukti menunjukkan bakteri anaerob sering menyebabkan infeksi ini. *.1./. Pa"(f$s$(l(!$ 0aerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menampati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. +roses inflamasi dan supurasi dapat melebar melibatkan palatum mole, dinding lateral faring, dan kadang-kadang, dasar lidah. ?alaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior. +atofisiologi abses peritonsil tidak diketahui. Aeori yang paling banyak diterima adalah kelanjutan dari episode tonsilitis eksudatif yang menjadi peritonsilitis terlebih dahulu dan lalu membentuk abses. +rogresifitas proses inflamasi dapat terjadi pada populasi yang diobati dan yang tidak diobati. Abses peritonsil juga ditemukan tanpa ri(ayat tonsilitis rekuren atau kronis. Abses peritonsil juga bisa merupakan manifestasi dari infeksi :pstein Barr Cirus 'misalnya mononucleosis*.
> @

Aeori lain menunjukkan asal abses peritonsil ada di kelenjar ?eber.

, >

Kelenjar air

liur kecil ini ditemukan di ruang peritonsil dan disebutkan membantu membersihkan debris dari tonsil. Saat obstruksi terjadi sebagai hasil dari jaringan parut karena infeksi, nekrosis jaringan dan pembentukan abses terjadi, sehingga terjadilah abses peritonsil. +ada stadium permulaan 'stadium infiltrat*, selain pembengkakan tampak permukaannya hiperemis, bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga daerah tersebut lebih lunak. +embengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan u&ula ke arah kontralateral.
20

Bila proses berlangsung terus, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru. ,osa tonsiler kaya akan pembuluh limfa menuju ke ruang parafaring dan kelenjar limfa ser&ikal superior, yang menjelaskan pola limfadenopati secara klinis. %imfadenopati ser&ikal superior ipsilateral adalah hasil penyebaran infeksi ke kelenjar limfa regional. Kadang-kadang, keparahan proses supuratif dapat menuju abses ser&ikal, khususnya pada kasus yang sangat fulminan atau progresif cepat. *.1.0. Ge ala dan "anda ,!, > . Anamnesis Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, juga terdapat odinofagia 'nyeri menelan* yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga 'otalgia*, mungkin terdapat muntah 'regurgitasi*, mulut berbau 'foetor eG ore*, banyak ludah 'hipersali&asi*, suara gumam 'hot potato &oice* dan kadang-kadang sukar membuka mulut 'trismus*, serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. +asien biasanya memiliki ri(ayat faringitis akut ditemani dengan tonsilitis dan rasa faring tidak nyaman unilateral dan makin memburuk. +asien mungkin mengalami malaise, kelelahan, dan sakit kepala. +asien sering mengalami demam dan rasa tenggorokan penuh yang tidak simetris. Karena limfadenopati dan inflamasi otot ser&ikal, pasien sering mengalami nyeri leher dan bahkan keterbatasan gerak leher. 0okter harus memikirkan diagnosis abses peritonsil pada pasien dengan gejala faring persisten meskipun sudah diberikan rejimen antibiotik yang adekuat. Seiring derajat inflamasi dan infeksi berlanjut, gejala berlanjut ke dasar mulut, ruang parafaring, dan ruang pre&ertebral. Kelanjutan di dasar mulut mengkha(atirkan karena obstruksi jalan napas/ dokter harus sadar dengan ga(at darurat yang mungkin terjadi. !. +emeriksaan +ada pemeriksaan fisik mungkin hasil ber&ariasi dari tonsilitis akut dengan faring asimetris unilateral sampai dehidrasi dan sepsis, Kebanyakan pasien memiliki nyeri berat. +emeriksaan rongga mulut menunjukkan tanda-tanda eritem, palatum mole asimetris, eksudasi tonsil, dan u&ula disposisi kontralateral.
21

Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. +alatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. 1&ula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Aonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan ba(ah. Abses peritonsil biasanya unilateral dan terletak di kutub superior tonsil yang terkena, pada fosa supratonsil. +ada tingkat lipatan supratonsil, mukosa dapat tampak pucat dan mungkin menunjukkan bintil-bintil kecil. +alpasi pada palatum mole sering menunjukkan fluktuasi. Nasofaringoskopi dan laringoskopi fleksibel dianjurkan untuk pasien dengan air(ay distress. %aringoskopi adalah kunci untuk menyingkirkan epiglotitis dan supraglotitis, juga kelainan pita suara. 0erajat trismus tergantung dari inflamasi ruang faring lateral. +enemuan limfadenopati ser&ikal ipsilateral melibatkan satu atau lebih kelenjar tidak tak biasa. Kelenjar limfa yang terkena mungkin agak padat. +ada pasien dengan inflamasi kelenjar limfa yang signifikan, tortikolis dan keterbatasan mobilitas mungkin dialami.

Gambar !. Abses peritonsil dengan de&iasi u&ula. E *.1.1. Pe%er$2saan Pen'n an!!, > . +emeriksaan laboratorium

0arah perifer lengkap, elektrolit, kultur darah: pasien dengan abses peritonsil sering tampak septik dan dapat menunjukkan derajat ber&ariasi dehidrasi karena intake oral yang kurang. 1ntuk mengetahui dua peristi(a ini perlu pemeriksaan darah perifer lengkap, elektrolit, dan kultur darah.
22

Aes 2onospot +ada pasien yang menunjukkan tonsilitis dan limfadenopati ser&ikal bilateral, tes 2onospot 'antibodi heterofil* harus dipertimbangkan
o

8ika hasil tes positif, pasien membutuhkan e&aluasi hepatosplenomegali. Aes fungsi hati harus dipertimbangkan pada pasien dengan hepatomegali.

Kultur s(ab tenggorok: untuk membantu identifikasi organisme infeksius, s(ab tenggorok dan kultur harus dipertimbangkan. Dasil dapat membantu seleksi antibiotik yang paling tepat saat organisme teridentifikasi, mebatasi resiko resitensi antibiotik.

!. +emeriksaan radiologi
o

,oto G-ray jaringan lunak polos ,oto jaringan lunak leher lateral menampakkan nasofaring dan orofaring dapat membantu dokter untuk menyingkirkan abses retrofaring.
o

+ada foto anteroposterior, foto menunjukkan distorsi jaringan lunak tetapi tidak berguna untuk menentukan lokasi abses.

