LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX
Penulis:
Siti Mariam NP
112019007
Pembimbing:
dr Deviana, Sp.THT-KL
2. Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut
sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga
orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus
faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.4
Ruang faringal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yaitu secara klinik mempunyai
arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.
2.2.2 Etiologi
Adanya kerusakan mukosa secara langsung akibat pajanan terhadap asam
yang biasanya ditemukan di esofagus, merusakkan epitel laring. Aliran silia terhambat
pada pH
5,0 dan benar-benar terhenti pada pH 2.0. Dengan penurunan aliran silia, maka
ada penurunan resistensi terhadap infeksi.3
2.2.3 Epidemiologi
Separuh dari keluhan laring yang dirujuk ke THT akhirnya didiagnosis
sebagai LPR. Perubahan pH akibat refluks terjadi pada 50% pasien dengan suara
serak, 64% dengan globus, 55% dengan batuk kronis dan 35% dengan disfagia. 7 10%
pasien datang ke klinik THT mempunyai simptom terkait dengan LPR dan 55% pasien
dengan suara serak mempunyai LPR yang memberi dampak terhadap kualitas suara
mereka.3
2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi LPR masih belum dipahami sepenuhnya. Terdapat beberapa
teori yang menjelaskan kerusakan pada mukosa laring. 1) Kontak langsung refluks
asam lambung dan pepsin ke esofagus proksimal dan sfingter esofagus atas yang
berlanjut dengan kerusakan mukosa faring, laring dan paru. 2) Pajanan asam esofagus
distal akan merangsang refleks vagal yang menyebabkan terjadinya spasme bronkus,
batuk, sering meludah, menyebabkan perubahan inflamasi pada laring dan faring.3,4 3)
Refluks lambung disertai dengan penyalahgunaan vokal tambahan yang menyebabkan
timbulnya gejala LPR.3 4) Stres dan disfungsi saraf otonom yang mungkin terlibat
terhadap munculnya LPR. Disregulasi saraf otonom dapat menyebabkan peningkatan
pembukaan sfingter esofagus bawah dan atas, dan beberapa kejadian refluks faring yang
terkait
2.2.6 Diagnosis
Sangat sulit mendiagnosis LPR hanya berdasarkan gejala. Reflux Symptom Index
(RSI) merupakan kuesioner yang digunakan untuk diagnosis, edukasi pasien
dan monitoring resolusi gejala secara bertahap. Skor RSI > 13 kemungkinan
mengarah ke LPR.7,8 Kelemahan RSI adalah kurangnya pertimbangan gejala umum
seperti sakit tenggorokan, odinofagia, halitosis atau regurgitasi dan kurangnya
pertimbangan frekuensi gejala. Oleh sebab itu, Reflux Symptom Score (RSS)
merupakan kuesioner yang baru diperkenalkan. Namun begitu, ada 22 item yang harus
diisi di kuesioner sehingga pasien
mengambil masa yang lama untuk menjawab setiap item yang ditanyakan. Maka,
RSS versi lebih pendek, RSS-12 telah diperkenalkan. RSS-12 terdiri dari 12 item klinis
yang menilai frekuensi dan tingkat keparahan gejala terkait LPR yang paling umum
serta dampaknya terhadap kualitas hidup. Skor RSS-12 > 11 menunjukkan LPR.8
Gambar 4. MII-pH.11
24h Hypopharyngeal-esophageal MII catheter with dual pH (HEMII-pH)
HEMII-pH mendeteksi pergerakan bolus dengan mengukur perubahan resistensi listrik
dan dapat mengukur pH refluks dari esofagus ke faring. Indikasi penggunaan masih belum
ditetapkan namun sering digunakan kepada pasien yang tidak respon terhadap terapi
empirik dan pasien dengan kondisi tertentu seperti alergi, rinosinusitis kronis dll. Diagnosis
