Disusun oleh :
Scherlly Reviana
030.11.269
Pembimbing:
dr. Fahmi Novel, Sp. THT-KL, MSi. Med
dr. Heri Puryanto, MSc, Sp.THT-KL
LAPORAN KASUS
Oleh :
Scherlly Reviana
030.11.269
Kepanitraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorok- Bedah Kepala & Leher
Pembimbing I Pembimbing II
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB 1. PENDAHULUAN.. 3
BAB V. KESIMPULAN. 45
DAFTAR PUSTAKA. 46
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor tonsil dapat mengenai berbagai macam populasi. Utamanya pasien dengan
tumor tonsil memiliki riwayat pajanan rokok dan alcohol untuk waktu lama. Data
menunjukkan bahwa ditemukan infeksi HPV (human papilloma virus) pada tumor
primer orofaring dan pada karsinoma tonsillar, menunjukkan bahwa orofaring dan
cincin Waldeyer tonsil merupakan tempat predileksi onkogenesis yang berhubungan
dengan infeksi HPV.
Keganasan tonsil adalah keganasan kepala dan leher kedua yang sering dijumpai
setelah karsinoma laring di Amerika Serikat. Secara histopatologi 90-95% dari lesi ini
adalah karsinoma sel skuamosa, sedangkan 10% berasal dari limfoma. Banyak pasien
dengan keganasan tonsil muncul dengan penyakit lanjut karena lesi awal umumnya
tanpa gejala ketika ukuran tumor masih kecil, gejala berkurang pada sekitar 67-77%
dari pasien dengan tumor lebih besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus
regional. Dengan presentase gejala klinik di leher, sekitar 45% dari lesi arcus tonsil
anterior dan 76% dari lesi fosa tonsil.1
Limfoma maligna merupakan suatu penyakit keganasan primer dari jaringan limfoid
dan jaringan pendukungnya. Penyakit ini dibagi dalam dua golongan besar yaitu
Limfoma Hodgkin dan Limfoma non Hodgkin. Non-Hodgkin lymphoma pada cincin
Waldeyer relative jarang terjadi, dan tonsil palatine merupakan daerah yang paling
sering terkena. Etiologi sebenarnya masih belum dapat dipastikan, namun sejumlah
factor predisposisi sudah dapat ditentukan, diantaranya termasuk infeksi HIV (human
immunodeficiency virus) dan EBV (Epstein-Barr virus).2
Non-Hodgkin lymphoma (NHL) pada rongga mulut dan orofaring mengisi 13% dari
semua NHL ekstranodal primer, dengan sekitar 70% diantaranya terjadi pada tonsil.
Tonsil palatine merupakan tempat yang paling sering terkena, diikuti degan palatum,
gingiva, dan lidah. 2
Pada laporan kasus ini dibahas pasien dengan pembesaran tonsil pada satu sisi. Tujuan
dari pembuatan laporan kasus untuk mengindentifikasi gejala yang berkaitan dengan
tumor tonsil yang akan menuju pada penegakan diagnosis tersebut dan
penatalaksanaannya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
4
Tonsila lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu berlekuk-lekuk atau
bercabang dibandingkan dengan tonsila palatina. Hal yang sama pada adenoid, dan
terdapat kripta yang kurang jelas atau pembentukan celah dalam kumpulan limfoid
lain dalam fosa Rosenmuller dan dinding faring .
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut
atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot dibagian
tersebut. Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole
berhubungan dengan nervus vagus. 4
Fossa Tonsil
Fossa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas-batasnya adalah :
Fossa tonsil diliputi oleh fascia yang merupakan bagian dari fascia bukofaring dan
disebut kapsul yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya. 5
5
Gambar 2.2. Fossa Tonsil
Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yang membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer, yaitu :
6
Tonsil Faringeal
Tonsil faringeal adalah tonsil tunggal yang terdapat dibagian postero-superior faring.
Tonsil faringeal merupakan massa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di
bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Tonsil faringeal tidak mempunyai
kriptus dan terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan tonsil faringeal di
nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi
pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal
antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.3
Tonsil Palatina
Tonsil palatina sering disebut sebagai tonsil saja. Terletak didalam fossa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong
7
faring kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan
medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus.
Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam
kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fascia faring yang sering juga disebut
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah
dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor,
arteri palatina ascenden, cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri faring ascenden
dan arteri lingualis dorsal.5
Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B
membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil
adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen,
interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang
immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area
8
ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel
limfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu
1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ
utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 6
Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak didasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Digaris tengah, disebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata. Tempat ini kadang-
kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara khusus merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual atau kista duktus tiroglosus.6
9
Tabel 2.1. Klasifikasi Ukuran Tonsil
Tumor tonsil adalah neoplasma atau lesi padat yang terbentuk akibat pertumbuhan sel
tubuh yang tidak semestinya pada daerah tonsil. Penyakit tonsil dan adenoid
merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi dalam masyarakat. Nyeri
tenggorokan, infeksi saluran nafas atas dan penyakit telinga yang terkait adalah
keluhan yang paling sering ditemukan.
Klasifikasi
Tumor tonsil dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu tumor tonsil jinak dan
tumor tonsil ganas. Penting bagi kita untuk mengetahui jenis, cara mendiagnosa dan
penatalaksanaannya sehingga kita tidak terlambat dalam menerapi pasien sehingga
dapat meningkatkan prognosis dan angka harapan hidup.7
10
1. Kista Tonsil
Kista epitel tonsil merupakan jenis yang cukup sering. Permukaannya berkilau, halus
dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan gejala apapun, akan
tetapi kista yang lebih besar akan menyebabkan suatu benjolan ditenggorokan dan
mungkin perlu dioperasi.
2. Papiloma Tonsil
Papiloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil atau
pilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar anterior pada bagian
posteriornya.
3. Polip Tonsil
11
Gambar 2.11. Polip Tonsil
1. Karsinoma Tonsil
Definisi
Karsinoma yang mengenai daerah tonsil. Karsinoma tonsil adalah keganasan kepala
dan leher kedua yang sering dijumpai setelah karsinoma laring di Amerika Serikat.
Epidemiologi
Beberapa penelitian telah menilai perubahan angka kejadian kanker tonsil dari waktu
ke waktu. Frisch menggunakan program SEER untuk menilai adanya perubahan
dalam angka kejadian kanker tonsil antara tahun 1973-1995 dan menemukan angka
kejadian tiap tahun meningkat pada pria (2,7% pada kulit hitam dan 1,9% pada kulit
putih ), sementara tidak ada kenaikan serupa terlihat pada kanker oral lainnya. Di
Finlandia dilakukan juga penelitian secara nasional yang mencakup seluruh penduduk
dan ditemukan peningkatan 2 kali lipat pada kanker tonsil dalam 40 tahun terakhir
pada laki-laki dan perempuan.
Etiologi
- Perokok
Aktivasi Glutation S-transferase (GST) menjadi rusak sehingga mengurangi
kapasitas detoksikasi karsinogen tembakau. Saat merokok, panas yang
ditimbulkan, kandungan bahan, dan pupa merupakan faktor yang mengiritasi.
Semakin tinggi kandungan tar maka resikonya menjadi meningkat.
12
- Peminum alkohol
Alkohol mengandung karsinogen atau prokarsinogen, termasuk
kontaminan dari nitrosamin dan uretan selain etanol. Etanol dimetabolisme
oleh alkohol-dehidrogenase dan oleh sitokrom P450 menjadi asetaldehid
yang bersifat karsinogen. Enzim metabolisme karsinogen berperan pada
individu tertentu. Alkohol dehidrogenase mengoksidasi etanol menjadi
asetaldehid yang sitotoksik dan menghasikan radikal bebas serta basa
DNA hidroksilasi.
- Pemakan sirih
Menyebabkan iritasi dari kontak langsung bahan karsinogen dengan
membran mukosa.
- Iritasi lokal
Iritasi yang berulang pada daerah tonsil dapat meningkatkan resiko terkena
karsinoma tonsil dikarenakan infeksi yang terus menerus didaerah
tersebut.
- Suka minum panas
Menyebabkan iritasi dengan membran mukosa.
- Infeksi
Kebanyakan disebabkan oleh Candida albicans dan virus.
- Higienis mulut yang kurang dijaga
Dengan minimnya higiene mulut maka akan menyebabkan resiko infeksi
yang lebih tinggi karena kuman atau bakteri yang ada disana, keadaan gigi
geligi yang rusak juga dapat menyebabkan faktor resiko karena gigi geligi
yang rusak dapat menjadi sumber infeksi.
- Defisiensi nutrisi atau besi
Kurangnya diet buah dan sayuran dapat menyebabkan karsinoma tonsil
karena pada buah dan sayuran didapatkan antioksidan yang mengikat
molekul berbahaya penyebab mutasi gen sehingga mencegah terjadinya
kanker.
- Paparan radiasi
Dengan adanya paparan radiasi dapat menyebabkan mutasi gen sehingga
lebih meningkatkan resiko terkena karsinoma tonsil.