=A scan +ada kasus tertentu dan pasien yang sangat muda, e&aluasi radiologi dapat dilakukan dengan =A scan rongga mulut dan leher menggunakan kontras intra&ena.
o

Aemuan yang biasa adalah adanya kumpulan cairan hipodens pada apeG tomnsil yang terkena, dengan penebalan pinggiran.

Aemuan lain dapat termasuk pembesaran asimetrik tonsil dan fosa di sekitarnya.

+enggambaran lebih jauh limfadenopati ser&ikal dibutuhkan, karena identifikasi kumpulan cairan intranodal mungkin, yang mengindikasikan abses ser&ikal dan membantu perencanaan penanganan bedah.

1ltrasonografi!B 1ltrasonografi intraoral sederhana, dapat ditolerir, non in&asif yang dapat membantu membedakan selulitis dan abses.
23

1SG juga dapat membantu pilihan aspirasi lebih langsung pada fosa tonsil sebelum penanganan bedah definitif.

". Aspirasi jarum

Aspirasi jarum dapat dilakukan sebelum drainase. 9ni membantu identifikasi lokasi abses di ruang peritonsil. %okasi aspirasi dianestesi dengan lidocaine dengan epinefrin, dan jarum ukuran .- @ G dipasang di spuit Bcc. 9nfiltrasi adalah metode pilihan untuk anestesi lokal untuk aspirasi dan insisi abses peritonsil.

8arum ditusukkan di mukosa yang telah teranestesi dimana aspirasi akan dilakukan. Aspirasi material purulen merupakan diagnostik, dan dapat dikirim untuk kultur.

Gambar ". Aspirasi jarum pada abses peritonsil. *.1.3. D$a!n(s$s

9ndikasi untuk mempertimbangkan kemungkinan abses peritonsil meliputi sebagai berikut: >

+embengkakan unilateral area peritonsil. +embengkakan unilateral palatum mole, dengan disposisi anterior tonsil ipsilateral. Aonsilitis yang non resolusi, dengan pembesaran tonsil unilateral persisten.
24

+ada de(asa, tanda klinis yang berhubungan dengan abses peritonsil antara lain trismus, de&iasi u&ula, disposisi inferior kutub superior dari tonsil yang terkena.! +ada kasus abses peritonsil, saat insisi dan drainase dilakukan, gejala pasien akan membaik. Aspirasi jarum dapat digunakan untuk diagnostik dan terapeutik, karena dapat menentukan lokasi akurat ruang abses. =airan aspirasi dapat dikultur, dan pada beberapa kasus, insisi dan drainase mungkin tidak perlu. 8ika pasien terus menerus melaporkan nyeri tenggorok berulang danHatau kronik setelah insisi dan drainase, ini dapat menjadi indikasi tonsilektomi. *.1.4. Tera&$
, >

. 2edikamentosa

+asien dengan dehidrasi membutuhkan cairan intra&ena sampai inflamasi hilang dan pasien bisa melanjutkan intake cairan oral adekuat. Antipiretik dan analgetik digunakan untuk meredakan demam dan rasa tidak nyaman. Aerapi antibiotik sebaiknya dimulai setelah kultur diperoleh dari abses. +enggunaan penisilin intra&ena dosis tinggi tetap sebagai pilihan baik untuk terapi empiris untuk abses peritonsil.

Sebagai pilihan alternatif, karena biasanya pus mikrobial, obat yang mengobati kopatogen dan tahan terhadapp beta laktamase juga dianjurkan sebagai pilihan pertama.

=ephaleGin atau sefalosporin lain

'dengan atau tanpa metronida4ol* tampaknya

merupakan pilihan a(al. +ilihan alternatif antara lain ' * cefuroGime or cefpodoGime 'dengan atau tanpa metronida4ol*, '!* klindamisin, '"* tro&afloGacin, atau '#* amoksisilinHkla&ulanat 'jika mononucleosis sudah disingkirkan*. +asien dapat diberi resep antibiotik oral jika intake oral sudah terpenuhi/ lama pengobatan sebaiknya sekitar >- B hari.

+enggunaan steroid kontro&ersial. +ada studi oleh 34bek, penambahan dosis tunggal deGametason ke dalam antibiotik parenteral telah ditemukan secara signifikan mengurangi (aktu ra(at inap, nyeri tenggorok, demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok pasien yang hanya diobati dengan antibiotik parenteral. !! 0an juga, penggunaan steroid pada pasien dengan gejala dan tanda mononukleosis selama studi belum menuju pembentukan abses peritonsil.

25

8uga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.

!. Bedah +enanganan pasien yang diduga abses peritonsil sebaiknya meliputi rujukan ke spesialis ADA atau bedah dengan pengalaman terhadap penanganan penyakit ini. ;ujukan segera sebaiknya dipertimbangkan jika diagnosis belum jelas dan diindikasikan pada pasien dengan obstruksi jalan napas. Preoperatif

2endiskusikan patofisiologi dan indikasi operasi kepada pasien adalah penting. =onsent sebaiknya diterima dari pasien atau (ali hanya setelah menjelaskan komplikasi yang mungkin secara hati-hati.

+ada kasus dimana akses jalan napas terganggu, konsultasi segera dengan dokter anestesi harus dilakukan, dan mendiskusikan obstruksi jalan napas yang potensial.

+otensi obstruksi jalan napas yang signifikan muncul jika akses jalan napas pasien dibatasi oleh trismus atau edema struktur orofaringeal.

Intraoperatif +ada pasien kooperatif, tindakan dapat dilakukan di kursi pemeriksaan. %ipatan supratonsil dianestesi dengan injeksi anestesi lokal dengan epinefrin untuk mengurangi perdarahan. Aempat aspirasi atau insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar u&ula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. a. Aspirasi jarum

Aspirasi jarum dapat dilakukan pada anak berumur > tahun, khususnya jika sedasi sadar dilakukan. Aspirasi jarum dapat digunakan untuk diagnostik dan terapeutik karena bisa menentukan lokasi rongga abses secara akurat.

=airan aspirasi dapat dikirim untuk kultur dan pada beberapa kasus, dpat tidak dilanjutkan dengan insisi dan drainase.
26

b. 9nsisi dan drainase

9nsisi dan drainase intraoral dilakukan dengan menginsisi mukosa di atas abses, biasanya terletak di lipatan supratonsil. Setelah abses terlihat lokasinya, diseksi tumpul dilakukan untuk memecahkan lokulisasi.

