Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsilitis merupakan penyakit umum. Hampir semua anak di Amerika
Serikat setidaknya mengalami satu episode tonsilitis. Antara 2,5% dan 10,9%
anak merupakan carrier. Prevalensi rata-rata status anak sekolah carrier untuk
Streptococcus group A, penyebab tonsilitis, adalah 15,9%. Anak-anak mencakup
sekitar sepertiga dari 45.000 episode peritonsillar abses diperkirakan di Amerika
Serikat pada tahun 1995. Tonsilitis yang kambuh dilaporkan pada 11,7% anak-
anak Norwegia dalam satu penelitian dan diperkirakan dalam penelitian lain
mempengaruhi 12,1% dari anak Turki. Riwayat keluarga atopi dan tonsilitis dapat
memprediksi terjadinya tonsilitis pada anak-anak mereka.
Prevalensi tonsilitis di Amerika Serikat adalah 7 per 1000 penduduk dan
rata-rata prevalensi masyarakat Amerika Serikat adalah 1 pada 42 penduduk atau
0,70% dari 1,9 juta. Insiden tonsilitis kronik di RS dr. Kariadi Semarang 23,36%
dan 47% di antaranya pada usia 6-15 tahun. Sedangkan di RSUP dr. Hasan
Sadikin pada periode April1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024
pasien tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan.
Gejala klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri
tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk,
nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.
Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat
tidur; gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering mengantuk,
gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar menurun.
Gangguan fungsi normal pada penderita tonsilitis kronik dan dampaknya
terhadap kualitas hidup. Penderita tonsilitis kronik yang terganggu fungsi respirasi
dan menelan dapak mengalami penurunan kualitas hidup.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan antara tonsilitis kronik dengan penurunan kualitas
hidup.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case ini adalah untuk melengkapi syarat Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) bagian Ilmu Penyakit THT di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Solok.

1.3 Manfaat Penulisan


Case ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke
berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil


Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.
Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur
yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar
limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding
posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.

Gambar 2.1 Cincin Waldeyer

a. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil
terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
 Lateral : M. konstriktor faring superior
 Anterior : M. palatoglosus
 Posterior : M. palatofaringeus
 Superior : Palatum mole

3
 Inferior : Tonsil lingual

Gambar 2.2 Anatomi Tonsil

Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat,


folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri
dari jaringan limfoid).
 Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu
batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya
adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk
seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di
sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai
palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah
meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus
hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior
bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan
masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.
 Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan
ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal
adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah
jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.

4
 Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil
terdapat plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang
telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab
kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering
terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.
 Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna,
yaitu 1) A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris
dan A. palatina asenden; 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A.
palatina desenden; 3) A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal; 4)
A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh
A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara
kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil
diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden. Vena-
vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena
lidah dan pleksus faringeal.

Gambar 2.3 Vaskularisasi Tonsil

5
 Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M.
Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya
menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening
eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
 Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui
ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

Gambar 2.4 Persarafan Tonsil

 Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit,
0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi
limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-
75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas
sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting
cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit
sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit
B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ
limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi

6
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu
1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai
organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik.

b. Tonsil Faringeal (Adenoid)


Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan
limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil palatina. Lobus atau segmen
tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan
celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih
rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak
mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,
walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius.
Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid
akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami
regresi.

Gambar 2.5 Adenoid

Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1-T4:


 T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar
anterior-uvula
 T2 : batas medial tonsil melewati ¼ pilar anterior-uvula sampai ½ jarak
pilar anterior-uvula

7
 T3 : batas medial tonsil melewati ½ pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak
pilar anterior-uvula
 T4 : batas medial tonsil melewati ¾ pilar anterior-uvula sampai uvula atau
lebih.

Gambar 2.6 Ukuran Tonsil

8
2.2 Fisiologi Tonsil
Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel
membran), makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi
antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobin spesifik. Juga
terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.
Tonsil merupakan organ limfotik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2
fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik.

2.3 Definisi
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada
tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan
pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada
penderita tonsilitis akut . Tonsilitis kronis timbul karena rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatantonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.4. Etiologi
Virus herpes simplex, Group A beta-hemolyticus Streptococcus pyogenes
(GABHS), Epstein-Barr virus (EBV),sitomegalovirus, adenovirus, dan virus
campak merupakan penyebab sebagian besar kasus faringitis akut dan tonsilitis
akut.Tonsilitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada
tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif.

