Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tonsilitis
1.1 Anatomi Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. 2 Pada tonsil
terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul
jaringan ikat serta kriptus di dalamnya.1.2
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :2
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.
2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring.
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar
ostium tuba auditiva.
Keempat tonsil tersebut, tonsilla lingualis, tonsilla palatina, tonsilla
pharingica dan tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk
saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin
Waldeyer.1,4 Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui
udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi
fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada
usia 5 tahun, dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.3-5
Sistem perdarahan dari tonsil mendapat sumber dari cabang arteri maksilaris
eksterna yang menjadi arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden, arteri
maksilaris interna yang cabangnya menjadi arteri palatina desenden, arteri
lingualis dorsal dan arteri faringeal asenden. Sedangkan aliran limfe berkaitan
dengan KGB servikal profunda bagian superior tepat dibawah muskulus
sternokleidomastoideus.1,4
Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal
kehidupan, yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan
dengan agen dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring terjadi tikungan
jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya tidak datar,
sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian
kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada
permukaan penyusun cincin Waldeyer itu semakin besar.4

Gambar 1. Gambaran Tonsil dalam Cincin Waldeyer


Tonsil Palatina berasal dari perluasan ke lateral kantong faringeal kedua
diserap dan bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar
tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripte tonsillar pertama
terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia
kehamilan 20 minggu.5
Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid di dalam fossa tonsil pada
kedua sudut orofaring, dibatasi oleh pilar anterior dan pilar posterior . Tonsil
berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, dan masing-masing memiliki 10-30
kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh
fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsil.6
Struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah : 1.6
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior
oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm
dibelakang dan lateral tonsila.
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada
dasar lidah. Permukaan medial bentuknya bervariaso dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Di dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang
sering disebut kapsul tonsil, yang tidak melekat erat pada otot faring.1,6
Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n.
Palatina minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX
menyebabkan anestesia pada semua bagian tonsil.7
Dalam aspek imunologi, tonsil merupakan organ yang unik karena
keterlibatannya dalam pembentukan imunitas lokal dan pertahanan imunitas
tubuh. Limfosit B berproliferasi di “germinal center”. Imunoglobulin (Ig G, A, M,
D), komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsillar. Infeksi bakterial kronik pada tonsil akan menyebabkan
terjadinya antibodi lokal, perubahan rasio sel B dan sel T. Efek dari
adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang masih diperdebatkan.
Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin A nasofaring
terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya peningkatan kasus
Hodgkin’s limfoma. Namun bagaimanapun peran tonsil masih tetap kontroversial
dan sekarang ini belum terbukti adanya efek imunologis dari tonsilektomi.7
Sedangkan secara fisiologis tonsil berfungsi sebagai:8,9
1. Membentuk zat – zat antibodi yang terbentuk di dalam sel plasma saat
reaksi seluler.
2. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan
mulut.
Apabila terjadi peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin waldeyer, maka dapat terjadi pembesaran tonsil. Berdasarkan rasio
perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar
anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi
Tabel 1. Derajat tonsil
Derajat Tonsil Keterangan
Derajat 0 Post tonsilektomi
Derajat I Tonsil pada fossa tonsilar, hampir tidak tampak
dibelakang arkus anterior
Derajat II Tonsil tampak dibelakang arkus anterior.
Derajat III Melewati linea paramediana, tetapi belum

1.2 mencapai linea mediana.