+embukaan dibiarkan terbuka untuk drainase, dan pasien diminta untuk berkumur dengan larutan Na=l, supaya material yang terakumulasi keluar dari rongga abses.

Aspirasi atau drainase yang berhasil menuju ke perbaikan segera gejala-gejala pasien. +ada pasien sangat muda atau inkooperatif atau saat abses terletak di tempat tidak

biasa, sebaiknya dilakukan dengan anestesi umum.

Gambar #. 9nsisi dan drainase pada abses peritonsil. E c. Aonsilektomi

Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan bersamasama tindakan drainase abses disebut tonsilektomi 5a)chaud6. Bila tonsilektomi dilakukan "-# hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi 5a)tiede6, dan bila tonsilektomi #-. minggu setelah drainase abses, disebut tonsilektomi 5a)froid6.

+ada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu !-" minggu setelah drainase abses.

27

Aonsilektomi segera sebagai bagian penanganan abses peritonsil juga masih merupakan kontro&ersi. Banyak studi menunjukkan amannya tonsilektomi pada abses akut. <ang lainnya menunjukkan tonsilektomi seger atau tertunda mungkin tidak perlu karena tingginya tingkat keberhasilan dan rendahnya rekurensi dan morbiditas setelah drainase.

+ada situasi dimana abses terletak di lokasi yang susah untuk dijangkau, tonsilektomi mungkin satu-satunya jalan untuk drainase abses.

Pascaoperatif

Karena perbaikan segera terhadap gejala nyeri, kebanyakan pasien dapat di pulangkan segera setelah pembedahan jika intake oral bagus dan tidak ada perdarahan. Beberapa pasien mungkin membutuhkan ra(at inap untuk !#-#@ jam atau sampai intake oral sudah terpenuhi dan nyeri sudah menurun.

Didrasi intra&ena penting karena kebanyakan pasien memiliki defisit cairan. +enggunaan antibiotik lanjutan juka penting. Saat pasien dapat intake cairan le(at mulut, antibiotik bisa diberikan secara oral selama >- B hari.

Analgetik oral juga penting tergantung tingkat ketidaknyamanan dari inflamasi.

*.1.5. K(%&l$2as$ Sejumlah komplikasi klinis dapat terjadi jika diagnosis abses peritonsil terle(at atau terlambat. Keparahan komplikasi tergantung progresifitas penyakit dan juga karakteristik ruang-ruang yang terkena. +enanganan dan pencegahan segera penting. , > . Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piemia. !. +enjalaran infeksi atau abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. +ada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum sehingga terjadi mediastinitis. ". Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan trombus sinus ka&ernosus, meningitis, dan abses otak. #. +enjalaran dapat berlanjut ke ruang submandibular dan sublingual di dasar mulut 'Angina %udo&ici*.
28

$. +erdarahan merupakan komplikasi potensial jika arteri karotid eksterna atau cabangnya terluka. +erdarahan dapat terjadi intraoperatif atau periode a(al pascaoperasi.!" *.1.16. Pr(!n(s$s Kebanyakan pasien yang diobati dengan antibiotik dan drainase adekuat sembuh dalam beberapa hari. Sebagian kecil pasien mengalami abses kembali, membutuhkan tonsilektomi. 8ika pasien berlanjut melaporkan nyeri tenggorok berulang danHatau kronis setelah insisi dan drainase tepat, tonsilektomi diindikasikan. *.2. ABSES RETROFARING
>

*.2.1. Def$n$s$ ,!,!# Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam ' deep neck infection *. +ada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. +enyakit ini ditemukan biasanya pada anak yang berusia di ba(ah $ tahun. Dal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa, masing-masing !-$ buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba :ustachius, dan telinga tengah. +ada usia di atas . tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi. Abses retrofaringeal menghasilkan gejala nyeri tenggorok, demam, kaku leher, dan stridor. Abses retrofaringeal terjadi lebih sedikit daripada jaman dahulu karena penggunaan antibiotik meluas pada infeksi saluran napas atas supuratif. Abses retrofaringeal, dulu secara eksklusif merupakan penyakit anak, sekarang meningkat frekuensinya pada orang de(asa. Abses retrofaringeal menunjukan tantangan diagnostik pada dokter ga(at darurat karena kejadiannya yang tidak frekuen dan presentasi yang ber&ariasi. +engenalan segera dan penanganan agresif terhadap abses retrofaringeal penting karena penyakit ini masih memiliki mortalitas dan morbiditas yang signifikan. *.2.2. E&$de%$(l(!$

29

Frekuensi Abses retrofaringeal relatif berkurang frekuensinya dibanding dulu karena penggunaan antibiotik. Namun pada beberapa studi di Amerika Serikat yang merupakan negara maju juga didapatkan peningkatan frekuensi dalam ! tahun sebanyak #,$ kali.!$ Mortalitas Morbiditas Saat mediastinitis terjadi, mortalitas mencapai $BI, meskipun dengan pengobatan antibiotik. Abses retrofaringeal juga dapat menyebabkan trombosis &ena jugularis interna, erosi arteri karotid, perikarditis, dan abses epidural. Selain in&asi ke struktur yang berdekatan, abses retrofaringeal juga bisa menyebabkan sepsis dan resiko terhadap jalan napas 'air(ay compromise*. Aingkat mortalitas keseluruhan adalah I penelitian infeksi ruang leher dalam di Aai(an.!. +ada studi terhadap !"# orang de(asa dengan infeksi leher dalam di German, tingkat mortalitas !,.I.!> +enyebab kematian terutama karena sepsis dengan kegagalan multiorgan. 0i Amerika Serikat, !BB", pada data pasien ra(at inap anak 'Kids) 9npatient 0atabase* menunjukan "! pasien abses retrofaring tanpa kematian. !@ +ada kasus di =hildren)s National 2edical =enter di ?ashington 0= menunjukkan # anak umur @- @ bulan dengan abses retrofaringeal yang terkana mediastinitis. Ke-# anak diobati secara agresif dengan antibiotik dan drainase bedah, dan " pasien membutuhkan debridement torakoskopik. Ke-# anak selamat tanpa sekuel.!E !as Abses retrofaringeal melalui beberapa studi menunjukan hasil yang berbeda-beda dalam hubungannya dengan ras.