2.5 Faktor Risiko


• Eksposi kepada orang yang terinfeksi;
• Eksposi kepada asap rokok;
• Paparan asap beracun, asap industri dan polusi udara lainnya;
• Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

9
• Kanak-kanak; remaja dan orang dewasa berusia 65 tahun ke atas;
• Stres;
• Traveler
• Mulut yang tidak higiene
• Kondisi ko-morbid yang mempengaruh sistem imun seperti
hayfever,alergi,kemoterapi,infeksi Epstein-barr virus (EBV),infeksi herpes
simplexvirus (HSV),infeksi sitomegalovirus (CMV) dan infeksi human
immune virus (HIV) atau acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
• Jenis kelamin. Lebih sering terjadi pada wanita.

2.6 Patofisiologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan
terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa dengan submandibula. Detritus merupakan kumpulan
leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi
pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfagia. Kadang
apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan
bernafas. Apabila kedua tonsil bertemu pada garis tengah yang disebut kissing
tonsils dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan. Komplikasi
yang sering terjadi akibat disfagia dan nyeri saat menelan, penderita akan
mengalami malnutrisi yang ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise,
mudah mengantuk. Pembesaran adenoid mungkin dapat menghambat ruang
samping belakang hidung yang membuat kerusakan lewat udara dari hidung ke
tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui mulut. Bila bernafas terus lewat
mulut maka mukosa membrane dari orofaring menjadi kering dan teriritasi,
adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat menyumbat saluran mengakibatkan
berkembangnya otitis.

10
2.7. Gejala Klinis
 Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit
tenggorok, sulit sampai sakit menelan.
 Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala,
demam subfebris, nyeri otot dan persendian.
 Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis
kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis),
tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis),plika tonsilaris anterior
hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional. Pada pemeriksaan
tampak tonsil membesar dengan permukaanyang tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang
mengganjal ditenggorokan, dirasakan kering di tenggorokan dan nafas
berbau.

2.8. Diagnosis
Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%
diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang
dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu
menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada
demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan fisik pasien dengan tonsilitis dapat menemukan:
o Demam dan pembesaran pada tonsil yang inflamasi serta ditutupi
pus.
o Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau
material menyerupai keju.
o Group A beta-hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS) dapat
menyebabkan tonsilitis yang berasosiasi dengan perjumpaan
petechiae palatal.
o Pernapasan melalui mulut serta suara terendam disebabkan
pembesaran tonsil yang obstruktif.

11
o Tenderness pada kelenjar getah bening servikal.
o Tanda dehidrasi ( pada pemeriksaan kulit dan mukosa ).
o Pembesaran unilateral pada salah satu sisi tonsil disebabkan abses
peritonsilar.
o Rahang kaku, kesulitan membuka mulut serta nyeri menjalar ke
telinga mungkin didapati pada tingkat keparahan yang berbeda.
o Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan
mukosa faring, tanda ini merupakan tanda penting untuk
menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil
o Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil
biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat
juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar
detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe
angulus mandibula.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Rapid Antigen Display Test (RADT) dikembangkan untuk identifikasi
streptokokus Grup A dengan melakukan apusan tenggorokan. Meskipun tes ini
lebih mahal daripada kultur agar darah, tesnya memberikan hasil yang lebih cepat.
RADT memiliki akurasi 93% dan spesifisitas > 95% dibandingkan dengan kultur
darah. Hasil tes false positive jarang berlaku. Identifikasi yang cepat dan
pengobatan pasien dapat mengurangi resiko penyebaran tonsilitis yang disebabkan
oleh streptokokus grup A dan terapi yang tepat dapat diperkenalkan. Suatu
penelitian dilakukan di Iraq untuk membandingkan antara swab tenggorokan dan
kultur tonsil core pada tonsilitis kronis. Patogen terdeteksi sebanyak 41% pada
swab dibandingkan 90,4% di tonsil core, sedangkan flora normal yang terdeteksi
adalah sebanyak 58,9% pada swab dibandingkan 9,59% di tonsil core.