- Yang terbaru adalah adanya pengaruh virus Epstein-Barr (EBV) dan
HPV (Human Papilloma Virus ).
Patogenesis
- Energi Radiasi
13
Sinar ultraviolet, sinar X dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan
karsinogenik. Radiasi dari ultraviolet dapat menyebabkan terbentuknya dimmer
pirimidin. Kerusakan pada DNA diperkirakan menjadi mekanisme dasar timbulnya
karsinogenitas akibat energi radiasi. Selain itu, sinar radiasi menyebabkan
terbentuknya radikal bebas didalam jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat
berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya sehingga terjadi kerusakan
molekular.
- Senyawa Kimia
Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan senyawa kimia
dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan, atau gaya hidup. Adanya interaksi
senyawa kimia karsinogen dengan DNA dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA.
Kerusakan ini ada yang masih dapat diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada
DNA yang tidak dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab timbulnya proses
karsinogenesis.
- Virus
Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya infeksi
virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi maligna, hanya saja
bagaimana protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui
secara pasti.
Patofisiologi
Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai pertumbuhan sel
yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik, bersamaan dengan atau
setelah inisiasi, terjadi proses promosi yang dipicu oleh promotor sehingga terbentuk
sel yang polimorfis dan anaplastik. Selanjutnya terjadi progesi yang ditandai dengan
invasi sel-sel ganas ke membran basalis. 8
Faktor utama yang menyebabkan inisiasi keganasan adalah akibat ketidakmampuan
DNA untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya transformasi sel akibat
paparan onkogen. kerusakan pada DNA meliputi hilangnya atau bertambahnya
kromosom, penyusunan ulang kromosom dan penghapusan kode kromosom.
Penghapusan atau penggandaan bagian kromosom memungkinkan untuk ditempati
oleh onkogen atau gen supresor tumor sedangkan penyusunan ulang kromosom dapat
berubah menjadi aktivasi karsinogenik.
14
Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsil. Daerah ini meluas dari trigonum
retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa
tonsilarnya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior
pada palatum mole.
Diagnosa
Anamnesa
- Awal
Gangguan menelan yaitu rasa tidak enak/sakit/perasaan menusuk
Kadang ada darah pada saliva
Nyeri menjalar pada telinga ( otalgia ) karena nyeri alih (referred pain)
Unilateral tetapi bisa juga bilateral
Merasa seperti ada benda asing
Rasa nyeri dilidah dan gangguan gerakan lidah
- Lanjut
Trismus
Hipersalivasi
Foetor ex ore
a. Inspeksi ( Tonsil )
15
membiarkan lidah tetap berada didasar mulut akan membuatnya dapat
dilihat dengan lebih baik.
Pemeriksa memegang spatula lidah dengan tangan kanannya dan sumber
cahaya ditangan kirinya atau dapat melalui head lamp.
Spatula lidah harus diletakkan pada sepertiga tengah lidah. Lidah ditekan
dan dibawa kedepan.
Kemudian kita mulai menilai adanya pembesaran unilateral, bagaimana
keadaan permukaannya umumnya tidak rata dan adanya ulserasi atau
tidak.
b. Palpasi ( leher )
Posisi pasien duduk dan kepala pasien sedikit fleksi, kemudian lakukan
palpasi dengan jari tangan kiri dan kanan kita dari anterior maupun
posterior .
Nilailah apa teraba massa tumor ( letak, besar, konsistensi, fiksasi pada
kulit dan jaringan sekitarnya ) dan pembesaran kelenjar regional ( lokasi,
ukuran dan jumlah ).
c. Laringoskopi Indirek
Kita siapkan head lamp , cermin laring dan kasa.
Pakailah head lamp. Pasien posisi duduk dan disuruh membuka mulut.
Cermin laring dipanaskan dengan menggunakan korek api ( sumber
panas ) kemudian kita tekankan pada kulit tangan kita agar memastikan
tidak terlalu panas saat akan dimasukan kedalam mulut, suhu yang
diharapkan adalah hangat. Tujuan dipanaskan adalah agar tidak berembun
sewaktu pasien bernafas.
Evaluasi dan umumnya ditemukan perluasan ke pangkal lidah, arkus
anterior-posterior.
d. Pemeriksaan dengan jari telunjuk
Ada atau tidaknya fiksasi palatum atau lidah.
16
Biasanya ditemukan adanya ekstensi ke nasofaring, permukaan atas
palatum mole.
Pemeriksaan Penunjang
b. Laboratorium
Disini kita lebih melihat pada fungsi hepar agar kita dapat mengetahui kemungkinan
riwayat minum alkohol.
c. Radiologi
CT scan leher dengan atau tanpa kontras untuk menilai metastasis luas
tumor.