0alam B tahun kasus abses retrofaringeal yang ditangani di Kings =ounty Dospital di Brooklyn, Ne( <ork, >BI pasien adalah dari ras Afrika-Amerika, !$I Kaukasia, dan $I Dispanik.

+ada studi pasien pedtiatrik dengan abses retrofaringeal di ?ayne State 1ni&ersity di 0etroit menunjukkan #"I kasus terjadi di orang kulit hitam, $#I kulit putih, Dispanik, dan I campuran."B I

30

0i Amerika Serikat, !BB", pada data pasien ra(at inap anak 'Kids) 9npatient 0atabase* menunjukan "! pasien abses retrofaring, ">,#I kulit putih, Amerika, ,>I Afrika, I Dispanik, !I Asia, ",@I ras lain, dan sisanya ras tidak dicatat.!@

"enis #elamin Abses retrofaringeal lebih biasa terjadi pada laki-laki daripada perempuan, dengan frekuensi $B-.>I pada laki-laki dan ""-$BI pada perempuan, dari hasil beberapa studi.!>,!@,"B $mur Abses retrofaringeal dulu merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak, namun sekarang frekuensi pada de(asa meningkat.!# *.2.*. E"$(l(!$ Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang retrofaring ialah ' * infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring, '!* trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi, '"* tuberkulosis &ertebra ser&ikalis bagian atas 'abses dingin*. +asien dengan penyakit immunocompromised atau penyakit kronis seperti diabetes, kanker, alkoholisme, dan A90S memiliki resiko yang meningkat terhadap abses retrofaringeal.
,!,!#

*.2./. Pa"(f$s$(l(!$ !# ;uang retrofaringeal adalah posterior dari faring, superior sampai basis kranii dan inferior ke mediastinum. Abses di ruang ini dapat disebabkan oleh organisme berikut: 3rganisme aerob, seperti streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. 3rganisme anaerob, seperti Bacteroides dan Ceillonella. 3rganisme Gram negatif, seperti Daemophilus parainfluen4ae dan Bartonella henselae. dengan fasia bukofaringeal di

anterior, fasia pre&ertebral di posterior, dan selubung karotid di lateral. ;uang ini memanjang

31

Aingkat mortalitas tinggi dari abses retrofaringeal berhubungan dengan obstruksi jalan napas, mediastinitis, pneumonia aspirasi, abses epidural, trombosis &ena juular, fasiitis nekrotikans, sepsis, dan erosi arteri karotid. *.2.0. Ge ala dan "anda
,!,!#

Gejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. +ada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus 're(el* dan tidak mau makan atau minum. 8uga terdapat demam, leher kaku dan nyeri. 0apat timbul sesak napas karena sumbatan, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara. +ada bayi, nyeri tenggorok danHatau pembengkakan leher dapat menyebabkan asupan gi4i yang kurang disertai letargi. +ada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. 2ukosa terlihat bengkak dan hiperemis. Kelenjar getah bening leher juga dapat membengkak. +ada anak dapat ditemukan gejala dan tanda tonsilitis, faringitis, dan juga otitis media.

*.2.1. Pe%er$2saan Pen'n an! . +emeriksaan laboratorium !#


o

0arah perifer lengkap ;ata-rata sel darah putih pada suatu studi >BBB, dengan jarak antara " BB#$EBB.
o

Sel darah putih pada @I pasien kurang dari @BBB/ jadi, sel darah putih normal tidak menyingkirkan diagnosis abses retrofaringeal.

+ada studi di 8erman, rata-rata sel darah putih #BBB.

#>BB dengan jarak !BB-

Kultur darah diindikasikan sebelum pemberian antibiotik, tapi hasil kultur mungkin negatif pada sekitar @!I kasus abses retrofaringeal.

32

Kultur pus, yang diaspirasi pada saat drainase abses retrofaringeal, dapat menumbuhkan satu atau lebih organisme E I dari setiap pemeriksaan.

+rotein =-reaktif '=;+* +ada studi orang de(asa dan anak dengan infeksi leher dalam, pasien dengan protein =-reaktif lebih dari BB memiliki masa ra(at inap lebih lama.
o

+ada studi 8erman, =;+ rata-rata $,> dengan jarak B,B->#.

!. +emeriksaan radiologi !#
o

,oto G-ray jaringan lunak leher lateral +elebaran jaringan lunak retrofaringeal diamati pada @@I pasien dengan abses retrofaringeal menunjukan pembengkakan jaringan lunak lebih dari > mm pada =! dan lebih dari # mm pada =.. Studi lain menemukan pembengkakan jaringan lunak lebih dari > mm pad =! dan lebih dari !! mm pada =./ jadi, radiografi leher lateral bisa kurang sensitif untuk mendeteksi abses retrofaringeal daripada studi ini.
o

Selain pembengkakan jaringan lunak, radiografi leher lateral kadang-kadang tetapi jarang dapat menunjukan air fluid le&el, gas di jaringan, atau benda asing.

=A scan leher =A scan leher dengan kontras intra&ena sangat bergun untuk diagnosis dan manajemen abses retrofaringeal. Abses retrofaringeal tampak sebagai lesi hipodens pada ruang retrofaringeal dengan penebalan cincin perifer. Aemuan lain pada =A scan meliputi pembengkakan jaringan lunak, lapisan lemak yang terobliterasi, dan efek masa.
o

%akukan =A scan leher dengan kontras intra&ena saat temuan G-ray leher lateral kurang jelas atau gejala klinis abses retrofaringeal memenuhi tetapi G-ray leher lateral memberi hasil negatif. 7-ray leher lateral dapat menyesatkan, terutama pada anak-anak.

=A scan leher dengan kontras intra&ena juga dapat berguna jika G-ray positif karena =A scan dapat membedakan antara abses retrofaringeal dan selulitis. =A scan

33

juga menunjukkan pelebaran abses retrofaringeal

dan hubungannya dengan

pembuluh darah besar, yang sangat membantu untuk dokter bedah.


o

=A scan leher juga dapat membandingkan abses retrofaringeal dan limfadenopati pada anak, yang dapat membantu dokter bedah ADA untuk menentukan pengobatan dengan antibiotik intra&ena saja atau dengan drainase abses.