2.10 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene
mulut yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif

12
tidak memberikan hasil. Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan
antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10 hari. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi
penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin. Penggunaan terapi
antibiotika amat disarankan pada pasien tonsilitis kronis dengan penyakit
kardiovaskular. Obstruksi jalan nafas harus ditatalaksana dengan memasang
nasal airway device, diberi kortikosteroid secara intravena dan diadministrasi
humidified oxygen. Pasien harus diobservasi sehingga terbebas dari obstruksi jalan
nafas.
2. Operatif
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
3. Indikasi tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat
perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat
ini.Dulu diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang.Saat ini indikasi
utama adalah obstruksi saluran nafas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan The
American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNS)
tahun 2011 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:
1. Indikasi absolut
 Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,disfagia
berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal.
 Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan
drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.
 Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.
 Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi.
2. Indikasi relatif
 Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
pengobatan medik yang adekuat.
 Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap
pengobatan medik.

13
 Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap ß-
laktamase.
3. Kontra-indikasi
 Riwayat penyakit perdarahan
 Risiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol
 Anemia
 Infeksi akut

2.11 Komplikasi
o Abses peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptokokus grup A. Paling sering terjadi pada penderita dengan serangan
berulang. Gejala adalah malaise yang bermakna, odinofagia yang berat dan
trismus .
o Otitis media akut
Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustachi) dan mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan
otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
o Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-
sel mastoid (Mansjoer, 2000).
o Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk
larynx.
o Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih
dari sinus paranasal.Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan
berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa. (Reeves,
Roux, Lockhart, 2001).

14
o Rinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
Nasopharynx.

2.11 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat.Gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi
pada telinga dan sinus.Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber
dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia (Edgren, 2002).

2.12 Pencegahan
Kemungkinan seseorang menderita penyakit itu dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti keturunan, lingkungan, dan pola makan individu tersebut. Dalam hal
ini pola makan memiliki peran yang sangat besar terhadap kesehatan seseorang,
tidak terkecuali dengan tonsilitis. Selain itu menjaga kebersihan makan dan
minum, kebiasaan berkumur atau menggosok gigi minimal 2 kali sehari dan
mencuci tangan dengan sabun sebelum makan juga sangatlah penting untuk
menghilangkan patogen dan kuman-kuman yang menempel ditangan yang tidak
kita sadari selama beraktivitas sehari-hari.

15
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. V
Umur : 718Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gaung, Solok
Suku bangsa : Minangkabau
No. MR : 214443

ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Seorang pasien laki-laki usia 18 tahun datang ke Poliklinik THT RS M Natsir
dengan keluhan rasa mengganjal ditenggorokan sejak 10 hari sebelum ke
poliklinik.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Seorang pasien laki-laki usia 18 tahun datang ke Poliklinik THT RS M
Natsir dengan keluhan rasa mengganjal ditenggorokan sejak 10 hari
sebelum ke poliklinik.
 Pasien mengatakan keluhan sudah mulai dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.
 Pasien mengatakan keluhan dirasakan hilang timbul, keluhan sempat
hilang tetapi mulai dirasakan kembali sejak 10 hari sebelum ke poliklinik.
 Pasien mengatakan keluhan terasa mengganjal di tenggorokan akan terasa
jika pasien sudah minum es terlalu banyak, makan makanan pedas terlalu
sering, makan makanan instan terlalu sering.
 Pasien mengatakan keluhan tidak akan terasa jika pasien mengurangi
minum air dingin dan es.
 Pasien tidak mengeluhkan mata berair, mata perih tidak ada, mata merah
tidak ada, mata gatal tidak ada, sakit telinga tidak ada, telinga berair tidak
ada, telinga berdarah tidak ada, telinga berdenging tidak ada, telinga terasa

16
penuh tidak ada, telinga gatal tidak ada,hidung berdarah tidak ada, hidung
berair tidak ada, hidung gatal tidak ada, hilang penciuman tidak ada,
hidung tersumbat tidak ada, gangguan keseimbangan tidak ada,
tenggorokan kering tidak ada, sulit menelan tidak ada, dan nyeri saat
menelan tidak ada.
 Keluhan juga tidak disertai batuk, demam, sesak nafas, mual / muntah,
dan sakit gigi.
 Nafsu makan pasien baik.
 BAB & BAK dalam keadaan normal.