CT scan thorax untuk menilai metastasis khususnya kedaerah paru-paru.
MRI untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak.
d. Panendoskopi
Panendoskopi merupakan tindakan operatif endoskopi untuk memastikan diagnosa
dan staging dan mengetahui adanya synchronous primary tumor, meliputi
laringoskopi direk, esofagoskopi dan trakeo-bronkoskopi.
Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Comimitee on Cancer (AJCC) edisi
ke-6. Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian, ukuran, jumlah, dan
lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau tidak (M). 8
17
Tx : tumor primer tidak dapat dinilai
T1 : Diameter tumor 2 cm
T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ekstrinsik, otot
pterygoid medial, palatum durum atau mandibula.
Metastase jauh
18
M1 : Terdapat metastase jauh
Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage II T2 N0 M0
Stage III T1,T2 N1 M0
T3 N0,N1 M0
Stage IVa T1,T2,T3 N2 M0
T4a N0,N1,N2 M0
Stage IVb T4b Any N M0
Any T N3 M0
Stage IVc Any T Any N M1
Penatalaksanaan
Prinsip terapi adalah pembedahan , radioterapi ataupun kombinasi keduanya maupun
kemoterapi. Pada dasarnya terapi didasarkan pada stadium tumor yaitu berdasarkan
ukuran tumor, ada atau tidaknya metastase ke kelenjar limfe, ketersediaan fasilitas
radioterapi atau bedah, keadaan umum pasien dan persetujuan pasien.
- Stadium I dan II
Dilakukan operasi ekstirpasi tumor dan diteruskan dengan radiasi.
- Stadium III dan IV
Jika masih operable dilakukan operasi yang diikuti dengan kemoterapi dan
radiasi. Operasi yang dilakukan berupa reseksi tumor dan jika perlu dapat
dikombinasi dengan diseksi leher radikal.
Prognosis
Prognosis tergantung pada stadium tumor saat didiagnosis. Semakin lanjut
stadiumnya maka semakin jelek prognosisnya. Jika tumor sudah masuk ke dalam
jaringan, prognosis menjadi lebih jelek dan pada terapi sering harus diikuti dengan
diseksi leher. Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil
berdasarkan stadium tumor :
o Stadium I : 80 %
o Stadium II : 70 %
o Stadium III : 40 %
o Stadium IV : 30%
19
2.3 Diagnosis Banding
1. Limfoma Tonsil
Limfoma merupakan jenis yang paling umum kedua pada keganasan tonsil. Limfoma
tonsil biasanya ditandai dengan massa submukosa dan pembesaran asimetris pada
salah satu tonsil. Bila terdapat limfadenopati, maka pembesaran kelenjar getah bening
diamati pada sisi yang sama.
Definisi
Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam
kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau
akumulasi sel-sel jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).
Dinegara maju, limfoma relatif jarang yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang ada.
Akan tetapi menurut laporan berbagai sentral patologi diIndonesia, tumor ini
merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit. Limfoma
Hodgkin sering terjadi pada usia 20-40 tahun dan sesudah 50 tahun sedangkan
20
limfoma non-hodgkin sering terjadi pada usia tua dengan puncaknya pada usia diatas
60 tahun.9
Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebab pastinya belum
diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein Barr virus. Adanya
peningkatan insiden penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok
penderita AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome ) pengidap virus HIV karena
inflamasi kronis karena penyakit autoimun, faktor lingkungan seperti pajanan bahan
kimia ( pestisida, herbisida, bahan kimia organik,dan lain-lain ) serta paparan radiasi,
dan kemungkinan faktor genetik. 9
Klasifikasi
Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopis dari
kelenjar limfe yang terlibat. Dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Limfoma Hodgkin
dan Limfoma non-Hodgkin. Kelompok terakhir kemudian dibagi kedalam sarkoma
sel retikulum dan limfosarkoma.
21
perjalanan penyakit lebih panjang, reaksi lebih pendek, mudah kambuh, prognosis
terapi lebih baik lebih buruk
Tabel 2.3. Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma non
Hodgkin (NHL)
Limfoma Hodgkin dibagi lagi menjadi empat jenis yaitu Limfosit predominan,
sklerosis nodular, sel-sel campur, pengurangan limfosit. Limfoma non-hodgkin lebih
kompleks dan tergantung pada sifat-sifat morfologik maupun imunologik. Telah
dikembangkan tiga sistem. Rappaport yang membagi-bagi tumor kedalam limfositik
berdiferensiasi baik, limfositik berdiferensiasi buruk, histiosit-limfosit campuran, dan
berdiferensiasi buruk yang difus.10
22
Gambar 2.14. Stadium Limfoma
Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh
manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan.
Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur
apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi, gen ini dapat bermutasi menjadi onkogen yang produknya dapat
menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen yang
dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja secara
sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi
aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor tumor,
maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti.11
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur apoptosis
dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang mengatur
apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram, sehingga sel
tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini
mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati
menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga
proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan
DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel
normal menjadi sel kanker. 11
23
Diagnosis
Anamnesa
Pemeriksaan penunjang
o Darah Lengkap
o Alkali Fosfat, SGOT dan SGPT untuk melihat adanya keterlibatan hati.
o FNAB ( Fine Needle Aspiration Biopsy )
Ciri khas Limfoma Hodgkin adalah populasi Limfosit, Pleomorfik dan adanya sel
Reed Sternberg. Apabila sel Reed Sternberg sulit ditemukan adanya sel Hodgkin
berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat dipertimbangkan sebagai parameter
sitologi Limfoma Hodgkin. Penyulit diagnosis Sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma
non-Hodgkin adalah kurang sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin yang
hanya mempunyai subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi dapat dipergunakan sebagai
diagnosis definitif. 12
24
Apabila ditemukan sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis maka
sebaiknya kita menggunakan biopsi insisi atau eksisi. Histopatologi biopsi tumor
sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtipe histopatologi
walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas limfoma Hodgkin ataupun limfoma non-
Hodgkin.12
o Radiologi
- Foto Thorax: Untuk mencari kalau ada perluasan mediastinal atau pleural.
- Limfangiografi: Untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe tetapi
sebaiknya tindakan awal kita tetap menggunakan CT-Scan terlebih dahulu
jika negatif baru kita menggunakan limfangiografi karena kadang-kadang
terdapat struktur kelenjar getah bening yang abnormal yang tidak dapat
dilihat dengan CT-Scan sehingga kita menggunakan limfangiografi.
- USG: Untuk mencari kalau ada perluasan ke hati.
- CT-Scan: Untuk mencari kalau ada perluasan ke mediastinal atau pleural.
Penatalaksanaan
- Pembedahan
Pembedahan hanya dilakukan untuk mendukung proses penegakan diagnosis
melalui surgical biopsy.
- Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih
sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak
digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan
radioisotop. Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti
CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
131
langsung, sedangkan radioisotop menggunakan Iodine atau 90Yttrium untuk
irradiasi sel-sel tumor secara selektif. Teknik radiasi yang digunakan
didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation
25
Gambar 2.15. Berbagai macam teknik radiasi
- Kemoterapi
Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca
radiasi. Kemoterapi yang dipakai adalah kombinasi:
COP ( Untuk Limfoma non-Hodgkin)
o Cyclophosphamide 800 mg/m2 hari I
o Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I
o Prednison 60 mg/m2 hari I-VII lalu tappering off
MOPP ( Untuk Limfoma Hodgkin )
o Nitrogrn Mustrad 6 mg/m2 hari I-VIII
o Oncovin 1,4mg/m2 hari I-VIII
o Prednison 60 mg/m2 hari I-XIV
o Procarbazin 100 mg/m2 hari I-XIV
- Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana
interferon- berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat
pemberian kemoterapi.
Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa
pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru,
26
sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi
hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit
sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan
kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan,
neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan
doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor. 13
Prognosis
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan
oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,
sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya
hanya 59%.
2. Tonsilitis Kronik
27
Definisi
Tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan karena
bakteri atau virus, prosesnya bisa akut maupun kronis.
Etiologi
Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty
Arsyad,dkk, 2007) adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan
oleh infeksi virus. 8
Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil berperan
sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan
memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang. 8
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada
korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis
akut dengan detritus disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus
berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai
dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.
Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan
kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada
sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit
pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,
belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak
menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak melebar,
lebih besar lagi sehingga terbentuk membrane semu (Pseudomembran),
sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka
epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi
oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
28
timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
Klasifikasi
a. Tonsilitis Akut
o Tonsilitis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein Barr. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut
supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan
rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil
yang sangat nyeri dirasakan pasien. 8
o Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus,
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada
lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk
29
alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
b. Tonsilitis Membranosa
o Tonsilitis difteri
Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman
Corynebacterium diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada
anak-anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada
usia 2-5 tahun.