,oto G-ray dada diindikasikan untuk melihat pneumonia spirasi dan mediastinitis. 2;9 dengan gadolinium dapat melihat abses retrofaring, tetapi modalitas ini belum digunakan secara luas.

1ltrasonografi dapat menunjukkan abses retrofaringeal, tetapi penggunaannya belum diklarifikasi.

*.2.3. D$a!n(s$s 0iagnosis ditegakkan berdasarkan adanya ri(ayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto ;ontgen jaringan lunak leher lateral. +ada foto ;ontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari > mm pada anak dan de(asa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari # mm pada anak dan lebih dari !! mm pada orang de(asa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis &ertebra ser&ikal. *.2.4. D$a!n(s$s #and$n! . Adenoiditis !. Aumor ". Aneurisma aorta #. :piglotitis $. Abses peritonsil
,!#

*.2.5. Tera&$

34

Aerapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotika dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses melalui laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring Arendelenburg. +us yang keluar segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi. Aindakan dapat dilakukan dalam analgesia lokal atau anestesia umum. +asien dira(at inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.

Gambar $.'A*9nsisi pada abses retrofaring dengan posisi Arendelenburg.'B* 9nsisi pada abses peritonsil." *.2.16. K(%&l$2as$ 172/ Komplikasi yang mungkin terjadi ialah sebagai berikut: . !. ". #. $. .. penjalaran ke ruang parafaring, ruang &askuler &isera mediastinitis obstruksi jalan napas sampai asfiksia bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru dislokasi atlantooksipital abses epidural
35

>. @. E.

sepsis erosi &ertebra ser&ikal ! dan " defisit ner&us kranialis 'ner&us 97-799 ada di dalam faisa ser&ikalis*

B. trombosis septik sekunder dari erosi ke dalam arteri karotid "! . kompresi arteri karotid dan &ena jugularis interna "! !. palsi ner&us fasialis *.2.11. Pr(!n(s$s !# +rognosis umumnya baik jika abses retrofaringeal diidentifikasi segera, ditangani secara agresif, dan komplikasi tidak terjadi. Aingkat kematian bisa setinggi #B-$BI jika pasien mengalami komplikasi serius.

*.*.

ABSES PARAFARING
,!,""

*.*.1. Def$n$s$

Abses parafaring yaitu peradangan yang disertai pembentukan pus pada ruang parafaring. ;uang parafaring dapat mengalami infeksi secara langsung akibat tusukan saat tonsilektomi, limfogen dan hematogen. *.*.2. E"$(l(!$ ;uang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara: ,!,"" . %angsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. +eradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus lapisan otot tipis 'm.konstriktor faring superior* yang memisahkan ruang parafaring dan fosa tonsilaris. !. +roses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan &ertebra ser&ikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring.

36

".

+enjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula.

*.*.*. Pa"(f$s$(l(!$ "" 9nfeksi yang bersumber dari gigi dapat menyebar ke jaringan sekitar dan membentuk abses sublingual, submental, submandibula, mastikator atau parafaring. 0ari gigi anterior sampai 2 ba(ah biasanya yang mula-mula terlibat adalah ruang sublingual dan submental. Bila infeksi dari 2! dan 2" ba(ah, ruang yang terlibat dulu adalah submandibula. Dal ini disebakan posisi akar gigi 2! dan 2" berada di ba(ah garis perlekatan m. milohiod pada mandibula sedang gigi anterior dan 2 berada diatas garis perlekatan tersebut.

Gambar .. 8alur infeksi dari gigi.""

37

Gambar >. 8alur perluasan potensial abses leher dalam. ""

*.*./. Ge ala dan "anda 1727** Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus submandibula, demam tinggi dan pembengkakan diniding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial. *.*.0. Pe%er$2saan Pen'n an! . +emeriksaan laboratorium"" +emeriksaan kultur dan tes resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan pemberian antibiotika yang sesuai. !. +emeriksaan ;adiologi"" ,oto jaringan lunak leher antero-posterior dan lateral merupakan prosedur diagnostik yang penting. +ada pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh gambaran de&iasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan di dalam jaringan lunak dan pembengkakan daerah jaringan lunak leher.

38

Keterbatasan pemeriksaan foto polos leher adalah tidak dapat membedakan antara selulitis dan pembentukan abses. +emeriksaan foto toraks dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya edema paru, pneumotoraks, pneumomediastinum atau pembesaran kelenjar getah hilus. +emeriksaan tomografi komputer dapat membantu menggambarkan lokasi dan perluasan abses. 0apat ditemukan adanya daerah densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema jaringan lunak disekitar abses. *.*.1. D$a!n(s$s
,!,""

0iagnosis ditegakkan berdasarkan ri(ayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto ;ontgen jaringan lunak A+ atau =A scan. *.*.3. Tera&$
,!,""

1ntuk terapi diberikan antibiotika dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob. :&akuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam !#-#@ jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis. =aranya melalui insisi dari luar dan inttra oral. 9nsisi dari luar dilakukan ! setengah jari di ba(ah dan sejajar mandibula. Secara tumpu eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi dilanjutkan &ertikal dari pertengahan insisi hori4ontal ke ba(ah di depan m.sternokleidomastoideus 'cara 2osher*.

39

Gambar @. 9nsisi 2osher."" 9nsisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. 0engan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m.konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior. 9nsisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan terhadap insisi eksternal. +asien dira(at inap sampai gejala dan tanda infeksi reda. *.*.4. K(%&l$2as$
,!,""

+roses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen, atau langsung 'per kontinuitatum* ke daerah sekitarnya. +enjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke ba(ah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur sehingga terjadi perdarahan hebat. Bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis atau septikemia.

*./.

ABSES SUBMANDIBULA

*./.1. Def$n$s$ Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula.
,!,"#

Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam

'deep neck infection*. +ada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari
40

proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. 2ungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.
,!

Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah semakin jarang dijumpai."$ Dal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat. ?alaupun demikian, angka morbiditas dari komplikasi yang timbul akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan. *./.2. E"$(l(!$ 9nfeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, atau kelenjar limfa submandibula. 2ungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. 9nfeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika apeksnya ditemukan di ba(ah perlekatan dari musculus mylohyoid.". 9nfeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor."$ Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Daemofilus influen4a, Streptococcus +neumonia, 2oraGtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, +re&otella, maupun ,usobacterium."> *./.*. Pa"(f$s$(l(!$ +atofisiologi abses submandibula melalui gigi antara lain:"@ . 9ritasi +ulpa !. Diperemic +ulpa ". +ulpitis #. Ganggren pulpa $. Abses

41

Gambar E. +atofisiologi abses submandibula."E ;uang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya 'gambar di ba(ah* oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya.

Gambar !B. ;uang potensial leher dalam 'A* +otongan aksial, 'B* potongan sagital. Ket : S2S: submandibular space/ S%S: sublingual space/ ++S: parapharyngeal space/ =S: carotid space/ 2S: masticatory space. S2G: submandibular gland/ GG2: genioglossus muscle/ 2D2: mylohyoid muscle/ 22: masseter muscle/ 2+2: medial pterygoid muscle/ %+2: lateral pterygoid muscle/ A2: temporal muscle."$ *./.0. Ge ala dan "anda
,!

42

Aerdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di ba(ah mandibula dan atau di ba(ah lidah. +asien juga biasanya akan mengeluhkan air liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan muskulus pterigoideus, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. +ada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, dan nyeri tekan. +ada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent 'merupakan tanda khas*. Angulus mandibula dapat diraba. %idah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. *./.1. Pe%er$2saan Pen'n an! . %aboratorium +ada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah 'purulent* dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik. !. ;adiologis a. b. c. d. ,oto G-ray jaringan lunak kepala A+ ,oto G-ray panoramik: dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi. ,oto G-ray thoraks: perlu dilakukan untuk e&aluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses. =A-scan: =A-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan gold standard pada abses leher dalam. Berdasarkan suatu penelitianbah(a hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa =A-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada >BI pasien. Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens 'intensitas rendah*, batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid le&el."> *./.3. D$a!n(s$s
,!

0iagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. *./.4. Tera&$ . Antibiotik 'parenteral* 1ntuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi 'mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif* adalah
43

pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaGone dengan metronida4ole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensisti&itas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan.".,"> Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap terhadap cefora4one sulbactam, moGyfloGacine, cefora4one, ceftriaGone, yaitu lebih dari >BI. 2etronida4ole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang B hari.".,"> !. Bila abses telah terbentuk, maka e&akuasi abses dapat dilakukan. :&akuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. 9nsisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. +asien dira(at inap sampai -! hari gejala dan tanda infeksi reda.#B

Gambar ! . 'a*9nsisi pada abses submandibula atau parotid. 'b*. 9nsisi pada abses submasseter. +ada saat insisi kutaneus, perjalanan arteri dan &ena fasialis 'a* harus diperhatikan, begitu juga dengan ner&us fasialis 'b*.# ". 2engingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomi perlu dipertimbangkan.#B

*./.5. K(%&l$2as$
44

+roses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung 'perkontinuitatum* ke daerah sekitarnya. 9nfeksi dari submandibula paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis."$ +erluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor mele(ati muskulus pterigoideus medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya."> +enjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke ba(ah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia."$ *./.16. Pr(!n(s$s +ada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. +ada fase a(al dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai #B-$BI (alaupun dengan pemberian antibiotik. ;uptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas !B-#BI sedangkan trombosis &ena jugularis mempunyai angka mortalitas .BI.#B *.0. ANGINA LUDO8I9I +LUD:IG;S ANGINA.
,!,#!

*.0.1. Def$n$s$

Angina %udo&ici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis 'peradangan jaringan ikat* dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula. +enyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina %udo&ici dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis 'sublingualis dan submaksilaris* pada kedua sisi 'bilateral*.

*.0.2. E"$(l(!$

,!,#"

45

Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan anaerob. 0ilaporkan sekitar EBI kasus angina %ud(ig disebabkan oleh odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang. Selain itu, E$I kasus angina %ud(ig melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nya(a. ;ute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang ba(ah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Dal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar ba(ah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panasHdingin atau adanya bengkak di sudut rahang. Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua ba(ah juga menjadi penyebab odontogenik dari angina %ud(ig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular. 0i samping itu, pera(atan gigi terakhir juga dapat menyebabkan angina %ud(ig, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat pera(atan gigi. Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intra&ena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut. 3rganisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina %ud(ig melalui isolasi adalah Streptococcus &iridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah ,usobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Ceillonella, =andida, :ubacteria, dan spesies =lostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, :scherichia coli, spesies +seudomonas, Daemophillus influen4a dan spesies Klebsiella.

*.0.*. Ge ala dan "anda

,!,#!

46

Gejala a(al biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. 0agu terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. +enderita mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. +enderita juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Gejala klinis umum angina %udo&ici meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan 'board-like* serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeksi/ disfonia 'hot potato &oice* akibat edema pada organ &okal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakan, nyeri dan peninggian lidah/ nyeri menelan 'disfagia*/ hipersali&asi 'drooling*/ kesulitan dalam artikulasi bicara 'disarthria*. +emeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar ba(ah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Arismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Aanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera. +ada pasien juga mungkin akan ditemukan tanda-tanda dehidrasi karena kurangnya asupan makanan dan minuman. *.0./. Pe%er$2saan Pen'n an!// . !. +emeriksaan laboratorium +emeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi akut. +emeriksaan (aktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi drainase. +emeriksaan kultur dan sensiti&itas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi 'aerob danHatau anaerob* serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi. +emeriksaang radiologi ,oto G-ray: (alaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. ;adiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. ,oto panoramik rahang dapat

47

membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi. 1SG: 1SG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses. 1SG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-in&asif dan nonradiasi. 1SG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak abses. =A-scan: =A-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan e&aluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. =A-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan. 2;9: 2;9 menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan =A-scan. Namun, 2;9 memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya (aktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas. *.0.0. D$a!n(s$s
,!,#!,##

0iagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditambah adanya ri(ayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi. *.0.1. Tera&$ +enatalaksaan angina %ud(ig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:## pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas. kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi. ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.