Definisi Derajat IV Mencapai linea mediana

Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral
band dinding faring atau Gerlach’s tonsil).2
Penyebaran infeksi melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman.
Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak – anak.2
1.3 Klasifikasi Tonsilitis, yaitu:2,3
a. Tonsilitis Akut
b. Tonsilitis Kronik
c. Tonsilitis Membranosa
1.4 Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis
kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
hygiene mulut yang buruk, penggunaan pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan
pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.2,3 Selain itu, resiko penularan juga
dapat disebabkan oleh terpapar dengan penderita tonsilitis atau yang sedang
terinfeksi saluran pernapasan.10 Menurut penelitian Suyitno dan Sadeli (1995)
dalam Farokah (2003) kekurangan asupan Vitamin C juga merupakan faktor
predisposisi menyebabkan terjadinya Tonsilitis kronik.11
a. Epidemiologi
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di
Indonesia pada bulan September tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi
setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%. Berdasarkan data medical record
tahun 2010 di RSUP dr. M. Djamil padang bagian THT-KL sub bagian laring
faring ditemukkan tonsilitis sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di poliklinik sub
bagian laring faring dan menjalani tonsilektomi sebanyak 163 kasus.2,7
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering
meningkat pada anak usia 5-12 tahun. Tonsilitis paling sering terjadi di negara
subtropis. Pada negara iklim dingin angka kejadian lebih tinggi dibandingkan
dengan yang terjadi di negara tropis, infeksi Streptococcus terjadi di sepanjang
tahun terutama pada waktu musim dingin.1
Determinan pada penderita tonsillitis berupa:9,13
1. Umur
Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis kronis
merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa
muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A
Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14
tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun keatas (Edgren,
2004). Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering
penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni
sebesar 50 %. Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data
penderita Tonsilitis Kronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok
usia 5-14 tahun.
2. Jenis Kelamin
Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia
diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342
(52%) dan wanita 315 (48%). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis kronis, sebanyak
98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita.
3. Suku
Suku terbanyak pada penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan
penelitian yang dilakukan di poliklinik rawat jalan di rumah sakit Serawak
Malaysia adalah suku Bidayuh 38%, Malay 25%, Iban 20%, dan Chinese
14%.
b. Etiologi1,2,14
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon
General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus  hemolitikus yang pada masa
penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi
dalam serum penderita.
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan
kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.
- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.
Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :
1. Streptokokus  hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influensa
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)
c. Patofisiologi1,2,9,15,16
Ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia parenkim atau degenerasi
fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil, namun dapat juga ditemukan tonsil yang
relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis. Brodsky, menjelaskan
durasi maupun beratnya keluhan nyeri tenggorok sulit dijelaskan. Biasanya nyeri
tenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih dari 4 minggu dan kadang dapat
menetap. Brook dan Gober, seperti dikutip oleh Hammouda menjelaskan tonsilitis
kronis adalah suatu kondisi yang merujuk kepada adanya pembesaran tonsil
sebagai akibat infeksi tonsil yang berulang.7, 9

Gambar 2. Tonsilitis kronik dengan eksudasi purulen yang menutupi


kedua tonsil. Pada uvula dan arkus tampak hiperemis dan edema.10
Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripta tonsil mengakibatkan
peningkatan stasis debris maupun antigen di dalam kripta, juga terjadi penurunan
integritas epitel kripta sehingga memudahkan bakteri masuk ke parenkim tonsil.
Bakteri yang masuk ke dalam parenkim tonsil akan mengakibatkan terjadinya
infeksi tonsil. Pada tonsil yang normal jarang ditemukan adanya bakteri pada
kripta, namun pada tonsilitis kronis bisa ditemukan bakteri yang berlipat ganda.
Bakteri yang menetap di dalam kripta tonsil menjadi sumber infeksi yang
berulang terhadap tonsil.7
Selain itu, karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.
d. Manifestasi Klinis1,2,17
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis
akut yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada
tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal
di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis
kronis yang mungkin tampak, yakni :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis,
kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Perbedaan tonsilitis akut dan kronis sebagai berikut:
Tanda Tonsilitis Tonsilitis Tonsilitis
Akut Kronis Rekuren
Warna Hiperemis (+) Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Edema (+) (-) (+)
Kripte Melebar (-) Melebar (+) Melebar (+)
Detritus (+/-) (+) (+)
Perlengketan (-) (+) (+)
Onset 7-14 Hari >4 minggu Ada fase sembuh
diantara 2 fase
akut/lebih
Tabel 2. Perbedaan Tonsilitis7,8,9,12
e. Diagnosis1,2,15,16
Pada pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi
dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen)
dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta
membesar, dan suatu bahan seperti keju atau dempul amat banyak terlihat pada
kripta. 14,18
Pemeriksaan Penunjang dapat dilakukan kultur dan uji resistensi
(sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan
beberapa macam kuman dengan berbagai derajat keganasan, seperti Streptokokus
beta hemolitikus grup A, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau
Pneumokokus.14,15