30
Gambar 2.17. Tonsilitis Difteri
c. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
31
Gambar 2.19. Tonsilitis Kronik
Diagnosis
o Anamnesa
Gejala yang ditemukan pada umumnya adalah :
Nyeri tenggorokan
Disfagia bahkan pada derajat yang berat pasien sulit dan
menolak makan dan minum melalui mulut
Suhu badan meningkat terutama pada tonsillitis akut
Kadang-kadang ditemukan otalgia
o Pemeriksaan Fisik
Tonsilitis kronik
Tonsil tampak membesar dengan adanya hipertrofi
jaringan parut. Sebagian kripta tampak mengalami
stenosis, tapi eksudat yang seringkali purulen dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.
Tetapi dapat pula ditemukan tonsil yang kecil dan
biasanya membuat lekukan dimana tepinya hiperemis
dan terdapat sejumlah kecil sekret purulen yang tipis,
seringkali dapat diperlihatkan dari kripta.
o Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan jenis bakteri,
pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap
darah.
32
Kultur
Komplikasi
1. Abses peritonsil
2. Otitis media akut
3. Mastoiditis akut
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis
Penatalaksanaan
Pada semua kasus tonsilitis ada indikasi untuk dilakukan tonsilektomi. Menurut
the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Clinical
Indicators Compendium tahun 1995, indikasi tonsilektomi adalah :
Teknik Operasi
1. Teknik Guilottine
Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan
cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-
33
negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di bagian THT FKUI/RSCM cara ini
biasanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum.
Teknik :
a) Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator disisi kanan
berhadapan dengan pasien.
b) Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan
pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.
c) Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut
kiri.
d) Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub
bawah tonsil dimasukkan ke dalam lubang guillotine.
e) Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh
jaringan tonsil masuk ke dalam lubang guillotine.
f) Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.
g) Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine,
dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat
keluar.
h) Perdarahan dirawat.
Keuntungan :
a) Dikenal sebagai cara yang cepat dan praktis
b) Komplikasi anestesi kecil
c) Biaya lebih murah
Kerugian :
a) Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat
b) Dapat timbul perdarahan yang hebat
2. Teknik Diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Di Bagian THT
FKU1/RSCM cara ini paling sering digunakan pada pembedahan tonsil orang
dewasa.
Teknik :
a) Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala
sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.
b) Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.
34
c) Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial.
d) Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari
fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan
menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat.
e) Perdarahan dirawat.
Keuntungan :
a) Perdarahan pasca operasi minimal
b) Dapat mengangkat seluruh jaringan tonsil
Kerugian :
a) Nyeri hebat pasca-operasi
b) Durasi operasi lebih lama
c) Nyeri pascaoperasi yang signifikan akibat digunakannya elektrokauter untuk
hemostasis
d) Resiko perdarahan intraoperatif tinggi
3. Teknik Elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi
untuk mengontrol perdarahan.
Keuntungan :
a) Perdarahan minimal
b) Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan
konduksi saraf atau jantung
c) Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan
memotong dan hemostase dalam satu prosedur
d) Dapat digunakan sebagai tambahan pada prosedur operasi lain
Kerugian :
a) Menyebabkan luka bakar pada jaringan sekitar yang mengakibatkan
ketidaknyamanan pasca operasi
b) Memiliki energi listrik yang ditransfer ke atau melalui pasien, sehingga tidak ada
stray energi (energi yang tersasar) yang dapat menyebabkan syok atau luka bakar
4. Teknik Radiofrekuensi
Pada teknik ini elektrode radiofrekuensi disisipkan langsung ke jaringan. Densitas
baru di sekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian
35
jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan
yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.14
Keuntungan :
a) Proses ini terjadi pada suhu rendah (400C-700C), sehingga cedera jaringan sekitar
minimal dan perdarahan saat operasi lebih sedikit
b) Nyeri pasca operasi lebih ringan karena tidak terdapat luka operasi yang terbuka
c) Durasi operasi lebih singkat dan kadar penyembuhan lebih cepat
d) Hanya memerlukan sedasi ringan atau anestesi lokal
e) Jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang
volumenya
f) Menurunkan morbiditas tonsilektomi
g) Biaya relatif lebih murah dibanding beberapa teknik modern lainnya
Kerugian :
a) Tidak efektif untuk tonsilitis kronik dan rekuren
b) Biaya lebih tinggi
6. Teknik Coblation
Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unik karena dapat
memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan.
Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari frekuensi bipolar
untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok
plasma dan terkumpul di sekitar elektroda. Kelompok plasma tersebut mengandung
suatu partikel yang terionisasi dan akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil.
