BAB I
PENDAHULUAN
isi lambung ke laring dan faring.1-5 Sinonim lain dari LPR yang sering digunakan
LPR dapat dikaitkan dengan pola laringitis akut, kronis, atau intermiten.
LPR berperan terhadap terjadinya granuloma pada pita suara, stenosis laring,
spasme laring yang berulang, globus pharyngeus, disfagia, asma, karsinoma laring
dan batuk kronis. LPR merupakan suatu gangguan yang kurang terdiagnosis dan
dari pasien gastroenterologi yang khas memiliki gejala berupa rasa terbakar di
6
dada, regurgitasi, dan esofagitis. Pasien dengan LPR biasanya datang dengan
mengganjal di tenggorokan).3-6
(LPR) berkisar 4% - 10% dari semua pasien yang datang berobat ke dokter
spesialis THT (Koufman dkk, 1988, 1991, 2000; Toohill dkk., 1990; Ross dkk.,
2
1998).3 Lebih dari 50 % pasien yang datang dengan keluhan suara serak biasanya
kontribusi sebagai faktor penyebab asma nonalergi, dan berbagai keluhan telinga,
ditemukan pada 50%-80% pasien asma, 10%-20% pada pasien batuk kronis, dan
hingga 80% pasien dengan suara serak, dan 25%-50% pasien dengan rasa
dengan keluhan gangguan pada suara memiliki LPR yang dibuktikan dengan
pemeriksaan monitoring pH. Koufman dkk (2000) menemukan LPR pada 78%
pasien dengan suara serak, dan kira-kira 50% dari semua pasien dengan keluhan
gangguan suara.1,3
hari, selama posisi ortostatis, tidak berhubungan dengan esofagitis dan tidak
dipengaruhi oleh fungsi motorik esofagus (tabel 1).6 Mukosa laringofaring rentan
Disfonia Ya tidak
pengeluaran biaya yang berlebihan dan kesalahan dalam mendiagnosis. LPR juga
BAB II
servikal ke-6. Ke atas faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,
ke bawah berhubungan dengan laring melalui aditus laring dan juga esofagus
(gambar 1). Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14
superior, media, dan inferior, berfungsi untuk mengecilkan lumen faring dan
orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring, dipersyarafi oleh n.
vagus.12-14
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran nafas bagian atas.
Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan bagian bawahnya ialah batas
kaudal kartilago krikoid.12,15,16 Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan
dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Tulang rawan yang menyusun laring
bawah dasar lidah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke bawah. Otot-otot
intrinsik sebagian besar adalah otot adduktor (kontraksi yang akan mendekatkan
abduktor (kontraksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke lateral). Fungsi otot-
fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda asing selama
proses menelan.13,16
laringis superior dan n. laringis inferior. Kedua syaraf ini merupakan campuran
syaraf mototrik dan sensorik. Sedangkan perdarahan untuk laring terdiri dari 2
bawah tulang rawan krikoid atau kira-kira setinggi vertebra servikal ke-6, berjalan
vertebra servikal dan torakal, melintas melalui hiatus esofagus diafragma setinggi
vertebra torakal 10, berakhir pada orifisium kardia lambung setinggi vertebra
18,19
torakal 11. Empat tempat penyempitan esofagus : (1) pada sfingter esofagus
atas, (2) pada tempat dimana esofagus kontak dengan aorta, (3) pada persilangan
dengan bronkus sinistra, dan (4) setinggi sfingter esofagus bawah dan diafragma.17
bidang anterior superior yang sesuai dengan bagian cembung dari korpus vertebra
8
servikal dan bagian cekung korpus vertebra torakal. Bagian esofagus abdominal
yang panjangnya hanya 1,25 cm, berada pada permukaan posterior lobus kiri
hepar. Permukaan kiri dan depan esofagus abdominal diliputi oleh peritonium.18
arteri karotis komunis. Nervus laring rekurens terletak di sudut antara esofagus
dan trakea. Duktus torasikus berada pada sisi kirinya. Kedua lobus kelenjar tiroid
berdekatan dengan esofagus, tetapi daerah kontak tersebut lebih besar pada sisi
esofagus berjalan ke posterior ke sisi kanan arkus aorta, untuk kemudian turun ke
kemudian berjalan ke anterior dan sedikit ke sisi kiri aorta. Bronkus kiri
arkus aorta. Vena azygos berada di sisi kanan esofagus di dalam torak (gambar