Arakeostomi a(alnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic %ndotracheal Tube yang lebih baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. 9ntubasi dilakukan melalui hidung dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam posisi tegak. 8ika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal.##

48

+emberian deGamethasone 9C selama #@ jam, di samping terapi antibiotik dan operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomiHkrikotiroidotomi, serta mengurangi (aktu pemulihan di rumah sakit. 0ia(ali dengan dosis Bmg, lalu diikuti dengan pemberian dosis # mg tiap . jam selama #@ jam.## Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik 9C segera diberikan. A(alnya pemberian +enicillin G dosis tinggi '!-# juta unit 9C terbagi setiap # jam* merupakan lini pertama pengobatan angina %ud(ig. Namun, dengan meningkatnya pre&alensi produksi beta-laktamase terutama pada &acteroides sp, penambahan metronida4ole, clindamycin, cefoGitin, piperacilin-ta4obactam, amoGicillin-cla&ulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen terapi.## Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi 'mengurangi ketegangan* dan e&aluasi pus, di mana pada umumnya angina %ud(ig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. :ksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. 8ika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. 9nsisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid '"-# jari di ba(ah mandibula*. 9nsisi dilakukan di ba(ah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. 9nsisi &ertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas ba(ah dagu. 8ika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. +asien di ra(at inap sampai infeksi reda.
,#$

Gambar !!. 9nsisi pada angina %udo&ici." *.0.3. K(%&l$2as$


,!,#!

49

Angina %ud(ig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis, kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. =elah buccopharingeal, yang dibentuk oleh m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. 9nfeksi angina %ud(ig dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat. Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba, komplikasi dari angina %ud(ig dapat berupa trombosis sinus ka&ernosus, aspirasi dari sekret yang terinfeksi, dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut yang telah dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardialHpleura, empiema, infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan thrombophlebitis supuratif dari &. jugularis interna. *.0.4. Pr(!n(s$s +rognosis angina %ud(ig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan radang. Sekitar #$I F .$I penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, "$I dari indi&idu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.## Angina %ud(ig dapat berakibat fatal karena membahayakan ji(a. Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar $BI. Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intra&ena yang adekuat serta penanganan dalam 9=1, penyakit ini dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga kurang dari $I.#$

50

0A,AA; +1SAAKA . ,achruddin 0. Abses %eher 0alam. 0alam: Soepardi :A, 9skandar N, Bashiruddin 8, ;estuti ;0. Buku Ajar 9lmu Kesehatan Aelinga Didung Aenggorok Kepala J %eher. :disi Keenam. 8akarta : Balai +enerbit ,akultas Kedokteran 1ni&ersitas 9ndonesia. !BB@. Dal. !!.-"B. !. Adams, G.%. +enyakit-+enyakit Nasofaring 0an 3rofaring. 0alam: Boies, Buku Ajar +enyakit ADA. 8akarta : :G=. EE>. Dal.""". ". Ahe 2outh. 0alam: Gray)s Anatomy of Ahe Duman Body. <ahoo :ducation. 0iakses: @ 0esember !B subjectH !#!. #. ;usmarjono, Dermani B. 3dinofagia. 0alam: Soepardi :A, 9skandar N, Bashiruddin 8, ;estuti ;0. Buku Ajar 9lmu Kesehatan Aelinga Didung Aenggorok Kepala J %eher. :disi Keenam. 8akarta : Balai +enerbit ,akultas Kedokteran 1ni&ersitas 9ndonesia. !BB@. Dal. ! !-.. $. Snell ;S. +harynG. 0alam: Snell ;S. Anatomi Klinik 1ntuk 2ahasis(a Kedokteran. :disi .. 8akarta: :G=. !BB.. Dal. >E$-@B . .. 2outh ca&ity. 0iakses: @ 0esember !B >. Koltan C. +harynG. 0iakses: . Aerdapat pada: http:HHatlas.likar.infoHNeboH. @ 0esember !B . Aerdapat .. pada: . Aerdapat di: http:HHeducation.yahoo.comHreferenceHgrayHsubjectsH

http:HH(((.earspecialist. euHindeG.phpLpageMcontentJmethodMstaticJidM @. Aonsil. 0iakses: @ 0esember !B healthHimagesHlingualNtonsil- @$".htm.

. Aerdapat pada: http:HH(((.graphicshunt.comH

9. ;ambe A<2. Abses ;etrofaring. 0alam: 1S1 0igital %ibrary. 0iakses: @ 0esember

!B

0iperbaharui:

!BB".

Aerdapat

pada:

http:HHrepository.usu.ac.idHhandleH

!"#$.>@EH "#.#. B. Scott BA, Stiernberg =2. 0eep neck space infections. 0alam : Bailey B8, :d. Dead and neck surgery F otolaryngology, Col . +hiladelphia: 8B %ippincott =ompany , EE" . h.>"@-#E. . Snell ;S. ,ascia =er&icalis +rofunda. 0alam: Snell ;S. Anatomi Klinik 1ntuk 2ahasis(a Kedokteran. :disi .. 8akarta: :G=. !BB.. Dal. @#E-$ .

51

!. AGial Section of 3ropharynG. 0iakses: @ 0esember !B http:HHatlas.likar.infoH3kologlotochnayaNkletchatkaH.


13. Abses

. Aerdapat pada: Aerdapat pada:

+arafaring.

0iakses:

0esember

!B

(((.scribd.comHdocH$>EB@> "HAbses-+arafaring. #. Ace&edo 8%, 9saacson G=. +ediatric ;etropharyngeal Abscess. Aerakhir diperbaharui: !! 8uli !B ;?. . 0iakses: %ud(ig)s @ 0esember Angina in !B . Aerdapat 'm pada: Fam http:HHemedicine.medscape.com HarticleHEE$@$ -o&er&ie(. $. Dartmann =hildren. Physician. EEE 8ul /.B' *: BE.. Angina %udo&ici. 0iakses: !. 0iakses: @ 0esember !B @ 0esember !B . . Aerdapat pada: Aerdapat pada:

http:HH(((.aafp.orgHafpH EEEHB>B H p BE.html. (((.scribd.comHdocH.!B@ B.EBH'ngina-(ud)ig.