Selain memecah ikatan molekular pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi
molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan
jaringan sekitar.14
Keuntungan :
a) Kerusakan jaringan sekitar minimal
b) Dapat mengangkat seluruh atau sebagian dari jaringan tonsil
c) Dapat digunakan untuk tonsil yang hipertrofi dan infeksi kronik atau rekuren
d) Nyeri ringan pasca-operasi, dan penyembuhan cepat
Kerugian :
a) Komplikasi utama adalah perdarahan
b) Dapat menyebabkan pembengkakan masif dari uvula
36
c) Dilakukan di bawah anestesi umum di kamar operasi
8. Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau Potassium Titanyl Phosphat
untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil.
Keuntungan :
a) Mengurangi volume tonsil
b) Menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.
c) Efektif untuk tonsilitis kronik dan rekuren, nyeri tenggorok kronik, halitosis berat,
dan obstruksi saluran nafas akibat pembesaran tonsil
d) Nyeri pasca-operasi minimal, morbiditas menurun, dan kebutuhan analgesia pasca-
operasi berkurang
Kerugian :
a) Sisa tonsil dapat tumbuh kembali
b) Memerlukan biaya yang tinggi
BAB III
LAPORAN KASUS
37
3.2. Anamnesis
1. Keluhan utama
Nyeri menelan sejak 2 bulan yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSUD Kardinah dengan keluhan nyeri menelan
sejak 2 bulan lalu. Pasien juga mengeluh beberapa kali tersedak saat sedang
makan, merasa nyeri di tenggorokan dan pilek. Keluhan juga disertai dengan
nyeri kepala sebelah kanan yang hilang timbul, mendadak, paling sering
pada malam hari. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan tidak
dipicu oleh cahaya ataupun suara. Keluhan dirasakan setelah operasi polip
hidung yang ke-2 pada Agustus 2016 lalu di Bandung. Pasien mengaku
tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun untuk mengobati pusingnya dan
hanya beristirahat saja. Pasien juga mengeluh mengalami penurunan berat
badan dalam 3 bulan terakhir, dari 65 kg menjadi 55 kg. Keluhan lain seperti
batuk, bersin, mual, muntah dan demam sebelumnya disangkal.
Tanda Vital
38
Suhu : 36,6o C
Nadi : 84x/menit
TD : 120/80 mmHg
Pernapasan : 20x/m
b. Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Iklterik (-/-)
Telinga: Status Lokalis
Hidung : Status Lokalis
Mulut : Status Lokalis
Leher : Jejas (-), oedem (-), hematom (-), pembesaran kelenjar getah
bening dan tiroid (-), nyeri tekan (-)
Thorax
Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikularis
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I,II regular, murmur (-), gallop(-)
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus teraba sama di kedua lapang paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, wheezing(-/-), rhonki (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
39
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+), normal
c. Status Lokalis
Telinga
Dextra Sinistra
Normotia, benjolan (-), Normotia, benjolan (-),
nyeri tarik (-), nyeri Daun telinga nyeri tarik (-), nyeri tekan
tekan tragus (-) tragus (-)
Hiperemis (-), fistula (-), Hiperemis (-), fistula (-),
Preaurikuler
oedem(-), sikatriks(-) oedem(-), sikatriks(-)
Hiperemis (-), fistula (-), Hiperemis (-), fistula (-),
oedem(-), sikatriks(-), Retroaurikuler oedem(-), sikatriks(-),
nyeri tekan mastoid (-) nyeri tekan mastoid (-)
Lapang, Hiperemis (-), Kanalis akustikus Lapang, Hiperemis (-),
oedem(-), discharge(-) eksternus oedem(-), discharge(-)
Hiperemis (-), warna Hiperemis (-), warna putih
putih mengkilat, Refleks Membran timpani mengkilat, Refleks cahaya
cahaya (+) (+)
Hidung
Dextra Sinistra
Bulu hidung (+), Bulu hidung (+),
hiperemis(-), benjolan Vestibulum hiperemis(-), benjolan
(-), nyeri (-), sekret(-) (-), nyeri (-), sekret(-)
Tidak terlihat Konka Superior Tidak terlihat
Livid (-), hipertrofi(-), Livid (-), hipertrofi(-),
hiperemis(-), Konka media hiperemis(-),