LPR dibuat berdasarkan adanya ≥ 1 acid atau non-acid hypopharyngeal reflux event (HRE). Dari
hasil tes HEMII-pH, LPR diklasifikasikan kepada RA apabila pH < 4 dan RnA apabila pH ≥
4.8,12
Gambar 5. HEMII-pH.13
Gambar 6. Temuan oral dan orofaring pada LPR.8
2.2.8 Tatalaksana
a. Medikamentosa
Proton pump inhibitors (PPIs)
PPI menurunkan sekresi H+ lambung melalui ikatan kovalen dengan H+/K+
ATPase. Hambatan terhadap pompa proton meningkatkan pH droplet refluks
dan membatasi aktivitas ekstraseluler pepsin pada jaringan saluran aerodigestif
bagian atas.7,8,14,15 Yang paling sering digunakan adalah omeprazole dengan
dosis 20mg. Pemberian dua kali sehari yaitu sebelum makan pada pagi dan sore
hari menghambat sekitar 80% dari maksimal output asam.14
Histamine H2R
Penggunaan H2R dosis tunggal dianggap tidak berkesan dibandingkan pemberian
PPIs dua kali sehari. Selain itu, pemberian ranitidin dosis tunggal setiap hari sebelum
tidur lebih mahal dibandingkan PPIs dua dosis.14
Prokinetik
Pemberian tambahan golongan prokinetik bersamaan PPIs masih kontroversional,
meskipun ia dapat meningkatkan tekanan sfingter esofagus. Perbaikan gejala yang lebih
bagus dilaporkan pada beberapa studi tentang pemberian prokinetik sebagai
tambahan kepada PPIs. Namun, beberapa studi lain tidak mendapatkan hasil yang sama.14
b. Non-medikamentosa
Modifikasi gaya hidup
Diet dan perubahan perilaku tetap menjadi terapi pertama dari LPR, terutama pada
kasus LPR yang ringan. Diet alkali, protein, rendah lemak dan rendah asam efektif karena
jenis makanan ini dicerna dengan baik dan juga mengurangi relaksasi sfingter esofagus.14
Kebanyakan pengobatan gagal karena terapi medikamentosa sahaja tidak cukup
tanpa perubahan gaya hidup. Pasien tidak diperbolehkan untuk makan 3 jam sebelum
tidur dan membiarkan perut kosong sepenuhnya sebelum berbaring. Makan malam
haruslah sedikit dan ‘makanan pemicu’ seperti makanan yang digoreng, tomat, jeruk,
mint, cokelat, saus
asam, jus, kopi, minuman berkarbonasi, alkohol dan merokok harus dihindari pada waktu
malam. Pasien harus makan malam dengan perlahan dan tetap tegak sampai waktu tidur.7
Hindari memakai pakaian ketat dan pasien obesitas harus mengurangi
lingkar pinggang. Obesitas sentral menyebabkan deposit lemak antara esofagus distal
dan diafragma sehingga mengganggu fungsi sfingter bawah. Pasien harus meninggikan
kepala tempat tidur sebanyak 15cm menggunakan bata rumah atau buku.
Meninggikan kepala menggunakan bantal tidak adekuat karena hanya menyebabkan
fleksi leher sedangkan yang diharapkan adalah elevasi dada.7
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi jangka panjang yang signifikan akibat LPR yang tidak diobati
atau terdeteksi seperti batuk kronis, laringitis rekuren, gangguan pada rongga mulut atau
ulkus dan cedera atau infeksi bronkopulmoner rekuren. LPR juga diidentifikasi sebagai
faktor risiko karsinoma laring, meskipun sangat jarang terjadi. Hubungan antara
LPR dan karsinoma laring saat ini masih belum jelas dan sedang diteliti.3
BAB III
KESIMPULAN
LPR adalah salah satu gangguan disfungsi aerodigestif yang paling umum dan penting,
namun kurang terdiagnosis dan kurang dirawat di perawatan primer. Gangguan ini
memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup, namun sering sulit didiagnosis karena gejala
dan tanda yang bervariasi dan kurangnya indikator diagnostik yang pasti. Terapi yang tepat
dengan modifikasi gaya hidup haruslah adekuat untuk mengelakkan komplikasi akibat LPR
yang berkepanjangan.