3).18-21
9
Gambar 2.3 Traktus digestivus bagian atas dan struktur anatomi yang
berdekatan.21
Otot esofagus terdiri dari lapisan sirkuler di bagian dalam dan lapisan
inferior pada faring.17-19 Pada sepertiga bagian atas berotot lurik, sepertiga tengah
sebagian berotot lurik dan sebagian otot polos, dan pada sepertiga bawah hampir
semua berotot polos. Lapisan luar atau fibrosa terdiri atas jaringan fibroelastik
longgar. Setinggi tulang rawan krikoid lapisan otot sirkuler agak lebih tebal, dan
krikoid yang lebar. Sfingter esofagus atas merupakan daerah bertekanan tinggi
turun hingga 1 sampai 3 cm pada pernapasan normal dan naik sampai 5 cm pada
pernapasan dalam. Belum ditemukan suatu otot tunggal tertentu yang berperan
10
pada sfingter esofagus bawah, tetapi otot polos sirkuler pada daerah ini berperan
banyak variasi pada tiap individu. Sepertiga atas esofagus dialiri arteri dan vena
tiroid inferior yang berasal dari arteri dan vena subklavia. Sepertiga tengah dialiri
oleh arteri yang berasal dari aorta torakika, venanya terdiri dari pleksus venosus
dan azigos yang berlanjut ke vena cava inferior. Sepertiga bawah dialiri arteri
prenikus inferior sebelah kiri yang berasal dari aorta sedangkan venanya
Serabut saraf ini kemudian bergabung membentuk dua jalan utama yaitu nervus
vagus anterior kiri dan nervus vagus pesterior kanan. Secara motoris esofagus
dikontrol oleh nervus vagus meskipun fungsi saraf simpatis dari esofagus tidak
begitu diketahui.17-20
menjadi 3 fase, yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal. Esofagus
terutama berfungsi pada fase esofageal yaitu menghantarkan bahan yang dimakan
yang menciptakan tekanan yang sering dua kali tekanan sfingter istirahat.
Lalu tekanan istirahat normal dimulai lagi dalam sfingter esofagus atas.
faring.17-19,22
12
2. Badan Esofagus
dipercepat pada bagian otot polos untuk melambat lagi pada esofagus
bagian bawah, tepat sebelum sfingter bawah. Tekanan istirahat pada badan
sampai 6 detik.
13
BAB III
15
LPR merupakan aliran balik isi lambung ke dalam laring, faring, dan
traktus aerodigestif atas. Beberapa keadaan atau faktor yang dapat menyebabkan
aliran balik asam lambung antara lain hiatal hernia, obesitas, kehamilan, olah raga
berat, diet, gaya hidup yang salah dan obat-obatan. Diet yang dimaksudkan antara
lain konsumsi makanan yang berlemak dan berminyak, mengandung mint, coklat,
alkohol dan minuman bergas, citrus, bawang dan tomat. Gaya hidup yang salah
ketat dan kebiasaan makan sebelum tidur. Obat-obatan yang dapat menyebabkan
aliran balik asam lambung antara lain teofilin, kodein, benzodiazepin, calcium
melindunginya dari trauma akibat refluks, yaitu : sfingter esofagus bawah, fungsi
dan sfingter esofagus atas.5 Dalam keadaan normal, sfingter esofagus atas dan
sfingter esofagus bawah bekerja sama untuk mencegah aliran balik isi lambung
sampai esofagus. Sfingter esofagus atas yang lemah merupakan faktor patologis
utama dalam LPR sehingga bahan refluks dapat mencapai faring dan laring. Dari
beberapa penelitian yang menggunakan cairan asam yang diberikan pada bagian
distal dari esofagus pada orang normal dan penderita yang mengalami
atas. Keadaan ini tidak dijumpai pada pasien dengan LPR. 1,21
16
Epitel pernafasan yang halus pada posterior laring dalam keadaan normal
sensasi post nasal drip dan throat clearing (mendehem). Iritasi akibat material
refluks secara langsung, dapat menyebabkan batuk dan rasa tercekik (spasme
suara, ulkus, dan granuloma yang menimbulkan gejala lain yang masih
berhubungan dengan LPR, antar lain suara serak, globus pharingeus, dan nyeri
tenggorokan.5
kerusakan akibat refluks oleh efek regulasi pH dari karbonik anhidrase pada
dari material refluks. Dalam esofagus, terdapat produksi aktif bikarbonat pada
pada epitel laring tidak dijumpai pompa aktif bikarbonat. Selain itu terdapat
Mekanisme lain yang diajukan adalah refleks vagal. Refleks vagal ini
empedu juga dapat merusak mukosa laring sehingga kedua zat ini diduga berperan
penting dalam penyebab LPR. Namun pendapat lain menyatakan bahwa pepsin