discharge(-) discharge(-)
Livid (-), hipertrofi(-), Livid (-), hipertrofi(-),
hiperemis(-), Konka inferior hiperemis(-),
discharge(-) discharge(-)
Tidak dapat dinilai Meatus nasi medius Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai Meatus nasi inferior Tidak dapat dinilai
Lapang Cavum nasi Lapang
Deviasi (-) Septum nasi Deviasi (-)
Mulut Trismus(-)
Palatum Simetris, deformitas (-)
Arkus faring Simetris, hiperemis (-)
Mukosa faring Hiperemis(-), granulasi(-), sekret(-)
Dinding faring posterior Hiperemis(-), post nasal drip (-)
Uvula Simetris ditengah, hiperemis (-)
Tonsila Palatina Ukuran : T4/T1
Warna : Hiperemis(+)
Kripta : dalam batas normal
Detritus: -/-
Perlekatan : -
Massa : -
Kemampuan menelan Makanan padat (+), makanan lunak (-), air (+)
Laringoskopi indirek : Tidak dilakukan
Gambar 3.1
41
3.4. Diagnosis
a. Diagnosis kerja
Tumor tonsil jinak
b. Diagnosis Banding
Tonsilitis kronik
Limfoma Non Hodgkin
42
Gambar 3.2 Hasil Pemeriksaan Biopsi
3.5. Penatalaksanaan
Wide eksisi tumor tonsil PA
Instruksi post op:
o Awasi perdarahan
o IVFD RL 20 tpm + ketorolac 1 amp
o Inj. kalnex 2x1 (IV)
o Inj. Cefotaxime 2x1 gr (IV) skin test
Pulang H+1, terapi pulang:
o Amoxicillin 3x1 (po)
o Asam Mefenamat 3x1 (po)
3.6. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis setelah pasien datang pada poli THT didapatkan gejala-gejala
nyeri menelan dan nyeri tenggorokan, didapatkan pula gejala pilek sebelumnya.
Gejala tersebut merupakan gejala yang sesuai dengan gangguan pada tonsil. Pasien
merasa nyeri saat menelan dikarenakan ukuran tonsil yang membesar sehingga
menyulitkan proses menelan. Begitu pula dengan gejala nyeri pada tenggorokan yang
disebabkan karena peradangan pada tenggorokan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tonsil berukuran T4-T1, hipertrofi tonsil pada satu
sisi ini dicurigai karena meningkatnya jumlah sel tonsil atau proses keganasan. Tonsil
tampak hiperemis karena terjadinya pelebaran pembuluh darah di sekitar tonsil karena
terjadinya proses peradangan. Sementara fungsi menelan dan bernafas pasien tidak
ada kelainan, pasien masih dapat menelan makanan dalam bentuk padat ataupun cair,
44
pasien juga tidak merasa kesulitan bernapas, namun seiring dengan perjalanan
penyakitnya jika pasien tidak segera berobat makan tonsil dapat semakin membesar
dan menutup saluran pernafasan maupun pencernaan.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan biopsy. Pada
pemeriksaan lab darah tidak ada kelainan yang berarti. Biopsi dilakukan di ruang
operasi dengan cara mengambil sedikit sampel tonsil untuk kemudian diperiksa di lab
patologi anatomi. Biopsi juga dapat dilakukan jika dicurigai keganasan. Pada pasien
ini telah dilakukan biopsy dan didapatkan hasil tonsillitis kronik, namun jika masih
memiliki kecurigaan ke arah tumor/keganasan dapat pula dilakukan pemeriksaan
tumor marker.
Untuk penatalaksanaannya dilakukan wide eksisi tumor tonsil kemudian juga dikirim
ke PA untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pasien dipulangkan 1 hari setelah
operasi dan diminta untuk kontrol 1 minggu kemudian dengan membawa hasil PA.
BAB V
KESIMPULAN
45
DAFTAR PUSTAKA
46
9. Thomas RK, Re D, Wolf J, Diehl V. Part I: Hodgkin's lymphoma--molecular
biology of Hodgkin and Reed-Sternberg cells. Lancet
Oncol. Jan 2004;5(1):11-8.
10. Vose JM. Current approaches to the management of non-Hodgkin''s
lymphoma. Semin Oncol. Aug 1998;25(4):483-91.
11. Zhang QY, Foucar K. Bone marrow involvement by Hodgkin and non-
Hodgkin lymphomas. Hematol Oncol Clin North Am. Aug 2009;23(4):873-
902.
12. Hoppe RT, Advani RH, Ambinder RF, et al. Hodgkin disease/lymphoma. J
Natl Compr Canc Netw. Jul 2008;6(6):594-622.
13. Molina A, Pezner RD. Non-Hodgkin's lymphoma. In: Pazdur R, Coia LR,
Hoskins WJ, Wagman LD, eds. Cancer Management: A Multidisciplinary
Approach. 5th ed. Melville, NY: PRR, Inc; 2000:583-618.
47