17. Gosselin B8, Geibel 8. +eritonsillar Abscess. Aerakhir diperbaharui: # ,ebruari !B B.

0iakses:

@ 0esember

!B

Aerdapat

pada:

http:HHemedicine.medscape.comH

articleH E#@."-o&er&ie(Osho(all. @. ;epanos =, 2ukherjee +, Al(ahab <. ;ole of microbiological studies in management of peritonsillar abscess. " (aryngol *tol. Aug !BBE/ !"'@*:@>>-E. E. +eritonsillar Abscess. 0alam: Access :mergency 2edicine from 2cGra(-Dill. 0iakses: " 0esember !B . Aerdapat pada: http:HH(((.accessemergencymedicine .comHo&erflo(.aspGL searchStrMperitonsillarPabscessJhas:Gact2atchMArueJhas0rug2atchM,alseJsearch SourceM9magesJftboolM,alse. !B. ;amire4-Schrempp 0, 0orfman 0D, Baker ?:, %iteplo AS. 1ltrasound soft tissue applications in the pediatric emergency department: to drain or not to drainL. Pediatr %merg +are. 8an !BBE/!$' *:##-@. ! . Kilty S8, Gaboury 9. =linical predictors of peritonsillar abscess in adults. " *tolaryngol ,ead -eck .urg. Apr !BB@/">'!*: .$-@. !!. 34bek =, Aygenc :, Auna :1, Selcuk A, 34dem =. 1se of steroids in the treatment of peritonsillar abscess. " (aryngol *tol. 8un !BB#/ @'.*:#"E-#!. !". Deidemann =D, ?allen 2, Aakesson 2, et al. +ost-tonsillectomy hemorrhage: assessment of risk factors (ith special attention to introduction of coblation techniQue. %ur 'rch *torhinolaryngol. 8ul !BBE/!..'>*: B -$.

52

!#. Kahn 8D, 3)=onnor ;:. ;etropharyngeal Abscess in :mergency 2edicine. Aerakhir diperbaharui: > 8uni !B B. 0iakses: @ 0esember !B . Aerdapat pada: http:HHemedicine.medscape.comH articleH>.##! -o&er&ie(Osho(all. !$. Abdel-DaQ N2, Darahsheh A, Asmar B%. ;etropharyngeal abscess in children: the emerging role of group A beta hemolytic streptococcus. .outh Med ". Sep !BB./EE'E*:E!>-" . !.. ?ang %,, Kuo ?;, Asai S2, Duang K8. =haracteri4ations of life-threatening deep cer&ical space infections: a re&ie( of one hundred ninety-siG cases. 'm " *tolaryngol. 2ar-Apr !BB"/!#'!*: ->.
27. ;idder G8, Aechnau-9hling K, Sander A, Boedeker ==. Spectrum and management of

deep neck space infections: an @-year eGperience of !"# cases. *tolaryngol ,ead -eck .urg. No& !BB$/ ""'$*:>BE- #.
28. %ander %, %u S, Shah ;K. +ediatric retropharyngeal abscesses: a national perspecti&e.

Int " Pediatr *torhinolaryngol. 0ec !BB@/>!' !*: @">-#". !E. Shah ;K, =hun ;, =hoi SS. 2ediastinitis in infants from deep neck space infections. *tolaryngol ,ead -eck .urg. 8un !BBE/ #B'.*:E".-@. "B. =oticchia 82, Getnick GS, <un ;0, Arnold 8:. Age-, site-, and time-specific differences in pediatric deep neck abscesses. 'rch *tolaryngol ,ead -eck .urg. ,eb !BB#/ "B'!*:!B ->. " . Ahe Surgery of Sepsis. Aerakhir diperbaharui: !B April !B B. 0iakses: # 0esember !B . Aerdapat pada: http:HHps.cnis.caH(ikiHindeG.phpHAheNsurgeryNofN sepsis. "!. :lliott 2, <ong S, Beckenham A. =arotid artery occlusion in association (ith a retropharyngeal abscess. 9nt 8 +ediatr 3torhinolaryngol. ,eb !BB./>B'!*:"$E-.".
33. Abses +arafaring. 0iakses: @ 0esember !B

. Aerdapat pada: (((.scribd.comH

docH...!#. "Habses-parafaring. "#. ;i44o +B, 2osto 2=0. Submandibular space infection: a potentially lethal infection. 9nternational 8ournal of 9nfectious 0isease !BBE/ ":"!>-"". "$. Ariji <, Gotoh 2, Kimura <, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all. 3dontogenic infection path(ay to the submandibular space: imaging assessment. 9nt. 8. 3ral 2aGillofac. Surg. !BB!/ " : .$FE. ".. Duang A, =hen A, ;ong +, Aseng ,, <eah A, Shyang =. 0eep neck infection: analysis of @ cases. Dead and neck. 3ckt !BB#.@.B-# .

53

37. +ulungan 2;. +ola Kuman abses leher dalam. 0iakses: # 0esember !B

. Aerdapat

pada:http:HH(((.scribd.comHdocH#@B># #.H+3%A-K12AN-ABS:S-%:D:;0A%A 2-;e&isi. "@. Abses "E. Aooth Submandibula. 0ecahy 0iakses: @ 0esember @ desember !B !B . . Aerdapat Aerdapat pada: pada: http:HH(((.scribd.comHdocH.@$ " #$HABS:S-S1B2AN09B1%A. progression. 0iakses: http:HH(((.moondragon.orgHhealthHgraphicsHtoothdecayprogression.jpg. #B. GRme4 =2, 9glesia C, +alleiro 3, %Rpe4 =B. +hlegmon in the submandibular region secondary to odontogenic infection. :mergencias !BB>/ E:$!-$". # . ,undamental +rinciples of Areatment of 9nfection-3ral Surgery %ecture Note. Aerakhir diperbaharui: > 8uli !B . 0iakses: # 0esember !B . Aerdapat pada: http:HHdentistryandmedicine.blogspot.comH!B treatment-of.html #!. 20 Guidelines. %ud(ig)s Angina. 0iakses: @ 0esember !B http:HH(((.mdguidelines.comHlud(igs-angina. #". Aopa4ian ;. 3ral and 2aGillofacial 9nfection. #th ed. St. %ouis: ?.B. Saunders/ !BB!.
44. %ud(ig)s Angina. 0iakses: @ 0esember !B

HB>Hfundamental-principles-of. Aerdapat pada:

. Aerdapat pada: (((.scribd.comHdoc H

.!B@B.EBH'ngina-(ud)ig. #$. ;aharjo S+. +enatalaksanaan Angina %ud(ig. "urnal De/a Media. 8anuari-2aret !BB@/Col.! .

54

Anda mungkin juga menyukai