hanya aktif dalam lingkungan asam, karena itu tidak berbahaya bila terdapat
BAB IV
LARINGOFARINGEAL REFLUKS
1. Gejala klinis
throat clearing (98%), batuk yang persisten (97%), globus pharyngeus (95%),
dan suara serak (95%).5 Namun demikian gejala-gejala ini bukan merupakan
gejala khusus LPR karena bisa ditimbulkan oleh alergi, penyakit neurologi
pump inhibitor).5
merupakan dua gejala LPR yang paling sering. Asam lambung yang masih
yang berlebihan ini dapat menyebabkan edema pada hipofaring.5 Sensasi post
nasal drip merupakan gejala lain yang sering ditemukan pada LPR, dimana
biasanya penderita tidak mempunyai gejala rinitis alergi yang lain seperti
rinorea, hidung tersumbat, bersin-bersin, mata gatal atau berair dan sakit
kepala. Pasien dengan rinitis alergi biasanya sadar akan warna dan bau dari
dengan suara serak yang kronis dan terus menerus, atau disfonia yang
sendiri oleh penderita yaitu Reflux Symptom Index (RSI), yang terdiri dari
RSI ini telah terbukti berguna dalam menegakkan diagnosis awal dari LPR,
RSI sampai dengan 10 adalah normal, sedangkan nilai lebih dari 13 dianggap
LPR.1,3-5,24
2. Pemeriksaan laringoskopi
iritasi laring dan inflamasi biasanya terlihat, tetapi beberapa temuan biasanya
ditemukan pada 65% sampai 75% pasien. Pseudosulcus pita suara yang
biasanya dijumpai pada tepi medial dari pita suara, dijumpai hampir pada 90%
(RFS) , yang berguna dalam pemeriksaan dan follow up pasien. Nilai yang
didapat berkisar dari 0 (normal) sampai 26 (parah) dimana jumlah nilai lebih
22
1,5,11,25
dari 7 menunjukkan LPR (tabel 3). Sangatlah penting dicatat bahwa
skoring ini merupakan skala klinis yang sederhana pada semua penyebab
dan autoimun, penggunaan pita suara yang salah dan berlebihan, dan
Erythema/hyperemia 0 = absent
2 = arytenoids only 4 = diffuse
2 = moderate
sebagai pseudosulcus vocalis, Hal ini mengacu pada subglottik edema yang
(80%). Pembengkakan pada pita suara asli dan palsu menyebabkan ruang ini
menjadi berkurang dan tepi pita suara palsu sulit dinilai. Sedangkan pada
obliterasi ventrikuler komplit, pita suara asli dan palsu saling bersentuhan
terbatas pada aritenoid, dan nilai 4 pada eritema laring yang difus. Edema pita
suara memiliki tingkatan ringan (nilai 1) jika hanya terdapat edema ringan,
sedang ( nilai 2) dimana edema menjadi lebih jelas. Edema berat (nilai 3)
dimana pembengkakan pita suara menjadi lebih berat dan merata. Terakhir
nilai 4 jika sudah terdapat degenerasi polipoid pada pita suara. Edema laring
24
difus dinilai dengan ukuran relatif antara ukuran laring terhadap saluran
udara. Hal ini dinilai sebagai ringan (nilai 1) sampai obstruksi (nilai 4).26
tampak seperti kumis kucing, sedang (nilai 2) dimana edema pada komisura
komisura posterior dinilai parah (3 poin) bila terdapat tonjolan dari bagian
besar jalan napas terututup atau mengalami obliterasi. Butir terakhir dari RFS
dimana pasien mendapatkan nilai 2 jika terdapat temuan di atas dan nilai 0
jika sebaliknya.26
tidaklah mudah karena gejalanya tidak jelas dan temuan klinis sering tidak
berhubungan dengan beratnya gejala.27 Sampai saat ini, tidak ada pedoman khusus
saat ini.5,7,11,24
diletakkan di luar dari esofagus yaitu 2 cm di atas sfingter esofagus atas atau 15
25
cm di atas probe pertama agar dapat mendiagnosis LPR secara akurat (gambar
5).28 Multi sensor ini dipertahankan selama 24 jam dan dihubungkan dengan
sebuah mikro komputer kecil yang dipasang di pinggang atau pergelangan tangan
pasien. 4,11,24
aktivitas sehari-hari dan makan seperti biasa kecuali makanan dan minuman
mencatat kapan waktu mulai makan dan berhenti makan, saat menelan air,
tidur, periode posisi terlentang, rasa panas di ulu hati, regurgitasi, dan gejala-
persentase waktu pH < 4 (waktu terpapar asam) pada posisi tegak dan
pada pH < 4 adalah 1% atau lebih. Penurunan nilai pH yang terjadi di sensor
distal esofagus;
tersediaan alat ini di semua rumah sakit menyebabkan pemeriksaan ini bukan
Proton pump inhibitor (PPI) saat ini merupakan obat antirefluks untuk
LPR yang paling efektif. PPI juga dapat menekan produksi asam lambung.