Daftar pustaka
1. Salihefendic N, Zildzic M, Cabric E. Laryngopharyngeal Reflux Disease - LPRD. Med
Arch (Sarajevo, Bosnia Herzegovina) [Internet]. 2017 Jun;71(3):215–8. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/28974837
2. Sa’an N binti, Asyari A, Fitri F. Gambaran Pasien Laryngopharyngeal Reflux di Bagian
Poliklinik THT-. J Ilmu Kesehat Indones. 2020;1(2):43–9.
3. Brown J, Shermetaro C. Laryngopharyngeal Reflux. In Treasure Island (FL); 2021.
4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Dwi Restuti R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala & Leher. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2017.
5. THANC Guide. Nasopharyngeal Cancer: Anatomy [Internet]. [cited 2021 Juli 13].
Available from: https://thancguide.org/cancer-
types/throat/pharyngeal/nasopharyngeal/anatomy/
6. Ferhatoglu MF. Anatomy of Esophagus. In: Chai TKE-J, editor. Rijeka: IntechOpen;
2017. p. Ch. 1. Available from: https://doi.org/10.5772/intechopen.69583
7. Fraser-Kirk K. Laryngopharyngeal reflux: A confounding cause of aerodigestive
dysfunction . Aust Fam Physician [Internet]. 2017 Jan 1;46:34–9. Available from:
http://www.racgp.org.au/afp/2017/januaryfebruary/laryngopharyngeal-reflux-a-
confounding-cause-of-aerodigestive-dysfunction/
8. Lechien JR, Saussez S, Muls V, Barillari MR, Chiesa-Estomba CM, Hans S, et al.
Laryngopharyngeal Reflux: A State-of-the-Art Algorithm Management for Primary Care
Physicians. Vol. 9, Journal of Clinical Medicine . 2020.
9. Amsyar Akil M, Ayu Hasroni RS, Kadir A, Akil F. The correlation between the
characteristic of reflux based on 24 hours-multichannel intraluminal impedance-ph
monitoring with the quality of life of refractory laryngopharyngeal reflux patients.
Medico-Legal Updat. 2020;20(3):701–7.
10. Sakin YS, Vardar R, Sezgin B, Cetin ZE, Alev Y, Yildirim E, et al. The diagnostic value
of 24-hour ambulatory intraesophageal pH-impedance in patients with laryngopharyngeal
reflux symptoms comparable with typical symptoms. United Eur Gastroenterol J.
2017;5(5):632–40.
11. Lai C-J, Chang W-C, Huang C-H, Liu C-M, Lo Y-C, Cheng Y-J. Detecting intraoperative
gastric regurgitation by using preattached esophageal multichannel intraluminal
impedance and pH monitoring on a solid-state manometry: a case series study. J Clin
Monit Comput [Internet]. 2020;34(4):853–9. Available from:
https://doi.org/10.1007/s10877-019-00380-2
12. Lechien JR, Hans S, Bobin F, Calvo-Henriquez C, Saussez S, Karkos PD. Atypical
Clinical Presentation of Laryngopharyngeal Reflux: A 5-Year Case Series. J Clin Med
[Internet]. 2021;10(11). Available from: https://www.mdpi.com/2077-0383/10/11/2439
13. Hoppo T, Sanz AF, Nason KS, Carroll TL, Rosen C, Normolle DP, et al. How much
pharyngeal exposure is “normal”? Normative data for laryngopharyngeal reflux events
using hypopharyngeal multichannel intraluminal impedance (HMII). J Gastrointest Surg
[Internet]. 2012 Jan;16(1):16—24; discussion 24—5. Available from:
https://europepmc.org/articles/PMC4091908
14. Lechien JR, Mouawad F, Barillari MR, Nacci A, Khoddami SM, Enver N, et al.
Treatment of laryngopharyngeal reflux disease: A systematic review. World J Clin cases
[Internet]. 2019 Oct 6;7(19):2995–3011. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31624747
15. Chiba T. Laryngopharyngeal reflux disease (LPRD) –Review article-. Med Res Arch.
2017;5(2).