f. Diagnosis Banding1,2,16,17
Terdapat beberapa diagnosis banding dari tonsilitis kronis, di antaranya14:
1. Penyakit-penyakit dengan pembentukan pseudomembran atau adanya
membran semu yang menutupi tonsil /tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua
orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung
pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi
menjadi 3 golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala
umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala,
tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran
yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai
dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan
otot palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan
albuminuria.
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39°C), nyeri di mulut, gigi
dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil,
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan
faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula
membesar.
c. Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu
yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel
darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
2. Penyakit kronik faring granulomatus
a. Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien
buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di
tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis Luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder
atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh
disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa
mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.
c. Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring
kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas
dan timbulnya jaringan ikat.
d. Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat
mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar
jaringan granulasi yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri
tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan
serologi, hapusan jaringan/kultur, X ray dan biopsi.
3. Tumor tonsil
g. Tatalaksana1, 15,16
Tatalaksana Tonsilitis dilakukan secara preventif, promotif, kuratif maupun
rehabilitatif. Secara preventif, yaitu
- Menghindari pencetus yang merangsang tenggorokan seperti makan
makanan dan minuman dingin/panas ,makanan pedas, berminyak dan
berbumbu serta menghindari asap rokok dan debu.
- Memakan makanan yang lunak untuk mempermudah menelan
- Menjaga kebersihan mulut
- Mencuci tangan secara teratur
- Asupan nutrisi sehat dan gizi seimbang untuk meningkatkan daya tahan
tubuh.
Terapi lokal ditunjukkan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat
hisap. Secara kuratif, Tonsilitis dapat ditatalaksana secara medikamentosa
maupun secara bedah. Tindakan pemberian obat tergantung penyebab dari
tonsilitisnya. Secara Umum dilakukan tirah baring, pemberian cairan yang
adekuat, diet ringan, analgetik dan antivirus.
1. Medikamentosa
Tonsilitis bakterial dapat diberikan antibiotik spektrum luas dari
golongan Penicillin. Bila diduga penyebabnya Streptokokus beta
hemolitikus grup A, diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin
50.000 U/kgBB/Im dosis tunggal atau Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis
dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6
– 10 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari. Sedangkan untuk mengatasi
gejala demam dan nyeri dapat diberikan golongan OAINS. Untuk
tonsilitis virus biasanya cukup diberikan analgesia disertai istirahat dan
minum yang cukup. Pemberian antivirus dilakukan jika ditemukan
gejala yang berat1
2. Tonsilektomi17-20
Tonsilektomi dilakukan dengan indikasi menggunakan The
American Academy of Otolaryngology, Head and Neck surgery clinical
Indication.1
Indikasi Absolut:
- Tonsil yang besar hingga mengakibatkan gangguan
pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau
komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal.
- Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan pengobatan
- Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam.
- Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk
menentukan gambaran patologis jaringan.
Indikasi Relatif:
- Jika mengalami tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun
dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan
pengobatan medikamentosa yang memadai.
- Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada
tonsillitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pengobatan.
- Tonsillitis kronis atau tonsilitis berulang yang diduga sebagai
carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon
positif terhadap pengobatan dengan antibiotika.
- Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai
berhubungan dengan keganasan (neoplastik)
Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai
kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi
dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang
manfaat dan risiko. Keadaan tersebut seperti gangguan
perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat,
anemia, dan infeksi akut yang berat.
h. Komplikasi6,21,22
Komplikasi tonsilitis dapat diklasifikasikan pada Lokal, dan Sistemik.
Secara lokal atau disekitar tonsil dapat terjadi :
- Peritonsilitis: Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa
adanya trismus dan abses.
- Abses Peritonsilar (Quinsy): Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam
ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut
yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari
infeksi gigi.
- Abses Parafaringeal: Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi
melalui aliran getah bening/pembuluh darah. Infeksi berasal dari
daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal,
mastoid dan os petrosus.
- Abses retrofaring: Merupakan pengumpulan pus dalam ruang
retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun
karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
- Krista Tonsil: Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup
oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada
tonsil berwarna putih/berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
- Tonsilolith (kalkulus dari tonsil): Terjadinya deposit kalsium fosfat
dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil membentuk bahan keras
seperti kapur.
Sedangkan secara sistemik dapat terjadi :
- Demam rematik dan penyakit jantung rematik
- Glomerulonefritis
- Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
- Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
- Artritis dan fibrositis
i. Kriteria Rujukan23
1. Komplikasi tonsilitis akut seperti abses peritonsilerr, septikemia, meningitis,
glomerulonefritis, dan demam reumatik akut
2. Adanya indikasi tonsilektomi
3. Pasien dengan tonsilitis difteri
B. Faringitis
1. Definisi Faringitis
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh
virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.
2. Patogenesis
Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi
inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A streptokokus β hemolitikus dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan
toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup
jantung, glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia
sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan
infeksi melalui sekret hidung dan ludah (droplet infection).
3. Klasifikasi
1. Faringitis Akut
a. Faringitis viral
Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa hari kemudian
akan menimbulkan faringitis.
Gejala dan tanda : Demam disertai rinorea, mual , nyeri tenggorok,
sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus
influenza, coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak menghasilkan
eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesikular di orofaring
dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga
menimbulkan gejala konjugtivitis terutama pada anak.
Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai
produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar
limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri
tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak
faring hiperemis, terdapat eksudat. Limfadenopati akut di leher dan
pasien tampak lemah.
Terapi pada Faringitis viral yaitu,
- Istirahat dan minum yang cukup.
- Kumur dengan air hangat.
- Analgetika jika perlu dan tablet isap.
- Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi
herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam
4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak < 5
tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali
pemberian/hari.
b. Faringitis bakterial
Infeksi grup A streptokokus β hemolitikus merupakan penyebab
faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).
Gejala dan tanda, yaitu nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-
kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari
kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar
limfe leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.
Terapi Faringitis bakterial, yaitu
- Antibiotik. Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis
akut ini grup A streptokokus β hemolitikus. Penicillin G
Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin
50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada
dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4 x 500
mg/hari.
- Kortikosteroid. Deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak
0,08-0,3 mg/kgBB, IM, 1 kali.
- Analgetika
- Kumur dengan antiseptik.
c. Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.
Gejala dan tanda, yaitu keluhan nyeri tenggorok dan nyeri
menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofarig dan mukosa
faring lainnya hiperemis.
Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Sabouroud dextrosa.
Terapi Faringitis fungal yaitu:
- Nystasin 100.000 – 400.000 2 kali/hari.
- Analgetika
d. Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
Terapi : Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriakson 250 mg, IM.
2. Klasifikasi Faringitis Kronik
Terdapat 2 bentuk, yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik
atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis
kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidung
tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding
posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan
lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata, bergranular.
Gejala : Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan
akhirnya batuk yang berdahak.
Terapi : Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan
memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (elcetro
cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau tablet isap.
Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.
Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.
b. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rinitis atrofi.
Pada rinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta
kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada
faring.
Gejala dan tanda : Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta
mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh
lendir yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi : Pengobatan yang ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk
faringitis atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan
mulut.

Anda mungkin juga menyukai