Obat PPI mempunyai efek langsung terhadap H+, K+, ATPase yang
merupakan enzim pompa proton di jalur akhir produksi asam dari sel parietal
ketersediaan obat PPI, mudah dilakukan, biaya yang diperlukan relatif murah,
tidak invasif, serta sensitivitas (78,3%) dan spesifisitas (85,7%) cukup tinggi
dengan tingkat kepercayaan (90%).27 Pasien dilakukan tes PPI dengan cara
pemberian secara empirik PPI (omeprazol) 40 mg, sehari dua kali selama dua
27
pasien diharuskan mengisi kembali kuesioner gejala refluks. Tes PPI positif
berulang sebagai akibat paparan dari material lambung. Kondisi lain yang
tergantung pada tampilan klinis pasien. Jika pasien dengan demam, lesu, dan
Dalam bentuk yang lebih kronis dari laringitis, diferensial harus mencakup alergi,
4.3 Komplikasi
Jika tidak diobati, LPR dapat mengakibatkan manifestasi pada faring dan
laringotrakea. LPR dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas antara lain karena
polipoid, dan bahkan karsinoma laring. Gangguan gerakan pita suara dan spasme
dengan terapi wicara. Lesi laring seperti granuloma dan stenosis subglotik sering
laring, granuloma, dan stenosis, harus dimulai dengan terapi antirefluks preoperasi
tinggi.2
otot sfingter esofagus bawah seperti gorengan, makanan berlemak, kopi, alkohol,
cokelat, peppermint, minuman bersoda, buah citrus, saus tomat, kecap, mustard,
dan cuka. Beberapa macam obat yang turut berpengaruh juga harus dihindari,
seperti ibuprofen, teofilin, dan kodein. Porsi makanan tidak boleh terlalu banyak.
Menghindari makan selama 2-3 jam sebelum tidur atau berbaring dan tidak boleh
bila kegemukan, berhenti merokok, menghindari pakaian terlalu ketat dan bagian
kepala tempat tidur ditinggikan 4-6 inchi. Giachi dkk29 menyatakan bahwa
menghindari makan dan minum sebelum tidur dan elevasi bagian kepala tempat
Steward dkk29 mendapati bahwa modifikasi gaya hidup selama 2 bulan dengan
kontroversi.5
29
2. Terapi farmakologik
proton pump inhibitor (PPI), antagonis reseptor H2, prokinetik, dan obat-obat
proteksi mukosa.5,29 Sama seperti GERD, proton pump inhibitor merupakan terapi
awal yang dianjurkan untuk LPR. Namun terapi untuk LPR membutuhkan waktu
dan frekuensi yang lama daripada pasien GERD. Proton pump inhibitor saat ini
merupakan obat antirefluks untuk LPR yang paling efektif. PPI juga dapat
antagonis. Obat PPI mempunyai efek langsung terhadap H+, K+, ATPase yang
merupakan enzim pompa proton di jalur akhir produksi asam dari sel parietal yang
pepsin menjadi inaktif. Dianjurkan meminum obat 30-60 menit sebelum makan,
mempunyai efektivitas yang sama untuk menurunkan kadar asam. Dosis yang
digunakan biasanya untuk omeprazol 2x20 mg, lansoprazol 2x30 mg, pantoprazol
2x40 mg, rabeprazol 2x20 mg, dan esomeprazol 2x40 mg. Jenis yang biasa
dipakai adalah omeprazol dan lansoprazol. Terapi PPI ini di berikan selama 8-12
30
minggu (tabel 4) , jika terdapat perbaikan maka dosis di turunkan, namun jika
tidak ada respon terapi dilanjutkan sampai 6 bulan atau dilakukan pemeriksaan
lain seperti monitoring pH, manometri atau pemeriksaan barium (dapat dilihat
ranitidine (2x150 mg), famotidine (2x20 mg), dan nizatidine (2x150 mg). Semua
antagonis reseptor bekerja dengan cara menempati reseptor histamin H 2 pada sel
parietal lambung sehingga dapat mencegah efek stimulasi sekresi asam lambung
oleh histamin.