Riwayat Pengobatan Sebelumnya :


 Pasien pernah melakukan pemeriksaan kesehatan di Padang dengan dokter
dan didiagnosis Tonsilitis, kemudian diberi obat tapi pasien lupa nama
obatnya. Pasien meminum obat secara teratur sampai habis, namun pasien
tidak merasakan perubahan apapun. Efek samping obat seperti gatal, sesak
nafas, mual, dan muntah tidak dirasakan.
Satu minggu yang lalu pasien pergi ke dokter Sp.THT-KL dan dianjurkan
untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat amandel sebelumnya tidak diketahui
 Riwayat trauma tidak ada
 Riwayat diabetes mellitus tidak ada
 Riwayat vertigo tidak ada
 Riwayat hipertensi tidak ada
 Riwayat penyakit jatung tidak ada
 Riwayat asma tidak ada
 Riwayat operasi tidak ada
 Riwayat alergi obat tidak ada
 Riwayat tumor tidak ada

17
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
 Riwayat diabetes mellitus tidak ada
 Riwayat hipertensi tidak ada
 Riwayat asma tidak ada
 Riwayat penyakit jantung tidak ada

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan :


 Pasien adalah pelajar SMA kelas 12 di SMAN 2 Solok.
 Pasien punya kebiasaan minum dingin dan es, makan makanan instan dan
makanan pedas ada sejak SD sampai sekarang.
 Kebiasaan merokok dan minum alkohol tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 130/ 90 mmHg
Frekuensi nadi : 87 ×/menit
Frekuensi nafas : 18 ×/menit
Suhu : 36,8 oC

Pemeriksaan Sistemik
Mata : RC (+/+), Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Toraks : Paru dan jantung dalam batas normal
Abdomen : Supel, NT (-), NL (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Oedema (-/-)

18
STATUS LOKALIS THT
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel. Congenital Tidak ada Tidak ada

Trauma Tidak ada Tidak ada


Radang Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
tragus
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang (N)
Sempit - -
Dinding Liang Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Telinga Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Kuning Kuning
Sekret/serumen kecoklatan kecoklatan
Jumlah Sedikit Sedikit
Jenis Lunak Lunak

Membran timpani
Warna Putih seperti Putih seperti
mutiara mutiara
Utuh Reflex cahaya + +
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada

Jenis Tidak ada Tidak ada


Perforasi
Kuadran - -

19
Pinggir - -
Tidak ada
Massa
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes Garpu Tala
FREKUENSI RINNE WEBER SCHWABACH
(Lateralisasi)
R + Tidak ada Sama dengan
lateralisasi pemeriksa
L + Tidak ada Sama dengan
lateralisasi pemeriksa

Kesan : normal

Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kel. Congenital Tidak ada Tidak ada
Hidung luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal :
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Transluminasi Terang Terang

20
Rinoskopi Anterior :

Vibrise Ada Ada


Vestibulum Radang Tidak ada Tidak ada
Cavum nasi Cukup lapang (N) + +
Sempit - -
Lapang - -
Lokasi - -

Sekret
Jumlah - -
Bau - -
Ukuran eutrofi eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konka inferior Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konka media Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus/deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan rata rata
Warna Merah muda Merah muda
Septum Spina Tidak ada Tidak ada
Kripta Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Massa Permukaan - -
Warna - -
Konsistensi - -

21
Mudah digoyang - -
Pengaruh - -
vasokonstriktor

Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang (N)
Koana Sempit - -
Lapang - -
Warna Merah muda Merah muda
Mukosa Edema Tidak ada Tidak ada
Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

Fossa Warna Merah muda Merah muda


Rossenmuler Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Adenoid Ada /tidak Ada Ada
Muara tuba Tertutup sekret Tidak tertutup Tidak tertutup
eustachius

Lokasi Tidak ada Tidak ada


Ukuran - -
Massa Bentuk - -
Permukaan - -
Post nasal drip Ada/tidak Tida ada Tidak ada
Jenis - -

Orofaring dan Mulut


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Lembab/tidak Lembab
Bibir Warna Merah kecoklatan

22
Edema Tidak ada
Gigi Karies/Radiks Tidak ada Molar 3 bawah
Kesan Oral hygen cukup
Lidah Warna Merah muda
Bentuk Simetris
Deviasi Tidak ada
Massa Tidak ada
Mobilitas Kesegala arah
Palatum durum, Simetris simetris simetris
palatum mole, Warna Merah muda Merah muda
arkus faring Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/Eksudat Tidak ada Tidak ada
Ukuran T2 T3
Warna Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Tonsil Muara Kripti melebar melebar
Destritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Warna Merah muda Merah Muda
Peritonsil Abses Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada
Uvula Bivida Tidak ada Tidak ada
Dinding faring Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Massa Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -

23
Laringoskopi Indirek
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Bentuk Seperti daun Seperti daun
Warna Merah muda Merah muda
Epiglotis Edema Tidak ada Tidak ada
Pinggir rata/ tidak Rata Rata
Massa Tidak ada Tidak ada
Warna Merah muda Merah muda
Edema tidak ada tidak ada
Aritenoid Massa tidak ada tidak ada
Gerakan Ke medial Ke medial
Warna Merah muda Merah muda
Ventricular band Edema tidak ada tidak ada
Massa tidak ada tidak ada
Plika vokalis Warna Putih putih
Gerakan Ke medial Ke medial
Pinggir medial Rata rata
Massa tidak ada tidak ada
Sinus piriformis Massa tidak ada tidak ada
Sekret tidak ada tidak ada
Valekula Massa tidak ada tidak ada
Sekret (jenisnya) tidak ada tidak ada

Pemeriksaan kelenjar getah bening leher


Inspeksi : Tidak terlihat tanda pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Diagnosa kerja :
Tonsilitis kronis

24
Diagnosa banding:
- Abses tonsil
- Tumor tonsil

Pemeriksaan yang sudah dilakukan:


Darah rutin:
Hb : 15,8 gr/dl
Eritrosit : 5.370/mm3
Ht : 45,6%
Leukosit : 6.400/mm3
Trombosit : 379.000/mm3
LED : 7 mm/jam
Kesan : Dalam baas normal

Anti-SARS COV-2 : Non reaktif

Pemeriksaan Anjuran:
- Swab tenggorokan
- ASTO
- Biopsi

Terapi :
 Non Medikamentosa
- Pencegahan
Mengurangi minum es, makan makanan pedas, makan gorengan, makanan
cepat saji, mencuci tangan sebelum makan, tidak sembarangan membeli
makanan, menjaga kebersihan alat alat makan, menyikat gigi 2 kali sehari.
- Pengobatan
Kontrol kepoliklinik bila habis obat 4-5 hari, bila ada demam, bila ada
perdarahan, dan tidak bisa menelan atau minum.
- Mencegah komplikasi
Jika ada tanda-tanda infeksi seperti demam tinggi, kepala terasa sakit

25
hebat, sesak nafas, jantung berdebar-debar, dan nyeri sendi segera bawa ke
layanan kesehatan terdekat.
Stamina Tubuh
Makan makanan bergizi, makanan yang kebersihannya terjaga, istirahat
yang cukup.
 Medikamentosa
- Tonsilektomi

Prognosis :
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad functionam : Malam
- Quo ad sanationam : Bonam

Komplikasi
- Rinitis kronik
- Sinusitis
- Otitis media
- Abses peritonsil

26
ANALISIS KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik THT dengan


keluhan terasa mengganjal di tenggorokan sejak 10 hari sebelum ke poliklinik.
Keluhan sudah dirasakan 6 bulan terakhir tetapi hilang timbul. Pasien mengatakan
keluhan terasa mengganjal di tenggorokan akan terasa jika pasien sudah minum es
terlalu banyak, makan makanan pedas terlalu sering, makan makanan instan
disekolah terlalu sering.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran tonsil kiri T3 kanan T2 saat
ke poliklinik dan tonsil tidak hiperemis. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik diagnosis pasien adalah Tonsilitis Kronik. Penatalaksanaan pada pasien ini
berupa non medikamentosa dengan menghindari faktor pencetus yang dapat
menyebabkan peradangan pada tonsil seperti tidak mengkonsumsi minuman es,
makan makanan yang berminyak, selain itu juga diberikan terapi medikamentosa
rencana tonsilektomi.

27
KESIMPULAN

 Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada


tenggorokan terutama pada usia muda.
 Tonsilitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada
tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif.
 Gejala dari tonsillitis kronik bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok,
sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan.
 Penatalaksanaan pada tonsillitis kronik yaitu dengan pemberian Antibiotik
selama 10 hari dan dapat dilakukan Operasi Tonsilektomi bila peradangan
berulang.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams L George boies L, dkk. Buku Ajar Penyakit THT edisi 12.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta : 2020.
2. Soepardi Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher edisi 6. 2007. FKUI
3. American academy of otolaryngology head and neck dissection. Lesspain
and quicker recovery with coblation assisted tonsillectomy. avaible from:
http://www.medicalnewstoday.com

29

Anda mungkin juga menyukai