lambung.29 Namun cisaprid tidak lagi tersedia karena dapat menyebabkan aritmia
proteksi mukosa seperti antasida, dan sukralfat dapat menetralisir refluksat asam,
31
Tabel 4.3 Kesimpulan dari beberapa penelitian yang menilai efek terapi PPI pada
pasien denga gejala-gejala LPR 9
32
perannya dalam LPR belum begitu banyak diteliti. Berdasarkan penelitian Tarek
dkk di Mesir tahun 2010 terhadap 212 pasien dengan keluhan LPR yang di
therapy) pada pasien dengan infeksi HP. Dari hasil penelitian tersebut pasien
dengan tes HPSA positif ditemukan pada 57% populasi. Pasien dengan tes HPSA
dilaporkan mengalami perbaikan. Pasien dengan tes HPSA positif dibagi menjadi
tunggal dengan perbaikan klinis hanya pada 40%, sedangkan kelompok kedua
tinggi.31
3. Terapi bedah
tidak respon terhadap modifikasi gaya hidup dan obat-obatan anti refluks, pasien
33
dengan volume cairan refluks yang tinggi dan inkompeten sfingter esofagus
bawah.5,23 Fundoplikasi baik komplit (Nissen atau Rossetti) atau parsial (Toupet
atau Bore), merupakan prosedur yang paling sering digunakan dengan pendekatan
dari belakang dan ditempatkan sekitar esofagus bagian distal. Fundus lambung
(gambar 9).32
esofagus bawah, dan pada pasien LPR diharapkan dapat mengurangi episode
refluks faringeal. Hasil yang baik pernah dilaporkan pada 85% - 90% pasien-
pasien refluks tetapi hasil pada pasien dengan LPR tidak begitu memuaskan.5,11,23
34
BAB V
KESIMPULAN
isi lambung masuk ke dalam laring, faring, dan traktus aerodigestif atas.
2. Sinonim lain dari LPR yang sering digunakan antara lain refluks
3. Gejala yang sering ditemukan pada penderita LPR dapat berupa disfonia,
mengganjal di tenggorokan).
anhidrase isoenzim III (CA-III) pada laring, refleks vagal, dan adanya
36
refluks non asam seperti pepsin dan cairan empedu yang dapat merusak
mukosa laring.
obat proteksi mukosa dan antibiotik. Jika terapi tersebut tidak berhasil,
DAFTAR PUSTAKA
18. Ballenger JJ, MS, MD. Esofagologi. Penyakit telinga hidung tenggorok
kepala dan leher. Edisi 13. Jilid 2. Alih bahasa/Editor : Staf ahli bagian
THT RSCM-FKUI. Jakarta-Indonesia. Binarupa Aksara, 2010. Hal: 645-
651.
19. Duranceu A, MD, Lafontaine E, MD. Esophagus. Dalam : Sabiston DC,
Jr, MD, eds. Buku ajar bedah. Alih bahasa : Andrianto P, dr, I.S Timan, dr.
Editor : Oswari J, dr. Penerbit buku kedokteran EGC ; 2009 : 460-465.
20. Caparas, Lim, Ejercito, Chiong, Enriques, Jamir. Anatomy of trachea,
bronchus and esophagus. Eds. Basic otolaryngology. Editor : Enriques AE,
MD. Publications committee of the college of medicine, University of the
Philippines.2009 : 194-196.
21. Ahuja V, Yencha MW, Lassen LF. Head and neck manifestations of
gastrofaryngeal reflux desease. [cited 2011 Des 05].
http://www.aafp.org/afp/990901ap/873.html. Access on May 2.
22. Donner MW. Physiology of the esophagus. In : Paparella MM, Shumrick
DA, eds. Otolaryngology. 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Company,
2009 : 383-385.
23. Oguz H, Tarhan E, Korkmaz M. Acoustic analysis findings in objective
laryngopharyngeal reflux patients. Journal of voice. 2010; 21(2); p. 203-
210
24. Khan AM, Hashmi SR, Elahi F, Tariq M, Ingrams DR.
Laryngopharyngeal reflux : a literature review. 2009; 4; p. 221-225
25. Kornel Y, Sarbini Basriyadi S, Madiadipoera T HS. Efektivitas terapi
omeprazole terhadap perbaikan gejala klinis dan patologi laring pada
penderita refluks laringofaring. [cited 2011 Des 05] Available from
http//www.mkb-online.org/index.php
26. Belafsky PC, Pstma GN, Koufman JA. The validity and reliability of the
reflux finding score (RFS).The American laryngologycal, rhinological,
and the otological society, Inc. Philadelphia. 2009; 111; p. 1313-1317.
27. Yunizaf M. Penyakit refluks gastroesofagus dengan manifestasi
otolaringologi. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu
40